Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 6 Nomor 2, Desember 2018

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL DAUN CENDANA (Santalum album L.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

Ni Made Puspawati, I Gede Tangkas Mei Yasa, I Wayan Suirta Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali email: tangkasmeiyasa@gmail.com

ABSTRAK: Cendana (Santalum album L.) merupakan tanaman endemik Nusa Tenggara Timur yang secara tradisional telah digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit termasuk infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antibakteri fraksi n-heksana, kloroform, dan n-butanol ekstrak daun cendana (Santalum album L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli serta menentukan konsentrasi hambat minimum dan mengidentifikasi komponen senyawa pada fraksi paling aktif. Serbuk daun cendana dimaserasi dengan metanol dan ekstrak metanol yang diperoleh kemudian difraksinasi berturut-turut dengan n-heksana, kloroform, dan n-butanol. Masing-masing fraksi yang diperoleh diuji aktivitas antibakterinya dengan metode sumur difusi. Hasil penelitian menunjukkan fraksi n-heksana mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat sebesar 19,30 mm dan memberikan daya hambat minimum 7,5 mm pada konsentrasi 17% (b/v), tetapi tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli. Sementara untuk fraksi kloroform dan n-butanol tidak menunjukkan aktivitas antibakteri tehadap kedua bakteri uji. Pemisahan fraksi aktif n-heksana dengan kromatografi kolom dengan eluen n-heksan:etil asetat (8:3), memberikan 6 fraksi gabungan (A,B,C,D,E,F), dan fraksi B menunjukkan aktivitas antibakteri relatif paling besar dengan diameter zona hambat 10,60 mm. Hasil identifikasi fraksi aktif B dengan GC-MS menunjukkan terdapat lima belas senyawa dan tiga diantaranya dengan persentase area terbesar yaitu lupeol, nerolidol, dan sitostenone yang merupakan senyawa golongan terpenoid diduga berkontribusi terhadap aktivitas antibakterinya.

Kata kunci: cendana, antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, terpenoid.

ABSTRACT: Sandalwood (Santalum album L.) is an endemic plant of East Nusa Tenggara whicht has been traditionally used to treat various diseases including infection.. The aim of this research was to determine antibacterial activity of n-hexane, chloroform, and n-buthanol fractions of methanol cendana leaf extract toward Staphylococcus aureus (S.aureus) and Escherichia coli (E.coli) bacteria and minimum inhibitory concentration of active fraction and to identify chemical consituents of the active fraction. Cendana leaf powder was macerated with methanol to yield crude methanol extract which was then fractionated into n-hexane, chlorofrom, and n-buthanol fractions respectively. Each fraction was tested for its antibacterial activity using well diffusion method. The most active fraction was separated using column chromatography and identified using GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometer). The antibacterial activity test showed the n-hexane fraction was able to inhibit the growth of S.aureus with inhibition zone diameter of 19.30 mm and minimum inhibitory concentartion at 17 % (w/v) with inhibition zone diameter of 7.50 mm but it did not inhibit the growth of E.coli, while chloroform and n-buthanol fractions did not inhibit the growth of both S. aureus and E. coli. The separation of n-hexane active fraction on column chromatography eluted with n-hexane: ethyl acetate (8:3) gave six fractions (A,B,C,D,E,F) and fraction B was the most relatively active toward S.aureus with inbition zone diameter of 10.60 mm. Identification of fraction B showed fifteen compounds and three of them with high percentage area were identified as lupeol nerolidol and sitostenone, a terpenoid compounds, which may contribute for the actibacterial activiity.

Keywords: sandalwood, antibacterial, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, terpenoids.

  • 1.    PENDAHULUAN

Tumbuhan merupakan sumber keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kita, baik itu yang tumbuh secara liar maupun yang dibudidayakan. Sejak zaman dahulu bagian dari tumbuhan seperti akar, batang, daun, buah, dan bunga secara tradisional sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat yang penggunaannya diperoleh secara turun-temurun. Dewasa ini, sudah banyak tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional dalam mengatasi berbagai penyakit diantaranya yang disebabkan oleh bakteri.

Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu yang berkembang biak dengan cara membelah diri. Beberapa bakteri dapat menimbulkan gangguan bagi tubuh manusia, diantaranya adalah Escherichia coli yang menyebabkan penyakit diare dan Staphylococcus aureus yang menyebabkan penyakit kulit. Secara alami kedua bakteri tersebut merupakan flora normal pada tubuh manusia, namun saat populasinya lebih tinggi dan berada di luar habitat aslinya, bakteri tersebut berpotensi sebagai penyakit[1].

