TOKSISITAS EKSTRAK DAN ISOLAT RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 9 Nomor 1, Mei 2021

TOKSISITAS EKSTRAK DAN ISOLAT RUMPUT LAUT Eucheuma spinosum
Melisa Anggraini*, I Made Dira Swantara, I Made Sukadana
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jimbaran, Bali, Indonesia
*e-mail: melisaakarundeng@gmail.com
ABSTRAK: Rumput laut memiliki peran sebagai penjaga kestabilan ekosistem laut, tempat hidup dan perlindungan bagi biota lain, serta memiliki potensi ekonomis sebagai bahan baku kesehatan. Beberapa spesies rumput laut dapat dimanfaatkan untuk kesehatan karena mengandung senyawa kimia yang memiliki aktivitas biologis. Eucheuma spinosum mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, triterpernoid, dan steroid. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai toksisitas dan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam E. spinosum. Uji toksisitas dilakukan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan identifikasi senyawa dilakukan dengan uji fitokimia. Proses ekstraksi 6 kg E. spinosum segar dilakukan dengan metode maserasi menghasilkan 12.78 g ekstrak kasar. Selanjutnya ekstrak kasar dipartisi menghasilkan 5.84 g ekstrak heksana, 0.54 g ekstrak kloroform dan 0.52 g ekstrak n-butanol yang masing-masing memiliki nilai LC50 berturut-turut sebesar 75.199; 115.577; dan 549.499 ppm. Ekstrak n-heksana menunjukkan hasil positif terhadap alkaloid dan steroid. Pemisahan ekstrak n-heksana dengan kromatografi kolom menghasilkan empat fraksi dengan fraksi B memiliki toksisitas tertinggi sebesar 44.254 ppm.
Kata Kunci: alkaloid, antikanker, BSLT, E. spinosum, rumput laut.
ABSTRACT: Seaweed has a role as the stability guard of the marine ecosystem, living place, and sanctuary for others and has economical potential as health materials. Several species of seaweed can be used for health cause it is contained chemicals that have biological activity. Eucheuma spinosum contains secondary metabolites such as flavonoid, triterpenoid, and steroid. This research aim is to find out more about active compounds that can be found in E. spinosum. The toxicity is determined using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) and the compound is identified using phytochemical screening. Extraction of 6 kg of fresh E. spinosum was using maceration method generated 12.78 g of crude extract. The crude extract is partitioned generated 5.84 g of n-hexane extract, 0.54 g of chloroform extract dan 0.52 g of n-butanol extract which consecutively showed LC50 75.199; 115.577; and 549.499 ppm. The n-hexane extract showed contains alkaloid and steroid. The n-hexane extract is separated by chromatography column generated 4 fractions which are fraction B has the highest toxicity with LC50 44.254 ppm.
Keywords: alkaloid, anticancer, BSLT, E. spinosum, seaweed.
Wilayah perairan Indonesia dihuni oleh 27.2% spesies flora dan fauna. Sekitar 8.6% dari total biota laut Indonesia merupakan rumput laut atau seaweed [1] yang didominasi oleh kelas alga merah
(Rhodophyceae) [2]. Rumput laut memiliki peran sebagai penjaga kestabilan ekosistem laut, tempat hidup dan perlindungan bagi biota lain, serta memiliki potensi ekonomis sebagai bahan baku kesehatan [3].
Beberapa spesies rumput laut dapat dimanfaatkan untuk kesehatan karena mengandung senyawa kimia yang memiliki aktivitas biologis. Senyawa kimia tersebut merupakan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, tanin dan saponin [4]. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan memiliki aktivias biologis seperti antibakteri, antijamur, antivirus, dan lain-lain [5].
Spesies rumput laut dari kelas Rhodophyceae yang termasuk ke dalam genus Eucheuma telah diteliti mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, salah satunya steroid [6, 7]. Senyawa golongan steroid seperti stigmasterol dan kolesterol merupakan senyawa yang paling toksik terhadap sel kanker myeloma dengan nilai IC50 sebesar 5 ppm [8]. Senyawa lainnya seperti β-sitosterol juga menujukkan potensi toksisitas yang baik dengan nilai LC50 sebesar 76 ppm [9]. Selain golongan steroid, senyawa golongan flavonoid seperti dihidroflavonol juga memiliki sifat toksik yang baik dengan nilai LC50 sebesar 63.10 ppm [10].
