Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 7 Nomor 2, Oktober 2019


PEMANFAATAN MIKROORGANISME LOKAL BONGGOL PISANG DALAM PROSES FERMENTASI LIMBAH MAKANAN MENJADI PAKAN TERNAK

Putu Primantari Vikana Suari, I Wayan Budiarsa Suyasa*, Sri Wahjuni Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia, 80361 *[email protected]

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mikroorganisme lokal (MOL) bonggol pisang terhadap proses dan hasil fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak, mengetahui dosis optimum MOL bonggol pisang dan lama waktu optimum MOL bonggol pisang pada fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak. Dalam penelitian ini digunakan MOL bonggol pisang sebagai starter dalam proses pengolahan limbah makanan menjadi pakan ternak. Pada tahap pertama, limbah makanan difermentasi dengan MOL pada dosis yang bervariasi, yaitu K5 (5mL), K10 (10 mL) dan K15 (15 mL). Fermentasi dilakukan selama 7 hari. Selama proses fermentasi dilakukan pengamatan pH, suhu, warna, bau dan uji proksimat. Tahap kedua dilakukan penentuan waktu optimum fermentasi dengan variasi waktu yaitu 3 hari, 7 hari, 10 hari dan 14 hari. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada kondisi optimum yaitu dosis MOL 10 ml dan waktu fermentasi 7 hari dan hasil pengamatan diolah dengan uji ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MOL bonggol pisang berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap proses fermentasi dan kualitas pakan yang dihasilkan.

Kata kunci: Limbah makanan, Mikroorganisme lokal bonggol pisang, fermentasi, pakan ternak

ABSTRACT: The aims of the research are to determine the effect of local microorganism (LMO) from banana hump on the process of fermentation of food waste to be able to use as animal food and to find out the optimum dose of banana hump LMO and the optimum time for the fermentation process. In this research, MOL of banana weevil was used as a starter in the process of processing food into feed. At the first time, food was fermented with MOL at varying doses, namely K5 (5mL), K10 (10 mL) and K15 (15 mL). Fermentation was carried out for 7 days. During the fermentation process the pH, temperature, color, odor and proximate tests were tested. The second step was determining the optimal time of fermentation with time variations of 3 days, 7 days, 10 days and 14 days. Furthermore, fermentation was carried out under optimal conditions, namely a 10 ml MOL dose and a fermentation time of 7 days and the observations were processed by ANOVA test. The results showed that the MOL of banana weevil proved significantly (P <0.05) on the fermentation process and the quality of the feed produced.

Keywords: Food waste, Banana humps LMO, Fermentation, Animal feed

  • 1.    PENDAHULUAN

Sumber masalah utama dalam memenuhi kebutuhan hewani adalah pakan, sehingga perlu adanya upaya untuk menyiapkan sumber pakan alternatif yang berkualitas. Salah satu alternatif yang dapat

digunakan sebagai pakan ternak yaitu limbah makanan. Limbah makanan banyak dihasilkan dari restoran, hotel, warung makan, pasar dan kegiatan industri makanan lainnya. Penelitian Muktiani [1] menyatakan limbah sayur yang berasal dari pasar tradisional mengandung protein kasar

sebesar 12,64-23,50% dan kandungan serat kasar sebesar 20,76-29,18%, kandungan tersebut setara dengan hijauan pakan seperti rumput gajah. Kendala dari limbah sayuran dijadikan pakan adalah limbah sayuran mengandung kadar air yang tinggi, dengan tingginya kadar air dapat menurunkan kualitas pakan disebabkan proses pembusukkan yang lebih cepat akibat dari tumbuhnya bakteri dan jamur yang kemudian berkembang biak sehingga mengubah komposisi limbah sayur. sehingga limbah sayuran tidak bisa diberikan langsung ke ternak sebagai pakan ternak. Hal tersebut perlu adanya pengolahan yang baik dan benar untuk meningkatkan kualitas pakan ternak. Salah satu pengolahan bahan pakan yang baik untuk menghasilkan pakan yang berkualitas adalah fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Fermentasi merupakan cara yang dapat meningkatkan nilai gizi dari pakan yang berkualitas rendah, berfungsi dalam mengawetkan pakan dan dapat menghilangkan zat anti nutrisi yang terdapat dalam pakan sedangkan Mikroorganisme lokal (MOL) adalah larutan yang terbuat dari sumber daya alam yang ada disekitar kita dan mengandung mikroba yang dapat merombak bahan organik. Sumber mikroorganisme yang digunakan adalah bonggol pisang dikarenakan bonggol pisang belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, padahal bonggol pisang mengandung mikroorganisme Bacillus sp., Aeromonas sp., Aspergilus nigger, Azospirillium, Azotobacter dan mikroba selulolitik yang biasa bertindak sebagai dekomposer bahan organik [2].Maka dari itu dalam penelitian ini dilakukan pemanfaatan MOL bonggol pisang dalam proses fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh MOL bonggol pisang terhadap proses dan kualitas hasil fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak dan untuk mengetahui dosis optimum MOL bonggol pisang dan lama waktu optimum fermentasi MOL bonggol

