HIDROLISIS BATANG JAGUNG SECARA ENZIMATIK DARI TANAH HUTAN MANGROVE
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 6 Nomor 2, Desember 2018
HIDROLISIS BATANG JAGUNG SECARA ENZIMATIK DARI TANAH HUTAN MANGROVE
Ni Nengah Kartini Asih, Putu Suarya, I. B. Putra Manuaba, dan I Nengah Wirajana
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
kartiniasih895@gmail.com nengah_wirajana@unud.ac.id
ABSTRAK: Tanah hutan mangrove merupakan salah satu sumber selulase. Aktivitas selulase pada tanah hutan mangrove pantai suwung kauh dengan substrat sekam padi telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu hidrolisis optimum dan aktivitas selulase dari tanah hutan mangrove dengan substrat batang jagung tanpa dan dengan delignifikasi. Tanah hutan mangrove Pantai Suwung Kauh Denpasar Bali digunakan secara langsung sebagai sumber selulase. Batang jagung tanpa dan dengan delignifikasi masing – masing dicampur dengan tanah hutan mangrove dan diinkubsi pada suhu 30oC dan pH 7,0 dengan variasi waktu inkubasi 0, 3, 5, 7, 9, dan 11 hari. Gula pereduksi hasil hidrolisis ditentukan dengan menggunakan metode Nelson – Somogyi yang absorbansinya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm. Aktivitas selulase ditentukan berdasarkan penambahan produk gula pereduksi yang dihasilkan dalam rentang waktu inkubasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu hidrolisis optimum pada sampel tanpa delignifikasi terjadi pada waktu inkubasi selama 5 hari, dengan konsentrasi gula pereduksi 4.5285 mg/mL. Sedangkan, waktu hidrolisis optimum pada sampel dengan delignifikasi terjadi pada waktu inkubasi selama 3 hari (B1), dengan konsentrasi gula pereduksi 16.2340 mg/mL. Aktivitas selulase tertinggi pada sampel tanpa delignifikasi dari hari ke-3 sampai ke-5 sebesar 2.6729 U/mL; dan pada sampel delignifikasi dari hari ke-1 sampai ke-3 sebesar 5.4328 U/mL. Hasil ini mengindikasikan bahwa tanah hutan mangrove memiliki aktivitas selulase untuk menghidrolisis substrat batang jagung dan proses delignifikasi berpengaruh terhadap aktivitas selulase.
Kata kunci : batang jagung, delignifikasi, tanah hutan mangrove, selulase
ABSTRACT: Mangrove forest soil is one of the sources of cellulase. Cellulase activity in mangrove forest soil from coast of Suwung Kauh Denpasar Bali with rice husk substrate has been carried out in previous studies. The purpose of this study is to determine the optimal hydrolysis time and cellulase activity of mangrove forest soil with corn stalks substrate with and without delignification. The mangrove forest soil from coast of Suwung Kauh Denpasar Bali was directly as a source of cellulase. The corn stalks with and without delignification were mixed with mangrove forest soil and incubated at 30oC and pH 7.0 with incubation times of 0, 3, 5, 7, 9 and 11 days, respectively. The reducing sugar of hydrolysis results was determined by using the Nelson-Somogyi method that the absorbances were measured by the spectrophotometer UV-Vis at wavelength 540 nm. The cellulase activities were determined based on the concentration of reducing sugar that resulted in the incubation period. The results showed that the optimum hydrolysis time in the sample without delignification occurred at an incubation time of 5 days, with a concentration of reducing sugar 4.5285 mg/mL. Whereas, the optimum hydrolysis time in
the sample with delignification occurred at the incubation time for 3 days, and with a concentration of reducing sugar 16.2340 mg/mL. The highest cellulase activity in the sample without delignification was from days 3 to 5 of 2.6729 U / mL; and in the delignification sample was from days 1 to 3 of 5,4328 U / mL. The results of this study were that mangrove forest soil had the cellulase activity to hydrolyze substrate and delignification process had a effect on the cellulase activity.
