Nandur

Vol. 3, No. 3, Juli 2023                                                      https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur

EISSN: 2746-6957 | Halaman 131-141                                  Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Cabai Rawit Sebagai Alternatif Pengendalian Kultur Teknis Nematoda (Meloidogyne spp.)

I Dewa Putu Singarsa*), I Made Mega Adnyana

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. P.B. Sudirman Denpasar Bali 80231 Bali

*)Email: [email protected]

Abstract

Nematodes (Meloidogyne spp.) cause a lot of losses to farmers cultivating Solanaceae family plants because Solanaceae family plants are host plants that are highly favored by nematodes (Meloidogyne spp.). most often grown by farmers to meet their daily needs. The aim of the study was to determine the penetration rate and fecundity level of nematodes (Meloidogyne spp.) in several plants belonging to the Solanaceae family, and to find out which host plant species are less preferred from the tested plants so that they can be used as an alternative for nematode control (Meloidogyne spp.). This study used a completely randomized design (RAL), with 4 types of treatment, each treatment was given 6 repetitions with 2 research objects so that 4 x 6 x 2 = 48 units/plant pot was obtained. The results showed that the penetration and fecundity levels of (Meloidogyne spp.) were highest in tomato plants, then in eggplant, then large chili plants and the lowest in cayenne pepper plants. So that these results can be used as an alternative crop rotation in the field and can be used to control nematodes (Meloidogyne spp.). technical culture.

Keywords: Nematoda (Meloidogyne spp.), technical culture control

  • 1.    Pendahuluan

Nematoda (Meloidogyne spp.) menyebabkan banyak kerugian bagi petani yang membudidayakan tanaman familia Solanaceae dikarenakan tanaman familia Solanaceae merupakan tanaman inang yang sangat disukai oleh nematoda (Meloidogyne spp.) Selain tanaman yang sangat disukai oleh nematoda (Meloidogyne spp.) tanaman Solanaceae juga merupakan tanaman yang paling sering ditanami oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu penelitian ini dibuat untuk mengetahui dan mencari jenis tanaman yang kurang diminati oleh nematoda tersebut sehingga bisa digunakan untuk alternatif pengendalian secara kultur teknis. Pada tanaman tomat siklus hidup nematoda puru akar lebih cepat yaitu 24 hari - 30 hari sedangkan pada tanaman familia solanaceae lainnya yaitu 27 hari – 70 hari. Pada tanaman tomat lebih cepat disebabkan tanaman tomat lebih rentan dibandingkan tanaman kubis dan bayam (Winarto, 2008). Puru akar pada tanaman Solanaceae akan terjadi dalam waktu 24 - 48 jam setelah larva masuk ke dalam tanaman, kemudian setelah 4 - 5 hari terbentuk sel

raksasa (Dropkin, 1992). Infeksi pada akar tanaman oleh nematoda pada stadia generatif menyebabkan produksi bunga dan buah berkurang (Luc et al., 1995). Nematoda ini merupakan nematoda yang berkembang sangat cepat dan mempunyai daya tekan tinggi terhadap pertumbuhan tanaman dengan gejala khas terlihat pada akar, yaitu berupa bintil-bintil yang disebut dengan puru akar atau gall. Terbentuknya gall atau puru dikarenakan infeksi nematoda yang menyebabkan akar mengalami hipertropi dan hyperplasia, yaitu membengkaknya jaringan akar tanaman serta pembelahan sel dan pembesaran sel secara berlebihan pada jaringan perisikel tanaman. Nematoda (Meloidogyne spp.) tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Infeksi berat dapat menyebabkan tanaman layu dan mati pada kondisi tanaman berumur tua, apabila tanaman muda terserang maka gejala serangan yang dihasilkan akan lebih parah. gejala penyakit oleh nematoda ini berupa pertumbuhan tanaman yang terhambat dan kerdil dengan perakaran yang banyak bintil atau disebut puru akar (Endah & Novizan 2002).