pisang dengan limbah makanan menjadi pakan ternak.

  • 2.    PERCOBAAN

    • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang digunakan adalah limbah makanan, bonggol pisang, gula merah, air, air cucian beras, asam sulfat pekat, natrium hidroksida, asam borat , asam klorida, katalis (Na2SO4 + Selenium), indikator campuran (bromo chresol green + methyl red dalam 1 liter asam boraks), n hexane, asam sulfat natrium hidroksida, kalium sulfat, alkohol 96%, aquadest.

Peralatan yang digunakan yaitu pisau, talenan, ayakan 60 mesh, baskom, ember yang ada penutupnya, selang, botol air mineral, gelas ukur, neraca analitik, kain kasa, cawan porselin, oven, desikator, tanur, labu kjeldahl, erlenmeyer 250 mL, erlenmeyer tera 5 mL dan 20 mL, kjeldahl therm destructor, alat destilasi, Eppendorf top buret digital, labu ukur, pipet ukur, soxterm, kompresor, timbel, kertas saring, pinset, hotplate.

  • 2.2    Metode

Pembuatan mikroorganisme lokal (MOL) bonggol pisang

Pembuatan MOL bonggol pisang diawali dengan menyiapkan 2 kg bonggol pisang batu yang telah dicacah dan ditumbuk, 400 g gula merah halus dan 4 L air cucian beras. Ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam ember dan diaduk hingga tercampur rata, setelah proses pengadukan selesai, ember ditutup rapat. Bagian atas ember diberi lubang untuk menyalurkan selang di dalam ember dan botol yang berisi air. Proses fermentasi MOL bonggol pisang dilakukan selama 14 hari dengan menghasilkan aroma seperti spritus/alkohol dan warna kecoklatan/ kehitaman.

Pengolahan limbah makanan menjadi pakan ternak berdasarkan dosis MOL bonggol pisang

Limbah makanan sebanyak ± 18 kg dihaluskan, kemudian dimasukan ke dalam ember dan diaduk hingga homogen selanjutnya limbah makanan ditiriskan dengan kain dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga tidak terlalu berair. Pengolahan limbah makanan menjadi pakan ternak dengan variasi level dosis MOL dibagi menjadi 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Setiap perlakuan ditambah 1 kg limbah makanan, 200 g gula merah dan MOL bonggol pisang dengan dosis masing-masing sebanyak 0 mL (kontrol), 5 mL, 10 mL, dan 15 mL dalam 1 liter air. Setiap perlakuan dimasukan ke dalam ember dan ditutup dengan penutup yang sudah berisi selang dan dihubungkan dengan botol yang berisi air. Proses fermentasi dilakukan selama 7 hari, selanjutnya adonan pakan ditiriskan dengan kain kasa kemudian dikering-kan dibawah sinar matahari selama 3 hari, selanjutnya adonan pakan dimortar dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Pembuatan Pakan Ternak Fermentasi Berdasarkan Lama Waktu Fermentasi mikroorganisme lokal (MOL) bonggol pisang