Keywords: corn stalks, delignification, mangrove forest soil, cellulase
PENDAHULUAN
Dewasa ini pemanfaatan limbah batang jagung baru sebagai bahan pakan ternak dan pupuk organik. Untuk meningkatkan nilai ekonomis darai limbah batang jagung, diperlukan suatu alternatif teknik pengolahan limbah batang jagung menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi dapat meningkatkan penghasilan dari petani jagung. Batang jagung mengandung lignoselulosa dalam bentuk selulosa dengan kandungan yang cukup tinggi. Selulosa yang terkandung di dalam batang jagung dapat diolah menjadi suatu produk yang dibutuhkan oleh masyarakat luas dengan nilai jual yang cukup tinggi seperti pengolahan selulosa menjadi gula pereduksi sebagai bahan utama pembuatan bioetanol yang merupakan salah satu teknik alternatif pengolahan limbah batang jagung [7].
Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glikosida. Selulosa pada umumnya terdiri atas 8000 – 12000 unit monomer glukosa yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa secara asam maupun enzimatis. Hidrolisis merupakan proses pemecahan selulosa menjadi unit – unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik, dalam proses ini dapat menggunakan dua metode yaitu asam dan enzimatik. Dalam hidrolisis asam maupun enzimatik tentunya memiliki kekurangan maupun kelebihan.
Hidrolisis menggunakan asam membutuhkan waktu yang lebih cepat dibanding dengan hidrolisis secara
enzimaktik serta harganya relatif murah, tetapi hidrolisis dengan menggunakan asam akan menghasilkan produk senyawa baru yang bersifat toksik seperti hidroksimetil furfural (HMF). Senyawa ini akan menyebabkan terganggunya proses fermentasi serta memiliki sifat yang tidak ramah lingkungan. Sementara itu hidrolisis secara enzimatik diperlukan dalam waktu yang relatif lama serta harganya yang mahal, akan tetapi hidrolisis menggunakan enzim lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan produk samping yang dapat mengganggu dalam proses fermentasi. Selain itu dengan menggunakan enzim akan menghasilkan hasil hidrolisis yang beragam, menggunakan suhu dan pH yang tidak terlalu ekstrim atau mendekati pH netral. Hidrolisis secara enzimatik memiliki keuntungan dalam proses pemutusan rantai ikatan pada pati lebih spesifik pada percabangan tertentu akan tetapi pada hidrolisis secara asam terjadi pemutusan rantai pati secara acak sehingga kurang spesifik. Enzim yang digunakan dalam hidrolisis adalah enzim selulose yang terdapat pada tanah hutan mangrove.[9]
Tanah hutan mangrove memiliki keanekaragaman enzim yang terkandung didalamnya hal ini dikarenakan banyaknya bakteri selulatik penghasil enzim selulase yang dapat menghidrolisi selulosa menjadi gula pereduksi. Selain enzim selulase tanah hutan mangrove mengandung enzim protease sebagai pemecah protein. Adanya bakteri selulatik pada tanah hutan mangrove disebabkan karena banyaknya sampah
organik seperti ; daun, batang, buah, dan sebagainya yang mengandung selulosa untuk didegradasi oleh bakteri selulatik dengan menghasilkan enzim selulase. Menurut Widayantini dkk, (2014), tanah hutan mangrove Pantai Suwung Kauh memiliki kemampuan dalam menghidrolisis sekam padi dengan delignifikasi, namum tidak dapat menghidrolisis sekam padi tanpa delignifikasi. Gula pereduksi tertinggi sebesar 0,829 mg/100 mL dihasilkan dari hidrolisis substrat sekam padi delignifikasi pada minggu ke – 1. Hasil ini mengindikasi bahwa tanah hutan mangrove sebagai sumber selulase mempunyai kemampuan dalam hidrolisis substrat sekam padi dengan delignifikasi pada kondisi pH 7 dan suhu 29oC dengan waktu inkubasi selama satu minggu. Dari hasil penelitian tersebut tanah hutan mangrove dapat dijadikan sebagai sumber enzim selulase dalam proses hidrolisis selulosa pada limbah batang jagung.
