Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN NYERI POST-OPERATIF PADA PASIEN FRAKTUR:

A LITERATURE REVIEW

Ni Made Sridarmayanti1, Nyoman Agus Jagat Raya*2

1Alumni Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Fraktur atau patah tulang menjadi masalah muskuloskeletal yang paling banyak disebabkan karena cedera traumatis pada tulang. Fraktur menyebabkan sensasi rasa nyeri pada pasien sebelum maupun setelah pembedahan. Pemberian terapi non-farmakologi berupa teknik relaksasi nafas bertujuan untuk mengoptimalkan asuhan keperawatan kepada pasien fraktur dengan mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan pasien selain menggunakan teknik farmakologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis literatur mengenai teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri post-operatif pada pasien fraktur. Desain penelitian ini adalah studi literatur menggunakan database Google Scholar dan ScienceDirect. Kriteria inklusi yang digunakan yaitu pasien fraktur; desain penelitian eksperimen, artikel penelitian yang membahas terkait fraktur, latihan nafas dalam, dan nyeri; menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris; dapat diakses full-text; dan tahun publikasi 2018-2022. Proses pencarian dan pemilihan artikel menggunakan metode prisma flow diagram systematic literature review yang selanjutnya dikategorikan berdasarkan levels of evidence. Berdasarkan hasil analisis artikel penelitian menggunakan JBI Critical Appraisal Tools didapatkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat membantu mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur. Satu jurnal teknik relaksasi nafas dalam dikombinasikan dengan range of motion, dua artikel dikombinasikan dengan terapi musik, dan tiga artikel hanya diberikan teknik relaksasi nafas dalam. Empat artikel menggunakan desain penelitian quasi-experimental (level 2.c). Tiga artikel menggunakan desain penelitian pre-experimental (level 2.d). Teknik relaksasi nafas dalam menjadi salah satu terapi non-farmakologi yang dapat membantu mengurangi nyeri post-operatif pada pasien dengan fraktur.

Kata kunci: fraktur, intervensi keperawatan, nyeri post-operatif, relaksasi nafas dalam

ABSTRACT

Fracture becomes a musculoskeletal problem caused primarily by a traumatic injury to the bone. Fractures cause patients to experience pain both before and after surgery. Giving non-pharmacological therapy in fracture patient like deep breathing exercises aim to optimize nursing care to reduce pain and improve comfort. The purpose of this study is to review the literature on deep breathing exercises for reducing post-operative pain in fracture patients. The research design was a literature review made from Google Scholar dan ScienceDirect. The inclusion criteria used were fracture patients; experimental research designs; research articles discussing fractures, deep breathing exercises, and pain; use of Indonesian or English; accessible full-text; and the year of publication 2018-2022. The process of searching and selecting articles uses the prism flow diagram systematic literature review method which will then be categorized based on levels of evidence. Based on the analysis of research articles using the JBI Critical Appraisal Tools, it was found that deep breathing exercises can help reduce post-operative pain in fracture patients. One journal combined deep breathing exercises and range of motion, two articles combined music therapy, and three articles focused solely on deep breathing exercises. The literature had one level of evidence, namely Level 2. Four articles were quasi-experimental studies (2.c) and three articles were pre-experimental studies (2.d). The study concluded that deep breathing exercise is one of the non-pharmacological therapies that can help reduce post-operative pain in fracture patients. This study is expected to add to the literature by providing nursing interventions to reduce post-operative pain in fracture patients.

Keywords: deep breathing exercise, fracture, nursing intervention, post-operative pain

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan pada sistem muskuloskeletal yang cukup sering terjadi yaitu fraktur. Fraktur didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya patah atau terputusnya kontinuitas baik total maupun sebagian yang utamanya disebabkan karena adanya cedera traumatis atau tenaga fisik pada tulang tersebut (Risnanto & Insani, 2014). Fraktur dapat terjadi pada tubuh sesuai dengan lokasi atau bagian tubuh yang mendapatkan tekanan atau cedera traumatis. Namun, kejadian fraktur paling sering ditemukan pada tangan dan atau kaki. Fraktur yang terjadi pada tangan dan atau kaki disebut dengan fraktur ekstremitas (Purwanto, 2016).

Kasus fraktur berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2019 terus mengalami peningkatan dengan prevalensi yaitu 3,2% dan jumlah kasus mencapai 15 juta orang. Pada tahun 2019 terdapat penambahan sebanyak 178 juta kasus fraktur baru di dunia (peningkatan 33,4% sejak tahun 1990), dengan 455 juta kasus merupakan kasus prevalensi gejala fraktur akut atau jangka panjang (peningkatan 70,1% sejak tahun 1990). Jumlah kasus fraktur yang paling banyak dan berat pada tahun 2019 yaitu fraktur ekstremitas meliputi tulang tungkai bawah pada patella, tibia atau fibula, atau pergelangan kaki dengan tingkat insiden standar usia 419 kasus per 100.000 populasi. Jumlah kasus fraktur tertinggi dialami oleh kelompok usia tua atau lansia yang berusia 95 tahun atau lebih (GBD 2019 Fracture Collaborators, 2021). Fraktur dengan angka kejadian tiga tertinggi di Indonesia yaitu fraktur femur (39%), fraktur humerus (15%), fraktur tibia, dan fraktur fibula (11%) (Desiartama & Aryana, 2017). Fraktur mayoritas dialami pada kategori usia dewasa, yaitu 15 hingga 34 tahun dan lansia yang berada pada usia lebih dari 70 tahun. Penyebab kejadian fraktur di Indonesia mayoritas akibat kecelakaan (62,6%) dan jatuh (37,3%) (Risnah dkk, 2019).