Limbah makanan sebanyak ± 18 kg dihaluskan, kemudian dimasukan ke dalam ember dan diaduk hingga homogen, selanjutnya limbah makanan ditiriskan dengan kain kasa dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga tidak terlalu berair. Pengolahan limbah makanan menjadi pakan ternak dengan variasi lama waktu fermentasi dibagi menjadi 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan, lama waktu fermentasi yaitu selama 3 hari, 7 hari, 10 hari dan 14 hari, setiap perlakuan dilakukan penambahan 1 kg limbah makanan, 200 g gula merah dan dosis optimum MOL bonggol pisang dalam 1 L air. Setiap perlakuan dimasukan ke dalam ember dan ditutup dengan penutup yang sudah berisi selang dan dihubungkan dengan botol yang berisi air. Setelah melalui proses fermentasi selanjutnya adonan pakan ditiriskan dengan kain kasa

kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari, selanjutnya adonan pakan dimortar dan diayak menggu-nakan ayakan 60 mesh.

Parameter yang diukur

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah pH, suhu, warna, bau, kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan berseri, dengan tahap pertama yaitu variasi dosis MOL bonggol pisang dan tahap kerdua yaitu variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang dengan limbah makanan menjadi pakan ternak. Perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.

Analisis Data

Data hasil uji pH, suhu dan proksimat dianalisis dengan uji Analysis of Variance (ANOVA) dan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menggunakan metode Tukey dengan taraf uji ANOVA dan BNJ yaitu 5%.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh MOL bonggol pisang terhadap pH pada proses fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak

Tabel 1. menunjukkan perubahan pH seiring bertambahnya lama waktu fermentasi, terjadi penurunan pH selama proses fermentasi, hal ini akibat dari aktivitas mikroorganisme memecah karbohidrat menjadi asam-asam organik. Penambahan MOL bonggol pisang berpengaruh terhadap proses fermentasi. [3]. Berdasarkan hasil uji statistik ANOVA, MOL bonggol pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar pH selama proses fermentasi.

Tabel 1. Rataan pH Variasi Dosis MOL

Bonggol Pisang

Rata-Rata Variasi MOL Uji pH

No

Kode Sampel

0 Hari

1 Hari

4 Hari

7 Hari

1

KO

5.96

5.95

5.93

5.90

2

K5

5.96

5.88

4.73

4.05

3

K10

5.98

5.65

4.97

3.19

4

K15

5.96

5.24

4.95

4.76

Keterangan : KO = Kontrol, K5 = 5 mL MOL, K10 = 10 mL, K15= 15 mL

Pengaruh MOL bonggol pisang terhadap suhu pada proses fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak

Tabel 2. menunjukkan peningkatan suhu seiring bertambahnya lama waktu fermentasi. Peningkatan suhu terjadi selama proses fermentasi, seiring dengan peningkatan aktivitas mikroorganisme yang juga didukung oleh penambahan MOL bonggol pisang. Tabel 1 dan Tabel 2 dapat diketahui bahwa penurunanan pH menuju asam meningkatkan suhu fermentasi, semakin banyak senyawa kompleks yang dirombak oleh mikroorganisme maka semakin besar panas yang dihasilkan sehingga menaikkan suhu fermentasi.

Hasil Uji ANOVA menunjukkan bahwa MOL berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap suhu pada proses fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak.

Tabel 2. Rataan Suhu Variasi Dosis MOL

Bonggol Pisang

Rata-rata variasi suhu MOL uji (oC)

No

.   Kode

0

1

4

7

Sampel

Hari

Hari

Hari

Hari

1

KO

30.5

30.7

31.5

31.8

2

K5

30.6

31.5

34.6

35.5

3

K10

30.4

31.8

34.6

36.9

4

K15

30.5

32.5

33.5

34.1

Keterangan : MOL, K10 =

KO = Kontrol, K5 = 10 mL, K15= 15 mL

5 mL

Pengaruh MOL bonggol pisang terhadap bau pada proses fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak

Proses fermentasi mengubah bau limbah makanan yang awalnya berbau

langu menjadi agak asam hal ini dipengaruhi oleh penurunan pH menuju asam ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil pengamatan bau yang diperoleh pada Tabel 3. perlakuan K10 dengan lama waktu fermentasi 7 hari memiliki bau yang sangat menyengat yakni pada rata-rata pH 3,8, sedangkan perlakuan K0 memiliki bau yang agak menyengat sebab tidak mengalami proses fermentasi. Hal tersebut dikarenakan komposisi yang terkandung didalam limbah makanan mengalami perombakan sehingga mempengaruhi hasil fisik larutan fermentasi yakni berupa bau asam yang menyengat.

