APLIKASI KOAGULAN ALAMI EKSTRAK AIR KULIT SINGKONG (Manihot esculenta) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ZAT WARNA MALACHITE GREEN, REMAZOL BLUE, DAN INDIGOSOL VIOLET
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 7 Nomor 2, Oktober 2019
APLIKASI KOAGULAN ALAMI EKSTRAK AIR KULIT SINGKONG (Manihot esculenta) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ZAT WARNA MALACHITE GREEN, REMAZOL BLUE, DAN INDIGOSOL VIOLET
Ni Putu Rahayu Kusuma Pratiwi1, James Sibarani1.2, Ni Made Puspawati1.2
-
1 Magister Kimia Terapan, FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar-Bali, Indonesia
-
2 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Badung-Bali, Indonesia
ABSTRAK: Kulit singkong merupakan salah satu limbah pertanian yang belum digunakan secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kemampuan ekstrak air kulit singkong sebagai koagulan alami dalam mendekolorasi limbah zat warna sintetik. Zat warna sintetik yang digunakan adalah malachite green (kationik), remazol blue (anionik), dan indigosol violet (non-ionik). Proses koagulasi limbah zat warna pada penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan pH larutan, konsentrasi koagulan dan waktu kontak. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak air kulit singkong mampu mendekolorasi malachite green sebesar 72,90% pada kondisi pH 10, konsentrasi koagulan 2%v/v dengan waktu kontak selama 24 jam; remazol blue sebesar 43,84% pada kondisi pH 10, konsentrasi koagulan 4%v/v dengan waktu kontak selama 48 jam; dan indigosol violet sebesar 76,02% pada kondisi pH 4, konsentrasi koagulan 2%v/v dengan waktu kontak selama 24 jam. Mekanisme koagulasi yang terjadi adalah charge neutralization pada malachite green dan interparticle bridging pada remazol blue dan indigosol violet. Dengan demikian, ekstrak air kulit singkong sebagai koagulan alami mampu mendekolorasi zat warna sintetik.
Kata kunci: koagulan alami, kulit singkong, malachite green, remazol blue, indigosol violet.
ABSTRACT: Cassava peel is an agricultural waste that has not been used optimally. This study aims to determine the ability of cassava peel water extract as a natural coagulant in decoloration of synthetic dyes. The synthetic dyes used were malachite green (cationic), remazol blue (anionic), and indigosol violet (non-ionic). The coagulation process in this study was carried out with the variations of pH level, coagulant concentration and contact time. The results showed cassava peel water extract was able to decolorize malachite green by 72.90% under conditions of pH 10, coagulant concentration of 2%v/v with contact time for 24 hours; remazol blue by 43.84% under conditions of pH 10, coagulant concentration of 4%v/v with a contact time for 48 hours; and indigosol violet by 76.02% under conditions of pH 4, coagulant concentration of 2%v/v with a contact time for 24 hours. The coagulation mechanism that occurs is charge neutralization in malachite green and interparticle bridging in remazol blue and indigosol violet. Thus, the cassava peel water extract as a natural coagulant is able to decolorize synthetic dyes.
Keywords: natural coagulant, cassava peel, malachite green, remazol blue, indigosol violet
Industri tekstil merupakan industri yang sangat vital karena menyediakan sumber sandang utama bagi masyarakat. Tingginya permintaan masyarakat menjadikan industri ini berkembang sangat pesat baik dalam bentuk industri besar maupun kecil. Pertumbuhan industri tekstil secara tidak langsung akan menghasilkan jumlah limbah yang besar pula. Akan tetapi, beberapa pelaku industri tekstil khususnya di Bali masih membuang limbah industrinya seperti limbah pencelupan warna ke badan air [1] sehingga mengakibatkan pencemaran badan air karena baku mutu limbah tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2014.
Limbah hasil pencelupan biasanya terdiri dari zat warna yang sukar terdegradasi oleh lingkungan. Limbah zat warna sintetik yang bersifat kationik, anionik maupun non-ionik memiliki efek samping karsinogen terhadap manusia[2]. Limbah inilah yang menjadi masalah pencemaran lingkungan badan air karena limbah cair industri tekstil yang terbuang ke lingkungan mengandung residu zat warna mencapai 50% [3]. Dengan semakin menjamurnya industri tekstil dan sulitnya zat warna tersebut terdegradasi maka limbah zat warna ini akan semakin banyak terakumulasi di lingkungan jika tidak adanya pengolahan terhadap limbah.