Tanda dan gejala yang umum dialami pada pasien fraktur, yaitu nyeri

terlokalisasi secara tiba-tiba yang memberat ketika digerakkan, penurunan fungsi pada area tulang, ketidakmampuan menahan berat badan atau menggunakan bagian yang sakit, tampak atau mungkin tidak terlihat deformitas tulang yang jelas, terdapat krepitasi. Selain itu, terdapat tanda dan gejala khas yaitu pada fraktur tertutup mengalami pembengkakan sedangkan fraktur terbuka mengalami perdarahan. Hal tersebut menyebabkan ketidaknyamanan sehingga harus segera mendapatkan penanganan (Purwanto, 2016). Penatalaksanaan pada pasien fraktur terdiri dari tiga prinsip, yaitu reduksi, imobilisasi, dan rehabilitasi. Penanganan pada pasien fraktur harus dilakukan dengan tepat dan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan melalui tindakan konservatif dan pembedahan (Sudarmanto, 2018).

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat pada pasien fraktur untuk mengurangi nyeri, yaitu memberikan tindakan manajemen nyeri dengan membantu pemberian terapi farmakologi berupa analgetik dan pemberian terapi non-farmakologi seperti relaksasi nafas (Purwanto, 2016). Selain itu, penelitian dari Sasongko, Sukartini, Wahyuni, dan Putra (2019) menyatakan bahwa kombinasi rentang gerak ROM dan terapi relaksasi nafas dalam (deep breathing exercise) dapat secara efektif menurunkan nyeri pada pasien setelah tindakan pembedahan ortopedi.

Perawat memiliki peran yang penting dalam memberikan intervensi keperawatan pada pasien fraktur secara komprehensif. Proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien fraktur membahas sebelum dan setelah dilakukan tindakan operasi secara berkesinambungan. Hal tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Fokus pada penelitian ini membahas terkait dengan pemberian asuhan keperawatan berupa teknik relaksasi nafas

dalam kepada pasien fraktur setelah tindakan operasi.

Pemberian terapi non-farmakologi seperti teknik relaksasi nafas dalam bertujuan untuk mengoptimalkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien fraktur untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan pasien. Jika nyeri pada pasien tidak ditangani menyebabkan pasien merasa takut bergerak dan peredaran darah ke bagian yang dioperasi tidak lancar (Yasid & Sidabutar, 2022).

Literature review merupakan landasan teori yang didasarkan pada penelitian yang ada sebelumnya yang dapat membantu pemecahan masalah pada suatu penelitian. Literature review pada penelitian ini penting dilakukan untuk meninjau dan mengevaluasi secara kritis literature mengenai intervensi yang ada sebelum diberikan kepada pasien. Belum banyak literature review pada penelitian sebelumnya yang menggunakan analisis

METODE

Permasalahan dalam penelitian ini disusun menggunakan PICOT. Population (P): pasien dengan fraktur, Intervention (I): deep breating exercise, Comparison (C): -, Outcome (O): pengurangan nyeri, Time (T): 2018-2022. Artikel yang digunakan pada penelitian ini dipilih menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu partisipan penelitian merupakan pasien dengan fraktur; penelitian dengan desain penelitian eksperimen (eksperimental desain); artikel penelitian yang membahas terkait fraktur, latihan nafas dalam, dan nyeri; menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris; dan dapat diakses full-text dengan tahun publikasi yaitu 2018-2022. Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu rancangan penelitian yang menggunakan systematic review dan literature review.

Studi ini menggunakan penelitian yang bersumber dari database Google Scholar dan ScienceDirect. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian literatur ini yaitu “Deep Breathing Exercise”, “Deep Breath Relaxation”, “Pain”,

level of evidence (LoE) pada penelitian yang dibuat sehingga studi ini memiliki kelebihan karena tidak hanya membahas mengenai literatur yang digunakan namun membahas juga mengenai LoE dari literatur yang digunakan. LoE menjadi salah satu penilaian apakah suatu penelitian kelayakan untuk diterapkan sesuai kasus sebelum intervensi diberikan kepada pasien pada tatanan pelayanan keperawatan. Pemilihan literatur bedasarkan evidence-based keperawatan dan LoE membantu dalam pemilihan intervensi yang diberikan kepada pasien sesuai dengan bukti ilmiah yang ada dengan tujuan untuk memaksimalkan asuhan keperawatan yang diberikan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi dan menganalisis literatur jurnal mengenai teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan fraktur femur.

“Femur Fracture”, “Femoral Fracture”, “Ekstremitas Fracture”, “Operative”, dan “Surgery”. Pencarian literatur menggunakan boolean logic yang meliputi “AND” dan “OR” dengan tujuan membatasi ruang lingkup literatur yang ditemukan. Pemilihan literatur menggunakan penelitian yang dipublikasi lima tahun terakhir (2018-2022).

Proses pencarian dan pemilihan artikel pada literature review ini ditentukan menggunakan metode diagram prisma atau prisma flow diagram systematic literature review. Artikel diskrining berdasarkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan oleh penulis. Artikel yang terpilih melalui proses skrining diagram tersebut, selanjutnya dikategorikan berdasarkan levels of evidence. Levels of evidence bertujuan untuk membantu dalam pengambilan keputusan sesuai dengan bukti ilmiah yang ada untuk diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

HASIL

Pencarian awalnya menemukan 5.342 artikel dari database Google Scholar dan ScienceDirect. Berdasarkan hasil analisis artikel penelitian menggunakan JBI Critical Appraisal Tools hanya terdapat tujuh artikel penelitian yang dapat diakses full-text dan memenuhi kriteria kelayakan pada Google Scholar. Diagram alur pencarian dan pemilihan literatur dapat dilihat pada Gambar 1.