Familia Solanaceae adalah salah satu famili terpenting dari tanaman yang memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Familia ini tidak hanya terdiri dari sayur-sayuran penting seperti kentang, tomat, terong, paprika, dan cabai, juga digunakan sebagai tanaman hias contohnya petunia (Setshogo, 2015). Meskipun produksi tanaman dari Familia Solanaceae di Indonesia cukup tinggi, namun belum dapat memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia dan permintaan pasar mancanegara. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah serangan hama dan penyakit yang dapat menyebabkan kegagalan panen. Salah satu hama penting yang menyebabkan menurunnya produksi tanaman dari Familia Solanaceae adalah nematoda puru akar, (Meloidogyne spp.) Menurut Winarto (2008), kehilangan hasil akibat nematoda sudah banyak dilaporkan terutama dari negara–negara maju. Di daerah tropik kehilangan hasil pada tanaman tomat 29 %, pada terong 23 %, kacang-kacangan 28 %, cabe 15 %, kubis 26 % dan kentang 24 %.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan nematoda meningkat atau sebaliknya. Nematoda berkembang dengan baik pada tanah berpasir dengan pH 5,0 - 6,6. Faktor lainnya adalah kepadatan inokulum, kelembaban tanah, pemupukan, dan temperatur serta penurunan konsentrasi oksigen (Luc et al. 1995).Siklus hidup nematoda pada lingkungan optimum yaitu 25 hari pada suhu 27°C, tetapi bisa lebih lama hidup pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi (Agrios, 2005). Telur-telurnya diletakkan di dalam kantung telur yang gelatinus yang mungkin untuk melindungi telur tersebut dari kekeringan dan jasad renik (Dropkin, 1992). Selanjutnya dikatakan pula bahwa lamanya siklus hidup dari telur hingga dewasa berlangsung tiga minggu sampai beberapa bulan, tergantung kepada kondisi lingkungan dan tumbuhan inangnya. Jumlah telur yang dihasilkan oleh nematoda dalam satu kelompok telur mencapai 400 - 1000 telur atau lebih, bahkan apabila tanaman inang dan lingkungan cocok bisa mencapai 2800 telur. Telur berbentuk elip dengan ukuran 67 - 128 µm x 30 – 35 µm (Winarto, 2008).

Nematoda (Meloidogyne spp.) termasuk dalam ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili Heteroderoidae, dan genus Meloidogyne (Dropkin 1992).

Meloidogyne spp. memiliki lebih dari 79 spesies, empat spesies utama, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javaniva, dan M. arenaria. Ukuran tubuh yang kecil menyebabkan nematoda tidak dapat dilihat langsung dengan mata telanjang tetapi dapat dilihat di bawah mikroskop. Nematoda jantan memiliki bentuk seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pir atau sfero id.

Betina dewasa berukuran panjang 430 - 740 µm. Stilet untuk menembus perakaran mempunyai panjang 11,5 - 14,5 µm. Nematoda betina memiliki stilet lemah melengkung ke arah dorsal dengan knob dan pangkal knob yang tampak jelas. Terdapat pola jelas pada striae yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal (perineal pattern). Morfologi umum dari pola perineal Meloidogyne spp. dibagi menjadi dua, yaitu bagian dorsal dan ventral. Bagian dorsal terdiri dari lengkungan striae dorsal, punctations (tonjolan berduri), phasmid, ujung ekor, dan garis lateral, sedangkan bagian ventral terdiri dari striae ventral, vulva, dan anus (Eisenback 2003). Jantan dewasa panjang tubuhnya berukuran 887 - 1268 µm dan stilet jantan lebih panjang jika di bandingkan dengan stilet betina, yaitu 16 - 19 µm dan mempunyai kepala yang tidak berlekuk. Bergerak lambat di dalam tanah dengan ekor pendek dan membulat pada bagian posterior terpilin.

Nematoda Meloidogyne spp. bersifat obligat dan tersebar luas baik di daerah iklim tropik maupun iklim sedang. Pembiakan tanpa jantan dalam reproduksi terjadi pada banyak jenis, tetapi pada jenis yang lain reproduksi seksual masih terjadi dalam perkembangbiakannya. Telur-telur yang dihasilkan nematoda betina dewasa diletakkan berkelompok pada massa gelatinus yang betujuan untuk melindungi telur dari kekeringan dan jasad renik. Massa telur yang baru terbentuk biasanya tidak berwarna/transparan dan berubah menjadi coklat setelah tua. Nematoda betina dapat menghasilkan hingga 500 telur dalam massa gelatinus (Dropkin 1992). Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari jenis tanaman inang, semakin banyak jumlah tanaman inang utama yang tersedia maka telur yang dihasilkan oleh nematoda Meloidogyne spp. juga semakin banyak.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas ada beberapa masalah diantaranya:

  • 1.    Bagaimana tingkat penetrasi nematoda Meloidogyne spp. pada beberapa tanaman yang tergolong dalam Familia Solanaceae?