MATERI DAN METODE
Bahan
Limbah batang jagung diperoleh dari salah satu kebun jagung di Dusun Kelodan, Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, tanah hutan mangrove diperoleh dari Pantai Suwung Kauh Denpasar, Bali. Bahan kimia yang digunakan memiliki kualitas pro analisis dan teknis, meliputi; di–natrium hidrogenfosfat (Na2HPO4.2H2O), natrium dihidrogenfosfat (NaH2PO4.H2O), glukosa anhidrat
(C6H12O6), Natrium hidroksida (NaOH), natrium sulfat anhidrat (Na2SO4), tembaga (II) sulfat pentahidrat (CuSO4.5H2O), asam sulfat pekat (H2SO4), ammonium molibdat tetrahidrat ((NH4)6MO7O24.4H2O), di–
natrium arsenat heptahidrat (Na2HAsO4. 7H2O), aquades, dan alkohol 70%.
Peralatan
Alat – alat yang digunakan dalam ini yaitu: ayakan 75 µm dan 150 µm, seperangkat alat gelas, kuvet, tensette pipette tip, termometer, neraca analitik, inkubator, autoclave, hot plate, alat sentrifugasi, dan Spektrofotometer UV– VIS, dan penangas.
Cara Kerja Pengambilan sampel tanah hutan mangrove
Sampel tanah mangrove yang diambil merupakan tanah mangrove basah yang banyak terdapat limbah organik yang telah mengalami proses pembusukan akibat aktivitas dari mikroba pendegradasi biomassa. Lokasi pengambilan tanah hutan mangrove bertempat di hutan mangrove Pantai Suwung Kauh Denpasar Bali pada garis lintang 8o43'27"S dan garis bujur 115o11'39" T. Sampel tanah mangrove diambil pada 5 titik lokasi pengambilan yang kemudian dicampur pada 1 wadah polietilen steril. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling acak. Suhu pada tanah lokasi pengambilan saat sampling 29oC – 30oC dengan pH lingkungan 7,0 – 8,0 dengan rata – rata suhu 29,6 oC dan pH 7,6.
Persiapan substrat batang jagung
a. Perlakuan fisik
Batang jagung terlebih dahulu dipotong dengan ukuran 2 cm, kemudian dicuci dan dikeringkan pada oven dengan suhu 65oC hingga mencapai berat konstan. Batang jagung yang sudah kering dihaluskan dengan blender hingga berbentuk serbuk. Serbuk batang jagung diayak dengan ayakan ukuran 75 µm dan 150 µm sehingga diperoleh serbuk batang jagung dengan ukuran 75 – 150 µm.
Serbuk batang jagung setelah perlakuan fisik ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL disterilisasi menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. Serbuk batang
jagung steril ditambah sebanyak 30 gram tanah hutan mangrove dan 3,0 mL bufer fosfat lalu diaduk sampai merata yang kemudian disebut sampel substrat TD.
-
c. Delignifikasi substrat batang jagung
Delignifikasi merupakan proses pengurangan lignin pada serbuk substrat batang jagung yang sudah melalui perlakuan fisik. Serbuk substrat batang jagung ditimbang sebanyak 10 gram direndam menggunakan NaOH 6% (b/v) dalam Erlenmeyer 250 mL pada perbandingan 1 : 5 ( serbuk substrat batang jagung : NaOH ), kemudian dipanaskan pada suhu 121oC dengan autoclave selama 15 menit. Setelah 15 menit larutan substrat batang jagung disaring menggunakan kertas saring. Endapan hasil penyaringan dicuci dengan aquades sampai pH 7 dan dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam dengan menggunakan oven. Endapan serbuk substrat batang jagung yang telah selesai dioven disebut dengan substrat D.
Inkubasi substrat batang jagung dengan tanah hutan mangrove
Inkubasi substrat batang jagung dengan tanah hutan mangrove menggunakan metode yang dilakukan oleh Widayantini, dkk. (2014). Masing – masing sebanyak 0,10 gram substrat batang jagung D dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL kemudian disterilisasi menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. Tanah hutan mangrove ditambah sebanyak 30 gram dan 3,0 mL bufer fosfat (sesuai dengan pH sampel tanah mangrove) lalu diaduk sampai merata yang kemudian digunakan sebagai sampel. Blangko yang digunakan larutan bufer fosfat sebanyak 3,0 mL dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL. Sebanyak 0,10 gram substrat batang jagung dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL kemudian disterilisasi menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC ditambah bufer fosfat 3,0 mL yang kemudian digunakan
sebagai standar substrat. Selanjutnya sampel, blangko (t0), dan standar diinkubasi dengan variasi waktu 3,5,7,9,dan 11 hari dalam inkubator pada suhu 25oC (suhu kamar).