Karakteristik Penelitian

Karakteristik pasien dalam penelitian yaitu pasien post-operasi fraktur ekstremitas, lokasi penelitian yaitu di rumah sakit di Indonesia, experimental desain, alat ukur nyeri yaitu Numeric Rating Scale atau Visual Analog Scale (VAS), rentang nyeri pasien sebelum diberikan latihan nafas dalam yaitu nyeri sedang hingga nyeri berat, sedangkan rentang nyeri pasien setelah diberikan latihan nafas dalam yaitu nyeri ringan hingga nyeri sedang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam menjadi salah satu terapi non-farmakologi yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri pada pasien fraktur. Satu jurnal teknik relaksasi nafas dalam dikombinasikan dengan ROM, dua artikel dikombinasikan dengan terapi musik, dan tiga artikel hanya diberikan teknik relaksasi nafas dalam. Ringkasan lebih lanjut terkait literatur dapat dilihat pada Tabel 1.

Penggunaan Deep Breathing Exercise dalam Mengurangi Nyeri

Salah satu manifestasi klinis utama dari fraktur adalah nyeri secara terus menerus serta bertambah berat ketika bergerak hingga fragmen tulang dimobilisasi (Purwanto, 2016). Nyeri akut merupakan nyeri yang dirasakan kurang dari tiga bulan (Herdman & Kamitsuru, 2018). Penyebab dari munculnya masalah tersebut yaitu pergeseran atau terputusnya kontinuitas tulang femur pasien. Hal tersebut menyebabkan penekanan serabut saraf di area tersebut yang merangsang

pelepasan mediator prostaglandin sehingga memunculkan keluhan nyeri pada pasien (Suriya & Zuriati, 2019). Nyeri juga dirasakan oleh pasien dengan fraktur setelah tindakan pembedahan akibat efek dari tindakan pembedahan reposisi tulang (Sasongko dkk, 2019). Jika nyeri pada pasien tidak ditangani menyebabkan pasien merasa takut bergerak dan peredaran darah ke bagian yang dioperasi tidak lancar (Yasid & Sidabutar, 2022).

Deep breathing exercise merupakan latihan pernafasan yang paling nyaman dan mudah dilakukan untuk manajemen nyeri dalam keperawatan (Patiyal et al., 2021). Beberapa efek dari latihan pernapasan dalam untuk menghilangkan rasa sakit adalah melepaskan ketegangan saat menarik napas dalam dan membantu untuk merasa rileks, dan mengurangi rasa sakit karena saat bernapas dalam-dalam dan menahan napas, seseorang dapat memvisualisasikan rasa sakit yang meninggalkan tubuh saat seseorang menghembuskan napas (Healthwise, 2020). Deep breathing exercise dapat diberikan dengan mengkombinasikannya dengan terapi komplementer lainnya seperti terapi musik dan Range of Motion (ROM) (Purwanto, 2016).

Levels of Evidence (LOE)

Evidence Based Practice (EBP) adalah proses mengevaluasi, menemukan, menelaah, dan mempergunakan hasil penelitian untuk memperoleh bukti-bukti ilmiah yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan klinik (RSUD Al’Ihsan, 2019). Proses penentuan EBP dimulai dengan mengajukan pertanyaan klinis yang jelas, menemukan bukti terbaik dari penelitian sebelumnya, mempertimbangkan kualitas dari bukti yang ada, menerapkan EBP dalam memberikan pelayanan kepada pasien, dan menilai keberhasilan intervensi yang diberikan. Tujuan dari EBP yaitu memberikan asuhan keperawatan pasien semaksimal mungkin, meningkatkan proses perawatan pasien agar mendapatkan

hasil perawatan yang maksimal, dan mengendalikan biaya perawatan. EBP sangat penting diterapkan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan berkomunikasi dengan pasien dan tim kesehatan lainnya dalam upaya mengambil keputusan rencana perawatan yang akan diberikan kepada pasien. Penerapan EBP di lahan praktik keperawatan dapat berkontribusi dalam penurunan angka kematian, angka kesakitan, dan kesalahan medis atau keperawatan yang diberikan untuk pasien (Stokke et al., 2014).

Levels of evidence adalah studi yang didasarkan pada kualitas metodologi

desain, validitas, dan penerapan penelitian yang digunakan untuk memberikan perawatan kepada pasien. Levels of evidence membantu pengambilan keputusan mengenai kekuatan atau rekomendasi suatu penelitian untuk diterapkan dalam setting praktek sesuai dengan bukti ilmiah yang ada (Moola et al., 2020).

Tujuh artikel publikasi yang digunakan pada penelitian ini. Semua artikel ini termasuk ke dalam level 2 dari level of evidence, namun terbagi menjadi 2 sub level yang berbeda yaitu level 2.c dan 2.d. Pengkategorian levels of evidence dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 1. Diagram Alur Pencarian dan Pemilihan Literatur


Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat tujuh artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Tujuh jurnal

tersebut dianalisis dan digunakan untuk penyusunan studi literatur review ini.

Tabel 1. Ringkasan Artikel Penelitian

Penulis

Sampel

Desain

Hasil

Kesimpulan

Sasongko

46 pasien pasca operasi

Penelitian

Data dianalisis dengan t-

Kombinasi

dkk

ortopedi di Rumah Sakit

quasi-

test.    Berdasarkan   hasil

rentang    gerak

(2019)

Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur.

Teknik         sampling:

purposive sampling.

experimental yang dilakukan di Rumah Sakit Dr.   Soetomo,

Surabaya, Jawa Timur.

penelitian ini skala nyeri pada pasien yang mendapat terapi analgesik (ketorolak) dan dikombinasi dengan ROM dan terapi relaksasi nafas dalam menunjukkan

(Range of Motion / ROM) dan terapi relaksasi nafas dalam (deep breathing exercise) dapat

Penulis

Sampel

Desain

Hasil

Kesimpulan

Alat ukur nyeri: Visual Analog Scale (VAS).

hasil penurunan nyeri yang lebih banyak dan signifikan dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapat terapi analgesik (ketorolak).

secara     efektif

menurunkan nyeri pada pasien pasca     bedah

ortopedi.