Proses pengolahan limbah cair industri dapat dilakukan secara fisik, kimiawi maupun biologis. Umumnya, pelaku industri memilih cara praktis yang murah dan mudah dilakukan dalam pengolahan limbah tanpa banyak memotong biaya produksi. Salah satu metode pengolahan yang sangat umum dilakukan adalah metode koagulasi. Dalam prosesnya, koagulasi dapat berlangsung saat air limbah ditambahkan suatu zat yang disebut koagulan. Koagulan yang umum digunakan yaitu tawas. Penggunaan tawas sangat efektif dalam penjernihan air; namun belakangan ini, penggunaan tawas diketahui
mengandung residu aluminium yang berbahaya bagi kesehatan manusia [4]. Oleh sebab itu, perlu diadakan tinjauan ulang dalam pemilihan koagulan yang tidak memiliki dampak negatif terhadap manusia maupun lingkungan dengan biaya operasional yang relatif murah.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa jenis tumbuhan semak [5], lidah buaya [6], kulit pisang [7], batang pisang [8], biji asam Jawa [9], dan biji kelor [10] dapat digunakan sebagai koagulan alami dalam penjernihan air. Jenis koagulan alami di atas masih memiliki nilai kebergunaan lain. Maka dari itu, contoh bahan alam lain yang dapat digunakan sebagai koagulan alami dengan keberadaan yang melimpah dan nilai kebergunaan yang masih kurang adalah kulit singkong.
Kulit singkong merupakan salah satu limbah padat yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia. Pertumbuhan singkong di Indonesia sangat melimpah karena singkong merupakan tanaman tropis. Masyarakat biasanya menggunakan kulit singkong sebagai olahan bahan ternak. Kulit singkong kaya akan polisakarida [11] dan tanin [12] yang dapat digunakan sebagai koagulan alami yang ramah lingkungan. Akan tetapi, efektifitas tanin sebagai koagulan akan bervariasi, hal ini disebabkan oleh metabolisme tanaman yang dipengaruhoi oleh faktor lingkungan [13].
Pada prinsipnya, koagulasi dengan koagulan alami melalui proses dimana gugus fungsi yang terkandung dalam polisakarida mengikat partikel suspensi maupun koloid zat warna. Variabel yang mempengaruhi proses koagulasi adalah pH lautan, konsentrasi koagulan dan waktu kontak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan kemampuan ekstrak air kulit singkong sebagai koagulan alami dalam mendekolorasi limbah zat warna sintetik
dengan variasi pH, konsentrasi larutan dan waktu kontak.
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah kulit singkong (Manihot esculenta C. dari Desa Nongan-Bali), zat warna sintetik malachite green, remazol blue dan indigosol violet (Toko Warna - Denpasar), HCl, NaOH, (pro analis). Alat penelitian yang digunakan untuk penelitian adalah peralatan gelas, timbangan analitik, blender, kain kasa, hot plate, magnetic stirrer, pH meter, instrumen FTIR (Shimadzu IR Prestige-21), dan instrumen UV-Vis (Spectro-photomter Biochrom Libra S60-PC).
Sebanyak 100 g kulit singkong kering diblender dengan aquades 500mL dan ekstraknya disaring. Kemudian ampas kulit singkong kembali diblender dengan aquades 500 mL untuk memaksimalkan ekstraksi sehingga rasio kulit singkong:pelarut = 1:10 [14].
Penentuan pH Optimum
Koagulan alami ekstrak air kulit singkong ditambahkan ke dalam masing-masing larutan zat warna sintetik 100 ppm sebanyak 10%v/v. Kemudian, pH larutan akan divariasikan menjadi 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 dengan penambahan HCl 1M atau NaOH 1M [15]. Setiap perlakuan diaduk dengan kecepatan 200 rpm dalam waktu 5 menit dan dilanjutkan dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit [16]; kemudian dilakukan pengamatan selama 24 jam. Selanjutnya,
sampel disaring dan filtratnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dengan instrumen UV-Vis.