Dalam mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, dibutuhkan senyawa antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhannya sehingga menyebabkan bakteri mati. Tumbuhan dengan kandungan bahan aktif merupakan salah satu sumber senyawa antibakteri alami. Cendana (Santalum album L.) merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh di daerah tropis dan merupakan tanaman endemik dari pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), secara tradisional telah dimanfaatkan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Minyak cendana secara tradisional telah digunakan sebagai pembasmi kuman pada saluran kencing dan sakit kencing nanah yang disebabkan oleh bakteri[2].

Ekstrak metanol kayu cendana dilaporkan mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Klebsiella sp. dan Staphylococcus aureus[3]. Ekstrak metanol daun cendana dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeuroginosia[4]. Kandungan fitokimia ekstrak metanol daun cendana meliputi senyawa alkaloid, terpenoid, flavonoid, fenol, dan steroid[5]. Semua senyawa yang terkandung pada daun cendana berpotensi sebagai senyawa antibakteri.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan uji pendahuluan dan hasilnya menunjukkan ekstrak metanol daun cendana yang diperoleh dari Hutan Wisata Camplong Nusa Tenggara Timur mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 11 mm. Berdasarkan hasil tersebut, maka perlu dilakukan fraksinasi untuk memisahkan senyawa yang terkandung pada ekstrak metanol daun cendana berdasarkan polaritasnya, menguji aktivitas antibakteri masing-masing fraksi terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan mengidentifikasi kandungan senyawa dalam fraksi aktif.

  • 2.    MATERI DAN METODE

    • 2.1    Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cendana (Santalum album L.) yang diperoleh dari daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur. Bakteri uji yang digunakan adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Bahan lain yang digunakan yaitu metanol, akuades, kertas saring, n-heksan, kloroform, n-butanol, tween, Nutrient Agar (NA), kapas, NaCl fisiologis, kertas cakram, tetrasiklin, amoxicillin, silika gel 60, H2SO4 pekat, preaksi Mayer, pereaksi

Wagner, HCl pekat, Magnesium, NaOH 10%, asam asetat anhidrat, etanol 70%, FeCl3.

  • 2.2    Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, blender, neraca analitik, gelas beker, gelas ukur, plastik warp, kain kasa, corong gelas, penguap putar vakum, labu ukur, hotplate, corong pemisah, magnetik stirer, autoklaf, stopwatch, pipet volume, pipet tetes, tabung reaksi, jarum ose, vortex, cawan petri, perforator, penggaris, plat KLT, pipa kapiler, bejana KLT, lampu UV 254 nm dan 366 nm, statif, klem, kolom, oven, botol vial, spektrofotometer GC-MS QP2010S SHIMADZU.

  • 2.3    Cara Kerja

    2.3.1    Penyiapan bahan

Sampel daun dicuci bersih dan dikeringkan di udara terbuka tanpa terkena sinar matahari langsung. Daun yang sudah kering kemudian dipotong kecil-kecil dan di haluskan hinggga berbentuk serbuk.

  • 2.3.2    Ekstraksi daun cendana

Sebanyak 1000 gram serbuk daun cendana dimeserasi menggunakan metanol sebanyak 3 kali sirkulasi (3×24 jam). Selanjutnya ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan penguap putar vacum hingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental metanol kemudian dipartisi menggunakan n-heksan, kloroform, dan n-butanol. Selanjutnya ekstrak diuapkan menggunakan penguap putar vacum hingga diperoleh ekstrak kental n-heksan, kloroform, dan n-butanol.

  • 2.3.3    Uji aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak n-heksan, kloroform, dan n-butanol dilakukan pada konsentrasi 20% (b/v) menggunakan metode sumur difusi. Sebanyak 20 µL ekstrak sampel (n-heksan, kloroform, dan n-butanol), kontrol positif

(tetrasiklin dan amoxicillin 20% b/v) dan kontrol negatif (tween 20% v/v) dimasukan ke dalam sumur dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Diameter zona bening yang dihasilkan diamati dan diukur diameternya. Fraksi paling aktif kemudian diuji konsentrasi hambat minimumnya pada konsentrasi yang digunakan yaitu 19%, 18%, 17% dan 16% (b/v). Sebanyak 20 µL ekstrak aktif dimasukan ke dalam sumur dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Diameter zona bening yang dihasilkan diamati dan diukur diameternya.