Ekstrak etanol alga merah Eucheuma spinosum memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) terhadap bakteri Bacillus cereus 0.1% dan Escherichia coli 0.5% [11]. Penelitian lainnya pada fraksi petroleum eter dari ekstrak metanol E. spinosum menunjukkan adanya senyawa alkaloid dan steroid yang memiliki sifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 176.06 ppm [12].
-
E. spinosum mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, triterpernoid, dan steroid [6, 7]. Senyawa golongan tersebut diduga memiliki bioaktivitas sebagai antikanker. Untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder tersebut, dapat dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Metanol dipilih sebagai pelarut karena dapat melisiskan membran sel pada tanaman dan memiliki struktur molekul yang kecil sehingga mampu menembus jaringan tumbuhan untuk
menarik senyawa metabolit sekunder yang ada dalam tanaman [13]. Ekstrak selanjutnya dipartisi dan dipisahkan menggunakan metode kromatografi kolom sehingga dapat diperoleh senyawa metabolit sekunder yang lebih spesifik. Berdasarkan hal tersebut, penelitian dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam E. spinosum.
Bahan yang digunakan antara lain E. spinosum, metanol teknis, plastic wrap, aluminium foil, kertas saring, n-heksana teknis, kloroform p.a, n-butanol teknis, n-heksana p.a, etil asetat p.a, silica gel, glass wool, etanol p.a, air laut, telur Artemia salina, HCl 0.1 N, akuades, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, HCl pekat, Mg, FeCl3 10%, FeCl3 1%, H2SO4 pekat, asetat anhidrat, dan plat KLT.
Alat yang digunakan antara lain gunting, blender, ayakan, toples plastik, cawan porselen, oven, desikator, neraca analitik, botol kaca gelap, corong plastik, jerigen, rotary evaporator, corong pisah, chamber, lampu ultraviolet, gelas kolom, botol vial, spatula, kaca arloji, seperangkat alat gelas, aquarium, aerator, penangas air.
Sampel E. spinosum segar sebanyak 6 kg diambil di Pantai Geger, Nusa Dua, Bali pada tanggal 14 Desember 2019 meliputi seluruh bagian tanaman. Sampel dibersihkan dengan air mengalir, kemudian dipotong hingga cukup kecil dan dikeringanginkan hingga setengah kering. Selanjutnya sampel di-blender sampai halus dan kembali dikeringkananginkan hingga didapatkan sampel kering dan ditentukan kadar airnya
-
2.2.2. Ekstraksi Serbuk Kering E.
spinosum
Sebanyak 1500 g serbuk sampel
diekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan pelarut metanol. Ekstrak yang diperoleh kemudian dievaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 40oC sehingga diperoleh ekstrak kasar yang dilanjutkan ke proses partisi. Ekstrak kasar dilarutkan dalam metanol-air dengan perbandingan 7:3, kemudian diuapkan hingga tersisa ekstrak air. Ekstrak air selanjutnya dipartisi dengan n-heksana, kloroform, dan n-butanol menggunakan corong pisah. Proses partisi dilakukan secara bertingkat, mulai dari pelarut yang memiliki kepolaran rendah hingga kepolaran tinggi, serta dilakukan sebanyak empat kali pengulangan. Masing-masing ekstrak selanjutnya dievaporasi dan dilakukan pengujian terhadap larva A. salina untuk menentukan toksisitasnya, diuji fitokimia, kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom.
Ekstrak yang menunjukkan sifat paling toksik selanjutnya dipisahkan dengan kromatografi kolom. Eluen yang digunakan dalam proses ini merupakan eluen campuran n-heksana dan etil asetat (17:3) yang sebelumnya sudah ditentukan menggunakan KLT, serta fasa diam berupa silica gel. Sebanyak 1.5 g sampel dilarutkan ke dalam campuran n-heksana dan etil asetat (17:3), kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan dielusi dengan eluen. Eluat yang keluar dari kolom ditampung dengan volume yang sama dalam selang waktu tertentu, kemudian dilihat pola noda pemisahannya dengan KLT. Fraksi hasil pemisahan selanjutnya diuji toksisitasnya.
-
a. Penyiapan Larva A. salina
Larva ditetaskan dengan merendam telur Artemia salina ke dalam aquarium kecil berisi air laut yang telah disaring dan diaerasi. Telur akan menetas setelah 48 jam perendaman dan menghasilkan larva A. salina.