Penentuan Kadar Koagulan Optimum
Setelah pH optimum ditentukan, maka pH tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi koagulan optimum dengan variasi penambahan koagulan ekstrak air kulit singkong sebesar 0, 2, 4, 6, 8, 10, 15, dan 20%v/v [17]. Variasi konsentrasi
koagulan ditambahkan ke dalam masing-masing larutan zat warna sintetik 100 ppm. Setiap perlakuan diaduk dengan kecepatan 200 rpm dalam waktu 5 menit dan dilanjutkan dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit [16]; kemudian dilakukan pengamatan selama 24 jam. Selanjutnya, sampel disaring dan filtratnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dengan instrumen UV-Vis.
Penentuan Waktu Kontak Optimum
Prosedur variasi waktu kontak dilakukan setelah mendapatkan pH dan konsentrasi koagulan optimum. Koagulan dengan konsentrasi optimum ditambahkan ke dalam masing-masing larutan zat warna sintetik 100 ppm dalam kondisi pH optimum dengan penambahan HCl 1 M atau NaOH 1M. Setiap perlakuan diaduk dengan kecepatan 200 rpm dalam waktu 5 menit dan dilanjutkan dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit [16]. Selanjutnya, masing-masing perlakuan pada setiap variasi waktu kontak pada 24, 48 dan 72 jam disaring dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dengan instrumen UV-Vis.
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yaitu mendeskripsikan hasil
pengolahan limbah zat warna sintetik dengan koagulasi dan menghitung dekolorasi warna. Konsentrasi masing-masing zat warna sintetik yan tersisa dalam larutan disajikan dalam bentuk grafis. Analisis statistik One Way ANOVA menggunakan SPSS 16.0.
pH memainkan peran penting dalam karakteristik air limbah tekstil [18]. Zat warna dengan struktur sederhana dan berat molekul rendah menunjukkan kemampuan dekolorisasi yang tinggi. Daya dekolorisasi rendah pada zat warna akan terlihat pada zat warna dengan substitusi kelompok penarik elektron seperti -SO3H, -SO2NH2 pada posisi para dari cincin fenil dan berat molekul tinggi [19] dan fiksasi yang rendah [20].
malachite green —•— remazol blue
—A— indigosol violet
Gambar 1. Dekolorasi zat warna sintetik
pada variasi pH
Dekolorasi zat warna sintetik ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi pH berpengaruh terhadap penurunan kadar zat warna (p < 0,05) dan secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara pH 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan pH 10. Sehingga, pH optimum dan efektifitas dekolorasi pada masing-masing zat warna adalah pH 10 dan 71,50% pada malachite green; pH 10 dan 29,94% pada remazol blue; serta pH 4 dan 64,74% pada indigosol violet.
Penurunan kadar zat warna malachite green diikuti dengan bertambahnya nilai pH. Fenomena ini didukung oleh penelitian sebelumnya, bahwa pH optimum dekolorasi warna malachite green berada dalam rentang pH 8 – 11 [21,22]. Hal ini disebabkan oleh charge neutralization. Mekanisme charge neutralization yang terjadi pada pH basa adalah terjadinya gaya elektrostatik antara muatan positif dan muatan negatif [23]. Malachite green memiliki muatan positif saat larut dalam air, sehingga muatan positif ini akan berinteraksi dengan muatan negatif gugus fungsi karbonil yang terdapat dalam protein dari koagulan [24].
Fluktuasi dekolorasi kadar zat warna terlihat pada remazol blue dengan bertambahnya nilai pH. Fenomena ini didukung oleh penelitian sebelumnya, bahwa pH optimum dekolorasi warna remazol blue berada dalam rentang pH asam – netral – basa [25,26]. Rentang pH yang luas menunjukkan bahwa kondisi pH kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap dekolorasi remazol blue.
Indigosol violet memiliki pH yang berbeda dengan zat warna lainnya yaitu pada pH 4. Mekanisme yang terjadi pada pH basa (remazol blue) dan pH asam (indigosol violet) adalah interparticle bridging antara molekul zat warna dan polisakarida. Polisakarida dengan jumlah yang tinggi pada ekstrak akan melingkupi molekul zat warna sehingga terjadi proses koagulasi [27].