Tabel 3. Uji Bau Variasi Dosis MOL

Bonggol Pisang

Rata-Rata Variasi MOL Uji Bau

Kode Sampel

0 Hari

1 Hari

4 Hari

7 Hari

KO

-

-

-

+

K5

-

+

++

++

K10

-

+

++

+++

K15

-

+

++

++

Keterangan : - Tidak menyengat, + Agak menyengat, ++ Menyengat, +++ Sangat menyengat

Pengaruh MOL bonggol pisang terhadap warna pada proses fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak

Berdasarkan hasil penelitian diperolah rataan warna limbah makanan menjadi pakan ternak tanpa perlakuan dan dengan variasi perlakuan yang berbeda, hasil penelitian disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa MOL bonggol pisang berpengaruh terhadap proses fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak hal ini dapat dilihat dari perubahan warna pada limbah makanan selama proses fermentasi. Warna atau sifat bahan dapat berubah selama fermentasi berlangsung dikarenakan komposisi bahan pakan tersebut mengalami pemecahan [4]. Mikroorganisme lokal bonggol pisang terkandung beraneka ragam

populasi mikroba seperti bakteri dan jamur. Komponen pembentuk perubahan warna berasal dari jamur yang menghasilkan enzim, enzim tersebut berperan untuk merombak amilum (pati) pada limbah makanan menjadi gula, setelah dirombak menjadi gula, enzim yang berasal dari mikroorganisme lokal merombak gula menjadi alkohol yang kemudian membentuk ester. Ester adalah bagian pembentuk perubahan warna pakan ternak selama proses fermentasi, selain dari hal itu, penyebab perubahan warna yang terjadi pada limbah makanan diduga sebagai hasil dari reaksi pencoklatan (browning) jenis pencoklatan enzimatik. Enzim yang bekerja berasal dari bakteri yang beraktivitas selama fermentasi. [4]. Perbedaan perubahan warna yang terjadi pada proses fermentasi diduga akibat dari besar atau kecilnya aktivitas mikroba sehingga mempengaruhi reaksi oksidasi dalam proses pencoklatan pakan

Tabel 4. Uji Warna Variasi Dosis MOL Bonggol Pisang

Rata-Rata Variasi MOL Uji Warna

Kode Sampel

0 Hari

1 Hari

4 Hari

7 Hari

KO

1

1

1

2

K5

1

2

3

3

K10

1

2

3

4

K15

1

2

3

4

Keterangan : 1 = Kuning pucat,

2 = Kuning, 3 = coklat muda, 4= coklat,

Pengaruh MOL bonggol pisang terhadap kualitas hasil fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak

Perubahan kadar air variasi dosis MOL bonggol pisang

Gambar 1. menunjukkan perubahan kadar air pada limbah makanan menjadi pakan ternak dengan tanpa perlakuan dan masing-masing perlakuan. Perubahan kadar air diduga adanya aktifitas mikroba yang membutuhkan kadar air sehingga kadar air mengalami penurunan yang variatif setelah ditambahkan MOL bonggol pisang.

Penurunan kadar air disebabkan kadar air digunakan untuk metabolisme bakteri sehingga menyebabkan kadar air pada pakan hasil fermentasi menjadi turun karena digunakan dalam proses pertumbuhan mikroba untuk dikonversi menjadi energi. Penambahan probiotik dapat menurunkan kandungan kadar air pada tepung ikan [5]. Hasil Uji ANOVA menunjukkan MOL bonggol pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan kadar air yang optimum yaitu pada perlakuan K10 atau variasi dosis 10 mL MOL bonggol pisang dengan kadar airnya yang terendah. Kadar air yang terendah dapat menunjukkan adanya aktivitas bakteri yang tinggi sehingga meningkatkan dekomposisi substrat organik kompleks menjadi sederhana.