-
b. Brine Shrimp Lethality Test
Sampel uji dibuat variasi konsentrasi sebesar 0; 10; 100; dan 1000 ppm sebanyak 2 mL menggunakan pelarut air laut yang ditempatkan ke dalam botol vial. Selanjutnya larva A. salina yang telah ditetaskan dimasukkan ke dalam masing-masing botol vial sebanyak 10 ekor dan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya nilai LC50 dihitung menggunakan probit analisis.
Rumput laut E. spinosum segar dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada sampel. Selanjutnya sampel dipotong-potong dan dikeringanginkan sampai setengah kering tanpa terkena sinar matahari secara langsung. Pengeringan sampai setengah kering bertujuan mempermudah proses penghalusan, sebab serat kering yang terkandung dalam sampel memiliki tekstur yang keras sehingga akan mempersulit proses penghalusan. Sampel dibuat sehalus mungkin, dikeringkan kembali dan ditentukan kadar airnya.
Prinsip uji kadar air didasarkan pada proses penguapan air yang terkandung dalam sampel. Kadar air dapat ditentukan dengan membandingkan massa kandungan air yang menguap dengan massa keseluruhan sampel. Suatu bahan akan mencapai kestabilan optimal dan dapat terhindar dari pertumbuhan mikroba apabila memiliki kadar air yang rendah [14]. Tumbuhnya mikroba seperti jamur penghasil racun dapat menyebabkan ketidakakuratan data pada saat pengujian aktivitas, sebab daya hambat yang terjadi bukan murni dikarenakan ekstrak, melainkan dapat disebabkan oleh jamur tersebut. Selain itu, apabila pelarut yang digunakan tidak dapat bercampur dengan air, kadar air yang tinggi menyebabkan pelarut tidak dapat masuk ke dalam dinding sel sehingga proses ekstraksi akan terhambat. Proses ekstraksi dapat berlangsung dengan cepat apabila memiliki kadar air maksimum sebesar 10% [15].
Pada penelitian ini, kadar air sampel rata-rata didapatkan sebesar 9.61 ± 0.27319 % sehingga sampel dapat dilanjutkan untuk tahapan ekstraksi.
-
3.2. Ekstraksi Serbuk Kering E.
spinosum
Proses maserasi dilakukan secara bertahap, masing-masing menggunakan sebanyak 500 g serbuk E. spinosum dengan dua kali pengulangan, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi proses maserasi, serta memaksimalkan komponen senyawa metabolit sekunder yang terekstrak. Ekstrak kasar yang diperoleh dari proses maserasi didapatkan sebanyak 12.78 g dengan warna hijau pekat. Ekstrak kasar selanjutnya dilakukan pengujian fitokimia, pengujian toksisitas, dan partisi.
Proses partisi dilakukan untuk mengelompokkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan sifat kepolarannya. Prinsip pemisahannya didasarkan pada perbedaan kelarutan dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur. Partisi dilakukan menggunakan pelarut yang kepolarannya meningkat berturut-turut menghasilkan 5.84 g ekstrak n-heksana berwarna hijau pekat, 0.54 g ekstrak kloroform berwarna hijau pekat dan 0.52 g ekstrak n-butanol berwarna hijau. Ekstrak hasil partisi tersebut kemudian dilanjutkan untuk uji toksisitas terhadap larva A. salina. Ekstrak yang bersifat paling toksik, yaitu ekstrak n-heksana, selanjutnya dilakukan proses uji fitokimia dan dipisahkan dengan kromatografi kolom.
Tabel 1. Hasil Uji Toksisitas Ekstrak
Sampel |
Konsentrasi (ppm) |
Rata-Rata Kematian |
LC50 (ppm) |
10 |
2.67 | ||
Ekstrak Kasar |
100 |
5.00 |
130.731 |
1000 |
6.67 | ||
10 |
3.33 | ||
Ekstrak n-Heksana |
100 |
5.33 |
75.199 |
1000 |
7.00 | ||
10 |
3.00 | ||
Ekstrak Kloroform |
100 |
5.00 |
115.577 |
1000 |
6.67 | ||
10 |
2.33 | ||
Ekstrak n-Butanol |
100 |
4.00 |
549.499 |
1000 |
5.33 | ||
10 |
3.67 | ||
Fraksi A |
100 |
5.67 |
53.141 |
1000 |
7.00 | ||
10 |
3.00 | ||
Fraksi B |
100 |
6.33 |
44.254 |
1000 |
8.33 | ||
10 |
1.33 | ||
Fraksi C |
100 |
3.33 |
858.407 |
1000 |
5.00 | ||
10 |
1.33 | ||
Fraksi D |
100 |
3.33 |
1723.281 |
1000 |
4.33 |
-
3.3. Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak
-
E. spinosum
Pemilihan eluen terbaik untuk proses kromatografi dilakukan dengan KLT menggunakan beberapa campuran pelarut dengan perbandingan yang bervariasi. Eluen terbaik merupakan eluen yang dapat memisahkan senyawa dengan jarak antarnoda yang berjauhan dan menghasilkan jumlah noda terbanyak. Pemisahan komponen senyawa dalam ekstrak n-heksana ditandai dengan adanya noda yang dihasilkan pada profil kromatogram. Campuran eluen n-heksana dan etil asetat (4:1) menghasilkan 4 noda, n-heksana dan etil asetat (9:1) menghasilkan 5 noda, serta n-heksana dan etil asetat (17:3) menghasilkan 6 noda. Campuran eluen n-heksana dan etil asetat (17:3) menghasilkan noda terbanyak dengan jarak antarnoda yang berjauhan sehingga campuran inilah yang digunakan sebagai fase gerak pada pada proses kromatografi.