  • 2.    Tingkat fekunditas nematoda Meloidogyne spp. pada beberapa tanaman yang tergolong dalam Familia Solanaceae

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat penetrasi nematoda Meloidogyne spp. pada beberapa tanaman yang tergolong dalam

Familia Solanaceae dan mengetahui tingkat fekunditas nematoda Meloidogyne spp. pada beberapa tanaman yang tergolong dalam Familia Solanaceae.

  • 1.4    Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah mendapat spesies tanaman inang yang kurang disukai sebagi alternatif pengendalian nematoda Meloidogyne spp. Secara kultur teknis.

  • 1.5    Hipotesis Penelitian

Masing-masing tanaman yang diteliti memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk menekan tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda Meloidogyne spp. diduga tingkat penetrasi dan fekunditas yang paling banyak terjadi pada tanaman tomat, karena tanaman tomat merupakan tanaman yang sangat disukai oleh nematoda Meloidogyne spp.

  • 2.    Bahan dan Metode

    2.1    Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Nopember 2019 sampai Maret 2020. Pengambilan sumber larva nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) di Kebun Tomat di Desa Pancasari, Bedugul dan Baturiti. Ekstraksi dan pengamatan biologi nematoda seperti: jumlah puru, jumlah eggmass dan jumlah telur/eggmass, pengamatan dilaksanakan di Laboraturium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Persiapan penanaman bibit dan pemeliharaan tanaman yang diuji dilaksanakan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jalan Pulau Moyo Denpasar.

  • 2.2    Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, alkohol 70%, formalin 4%, akar tanaman tomat yang terinfeksi nematoda, komposisi tanah, pasir dan kompos ( 1:1:1 ), tanaman Solanaceae yang akan diuji diantaranya tomat, terung, cabai besar, cabai rawit, tanaman tomat untuk pembiakan nematoda puru akar (Meloidogyne spp).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag 3 kg, pipet ukur, ember kecil, jarum, sekrop tanaman, gunting, pisau, mikroskop binokuler, mikroskop monokuler, saringan biasa, saringan nematoda yang berukuran 60 mesh, 270 mesh, dan 325 mesh, cawan petri, botol film, kompor, tabung gas, timbangan analitik, tissue, gelas beker 100 cc, 500 cc, 1000 cc, hand counter.

  • 2.3    Tahap Persiapan Penelitian

    2.3.1    Penyediaan Sumber Inokulum Nematoda

Pembibitan tanaman tomat dilakukan hingga tanaman berumur 2 minggu kemudian dipindahkan ke polibag setelah 2 minggu dari saat tanam di polibag

diinfestasikan 500 ekor larva stadia II yang telah dipersiapkan, pengambilan sumber larva stadia II nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) dilakukan di kebun tomat Desa Pancasari, Baturiti dan Bedugul. Larva tersebut selanjutnya diperbanyak pada tanaman tomat yang sudah berumur 2 minggu setelah tanam dipolibag sebagai stok larva dan dipelihara sampai 1 bulan atau sampai terbentuk eggmass. Pengambilan sampel tanah dilakukan disekitar perakaran tanaman yang terserang nematoda Meloidogyne spp. tanah tersebut dicampur dengan air kemudian diletakkan pada lubang yang telah dibuat disekitar perakaran tanaman tomat untuk meriring dengan jarak lubang dengan tanaman sekitar 10 cm.

  • 2.3.2    Persiapan Bibit Tanaman Uji

Pembibitan beberapa jenis tanaman dari familia Solanaceae yang akan diuji seperti tomat, terong, cabai merah besar, cabai rawit dilakukan pada umur tanaman uji 4 minggu setelah tanam kemudian diinfestasikan sebanyak 500 ekor larva nematoda puru akar Meloidogyne spp. stadia II pada masing-masing pot. Pengamatan penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda Meloidogyne spp dilakukan selama 2 siklus hidup dengan menghitung jumlah puru, jumlah eggmass dan jumlah telur / eggmass yang dihasilkan / 1 g akar.

Untuk menghitung jumlah puru, jumlah eggmass dan jumlah telur pada nematoda Meloidogyne spp. yang dihasilkan. pada masing-masing tanaman yang diuji maka dilakukan pengamatan dengan cara destruktif yaitu mencabut tanaman hingga akar terangkat semua setelah tanaman berumur 2 bulan dari saat perlakuan (Sritamin, 2016).