Keterangan: KO = Kontrol, K5 = 5 mL MOL, K10 = 10 mL, K15= 15 mL

Gambar 1. Diagram rataan kadar air variasi dosis MOL bonggol pisang

Perubahan kadar air variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan kadar air limbah makanan menjadi pakan ternak yang difermentasi dengan MOL bonggol pisang dengan variasi lama waktu fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi yang berbeda terhadap limbah makanan menjadi pakan ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air. Berdasarkan Gambar 2. diperoleh lama waktu fermentasi optimum yaitu pada perlakuan hari ke 7 dengan nilai kadar air

terendah menunjukkan adanya aktivitas bakteri yang tinggi sehingga meningkatkan dekomposisi substrat organik kompleks menjadi sederhana.

Gambar 2. Diagram rataan kadar air variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Perubahan kadar abu variasi dosis MOL bonggol pisang

Gambar 3. menunjukkan perubahan kadar abu pada limbah makanan menjadi pakan ternak dengan tanpa perlakuan dan masing-masing perlakuan. Perubahan kadar abu diduga adanya mikroba yang terkandung didalam MOL bonggol pisang yang mengandung nitrogen (N), peningkatan mikroba menghasilkan nitrogen yang lebih banyak. Sintesis mikroba memerlukan N dan C juga mineral sulfur yang mengakibatkan nilai abu tersebut meningkat. Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pakan menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pakan tersebut, semakin banyak kandungan mineralnya, maka kadar abu semakin tinggi begitu juga sebaliknya. Penambahan probiotik dapat menaikkan kandungan kadar abu pada tepung ikan [5]. Hasil Uji ANOVA menunjukkan MOL bonggol pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu.Kadar abu yang optimum yaitu pada perlakuan K10 atau variasi dosis 10 mL MOL bonggol pisang karena kadar abu pada bahan pakan dengan dosis 10 mL MOL bonggol pisang

memenuhi batas standar kadar mineral pakan sebesar 3-7% [4].

Keterangan : KO = Kontrol, K5 = 5 mL MOL, K10 = 10 mL, K15= 15 mL

Gambar 3. Diagram rataan kadar abu variasi dosis MOL bonggol pisang

Perubahan kadar abu variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Hasil penelitian diperolah rataan kadar abu limbah makanan menjadi pakan ternak yang difermentasi dengan MOL bonggol pisang dengan variasi lama waktu fermentasi disajikan pada Gambar 4. Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi yang berbeda terhadap limbah makanan menjadi pakan ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu. Berdasarkan diagram pada Gambar 4, diperoleh lama waktu fermentasi yang optimum yaitu pada perlakuan hari ke 7 karena memenuhi batas standar kadar mineral pakan sebesar 3-7% [4].

Gambar 4. Diagram rataan kadar abu variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Perubahan kadar protein kasar variasi dosis MOL bonggol pisang

Gambar 5. menunjukkan perubahan kadar protein kasar pada limbah makanan menjadi pakan ternak dengan tanpa perlakuan dan masing-masing perlakuan. Perubahan kadar protein kasar pakan dengan variasi dosis MOL bonggol pisang yang meningkat dari kontrol atau tanpa penambahan MOL bonggol pisang diduga MOL bonggol pisang mengandung jamur Aspergillus niger, yang mana jamur Aspergillus niger berperan dalam peningkatan aktivitas pengikatan N. Nitrogen berfungsi sebagai bahan utama mensintesis protein, karena hal itu meningkatnya kandungan nitrogen memberikan dampak positif untuk bakteri dan jamur dalam proses pertumbuhan dan melakukan aktivitas secara optimum sehingga berdampak pada peningkatan protein kasar limbah makanan menjadi pakan ternak, selain dari hal itu adanya enzim protease yang dihasilkan dari kandungan jamur Aspergillus niger yang terdapat pada MOL bonggol pisang yang berperan untuk merombak protein menjadi peptida sederhana kemudian pecah kembali menjadi asam-asam amino [6]. Penambahan mikroorganisme lokal pepaya dapat menaikkan kandungan protein kasar dedak padi dari tanpa diberikan atau tanpa penambahan mikroorganisme lokal papaya [7].Hasil Uji ANOVA menunjukkan MOL bonggol pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein kasar. Kandungan protein kasar yang optimum yaitu pada perlakuan K10 atau variasi dosis 10 mL MOL bonggol pisang karena kandungan protein kasar nya yang tertinggi, semakin meningkatnya atau tingginya kandungan protein kasar pada pakan ternak semakin memicu pertumbuhan dan reproduksi ternak.