Aini dkk (2018)

30 pasien fraktur di RSI Siti Khadijah, Palembang.

Teknik sampling: purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi.

Penelitian  pra-

eksperimental (one     group

pretest-posttest). Alat ukur nyeri: Numeric Rating Scale.

Berdasarkan analisa data menggunakan uji Wilcoxon (p-value=0,001) maka terdapat pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri.

Teknik relaksasi nafas dalam dapat membantu menurunkan rasa nyeri pada pasien fraktur.

Friska

(2022)

58 pasien post-operasi fraktur yang dirawat selama 3 bulan terakhir di ruang rawat bedah RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

Teknik sampling: total sampling.

Penelitian  pra-

eksperimental (one     group

pretest-posttest) tanpa kelompok pembanding.

Alat ukur nyeri: Numeric Rating Scale.

Berdasarkan uji bivariat didapatkan hasil (p-value=0,000) maka terjadi penurunan nyeri pada pasien post-operasi fraktur setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam disertai dengan musik religi.

Teknik relaksasi nafas     dalam

disertai   dengan

musik      religi

dapat membantu menurunkan intensitas   nyeri

pada pasien post-operasi fraktur.

Sumardi dkk (2020)

30 pasien post-operasi di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Teknik sampling: simple random sampling yang memenuhi kriteria inklusi.

Penelitian quasiexperimental (pre-post-test with     control

group design).

Penelitian ini menggunakan paired t-test dan independent test menunjukkan p<0,05 bahwa nafas dalam dan mendengarkan musik gamelan berpengaruh terhadap perubahan tingkat nyeri secara bermakna pada pasien post-operasi ORIF.

Terdapat pengaruh   yang

signifikan pemberian teknik relaksasi    nafas

dalam      dan

mendengarkan musik  gamelan

terhadap penurunan intensitas   nyeri

pada pasien post-operasi fraktur.

Yusuf dkk (2020)

28 pasien post-operasi fraktur.

Teknik sampling: purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi (14 pasien sebagai kelompok perlakuan dan 14 pasien sebagai kelompok kontrol pasien diberikan perawatan rutin).

Penelitian quasiexperimental (pre-post-test with     control

group design).

Alat ukur nyeri: Numeric Rating Scale.

Penelitian ini menggunakan analisis data Wilcoxon test and the Mann-Whitney test. Didapatkan hasil bahwa p-value = 0,000 artinya ada pengaruh yang signifikan antara pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap nyeri dan tingkat kecemasan pada pasien post-operasi fraktur.

Terdapat pengaruh   yang

signifikan pemberian teknik relaksasi    nafas

dalam  terhadap

nyeri dan tingkat kecemasan terhadap  pasien

post-operasi fraktur.

Listiana dkk (2018)

30 pasien post-operasi fraktur di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Teknik sampling: accidental sampling yang memenuhi kriteria inklusi.

Penelitian  pra-

eksperimental (one     group

pretest-posttest) tanpa kelompok pembanding.

Alat ukur nyeri: Numeric Rating Scale.

Berdasarkan analisis data uji univariat, bivariat dengan Compared Mean Paired T Test didapatkan hasil signifikan dari hasil uji dua sampel sehingga ada pengaruh pemberian terapi nafas dalam terhadap nyeri pada pasien post-operasi fraktur.

Terdapat pengaruh pemberian terapi relaksasi    nafas

dalam  terhadap

penurunan intensitas   nyeri

yang   dirasakan

oleh pasien post-operaai fraktur.

Igiany (2018)

30 pasien pasca bedah fraktur.

Teknik         sampling:

purposive sampling yang

Penelitian quasi eksperimen

Analisis nyeri menggunakan uji T-Independent dan T-Dependent. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan

Adanya perbedaan nyeri pada pasien pasca bedah    fraktur

Penulis           Sampel              Desain

Hasil              Kesimpulan

memenuhi kriteria inklusi (15 pasien sebagai kelompok perlakuan dan 15 pasien sebagai kelompok kontrol pasien diberikan perawatan rutin).

adanya perbedaan rata-rata  ekstremitas

nyeri   pada   kelompok sebelum     dan

eksperimen sebelum dan  setelah diberikan

setelah   diberikan  teknik  teknik  relaksasi

relaksasi    nafas    dalam nafas dalam.

(p<0,05).

Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa Deep Breathing Exercise (DBE) merupakan terapi non-farmakologi yang dapat membantu untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan fraktur. Satu artikel

merupakan penelitian kombinasi dari DBE dengan Range of Motion (ROM), dua artikel merupakan penelitian kombinasi dari DBE dengan terapi musik, tiga artikel hanya memberikan intervensi DBE.

Tabel 2. Levels of Evidence

Penulis

Desain Penelitian

Level of Evidence

Sasongko dkk (2019)

Quasi-experimental

2.c

Aini dkk (2018)

Pre-eksperimental (one group pretest-posttest)

2.d

Friska (2022)

Pre-eksperimental (one group pretest-posttest)

2.d

Sumardi dkk (2020)

Quasi-experimental

2.c

Yusuf dkk (2020)

Quasi-experimental

2.c

Listiana dkk (2018)

Pre-eksperimental (one group pretest-posttest)

2.d

Igiany (2018)

Quasi-experimental

2.c

Tabel 2 menujukkan bahwa terdapat tujuh artikel publikasi yang digunakan pada penelitian ini. Semua artikel ini termasuk ke dalam level 2 dari level of evidence, namun terbagi menjadi 2 sub level yang berbeda. Empat artikel menggunakan desain penelitian quasiexperimental yang termasuk ke dalam

PEMBAHASAN

Deep Breathing Exercise (DBE)

Fraktur dapat terjadi disebabkan oleh trauma, patologik maupun fatigue atau stress fractures. Fraktur menyebabkan terjadinya pergeseran fragmen pada tulang (American Bone Health, 2020). Pergeseran fragmen tulang pada fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf di sekitarnya. Penekanan saraf tersebut akan menstimulasi neurotransmitter nyeri untuk melepas mediator prostaglandin dan menimbulkan nyeri (Suriya & Zuriati, 2019).