  • 2.4    Metode Penelitian

    2.4.1    Rancangan Percobaan

Bahan Utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah: nematoda puru akar (Meloidogyne spp) sebanyak 500 ekor per tanaman, dan tanaman yang tergolong dalam familia Solanaceae diantaranya tanaman cabai besar, cabai kecil, terong, dan tanaman tomat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4 macam perlakuan masing-masing perlakuan diberikan sebanyak 6 kali ulangan dengan 2 obyek penelitian sehingga di peroleh 4 x 6 x 2 = 48 unit/pot tanaman.

  • 2.4.2    Ekstraksi Nematoda dari Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan disekitar perakaran tanaman tomat hasil meriring yang sudah terserang nematoda Meloidogyne spp.. Tanah tersebut ditimbang sebanyak 300 gram dan diremas-remas untuk menghancurkan partikel tanah. Tanah tersebut selanjutnya dimasukkan dalam gelas dan diberi air steril sebanyak 600 ml aduk hingga merata. Biarkan tanah terendam selama 10 menit. Tuang air yang berada diatas endapan tanah ke dalam gelas baru. Selanjutnya siapkan saringan biasa dan 1 set saringan nematoda.

Saring larutan yang berisi nematoda tersebut ke dalam saringan biasa yang sudah ditumpuk dengan 1 set saringan nematoda dengan ukuran 60 mesh, 270 mesh, dan 325

mesh. Pada penyaringan ukuran 325 mesh nematoda sudah tidak mampu tersaring karena ukuran saringan terlalu rapat. Selanjutnya hasil saringan terakhir dituangkan ke dalam gelas baru dan ditambahkan air steril secukupnya agar cairan tidak terlalu keruh. Untuk mengetahui jumlah telur pada larutan tersebut dilakukan perhitungan dengan cara diambil dengan pipet sebanyak 1 ml kemudian tuang dalam petridish kemudian hitung jumlah telur yang dihasilkan. Hal ini dikalibrasi sebanyak 10 kali kemudian dirata-ratakan kemudian dikalikan dengan volume awal cairan nematoda tersebut.

  • 2.4.3    Ekstraksi Nematoda dari Sampel Akar

Akar tanaman yang terinfeksi dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan akar dari partikel tanah yang menempel dipermukaan akar. Akar tersebut kemudian dipotong-potong sepanjang kurang lebih 1 cm. Letakkan saringan beralaskan tissue diatas gelas ukur dan penuhi dengan air steril lalu diamkan selama 24 jam. Larva nematoda akan menetas dan bergerak ke bawah hingga dasar gelas ukur karena adanya gaya gravitasi. Selanjutnya air yang berisi larva nematoda puru akar stadia II digoyangkan agar nematoda tidak mengendap dibawah dan melayang ke seluruh bagian air dalam gelas. Untuk mengetahui jumlah eggmass dan jumlah telur pada larutan tersebut dilakukan perhitungan dengan cara diambil dengan pipet sebanyak 1 ml kemudian tuang dalam petridish kemudian hitung populasinya. Hal ini dikalibrasi sebanyak 10 kali kemudian dirata-ratakan kemudian dikalikan dengan volume awal cairan nematoda tersebut

  • 2.4.5    Parameter Penelitian

Pengamatan parameter penelitian tentang nematoda (Meloidogyne spp.) diambil dari masing-masing perlakuan tanaman uji berumur 8 minggu setelah inokulasi. Caranya dengan mengambil sampel akar tanaman secara destruktif yang terinfeksi dan tanah dari perakaran tanaman tersebut sebanyak 300 gram. Selanjutnya akar dicuci bersih dengan air mengalir. Kemudian akar tersebut dipotong-potong sepanjang 1 cm dan diacak hingga homogen. Ambil 1 gram akar dari hasil pengacakan untuk pengamatan. Adapun parameter yang diamati terhadap nematoda (Meloidogyne spp.) : Jumlah puru yang dihasilkan nematoda (Meloidogyne spp.) dalam akar, Jumlah eggmass/gram akar dan Jumlah telur/eggmass nematoda (Meloidogyne spp.)

Pengamatan terhadap nematoda (Meloidogyne spp.) dilakukan menggunakan bantuan mikroskop binokuler dan monokuler.