Perubahan kadar protein kasar variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Gambar 6. memperlihatkan hasil penelitian rataan kadar protein kasar limbah makanan menjadi pakan ternak yang difermentasi dengan MOL bonggol pisang dengan variasi lama waktu.

Keterangan : KO = Kontrol, K5 = 5 mL MOL, K10 = 10 mL, K15= 15 mL

Gambar 5. Diagram rataan kadar protein kasar variasi dosis MOL bonggol pisang

Gambar 6. Diagram rataan kadar protein kasar variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi yang berbeda terhadap limbah makanan menjadi pakan ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein kasar. Berdasarkan Gambar 6. diperoleh lama waktu fermentasi yang optimum yaitu pada perlakuan hari ke 7 karena memiliki kadar protein kasar tertinggi yang mana dapat semakin memicu pertumbuhan dan reproduksi ternak. Peningkatan kadar protein kasar dari hari 3 menuju hari ke 7 diakibatkan adanya aktivitas MOL bonggol pisang dan adanya protein yang diberikan oleh tubuh mikrobia

karena pertumbuhan mikrobia menghasilkan produk protein sel tunggal atau biomassa sel.

Perubahan kadar lemak kasar variasi dosis MOL bonggol pisang

Gambar 7. memperlihatkan bahwa fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak dengan menggunakan MOL bonggol pisang mengalami perubahan yang mana terjadi peningkatan kadar lemak kasar yang variatif. Penelitian ini menghasilkan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian lain yang umumnya menurunkan kadar lemak kasar pada produk fermentasi. Peningkatkan kadar lemak kasar pada limbah makanan hasil fermentasi diduga terjadi karena MOL bonggol pisang dapat mengubah karbohidrat pada media/subtrat menjadi lemak yang selanjutnya diakumulasikan sebagai lemak sel. Sumber C terbaik adalah karbohidrat yang berperan sebagai pertumbuhan kapang dan sekitar 15%-18% gula yang tersedia dalam media akan diubah menjadi lemak [8]. Hasil Uji ANOVA menunjukkan MOL bonggol pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak kasar dan kadar lemak kasar yang optimum yaitu pada perlakuan K10 atau variasi dosis 10 mL MOL bonggol pisang karena kandungan protein kasar nya yang tertinggi, semakin meningkatnya atau tingginya kandungan lemak kasar pada pakan ternak semakin memicu pertumbuhan dan reproduksi ternak

MOL, K10 = 10 mL, K15= 15 mL

Gambar 7. Diagram rataan kadar lemak kasar variasi dosis MOL bonggol pisang

Perubahan kadar lemak kasar variasi dosis MOL bonggol pisang

Berdasarkan hasil penelitian diperolah rataan kadar lemak kasar limbah makanan menjadi pakan ternak yang difermentasi dengan MOL bonggol pisang dengan variasi lama waktu fermentasi dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi yang berbeda terhadap limbah makanan menjadi pakan ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak kasar. Gambar 8 menununjukkan lama waktu fermentasi yang optimum yaitu pada perlakuan hari ke 7 karena kadar lemak kasarnya yang tertinggi. Lemak kasar yang tinggi memicu pertumbuhan dan reproduksi ternak yang tinggi pula.

Keterangan : KO = Kontrol, K5 = 5 mL MOL, K10 = 10 mL, K15= 15 mL

Gambar 8. Diagram rataan kadar lemak kasar variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Perubahan kadar serat kasar variasi dosis MOL bonggol pisang

Gambar 9. memperlihatkan bahwa fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak dengan menggunakan MOL bonggol pisang mengalami perubahan yang mana terjadi penurunan kadar serat kasar yang variatif, hal ini terjadi karena mikroorganisme lokal (MOL) bonggol pisang diduga mempunyai kemampuan menghidrolisis kompleks selulosa karena adanya enzim kompleks yaitu enzim selulase yang mengandung enzim endoselulose dan eksoselulose. Potensi dari

enzim tersebut adalah merombak selulosa menjadi selobiosa yang kemudian dirombak menjadi glukosa. Hasil Uji ANOVA menunjukkan MOL bonggol pisang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar. Serat kasar yang optimum yaitu pada perlakuan K10 atau variasi dosis 10 mL MOL bonggol pisang karena kandungan serat kasar nya yang terendah, apabila pakan memiliki kandungan serat kasar tinggi maka kecernaan pada pakan mengalami penurunan akibat dari serat kasar yang bersifat voluminous yang selanjutnya mempercepat laju aliran pakan [9].