Salah satu tindakan reposisi pada pasien dengan fraktur yaitu tindakan operatif atau pembedahan seperti ORIF/OREF. Prosedur invasif tersebut akan menimbulkan perlukaan jaringan dan kulit untuk memasukkan alat dan mereposisi tulang agar dapat kembali ke posisi anatomisnya (Suriya & Zuriati, 2019). Hal tersebut akan menimbulkan

level 2.c yaitu artikel penelitian dari Sasongko dkk (2019), Mulki dkk (2020), Wahyuningsih dkk (2019), dan Igiany (2018). Tiga artikel menggunakan desain penelitian pre-experimental yang termasuk ke dalam level 2.d yaitu artikel penelitian dari Aini dkk (2018), Friska (2022), and Listiana dkk (2018).

nyeri yang dirasakan pada pasien fraktur pasca tindakan pembedahan atau yang disebut nyeri post-operatif (Andrea, 2014).

Manajemen nyeri yang dapat diberikan pada pasien dengan nyeri menurut Nursing Intervention Classification (Dochterman et al., 2016) yaitu manajemen nyeri secara farmakologi (pemberian obat analgetik berupa paracetamol, ibuprofen, ketorolak, dan lain sebagainya) dan non-farmakologi (misalnya latihan relaksasi nafas dalam). Sejalan dengan penelitian dari Rini (2018) yang menyatakan bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat membantu menurunkan nyeri post-operatif pada pasien fraktur. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pasien fraktur post-operatif sebelum diterapi dengan teknik relaksasi nafas dalam mengalami intensitas nyeri sedang. Namun, setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam maka

sebagian besar pasien fraktur post-operatif mengalami penurunan intensitas nyeri menjadi ringan.

Latihan nafas dalam merupakan salah satu latihan pernapasan yang dapat mengubah keadaan psikologis pasien menjadi lebih baik karena dapat mengurangi stres, depresi, dan nyeri. Latihan nafas dalam mengurangi rangsangan nyeri dengan mengistirahatkan dan merelaksasikan otot-otot pada tubuh (Patiyal et al., 2021).

Proses penurunan nyeri dengan latihan nafas dalam didasari dengan prinsip fisiologi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang berfungsi untuk mempertahankan homeostasis internal. Latihan nafas dalam dapat membantu mengurangi aktivitas saraf simpatik dalam sistem saraf otonom sehingga dapat mengendalikan nyeri yang dirasakan (Widiatie, 2015). Ketika pasien fraktur mengalami nyeri post-operatif maka pernapasannya juga lebih cepat. Tarik nafas dalam memberikan efek menenangkan dan mengurangi nyeri yang dirasakan (Andrea, 2014). Saat pasien melakukan latihan nafas dalam maka akan mengirim pesan ke otak untuk tenang dan rileks. Hal ini dikarenakan otak merangsang tubuh untuk mengeluarkan senyawa seperti morfin dalam tubuh yang disebut dengan hormon endorfin dan enkefalin yang berfungsi sebagai pereda nyeri. Hormon tersebut dapat merangsang tubuh untuk mengeluarkan perasaan bahagia dan positif serta memberikan sinyal kepada otak untuk mengurangi rasa sakit pada tubuh. Selanjutnya, otak mengirimkan sinyal tersebut ke tubuh sehingga detak jantung yang meningkat, pernapasan yang cepat, dan tekanan darah tinggi akan mengalami penurunan detak jantung, pernapasan, tekanan darah, dan tubuh menjadi rileks (Healthwise, 2020: Patiyal et al., 2021).

Pelepasan endorfin dalam tubuh terjadi ketika melakukan nafas dalam menyebabkan darah dalam tubuh teroksigenasi (Andrea, 2014). Selain itu,

latihan nafas dalam berpengaruh pada pelepasan hormon kortisol dalam tubuh. Hormon kortisol merupakan hormon yang muncul ketika seseorang mengalami stres. Hormon tersebut juga dapat memperlambat detak jantung (Louisa, 2017).

Teknik relaksasi nafas dalam dapat membantu mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur karena dapat merangsang mengeluarkan opioid endogen dalam tubuh. Hormon tersebut dapat menghambat impuls nyeri sehingga dapat menurunkan persepsi nyeri pasien. Hal ini didukung oleh penelitian dari Yusuf, Iswari, Sriyono, dan Yunitasari (2020) yang menyatakan bahwa penurunan nyeri dan kecemasan pada pasien fraktur post-operatif yang mendapat terapi analgesik diikuti dengan terapi latihan nafas dalam lebih signifikan pada pasien fraktur ortopedi post-operatif.

Latihan nafas dalam menjadi salah satu pilihan terapi nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri pada pasien pasca pembedahan fraktur ekstremitas. Terapi latihan nafas dalam dapat membantu mengoptimalkan efek dari terapi farmakologi dengan tujuan mengurangi rasa nyeri. Latihan nafas dalam dapat diberikan sehari sebanyak tiga kali selama 5 hingga 10 menit pada pagi, siang, dan malam hari setelah makan (Bhavani & Kalavathi, 2022).