  • 2.3.4    Skrining fitokimia

    2.3.4.1    Uji alkaloid

Sebanyak 1-2 mg ekstrak aktif ditambahkan 2 mL kloroform dan H2SO4 pekat sebanyak 3-5 tetes lalu dikocok hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas dipipet lalu dimasukan ke dalam 2 tabung reaksi yang berbeda dan ditambahkan preaksi Mayer dan Wagner sebanyak 4-5 tetes. Terbentuknya endapan putih pada preaksi Mayer menunjukkan positif alkaloid, sedangkan pada pereaksi Wagner akan terbentuk endapan berwarna coklat yang menunjukkan positif mengandung senyawa alkaloid.

  • 2.3.4.2    Uji flavonoid

Preaksi Wilstater: sebanyak 1-2 mg ekstrak aktif ditambahkan 2-4 tetes HCl pekat dan sedikit serbuk Magnesium. Campuran dikocok hingga terbentuk warna jingga yang menunjukkan positif flavonoid.

Pereaksi Bate Smite-Metcalfe: sebanyak 1-2 mg ekstrak aktif ditambahkan 2-4 tetes HCl pekat dan dipanaskan selama 15 menit. Terbentuknya warna merah menunjukkan positif flavonoid.

Pereaksi NaOH 10%: sebanyak 1-2 mg ekstrak aktif ditambahkan beberapa tetes NaOH 10%. Terbentuknya warna orange/jingga menunjukka positif flavonoid.

  • 2.3.4.3    Uji terpenoid dan steroid

Sebanyak 1-2 mg ekstrak aktif ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrat dan 2 tetes H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah/ungu menunjukkan positif mengandung senyawa terpenoid, sedangkan berwarna biru/hijau positif mengandung senyawa steroid.

  • 2.3.4.4    Uji fenol

Sebanyak 1-2 mg ekstrak aktif ditambahkan beberapa tetes   FeCl3.

Terbentuknya warna hitam kebiruan menunjukkan positif mengandung senyawa fenol.

  • 2.3.5    Pemisahan ekstrak n-heksan dan uji aktivitas antibakteri

Fraksi paling aktif selanjutnya di kromatografi kolom menggunakan eluen n-heksan:etil asetat dengan perbandingan (8:3), Eluat yang diperoleh ditampung setiap 3 mL dalam botol vial. Masing-masing eluat kemudian dianalisis dengan KLT dan eluat yang mempunyai pola pemisahan yang sama digabungkan dan diuji aktivitas antibakterinya.

  • 2.3.6    Identifikasi GC-MS

Fraksi gabungan hasil kromatografi kolom yang paling aktif terhadap bakteri S.aureus     selanjutnya     diidentifikasi

menggunakan spektrometer   GC-MS

QP2010S SHIMADZU.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Ekstraksi Daun Cendana

Hasil maserasi 1 kg serbuk daun cendana dengan metanol diperoleh 86,80 gram ekstrak kental yang berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya 40 gram dari ekstrak kental tersebut dipartisi menggunakan n-heksan, kloroform, dan n-butanol dan didapat ekstrak kental n-heksana sebanyak 12,60 gram, kloroform 6,20 gram; dan n-butanol 1,20 gram.

  • 3.2    Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Daun Cendana

Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada konsentrasi 20% (b/v). Hasil yang diperoleh seperti yang tertera pada Tabel 1 menunjukkan fraksi n-heksan mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat sebesar 19,3 mm yang dikatagorikan kuat (15-20 mm)[6]. Sedangkan, ekstrak n-heksan tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli. Hal ini dikarenakan pemanfaatan cendana sebagai obat tradisional baru hanya digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada jaringan seperti infeksi kencing nanah dan belum pernah digunakan untuk infeksi bakteri pada saluran pencernaan. Sementara itu, fraksi kloroform dan n-butanol tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus maupun Escherichia coli.

Tabel 1. Hasil     pengujian     aktivitas

antibakteri.

Bahan Uji

Daya Hambat S. aureus (mm)

Daya Hambat E. coli (mm)

Tetrasiklin

38,5

42,2

Amoxicillin

43,7

39,2

n-Heksan

19,3

0,0

Klorofrom

0,0

0,0

n-Butanol

0,0

0,0

Tween

0,0

0,0

Selanjutnya dilakukan penentuan konsentrasi hambat minimum dengan menggunakan beberapa konsentrasi untuk mengetahui pada konsentrasi berapakah fraksi n-heksan masih menunjukkan daya hambat pada bakteri Staphylococcus aureus. Dari hasil yang diperoleh seperti disarikan pada pada Tabel 2, pada konsentrasi 16% (b/v) fraksi n-heksan tidak menunjukkan daya hambat, tetapi pada konsentrasi 17% (b/v) masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat sebesar 7,5 mm yang tergolong lemah (0-9 mm)[6] sehingga konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi hambat minimum.