Konsentrasi koagulan adalah salah satu parameter penting yang dipertimbangkan
untuk menentukan kondisi optimum dalam proses koagulasi dan flokulasi. Penambahan konsentrasi koagulan yang tepat akan membantu proses koagulasi melalui charge neutralization dan interparticle bridging. Jika konsentrasi koagulan yang tidak mencukupi atau berlebih akan mengakibatkan kinerja yang buruk dalam koagulasi [28].
malachite green —•— remazol blue
—A—indigosol violet
Gambar 2. Dekolorasi zat warna sintetik pada variasi konsentrasi koagulan
Dekolorasi zat warna sintetik ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi koagulan berpengaruh terhadap penurunan kadar zat warna (p < 0,05) dan secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara variasi konsentrasi koagulan yang ditambahkan
Dekolorasi tertinggi malachite green, remazol blue dan indigosol violet ditunjukkan pada konsentrasi koagulan 2, 4 dan 2 %v/v dengan memperhatikan pada aspek biaya operasional dan hasil samping dengan efektifitasnya sebesar 73,12; 37,58; dan 76,68%. Berdasarkan Gambar 2, efektifitas dekolorasi berkurang terhadap kenaikan konsentrasi koagulan disebabkan oleh kegagalan pembentukan flok.
Mekanisme yang terjadi adalah polimer dalam koagulan alami akan menutupi seluruh permukaan partikel koloid sehingga tidak ada tempat untuk rantai akhir menempel dan proses flokulasi tidak terjadi. Keadaan ini dapat mengakibatkan partikel koloid akan kembali stabil atau tidak dapat bergabung dengan partikel lain [29].
Waktu kontak berpengaruh terhadap kecepatan pengendapan flok. Variasi waktu kontak merupakan parameter dari prinsip koagulasi. Dalam hal ini, semakin lama waktu kontak maka dekolorasi akan meningkat, namun nilai efisiensi akan berkurang karena biaya dan waktu operasional meningkat [30].
Penelitian ini menggunakan variasi waktu kontak tidak lebih dari 72 jam karena pada waktu kontak 144 jam sudah muncul bau (pembusukan) dari ekstrak kulit singkong. Dekolorasi zat warna sintetik ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa waktu kontak berpengaruh terhadap penurunan kadar zat warna (p < 0,05) dan secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara variasi waktu kontak yang diberikan.
Dekolorasi tertinggi pada malachite green terlihat pada waktu kontak 72 jam, namun rerata kadar zat warna pada 24 dan 72 jam tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Oleh karena penentuan waktu kontak optimum juga memperhatikan aspek lainnya seperti biaya dan lama waktu pengolahan. Dengan demikian, waktu kontak optimum pada malachite green adalah 24 jam dengan efisiensi sebesar 72,90%.
■■■■■■ malachite green
^^■M remazol blue
■■■■■■■■I indigosol violet
Gambar 3. Dekolorasi zat warna sintetik pada variasi waktu kontak
Waktu kontak optimum dekolorasi remazol blue adalah 48 jam dengan efektifitas sebesar 43,84%. Pada waktu kontak 72 jam terjadi kenaikan konsentrasi zat warna. Hal ini disebabkan karena telah tercapainya waktu optimum koagulan alami dalam melingkupi molekul zat warna pada waktu kontak 48 jam sehingga situs permukaan koagulan tidak dapat melakukan bridging [31].
Kenaikan dekolorasi indigosol violet seiring dengan bertambahnya waktu ditunjukkan pada Gambar 3. Dekolorasi tertinggi terlihat pada waktu kontak 72 jam, namun penentuan waktu kontak optimum juga memperhatikan aspek lainnya seperti biaya dan lama waktu pengolahan. Oleh karena memperhatikan aspek lain tersebut, waktu kontak optimum pada indigosol violet adalah 24 jam dengan efektifitas sebesar 76,02%.
Remazol blue dan indigosol violet menggunakan mekanisme interparticle bridging dalam proses koagulasi, namun waktu kontak optimum diantara kedua zat warna sintetik tersebut berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan berat molekul
-
[19] . Remazol blue memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan indigosol violet sehingga inilah yang menyebabkan zat warna remazol blue membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya. Selain itu, remazol blue juga memiliki tingkat fiksasi yang rendah sehingga daya dekolorisasinya rendah [32].
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak air kulit singkong sebagai koagulan alami mampu mendekolorasi zat warna malachite green sebesar 72,90%; remazol blue sebesar 43,84%; dan indigosol violet sebesar 76,02%.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dra. Iryanti Eka Suprihatin, M.Sc., Ph.D., Dr. Drs. Manuntun Manurung, M.S., dan Dr. Drs. I Made Siaka, M.Sc. (Hons.) yang telah memberikan masukan serta kritikan demi kesempurnaan penulisan.