Deep Breathing Exercise dan Terapi Musik

Kombinasi terapi musik dan latihan nafas dalam merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur. Terapi musik dan latihan nafas dalam dapat mengalihkan perhatian seseorang terhadap rasa nyeri post-operatif pada pasien fraktur yang menyebabkan pasien akan merasa lebih rileks (Nuriya et al., 2023). Tindakan pengalihan perhatian tersebut disebut juga dengan distraksi. Penelitan dari Fitriani dkk (2021) didapatkan hasil bahwa terapi musik dapat digunakan sebagai distraksi agar pasien tidak terlalu fokus pada nyeri dan

mengalihkan perhatiannya kepada musik. Hal ini didukung oleh penelitian dari Pujiarto (2018) yang menyatakan bahwa kombinasi dari terapi musik dan latihan nafas dalam dapat mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur setelah pembedahan Open Reductional Internal Fixation (ORIF).

Terapi musik merupakan terapi nonfarmakologis yang dapat diterapkan oleh tenaga kesehatan untuk membantu mengurangi rasa nyeri dan kecemasan yang dirasakan oleh pasien fraktur post-operatif. Terapi musik dan relaksasi nafas merupakan terapi yang mudah, aman, murah, serta dapat dilakukan dimanapun oleh pasien secara rutin untuk mengurangi nyeri. Selain itu, kesesuaian struktur musik dengan pola sel otak manusia menjadi salah satu alasan musik dapat diterima dengan mudah oleh seseorang (Firmansyah, Setiawan, & Ariyanto, 2021; Wirasti, 2011).

Terapi musik terbaik yang diberikan kepada pasien dapat menyesuaikan dengan suasana hati dan selera dari pasien. Terapi musik dapat bekerja dengan memberikan sinyal kepada otak untuk merangsang tubuh mengeluarkan opioid endogen berupa hormon endorfin dan enkefalin yang memiliki fungsi hampir sama dengan morfin untuk mengurangi nyeri (Fitra dan Yustina, 2021). Berdasarkan hasil penelitian dari Patiyal et al (2021), didapatkan bahwa terapi musik yang dipadukan dengan terapi farmakologi dapat secara signifikan mengoptimalkan pengurangan rasa nyeri post-operatif pada pasien fraktur. Jadi, terapi musik menjadi salah satu terapi komplementer sebagai pengalih perhatian dari nyeri post-operatif pada pasien fraktur.

Deep Breathing Exercise (DBE) dan Range of Motion (ROM)

Nyeri post-operatif pada pasien fraktur menjadi hal yang penting untuk diatasi sehingga pasien harus diajarkan manajemen nyeri secara non-farmakologi. Latihan gerak yang dapat diberikan kepada pasien post-operasi fraktur adalah ROM.

ROM memiliki manfaat seperti memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa nyeri, dan mempercepat penyembuhan luka (Yasid & Sidabutar, 2022).

ROM adalah latihan untuk meningkatkan massa dan tonus otot yang dapat mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan kontraktur. Latihan ROM digunakan untuk mempertahankan ataupun memperbaiki kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap (Potter & Perry, 2015). Hal ini didukung dengan penelitian dari Sasongko, Sukartini, Wahyuni, & Putra (2019) yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur dengan melibatkan 46 pasien post-operatif ortopedi termasuk fraktur. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi ROM dan terapi relaksasi nafas dalam dapat secara efektif menurunkan nyeri post-operatif. Skala nyeri pada pasien yang mendapat terapi analgesik (ketorolak) dan dikombinasi dengan ROM dan terapi relaksasi nafas dalam menunjukkan hasil penurunan nyeri yang lebih banyak dan signifikan dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapat terapi analgesik (ketorolak). Jadi, ROM merupakan salah satu latihan yang dapat membantu untuk mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur.

Peran Levels of Evidence (LOE) dalam Penerapan DBE untuk Mengurangi Nyeri Post-Operatif pada Praktik Keperawatan

Level of Evidance (LoE) menjadi salah satu hal yang penting untuk melakukan pemilihan EBP yang menjadi landasan pemberian intervensi keperawatan sebelum diterapkan kepada pasien. Penggunaan LoE membantu menemukan berbagai jenis bukti penelitian yang memiliki kualitas yang baik dan dapat dipercaya untuk diterapkan pada pelayanan (Stokke et al., 2014). LoE berfungsi untuk membantu peneliti menentukan artikel penelitian yang paling baik berdasarkan pada tingkat hirarki EBP. Hirarki EBP adalah sistem yang digunakan

untuk mengurutkan bukti menurut kriteria tertentu. LoE dijadikan acuan tingkat level EBP suatu intervensi untuk dapat dipergunakan di praktik keperawatan (Moola et al., 2020). Berdasarkan hal tersebut, LoE menjadi penting sebelum diaplikasikan ke pasien di tatanan praktik keperawatan.

Landasan perawat dalam menerapkan DBE di layanan kesehatan menggunakan sistem hirarki dari kategori level bukti ilmiah atau LoE. LoE mengenai penerapan DBE pada penurunan nyeri post-operatif pada pasien fraktur memberikan landasan kepada perawat berupa studi ilmiah atau penelitian sebelumnya sebagai dasar dalam memberikan DBE pada praktik keperawatan klinis sehari-hari. Penerapan LoE dapat membantu perawat untuk terus memperbaharui intervensi yang diberikan untuk perawatan pasien. Perawat dapat terus meningkatkan pengetahuannya mengenai risiko dan manfaat dari intervensi DBE yang diberikan kepada pasien sesuai bukti ilmiah yang ada sehingga dapat memilih intervensi terbaik yang dapat diberikan kepada pasien fraktur untuk mengurangi nyeri post-operatif. Jadi, diharapkan penerapan DBE ini secara tidak langsung membantu penerapan pelayanan kesehatan yang optimal, mengurangi morbiditas dan mortalitas, serta meningkatkan angka kesembuhan pasien fraktur (Okoli, 2021).