  • 2.5    Analisis Data

Data hasil pengamatan di analisis sesuai rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apabila dalam sidik ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan 5%.

  • 3.   Hasil dan Pembahasan

    3.1  Hasil Penelitian

Tabel 1. Hasil analisis uji Duncan jumlah puru/ 1 g akar, jumlah eggmass/1 g akar, jumlah telur/eggmass pada T1, T2, C1, C2 dalam siklus I nematoda

(Meloidogyne spp.)

Perlakuan Tanaman

Perlakuan Tanaman

Jumlah Puru/ 1 g akar

Jumlah eggmass/ 1 g akar

Jumlah telur/eggmass

T1

124,33a

33,83a

589,50a

T2

41,67b

13,83b

255,00b

C1

35,33b

11,83b

215,83b c

C2

26,00c

9,17c

169,67c

Keterangan:

Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji duncan 5%.

T1               : Perlakuan pada tanaman tomat

T2               : Perlakuan pada tanaman terung

C1       : Perlakuan pada tanaman cabai besar

C2               : Perlakuan pada tanaman cabai rawit

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus satu pada tabel 1, nilai rata-rata dari tanaman tomat memiliki jumlah puru (124,33), jumlah eggmass (33,83), dan jumlah telur (589,50) lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman terung yaitu jumlah puru (41,67), jumlah eggmass (13,83) dan jumlah telur (255,00). Kemudian pada tanaman cabai besar jumlah puru (35,33), jumlah eggmass (11,83) dan jumlah telur (215,83). Jumlah paling rendah adalah pada tanaman cabai rawit yaitu jumlah puru (26,00), jumlah eggmass (9,17) dan jumlah telur (169,67). Karena hasil yang didapatkan berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan analisis uji Duncan 5%.

Gambar 1. (A) Populasi nematoda per 100 g tanah (B) Nematoda stadia satu dalam telur (C) Puru Akar

(Dokumentasi Pribadi)

Pemeriksaan secara mikroskopis dengan pembesaran 100x pada sampel akar dan sampel tanah dari tanaman yang diujikan ditemukan banyak nematoda dan telur nematoda Meloidogyne spp. dalam setiap stadia. Pada gambar 1. Terdapat perkembangan telur nematoda dan larva mengalami ganti kulit pertama di dalam telur stadia 1 ditemukan pada sampel tanah yang di ambil disekitar akar dan setelah itu ditemukan nematoda stadia 2 yang akan melakukan penetrasi ke perakaran tanaman hal ini didukung oleh Winarto 2008 yang mengatakan bahwa, Telur nematoda Meloidogyne spp berbentuk elip dengan ukuran 67-128 μm x 30–35 μm. Pergantian kulit untuk pertama kalinya (larva stadia I) terjadi di dalam telur, biasanya jika setelah menetas dari telur (larva stadia II) masuk ke dalam akar dengan menembus akar dengan stiletnya (Agrios, 2004).

Gambar 2. (A) Nematoda jantan menjelang stadia 3 pada akar (B) Nematoda betina menjelang stadia 3 (C) Nematoda Betina stadia dewasa (Dokumentasi Pribadi)

Setelah nematoda stadia 2 berhasil melakukan penetrasi pada sistem perakaran ditemukan nematoda jantan stadia 2 menjelang stadia 3 diperakaran, kemudian diperakaran terdapat juga nematoda betina menjelang stadia 3 diperakaran. dan stadia dewasa yang membentuk eggmass dalam akar. Setelah bisa masuk ke dalam akar larva bergerak diantara sel-sel. Luc et al.,l(1995) menyatakan larva dapat tinggal di dalam puru atau berpindah secara interseluler melalui jaringan parenkim korteks menuju tempat makanan baru di dalam jaringan akar yang sama. Stadia nematoda yang paling banyak ditemukan adalah stadia 2 dan 3 pada kedua jenis sampel. Hal ini didukung oleh Hussey & Barker (1973) larva instar II ini merupakan stadia yang sangat aktif dan infektif. pada (Gambar 2).