Tabel 2. Hasil   penentuan   konsentrasi

hambat minimum

Daya Hambat

Konsentrasi (% b/v)

S. aureus (mm)

20                       19,3

19                        12

18                         9,8

17                         7,5

16                         0,0

3.3  Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia yang dilakukan

pada fraksi n-heksan meliputi senyawa

alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid dan

fenol. Dari hasil skrining fitokimia seperti

yang tertera pada Tabel 3, ekstrak n-heksan

tidak mengandung senyawa flavonoid.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa

senyawa   metabolit   sekunder   dapat

bertindak sebagai senyawa antibakteri

secara individu, maupun bersama-sama

dengan senyawa lainnya.

Tabel 3. Hasil skrining fitokimia

Uji              Preaksi            Hasil

Fitokimia

Mayer                    +

Alkaloid

Wagner                   +

Wilstater                        –

Flavonoid    Bate Smite-Metcalfe           –

NaOH 10%              –

Terpenoid   Liebermann Burchard         +

Steroid      Liebermann Burchard         +

Fenol        FeCl3                        +

Keterangan :  (+) positif mengandung senyawa

(–) negatif mengandung senyawa

3.4 Pemisahan Ekstrak n-Heksan dan

Uji Aktivitas Antibakteri

Hasil analisis fraksi hasil kolom kromatografi dengan kromatografi lapis tipis menggunakan eluen n-heksan:etil asetat (8:3) diperoleh 6 kelompok fraksi yang digabungkan berdasarkan pola pemisahan yang sama seperti disarikan pada Tabel 4.

Keenam fraksi gabungan hasil kromatografi kolom kemudian diuji aktivitas antibakteri pada konsentrasi 20%(b/v), dan hasil yang diperoleh ditabulasikan pada Tabel 5. Dari hasil yang didapat, fraksi A, B, E dan F dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, sedangkan pada fraksi C dan D tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus. Dari keenam fraksi tersebut, fraksi B menunjukkan diameter zona hambat terbesar diantara fraksi lainnya, yang mana fraksi B selanjutnya diidentifikasi menggunakan spektrometer GC-MS.

Tabel 5. Hasil pengujian aktivitas

antibakteri

Bahan Uji

Daya Hambat S. aureus (mm)

A (1-16)

9,20

B (17-28)

10,60

C (29-33)

0,0

D (34-79)

0,0

E (80-141)

8,40

F (metanol)

7,80

Dari penelitian ini didapatkan bahwa aktivitas antibakteri fraksi n-heksana lebih besar dibandingkan fraksi aktif B hasil kromatografi kolom dalam menghambat pertumbuhan bakteri S.auerus. Hal ini mungkin disebabkan karena senyawa-senyawa yang terkandung pada fraksi n-heksana bekerja secara sinergis.

  • 3.5    Hasil Identifikasi GC-MS

Hasil kromatogram GC-MS pada fraksi aktif B diperoleh 15 puncak total ion kromatogram yang ditunjukkan pada Gambar 1 dan senyawa dugaan hasil identifikasi GC-MS berdasarkan database disarikan pada Tabel 6.

Tabel 4. Hasil Kromatografi Kolom

Fraksi

Warna

Jumlah noda

Berat (gram)

A (1-16)

kuning

2

0,0670

B (17-28)

hijau muda

1

0,0600

C (29-33)

hijau

2

0,0360

D (34-79)

biru muda

2

0,0280

E (80-141)

biru

4

0,0530

F (metanol)