LoE merupakan bagian yang penting dari penerapan DBE untuk mengurangi nyeri post-operatif oleh perawat. Adanya LoE mengenai DBE sebelum diterapkan di pelayanan kesehatan akan membantu perawat memahami level dan prioritas bukti ilmiah yang digunakan. Penilaian LoE membantu perawat dalam mengambil keputusan klinik berbasis bukti yang ada apakah DBE dapat efektif diterapkan untuk mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur. LoE dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu level 1, 2, 3, 4, dan 5. Studi penelitian yang dapat dijadikan pilihan rekomendasi paling kuat untuk diterapkan di pelayanan kesehatan

yaitu level 1, sedangkan level yang terbukti konsisten untuk diterapkan pada pelayanan kesehatan berada pada level 2, 3, dan 4. Namun, level terendah juga dapat digunakan untuk memberikan rekomendasi mengenai EBP jika hasilnya konsisten (Burns et al., 2011; Moola et al., 2020).

Artikel penelitian yang digunakan dalam penerapan DBE untuk mengurangi nyeri post-operatif untuk pasien fraktur pada penelitian berjumlah tujuh artikel. Ketujuh artikel tersebut termasuk ke dalam kategori level 2 dari LoE. Namun artikel tersebut memiliki 2 sub level yaitu level 2.c dan level 2.d. Level 2.c adalah bukti ilmiah yang diperoleh dari uji coba terkontrol yang dirancang dengan baik dan desain studi terkontrol prospektif semu (quasi-experimental). Artikel yang termasuk ke dalam level 2.c. yaitu Sasongko dkk (2019), Mulki et al (2020), Wahyuningsih dkk (2019), dan Igiany (2018). Level 2.d adalah bukti ilmiah yang diperoleh dari desain studi kelompok kontrol pretest-posttest atau historical/ retrospective. Artikel yang merupakan level 2.d. yaitu Aini dkk (2018), Friska (2022), dan Listiana dkk (2018). Level pada ketujuh artikel ini akurat dan dapat diterapkan dalam tatanan praktik keperawatan sehingga layak digunakan sebagai referensi pemberian DBE untuk mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur.

Berdasarkan hasil analisis LoE, latihan nafas dalam merupakan latihan pernapasan yang paling nyaman, murah, dan mudah dilakukan. Latihan relaksasi nafas dalam menjadi terapi non-farmakologi yang dapat membantu mengurangi nyeri pada pasien fraktur (Patiyal et al., 2021). Perawat dan pasien tidak memerlukan peralatan dan persiapan khusus untuk melakukan terapi ini. Pada awal pemberian terapi latihan nafas dalam dapat dibimbing oleh perawat dan diikuti oleh pasien dan atau keluarganya sehingga selanjutnya pasien dapat melakukannya secara mandiri. Indikasi dari latihan nafas dalam seperti pasien yang mengalami nyeri, stres, dan kecemasan (Firmansyah,

Setiawan, & Ariyanto, 2021). Latihan nafas dalam tidak memiliki kontraindikasi terhadap terapi dan efek samping yang signifikan. Namun, beberapa kondisi yang harus diperhatikan oleh perawat untuk dijadikan pertimbangan dalam pemberian terapi seperti pasien yang tingkat kesadarannya tidak memungkinkan untuk kerjasama penuh dan pasien yang tidak nyaman terhadap terapi yang diberikan (Bergh, 2020).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dari analisis dan diskusi penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Deep Breathing Exercise (DBE) merupakan terapi non-farmakologi yang dapat membantu untuk mengurangi nyeri post-operatif pada pasien fraktur. Ketujuh artikel yang digunakan pada penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

Aini, L., & Reskita. R. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan, 9(2):262-266. ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online).

American Bone Health. (2020). Fractures Risk Factors. Diakses di: Mayo Clinic (2018). First Aid. Fractures (Broken Bones). Diakses pada tanggal 2 Januari 2023.

Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bergh, C., Wennergren, D., Möller, M., & Brisby, H. (2020). Fracture incidence in adults in relation to age and gender: A study of 27,169 fractures in the Swedish Fracture Register in a well-defined catchment area. PloS     one, 15(12),      e0244291.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.024429 1

Burns, P. B., Rohrich, R. J., & Chung, K. C.

(2011). The levels of evidence and their role in evidence-based medicine. Plastic and reconstructive surgery,  128(1),  305–310.

https://doi.org/10.1097/PRS.0b013e318219c 171.

Desiartama, D., & Aryana, A. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Femur akibat Kecelakaan Lalu Lintas pada Orang Dewasa di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika.

Dochterman, J. M., Butcher, H. K., Wagner, C. M., & Bulechek, G. M. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) (Edisi 6). Indonesia: Elsevier Singapore Pte Ltd.

layak untuk digunakan sebagai referensi dalam pemberian DBE untuk mengurangi nyeri post-operatif pada pasien dengan fraktur. Empat artikel menggunakan desain penelitian quasi-experimental yang termasuk ke dalam level 2.c Tiga artikel menggunakan desain penelitian preexperimental yang termasuk ke dalam level 2.d yaitu artikel penelitian.

Adapun keterbatasan dalam literature review ini adalah database yang digunakan hanya bersumber dari Google Scholar dikarenakan keterbatasan akses full-text pada database lainnya dan kurangnya penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pemberian relaksasi nafas dalam pada pasien dengan fraktur, sehingga data yang dilakukan telaah cukup terbatas.

Bhavani, A., & Kalavathi, S. (2022). The Effect of Deep Breathing on Pain, Stress, and Depression. Journal of Emerging Technologies and Innovative Research (JETIR), 2(4), 344-346. ISSN-2349-5162.