  • 3.2    Hasil Perhitungan Siklus II

Hasil rata-rata perhitungan jumlah puru, jumlah eggmass, dan jumlah telur yang dihasilkan nematoda (Meloidogyne spp.) pada siklus II dalam beberapa tanaman yang tergolong familia Solanaceae berpengaruh signifikan (P<0,05). Berdasarkan data yang diperoleh nilai rata-rata dari tanaman tomat memiliki jumlah puru (150,17), jumlah eggmass (58,17), dan jumlah telur (660,00) lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman

terung yaitu jumlah puru (93,67), jumlah eggmass (29,00) dan jumlah telur (374,00). Kemudian pada tanaman cabai besar jumlah puru (45,83), jumlah eggmass (17,67) dan jumlah telur (286,50). Jumlah paling rendah adalah pada tanaman cabai rawit yaitu jumlah puru (29,50), jumlah eggmass (14,50) dan jumlah telur (254,17). Karena hasil yang didapatkan berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan analisis uji Duncan 5%.

Tabel 2. Hasil analisis uji duncan jumlah puru/ 1 g akar, jumlah eggmass/1 g akar, jumlah telur/eggmass pada T1, T2, C1, C2 dalam siklus II nematoda (Meloidogyne spp.)

Perlakuan Tanaman

Perlakuan Tanaman

Jumlah Puru/ 1 g akar

Jumlah eggmass/ 1 g akar

Jumlah telur/eggmass

T1

150,17a

58,17a

660,00a

T2

93,67b

29,00b

374,00b

C1

45,83c

17,67c

286,50c

C2

29,50d

14,50c

254,17c

Keterangan:

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf uji duncan 5%.

  • 3.3    Pembahasan

Berdasarkan data hasil penelitian pada siklus satu dan siklus dua yang telah diperoleh tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda (Meloidogyne spp.) pada beberapa tanaman yang tergolong familia Solanaceae, tertinggi adalah pada tanaman tomat sesuai dengan Tabel 1 dan Tabel 2, hal ini dikarenakan tanaman tomat merupakan tanaman yang sangat disukai oleh nematoda (Meloidogyne spp.) dan merupakan tanaman inang utama dari nematoda (Meloidogyne spp.). Ini didukung oleh (Thomas et.,al 2004) yang menyatakan nematoda (Meloidogyne spp.) merupakan parasit tanaman penting di seluruh daerah tropika. Beberapa tanaman inang spesies ini adalah tanaman kapas, kentang, tebu, wortel, tomat, tanaman hias, dan lain-lain. Selain itu tanaman tomat memiliki sistem perakaran yang cukup lunak sehingga nematoda mudah untuk melakukan penetrasi.

Tingginya tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas pada tanaman tomat dapat diketahui melalui data hasil penelitian yang diperoleh antara lain jumlah puru akar, jumlah eggmass, dan jumlah telur/eggmass yang menunjukkan bahwa tanaman tomat lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman terung, cabai besar, dan cabai rawit, dalam (tabel 1 dan tabel 2). Tingkat fekunditas nematoda juga ditentukan oleh jenis makanan dan tingginya daya adaptasi nematoda (Meloidogyne spp.), semakin banyak jenis tanaman inang utama yang tersedia maka tingkat fekunditas yang dihasilkan oleh nematoda semakin tinggi. Hal ini didukung oleh (Dropkin 1991) mengemukakan tingginya daya adaptasi (Meloidogyne spp.) dikarenakan nematoda ini memiliki

keragaman morfologi yang tinggi, dan memiliki inang yang banyak sehingga memiliki tingkat fekunditas tinggi.

Penetrasi pada sistem perakaran tanaman dilakukan oleh nematoda stadia dua hal ini dikarenakan nematoda stadia dua merupakan stadia paling infektif. Larva stadia dua terus mempenetrasi jaringan akar sampai jaringan pusat. Kemudian setelah nematoda stadia dua dapat masuk ke perakaran tanaman, jaringan sekitar akar tanaman yang ditempati oleh nematoda menjadi besar atau mengalami pembengkakan (giant cell) yang spesifik dan sel-sel tersebut menjadi sumber makanan nematoda selama perkembangan hingga stadia dewasa kemudian meletakkan telur yang membentuk eggmass. (Sritamin 2016).

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat fekunditas nematoda dalam akar tanaman tomat adalah keberhasilan dari nematoda saat melakukan penetrasi pada akar. Wisnuwardana (1978) menyatakan bahwa jumlah nematoda dalam akar akan mempengaruhi populasi akhir nematoda. Semakin banyak nematoda dalam akar semakin tinggi populasi akhir nematoda, sampai suatu saat populasi akan rendah kembali karena tanaman sudah tidak mendukung lagi. Salah satu faktor kuat yang mendukung keberhasilan nematoda dalam melakukan penetrasi akar ditentukan oleh keadaan dari tanaman tomat itu sendiri.