Proses kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan silica gel sebagai fase diam dan eluen campuran n-heksana dan etil asetat (17:3) sebagai fase geraknya. Silica gel yang akan digunakan terlebih dahulu diaktivasi untuk menghilangkan kandungan air, serta pengemasan kolom dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari adanya gelembung dan patahan sehingga dapat menghasilkan pemisahan yang baik dalam proses ini. Kolom yang sudah dikemas selanjutnya dielusi selama 24 jam sebelum sampel dimasukkan ke dalam kolom dan proses pemisahan dilakukan.
Sebanyak 1.5 g ekstrak n-heksana dilarutkan ke dalam 5 mL fase gerak dan dimasukkan ke dalam kolom dengan hati-hati agar pemukaan silica gel tetap rata. Kemudian kolom dielusi dengan kecepatan konstan dan fase gerak ditambahkan ke dalam kolom secara kontinyu agar silica gel tetap dalam keadaan basah. Pemisahan komponen senyawa dalam ekstrak n-heksana dengan kromatografi kolom menghasilkan 118 botol vial berukuran 5
mL. Eluat hasil kromatografi kolom selanjutnya digabungkan berdasarkan pola noda yang dihasilkan pada KLT.
Eluat hasil kromatografi kolom dilihat pola noda pemisahannya pada KLT. Eluat dengan pola noda yang sama digabungkan sehingga pemisahan ekstrak n-heksana dengan kromatografi kolom menghasilkan 4 fraksi yaitu fraksi A (0.03 g); B (0.12 g); C (0.12 g) dan D (0.77 g).
Ekstrak kasar, ekstrak hasil partisi, serta fraksi hasil kolom masing-masing menghasilkan nilai LC50 beturut-turut sebesar 130.731 ppm untuk ekstrak kasar, 75.199 ppm untuk ekstrak n-heksana, 115.577 ppm untuk ekstrak kloroform, 549.499 ppm untuk ekstrak n-butanol, 53.141 ppm untuk fraksi A, 44.254 ppm untuk fraksi B, 858.407 ppm untuk fraksi C, dan 1723.281 ppm untuk fraksi D. Ekstrak n-heksana, fraksi A, dan fraksi B menghasilkan nilai LC50 kurang dari 100 ppm sehingga dapat dikategorikan memiliki sifat toksik tinggi. Ekstrak kasar dan ekstrak kloroform menghasilkan nilai LC50 lebih dari 100 ppm, tetapi kurang dari 500 ppm sehingga dapat dikategorikan memiliki sifat toksik sedang. Ekstrak n-butanol dan fraksi C menghasilkan nlai LC50 lebih besar dari 500 ppm, tetapi kurang dari 1000 ppm sehingga dapat dikategorikan memiliki sifat toksik rendah. Fraksi D menghasilkan nilai LC50 lebih besar dari 1000 ppm sehingga dapat dikategorikan tidak menunjukkan adanya aktivitas biologis. Data yang didapatkan dalam pengujian sampel dirangkum pada Tabel 1.
Uji fitokimia merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder pada suatu sampel. Uji ini dilakukan dengan menggunakan pereaksi yang spesifik terhadap suatu golongan senyawa. Perubahan warna yang terjadi tergantung dari pereaksi yang digunakan dan golongan senyawa yang terkandung di dalamnya.