-
[1] Sastrawidana, I D. K. Isolasi bakteri dari lumpur limbah tekstil dan aplikasinya untuk pengolahan limbah tekstil menggunakan sistem kombinasi anerob – aerob. Disertasi, Institut Pertanian Bogor. 2009
-
[2] Dawood, S., Sen, T. K. Review on dye removal from its aqueous solution into alternative cost effective and non-conventional adsorbents. Journal of Chemical and Process Engineering, 2014, 1(104): 1 – 11.
-
[3] Wiratini, N. M., Kartowasono, N. Dampak rangkaian sel elektroda al-c
dalam elektrokimia untuk
mendegradasi limbah tekstil. Reaktor, 2016, 16(2): 65 – 71
-
[4] Rahman, M. M., Sarker, P., Saha, B., Jakarin, N., Shammi, M., Uddin, M. K., Sikder, M. T. Removal of turbidity from the river water using tamarindus indica and litchi chinensis seeds as natural coagulant. International
Journal of Environmental Protection and Policy, 2014, 2(6-2): 13 – 20.
-
[5] Choy, S. Y., Prasad, K.. M. N., Wu, T. Y., Ramanan, R. N. A Review on common vegetables and legumes as promising plant-based natural
coagulants in water clarification. Int. J. Environ. Sci. Technol, 2015, 12: 367 – 390.
-
[6] Mujariah, Abram, P. H., Jura, M. R. Penggunaan gel lidah buaya (aloe vera) sebagai koagulan alami dalam penjernihan air sumur di desa sausu tambu kecamatan sausu. J. Akad. Kim, 2016, 5(1): 16 – 22.
-
[7] Jumiati, Susilawaty, A., Rusmin, M. 2015. Peningkatan kualitas air sumur gali berdasarkan parameter besi (fe) dengan pemanfaatan kulit pisang kepok. Higiene, 2015, 1(1): 60 – 66.
-
[8] Alwi, H., Idris, J., Musa, M., Hamid, K. H. K. A preliminary study of banana stem juice as a plant – based coagulant for treatment of spent coolant wastewater. Journal of Chemistry-Hindawi, 2013(165057): 1 – 7.
-
[9] Andre, Wardhana, I. W., Sutrisno, E.
Penggunaan tepung biji asam jawa (tamarindus indica) sebagai
biokoagulan untuk menurunkan kadar fosfat dan cod pada air limbah usaha laundry. Jurnal Teknik Lingkungan, 2015, 4(4): 1 – 5.
-
[10] Herawati, A., Asti, R., Ismuyanto, B.,
Juliananda, Hidayati, A.S.D.S.N. Pengaruh pH dan dosis koagulan ekstrak biji kelor dalam koagulasi
terhadap pengurangan kekeruhan limbah cair. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan, 2017, 1(1): 25 – 28.
-
[11] Mohd-Asharuddin, S., Othman, N., Zin, N. S. M., Tajarudin, H. A. Removal of total suspended solid by natural coagulant derived from cassava peel waste. Journal of Physics, 2018, 995: 1 – 9.
-
[12] Yuniarti, R., Syahputra, R. A. Studi pendahuluan limbah kulit singkong sebagai eksipien sediaan farmasi. [cited 10 Juli 2018]. Available from: URL: http://semnaslit.unimed.ac.id/.
-
[13] Fatchurrozak, Suranto, Sugiyarto. Pengaruh ketinggian tempat terhadap kandungan vitamin c dan zat antioksidan pada buah carica pubescens di dataran tinggi dieng. Jurnal Pasca UNS, 2013, 1(1): 24 – 31.
-
[14] Handa, S. S., Khanuja, S. P. S., Longo, G., Rakesh, D. D. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. Trieste: International Centre for Science and High Technology. 2008.
-
[15] Rachmawati, S. W., Iswanto, B., Winarni. Pengaruh pH pada proses koagulasi dengan koagulan aluminium sulfat dan ferri klorida. JTL, 2009, 5(2): 40 – 45.
-
[16] Angraini, S., Pinem, J. A., Saputra, E. Pengaruh kecepatan pengadukan dan tekanan pemompaan pada kombinasi proses koagulasi dan membran ultrafiltrasi dalam pengolahan limbah cair industri karet. Jom FTEKNIK, 2016, 3(1): 1 – 9.