Firmansyah, A., Setiawan, H., Wibowo, D. A., Rohita, T., & Umami, A. (2021, March). Virtual Reality (VR) Media Distraction Relieve Anxiety Level of the Children During Circumcision. In 1st Paris Van Java International Seminar on Health, Economics, Social Science and Humanities 2020. Atlantis Press, 611-614.

Fitriani, A., Anisa Firdaus, F., Amatilah, F., & Haryani. (2021). The Effect of Music Therapy to Lower Pain Scale among PostOperating Patients. Genius Journal, 2(1), 1– 8. https://doi.org/10.56359/gj.v2i1.13

Friska, E. (2022). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Disertai Musik Religi Dapat Mengurangi Intensitas Nyeri Pada Pasien Post-Operasi Fraktur. Dohara Publisher Open Access Journal, 1(11):417-424. e-ISSN 2807-310X, p-ISSN 2807-3096.

GBD 2019 Fracture Collaborators. (2021). Global, regional, and national burden of bone fractures in 204 countries and territories, 1990–2019: a systematic analysis from the Global Burden of Disease Study 2019. Lancet Healthy Longev, 2(9):  580–592.

https://doi.org/10.1016/S2666-7568(21)00172-0

Healthwise staff. (2020). Stress Management: Breathing Exercises for Relaxation. Health Library. The University of Michigan Health.

Igiany, P.D. (2018). Perbedaan Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Fraktur Ekstremitas Sebelum dan Sesudah Dilakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam. Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK), 1(1): 16-21. ISSN: 2621-6612.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI.

Listiana, D., Pawiliyah., & Hidayah, F. (2018). Pengaruh Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Jurnal Sains Kesehatan, 25(3): 70-77.

Moola, S., Munn, Z., Tufanaru, C., Aromataris, E., Sears, K., Sfetcu, R., Currie, M., Qureshi, R., Mattis, P., Lisy, K., Mu, P-F. (2020). Chapter 7: Systematic reviews of etiology and risk.  In:  Aromataris E,  Munn Z

(Editors).  JBI Manual  for  Evidence

Synthesis. https://synthesismanual.jbi.global. Diakses pada tanggal 11 Maret 2022.

Nuriya, N., Alivian, G., Taufik, A., & Saryono, S. (2023). Music Therapy to Reduce Pain Intensity in Post Fracture Surgery Patients: Systematic Review. International Journal of Biomedical Nursing Review, 1(2), 101-124. doi:10.20884/1.ijbnr.2022.1.2.8104

Okoli, J. (2021). Generating Evidence For Clinical Nursing. Presentation At The Nurses’ Week. Metu Uzodike Auditorium, Nauth, Nnewi. Nnamdi Azikiwe University Teaching Hospital, Nnewi.

Patiyal, N., Kalyani, V., Mishra, R., Kataria, N., Sharma, S., Parashar, A., & Kumari, P.

(2021). Effect of Music Therapy on Pain, Anxiety, and Use of Opioids Among Patients Underwent Orthopedic Surgery: A Systematic    Review    and    MetaAnalysis. Cureus, 13(9),            e18377.

https://doi.org/10.7759/cureus.18377

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2015). Fundamental of Nursing (7th ed.). Singapore: Elsevier Inc.

Pujiarto, P. (2018). “Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Open Reductional Internal Fixation Menggunakan Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi Musik,” J. Kesehat. Panca Bhakti Lampung.

Risnah, R., Risnawati, H. R., Azhar, M. U., & Irwan, M. (2019). Terapi Non Farmakologi dalam Penanganan Diagnosis Nyeri Akut pada Fraktur: Systematic Review. Journal of Islamic Nursing, 4(2), 77-87.

Risnanto dan Insani, U. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:  Sistem

Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.

RSUD Al’Ihsan. (2018). Evidence Based Medicine (EBM).          Diakses         melalui:

https://rsudalihsan.jabarprov.go.id/page/900-Evidence-Based-Bedicine-EBM,      pada

tanggal 4 Mei 2023.

Sasongko, H., Sukartini, T., Wahyuni, E. D., Putra, M. M. (2019). The Effects of Combination of Range Motion and Deep Breathing Exercise on Pain in Post-Orthopedic Surgery Patients. Indonesian Journal of Medicine, 4(1):              46-53.              DOI:

https://doi.org/10.26911/theijmed.2019.04.0 1.08. e-ISSN: 2549-0265.

Stokke, K., Olsen, N. R., Espehaug, B., & Nortvedt, M. W. (2014). Evidence based practice beliefs and implementation among nurses: a cross-sectional study. BMC nursing, 13(1), 8. https://doi.org/10.1186/1472-6955-13-8

Sumardi., Dewi. A., & Sumaryani, S. (2020).

Pengaruh Nafas Dalam Dan Mendengarkan Musik Gamelan Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso  Wonogiri.

Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, 10(1): 414-426. ISSN: 20863454    EISSN:    2549-4058).    DOI:

https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1

Suriya, M dan Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC & NOC. Sumatera: Pustaka Galeri Mandiri.

Wahyuningsih, W. P., & Kusmiyati, Y. (2017). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:   Pusat

Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Widiatie, W. (2015). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Ibu Post Seksio Sesarea di Rumah Sakit Unipdu Medika Jombang. Jurnal Eduhealth, 5(2): 94–101.

Yasid, B., & Sidabutar, R.R. (2022). Pengaruh

Latihan Range of Motion terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jurnal Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 7(2):             105-111.            DOI:

https://doi.org/10.34008/jurhesti.v7i2.273. e-ISSN 2615-0441. p-ISSN 2527-9548

Yusuf, A. H., Iswari, M. F., Sriyono, S., &Yunitasari,  E. (2020).  The Effect of

Combination of Spiritual Deep Breathing Exercise Therapy on Pain and Anxiety in Postoperative Nonpatological Orthopedic Fracture Patients. Eurasia J BioSciences.14: 1625-1631.

Volume 11, Nomor 3, Juni 2023

190