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak
Golongan Senyawa |
Ekstrak Ekstrak n- Pereaksi Kasar Heksana |
Alkaloid |
Dragendorff + + Mayer + + |
Flavonoid Polifenolat Tanin Steroid Triterpenoid Saponin |
HCl + Mg + - Akuades + FeCl3 - - Metanol + FeCl3 - - Asetat anhidrad + H2SO4 + + Asetat anhidrad + H2SO4 + - Akuades - - |
Uji fitokimia dalam penelitian ini dilakukan pada ekstrak kasar dan ekstrak n-heksana. Ekstrak kasar menunjukkan hasil yang positif terhadap empat golongan senyawa dari total tujuh golongan senyawa yang diuji, sedangkan ekstrak n-heksana menunjukkan hasil positif terhadap dua golongan senyawa seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan fraksi B dari ekstrak n-heksana E. spinosum merupakan fraksi paling toksik dengan LC50 sebesar 44.254 ppm. Ekstrak kasar terdeteksi mengandung adanya senyawa golongan alkaloid, flavonoid, steroid dan triterpenoid, sedangkan pada ekstrak n-heksana hasil partrisi terdeteksi senyawa golongan alkaloid, flavonoid dan steroid.
-
[1] Dahuri, Rokhmin, 1998, Coastal Zone Management in Indonesia: Issues and Approaches, Journal of Coastal Development, 1 (2): 97-112.
-
[2] Winarno, F. G., 1990, Teknologi
Pengolahan Rumput Laut, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
-
[3] Suparmi, O. K. R dan Limantara, L., 2007, Mikroorganisme yang
Berasosiasi dengan Sponge:
Potensinya sebagai Sumber Biopigmen
dan Upaya Budidayanya, Jurnal Masyarakat Aquakultura Indonesiana, 8 (2): 121-133.
-
[4] Setyowati, W. A. E., Ariani, S. R. D., Ashadi, M. B., dan Rahmawati, C. P., 2014, Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk, Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI, Universitas Surakarta, Surakarta.
-
[5] Radmer, R. J., 1996, Algal Diversity and Commercial Algal Products, BioScience, 46 (4): 263-270.
-
[6] Mardiyah, U., Fasya, A. G., Fauziyah, B., dan Amalia, S., 2014, Ekstraksi, Uji Aktivitas Antioksidan dan Identifikasi Golongan Senyawa Aktif Alga Merah Eucheuma spinosum dari Perairan Banyuwangi, Alchemy, 3 (1): 39-46.
-
[7] Anam, K., 2015, Isolasi Senyawa
Triterpenoid dari Alga Merah (Eucheuma cottonii) Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Analisisnya Menggunakan
Spektrofotometer UV-VIS dan FTIR, Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
-
[8] Diastuti, H. dan Warsinah, 2010, Identifikasi Senyawa Antikanker dari Ekstrak Kloroform Kulit Batang Rhizopora mucronata, Majalah Farmasi Indonesia, 21 (4): 266-271.
-
[9] Sapar, A., Kumanireng, A. S., de Voogd, N., dan Noor, A., 2004, Isolasi dan Penentuan Struktur Metabolit Sekunder Aktif dari Spons Biemna triraphis Asal Pulau Kapodasang (Kepulauan Spermonde), Marina Chemica Acta, 5 (1): 2-5.
-
[10] Swantara, I. M. D., Rita, W. S., dan Suardhyana, I. M. A., 2016,
Toksisitas Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Etanol Daun Dewarundu (Eugenia uniflora Linn) sebagai Skrining Awal Antikanker, Jurnal Kimia, 10 (2): 181-189.
-
[11] Iskandar, Y., 2009, Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Bacillus cereus, Skripsi, Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
-
[12] Kholidiyah, M., 2013, Uji Toksisitas Ekstrak Rumput Laut Jenis Eucheuma spinosum Terhadap Larva Udang (Artemia salina)
Menggunakan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), Skripsi, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang.
-
[13] Tasmin, N., Erwin, dan Kusuma, I. W., 2014, Isolasi, Identifikasi dan Uji Toksisitas Senyawa Flavonoid Fraksi Kloroform dari Daun Terap (Artocarpus odoratissimus Blanco), Jurnal Kimia Mulawarman, 12 (1): 45-52.
-
[14] Winarno, F. G., 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
-
[15] Setyowati, R., Sarbini, D., dan Rejeki, S., 2008, Pengaruh
Penambahan Bekatul Terhadap Kadar Serat Kasar, Sifat Organoleptik dan Daya Terima pada Pembuatan Tempe Kedelai (Glycine max (L) Merill), Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 9 (1): 52-61.
41
Discussion and feedback