Pada tanaman terung didapatkan bahwa jumlah, jumlah eggmass, dan jumlah telur/eggmass menunjukkan tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas yang lebih rendah dari tanaman tomat, hal ini dikarenakan pada tanaman terung kurang disukai dan siklus hidup nematoda yang lebih lama dibandingan pada tanaman tomat. Pada tanaman tomat siklus hidup nematoda mencapai 25hari - 35 hari sedangkan pada tanaman terung siklus hidup 45hari - 60 hari. Hal ini didukung oleh pendapat Winarto (2008) mengatakan pada tanaman tomat siklus hidup nematoda puru akar lebih cepat yaitu 24 hari – 30 hari sedangkan pada tanaman familia solanaceae lainnya yaitu 27 hari – 70 hari. Pada tanaman tomat lebih cepat disebabkan tanaman tomat lebih rentan dibandingkan tanaman familia Solanaceae lainnya. Selain itu perakaran tanaman terung tidak selunak perakaran tanaman tomat sehingga menyulitkan nematoda untuk melakukan penetrasi.

Tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda (Meloidogyne spp.) terendah terjadi pada tanaman cabai rawit hal ini dikarenakan perakaran pada tanaman cabai rawit lebih sedikit terdapat puru dibandingkan dengan tanaman cabai besar, (gambar 9). Tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda (Meloidogyne spp.) pada tanaman cabai rawit lebih rendah dikarenakan tingkat ketahanan tanaman cabai rawit lebih tinggi dibandingkan dengan ketahanan pada tanaman cabai besar yang disebabkan oleh akar yang lebih keras dan tebal sehingga menyulitkan penetrasi nematoda ke dalam akar, Selain itu kandungan minyak astsiri yang dimiliki oleh tanaman cabai rawit lebih banyak dibandingkan dengan cabai besar.

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas (Meloidogyne spp.) tertinggi pada tanaman tomat, kemudian pada tanaman terung, setelah itu tanaman cabai besar dan terendah pada tanaman cabai rawit.

  • 4.    Kesimpulan

Tanaman cabai rawit dapat dijadikan tanaman sela untuk memutus perkembangan Nematoda Meloidogyne spp. karena memiliki tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas paling rendah dibandingkan denganTomat, Terong dan cabai besar. Mengingat tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas tanaman cabai rawit sangat rendah maka sangat disarankan kepada petani untuk menanam cabai rawit dilapangan karena tanaman cabai rawit dapat dijadikan sebagai alternatif pengendalian secara kultur teknis.

Daftar Pustaka

Agrios, G.N. (2005). Plant Pathology. 5th ed. 2005. San Diego (US): Elsevier Academic Press.

Dropkin, V.H. (1992). Pengantar Nematologi Tumbuhan. Supratoyo, penerjemah Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction of Plant Nematology.

Eisenback. (2003). Nematology Laboratory Investigations Morphology and Taxonomy.

USA: Departement of Plant Pathology, Physiologi, and Weed Science. Virginia Polytechnic Institute & State University.

Endah, HJ, Novizan. (2002). Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Hussey, R.S., and Barker, K.R. (1973). A comparison of methods of collecting inocula of Meloidogyne spp., including a ne technique. Plant Dis. Rep. 57: 1025-1028.

Setshogo, M.P. (2015). A Review of Some Medicinal and or Hallucinogenic Solanaceous Plants of Botswana: The Genus Datura L. International Journal of Medicinal Plants and Natural Products (IJMPNP), 1(2), 15-23.

Sritamin, Made & I Dewa Putu Singarsa. (2016). Pemanfaatan Ekstrak Daun Sirih Sebagai Pestisida Nabati Untuk Pengendalian Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp). dan Produksi Tanaman Tomat. Bali

Thomas SH, Schroeder J, Murray LW. (2004). Cyperus tubers protect Meloidogyne incognita from 1,3-dichloropropene. Journal of Nematology 26:683–689.

Winarto. (2008). Nematologi Tumbuhan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.

Wisnuwardana, A. W. (1978). Siklus hidup dan perkembangan Meloidogyne imcognita pada tomat (Solanum lycopersicon) Bull. Penel. 6(3). 11-15 .

141