-
[17] Parvathi, C., Maruthavanan, T., Sivamani, S., Prakash, C. Biosorption studies for the removal of malachite green from its aqueous solution by activated carbon prepared from cassava
peel. E-Journal of Chemistry, 2011, 8(S1): S61 – S66.
-
[18] Mughal, M.J., Saeed, R., Naeem, M., Ahmed, A.A., Yasmien, A., Siddiqui, Q., Iqbal,M. Dye fixation and decolourization of vinyl sulphone reactive dyes by using dicyanidiamide fixer in the presence of ferric chloride. Journal of Saudi Chemical Society, 2013, 17: 23 – 28.
-
[19] Khan, R., Bhawana, P., Fulekar, M. H. Microbial decolorization and
degadration of synthetic dyes: a review. Rev Environ Sci Biotechnol, 2013, 12(2013): 75 – 97.
-
[20] Zhao, M. Synthesis and application of novel heterobifunctional reactive dyes. Tesis, North Carolina State University. 2006.
-
[21] Man, L. W., Kumar, P., Teng, T.T., Wasewar, K.L. Design of experiemnts for malachite green dye removal from wastewater using thermolysis
coagulation-flocculation. Desalination and Water Treatment, 2012, 40: 260 – 271.
-
[22] Thakur, S., Chauhan, M.S. Removal of malachite green dye from aqueous solution by electrocoagulation with stainless steel electrodes. International Journal of Engineer Sciences & Research Technology, 2016, 5(6): 515 – 521.
-
[23] Sartape, A.S., Mandhare, A.M., Jadhav, V.V., Raut, P.D., Anuse, M.A., Kolekar, S.S. Removal of malachite green dye from aqueous solution with adsorption technique using limonia acidissima (wood apple) shell as low cost adsorbent. Arabian Journal of Chemistry, 2017, 10: S3229 – S3238.
-
[24] Bello, O.S. Adsorptive removal of malachite green with activated carbon prepared from oil palm fruit fibre by koh activation and CO2 gasification. S. Afr. J.Chem, 2013, 66: 32 – 41.
-
[25] Saputra, O.A., Rachma, A.H., Handayani, D.S. Adsoprtion of remazol briliant blue R using aminofunctionalized organo-silane in aqueous solution. Indones. J. Chem, 2017, 17(3): 343 – 350.
-
[26] Dehvari, M., Ghaneian, M.T., Ebrahmi, A., Jamshidi, B., Mootab, M. Removal of reactive blue 19 dyes from textile wastewater by pomegranate seed powder: isoterm and kinetic studies. International Journal of Environmental Health Engineering, 2019, 4(4): 1 – 9.
-
[27] Freitas, T.K.F.S., Almeida, C.A., Manholer, D.D., Geraldino, H.C.L., de Souza, M.T.F. Detox Fashion: Review of Utilization Plant-Based Coagulants as Alternatives to Textile Wastewater Treatment. Switzerland: Springer
Nature Singapore Pte Ltd. 2018.
-
[28] Vijayaraghavan, G., Shantakumar, S. Efficacy of moringa oleifera and phaseolus vulgaris (common bean) as coagulants for the removal of congo red dye from aqueous solution. J. Mater. Environ. Sci, 2015, 6(6): 1672 – 1677.
-
[29] Prihatinningtyas, E., Effendy, A. J. Aplikasi koagulan alami dari tepung jagung dalam pengolahan air bersih. Jurnal Tekno Sains, 2013, 2(2): 93 – 102.
-
[30] Sajjadi, S.A., Pakfetrat, A., Irani, M. Removal of remazol black B dye by electrocoagulation proses coupled with bentonite as an aid coagulant and natural adsorbent. Iranian Journal of Health, Safety & Environment, 2017, 5(3): 1058 – 1065.
-
[31] Ahmad, M. A., Herawan, S. G., Yusof, A. A. Equilibrium, kinetics, and thermodynamics of remazol brilliant blue R dye adsorption onto activated carbon prepared from pinang frond.
Hindawi Publishing Corporation,
2014(184265): 1 – 8.
-
[32] Lazim, Z. M., Mazuin, E., Hadibarata, T., Yusop, Z. The removal of
methylene blue and remazol brilliant blue R dyes by using orange peel and spent tea leaves. Jurnal Teknologi, 2015, 74(11): 129 – 135.
83
Discussion and feedback