coklat

4

0,1580



Gambar 1. Total ion kromatogram fraksi B


Tabel 6. Senyawa dugaan hasil identifikasi GC-MS berdasarkan database

Peak

tR

%Area

M+

Senyawa Dugaan

1

27,701

1,03

177

Dietil ftalat

2

35,087

0,86

270

Asam, 14-metil pentadekanoat

3

38,666

0,98

294

Metil linoleat

4

38,867

0,48

336

1-Tetracosanol

Peak

tR

%Area

M+

Senyawa Dugaan

5

39,167

5,70

126

Oktadesil vinil eter

6

46,578

0,97

279

1,2, diisooctyl benzen dikarboksil

7

50,095

0,22

128

9-oktadekenamida

8

52,317

0,12

368

Kolesterol, propionat

9

54,118

0,19

250

Octadecanal

10

55,970

1,54

406

Nonakosanol

11

61,241

4,50

398

4-Metilkolesta-8,24-dien-3-ol

12

63,756

42,40

426

Lupeol

13

64,469

9,14

204

Nerolidol

14

66,190

16,40

412

Sitostenone

15

66,794

15,47

286

18-Oxokauran, 17-yl acetate

Berdasarkan hasil analisis spektrum massa untuk masing-masing puncak ion kromatogram dan dengan pendekatan menggunakan spektrum massa dalam database, maka ke-15 senyawa dalam fraksi B dapat diidentifikasi seperti disarikan pada Tabel 6. Dari ke-15 senyawa tersebut, senyawa yang diduga bersifat antibakteri meliputi lupeol, nerolidol dan sitostenone. Hal ini didukung dari hasil beberapa penelitian diantaranya meliputi aktivitas senyawa lupeol yang diisolasi dari batang mangrove (Avicennia marina) dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus[7] dan senyawa lupeol dari petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) De Wit.) juga dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus[8]. Selanjutnya nerolidol dari golongan terpenoid dalam ekstrak etanol kulit kayu akway (Drymis piperita Hook. f.) dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Shigella sonnei[9] dan sitostenone yang diisolasi dari fraksi n-heksan kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) juga dilaporkan

memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus[10].

Ketiga senyawa tersebut merupakan golongan senyawa terpenoid, yang mana mekanisme terpenoid sebagai senyawa antibakteri dapat bereaksi dengan porin dengan membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel karena telah dirusak. Sehingga sel bakteri akan kekurangan nutrisi yang mengakibatkan pertumbuhan bakteri terhambat atau mati[4].

  • 4.    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, fraksi n-heksan hasil fraksinasi ekstrak metanol daun cendana aktif sebagai senyawa antibakteri dengan diameter zona hambat 19,33 mm dengan konsentrasi hambat minimum pada 17% dengan diameter zona hambat sebesar 7,5 mm. Dari hasil identifikasi menggunakan GC-MS, fraksi paling aktif hasil kromatografi kolom (fraksi B) menunjukkan adanya senyawa lupeol, nerolidol, dan sitostenone yang merupakan senyawa golongan terpenoid yang diduga berperan terhadap aktivitas antibakteri.

  • 5.    UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

  • 6.  DAFTAR PUSTAKA

  • [1]   Dina, P.,   2016, Uji   Aktivitas

Antibakteri  dari Ekstrak  Bawang

Lanang (Allium sativum L.) Terhadap   Pertumbuhan   Bakteri

Staphylococcus     aureus     dan

Escherichia coli, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  • [2]    Agusta, Andria et al., 2001, Fitokimia Dan Farmakologi Cendana (Santalum album L.), Edisi Khusus Masalah

Cendana NTT Berita Biologi, 5(5): 561-569.

  • [3]    Simanjuntak, P.,    2003, Uji

Antibakteri Ekstrak Metanol Kayu Cendana (Santalum album L.), Jurnal Majalah Farmasi Indonesia, 14(2):

326-332.

  • [4]    Sreedevi, R. et al.,    2015,

Phytochemical and Antibacterial Activities of Santalum Album, Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res., 33(1): 280283.

  • [5]    Monika, Y. M.,  2017, Skrining

Fitokimia, Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Cendana (Santalum album L.) Terhadap Artemia salina Leach, Tesis, Universitas Udayana, Bali.

  • [6]    Nazri, N.A.A.M., Ahmat, N., Adnan, A., Mohamad, S.A.S., Ruzaina, S.A.S., 2011, In Vitro Antibacterial and Radical Scavenging Activities of Malaysian Table Salad, African Journal of Biotechnology, 10(30) :

5728-5735.

  • [7]    Hingkua, S.,   2013, Senyawa

Triterpenoid Dari Batang Tumbuhan Mangrove Avicennia marina Yang Beraktivitas Anti Bakteri, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir "Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan      Berkelanjutan",

Bandung, 226-230.

  • [8]    Sartinah, A.,  2010, Isolasi dan

Identifikasi Senyawa Antibakteri Dari Daun Petai Cina   (Leucaena

leucocephala (Lam.) De Wit.), Majalah Obat Tradisional, 15(3): 2228

  • [9]    Retnowati, A.,   2013, Aktivitas

Antibakteri Dan Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis piperita Hook. F.) Terhadap Staphylococcus Saprophyticus dan Shigella Sonnei, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah.

  • [10]    Amalia, S.,  2014, Uji Aktivitas

Antibakteri Fraksi n-Heksan Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 1(2): 61-64.

122