yang selanjutnya mempercepat laju aliran pakan, sehingga lama tinggal pakan disaluran pencernaan lebih singkat [9].

kasar variasi lama waktu fermentasi MOL

bonggol pisang

Keterangan : KO = Kontrol, K5 = 5 mL MOL, K10 = 10 mL, K15= 15 mL


  • 4.    KESIMPULAN

MOL bonggol pisang berpengaruh terhadap proses dan kualitas hasil fermentasi limbah makanan menjadi pakan. Dosis optimum mikroorganisme lokal (MOL) bonggol pisang untuk fermentasi limbah makanan menjadi pakan ternak adalah 10 mL/Kg. Waktu optimum fermentasi MOL bonggol pisang dengan limbah makanan menjadi pakan ternak adalah 7 hari.

Gambar 9. Diagram rataan kadar serat kasar variasi dosis MOL bonggol pisang

Perubahan kadar serat kasar Variasi lama waktu fermentasi MOL bonggol pisang

Rataan kadar serat kasar limbah makanan menjadi pakan ternak yang difermentasi dengan MOL bonggol pisang dengan variasi lama waktu fermentasi disajikan pada Gambar 10. Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa lama waktu fermentasi yang berbeda terhadap limbah makanan menjadi pakan ternak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar. Berdasarkan Gambar 10. lama fermentasi waktu yang optimum yaitu pada perlakuan hari ke 7 karena kadar serat kasarnya yang terendah. Serat kasar yang tinggi dalam pakan menyebabkan kecernaanannya menurun akibat dari sifat voluminous serat kasar

  • 5.    UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Laboratorium Kimia Lingkungan FMipa dan UPT Lab Analitik Unud yang telah memfasilitasi terlaksananya penelitian ini.

  • 6.    REFERENSI

  • [1]    Muktiani, A.,  J., Achmadi., dan

B.I.M.     Tampubolon,     2007,

Fermentabilitas Rumen Secara In Vitro Terhadap Sampah Sayur Yang Diolah, JPPT, 32 (1): 44-50

  • [2]    Budiyani, Ni Komang., Soniari, Ni Nengah., Sutari, Ni Wayan Sri., 2016, Analisis       Kulitas       Larutan

Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol       Pisang,       Jurnal

Agroekoteknologi Tropika, 5 : 63-72

  • [3]    Rifan, Miftahul, 2009, Pengaruh Lama Fermentasi Pakan Komplit dan

Silase Tebon Jagung Terhadap Perubahan pH dan Kandungan Nurtien.     Fakultas     Peternakan

Universitas Brawijaya, Malang

  • [4]    Winarno, FG., 2002, Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

  • [5]    Rohmah, A., Marita, I, J., dan Perdana, I, S.,  2017 Pengaruh

Pemberian Probiotik Komersial dan Lama Waktu Fermentasi yang Berbeda Pada Limbah Surimi Sebagai Alternatif Tepung Ikan, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penlitian dan Pengabdian kepada Masyarakat II Universitas PGRI Ronggolawe Tuban, 28 September 2017, Hal 225230

  • [6]    Anggorodi, R., 2005, Ilmu Makanan Ternak Umum, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta

  • [7]    Setiawan, B.,  2017, Kandungan

Protein Kasar dan Serat Kasar Dedak Padi yang Difermentasi dengan Mikroorganisme   Lokal, Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar

  • [8]    Nuraida , L., S.P. Sukarto dan N. Andarwula.1996. Produksi Minyak Mengandung Asam     Gamma

Linolenat Oleh Kapang M. inaequisporus M0511/4 Dengan Berbagai Sumber Nitrogen. Jurnal Imu dan Teknologi Pangan I (1) :17-25

  • [9]    Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekoj., 1998, Ilmu makanan ternak dasar, Cetakan Keempat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

111