Analisis gula pereduksi hasil inkubasi a. Perlakuan fisik hasil hidrolisis substrat batang jagung
Hasil inkubasi substrat batang jagung TD dan D dengan tanah hutang mangrove diambil sebanyak 10 gram dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan filtrat yang jernih. Filtrat jernih tersebut diukur kadar gula preduksinya secara kuantitatif dengan metode Nelson – Somogyi.
b.Metode Nelson – Somogyi
Metode ini digunakan untuk mengetahui kadar gula pereduksi pada substrat batang jagung hasil hidrolisis dengan menggunakan spektrofotometri Uv – vis pada panjang gelombang 540 nm. Metode ini diawali dengan pembuatan larutan standar glukosa pada konsentrasi 1, 2, 3, dan 4 mg/mL. Larutan standar 1 mg/mL disiapkan dengan mencampurkan 0,2 mL filtrat jernih , 0,5 mL glukosa, 2,3 mL buffer fosfat pH 7,0 , dan 0,5 mL pereaksi Nelson. Campuran tersebut dipanaskan selama 20 menit pada suhu 100oC, lalu dinginkan samapi suhu 25oC. Setelah dingin, campuran tersebut ditambah 0,5 mL pereaksi arsenomolibdat dan diaduk. Selanjutnya ditambahkan 1 mL akuades dan diinkubasi selama 30 menit sampai dengan 1 jam. Absorbansi larutan standar diukur dengan spektrofotometri Uv – vis pada panjang gelombang 540 nm. Perlakuan yang sama dilakukan pada blanko dan larutan standar 2,3, dan 4 mg/mL. Rincian prosedur terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rincian Prosedur Larutan Standar Glukosa. | |||||
Komponen |
Blan ko |
Larutan Standar (mg/mL) | |||
1 |
2 |
3 |
4 | ||
Filtrat (mL) |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
Glukosa |
- |
0,5 |
1 |
1,5 |
2 |
(mL) Buffer pH 7,0 ( mL) |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
Pereaksi Nelson |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
(mL) Arsenmolib |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
dat (mL) Aquades (mL) |
2,8 |
2,3 |
1,8 |
1,3 |
0,8 |
Tabel 2. Rincian Komponen dalam Penentuan Konsentrasi Gula Pereduksi dan Aktivitas Selulase Tanah Hutan Mangrove Pantai Suwung Kauh Denpasar Bali
Komponen |
Blanko |
Standar (t=0) |
Filtrat (mL) |
0,2 |
0,2 |
Glukosa (mL) |
- |
1 |
Buffer pH 7,0 (mL) |
1,8 |
1,8 |
Pereaksi Nelson (mL) |
0,5 |
0,5 |
Arsenmolibdat (mL) |
0,5 |
0,5 |
Aquades (mL) |
1 |
1 |
Pengukuran sampel disiapkan dengan mencampurkan 0,2 mL filtrat jernih (tanpa delignifikasi atau delignifikasi), 1 mL larutan glukosa induk 10 mg/mL, 1,8 mL buffer fosfat pH 7,0, dan 0,5 mL pereaksi Nelson. Kemudian campuran yang sudah siap dipanaskan selama 20 menit pada suhu 100oC, dan didinginkan sampai suhu 25oC. Sampel yang sudah dingin ditambah 0,5 mL pereaksi arsenomolibdat ditambahkan dan diaduk selanjutnya ditambah 1 mL akuades dan diinkubasi selama 30 menit sampai dengan 1 jam. Kadar gula pereduksi diukur berdasarkan kurva kalibrasi dengan menggunakan metode Nelson – Somogyi
menggunakan instrumen spektofotometri UV–Vis pada panjang gelombang 540 nm. Perlakuan yang sama dilakukan pada blanko dan standar. Rincian prosedur terdapat pada Tabel 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah hutan mangrove merupakan ekosistem yang kaya dengan keanekaragaman mikroorganisme penghasil enzim – enzim pendegradasi salah satunya adalah enzim selulolitik.
Delignifikasi merupakan proses pemutusan ikatan lignin yang terikat pada hemiselulosa sehingga selulosa pada batang jagung tidak dalam keadaan bebas yang dapat mengganggu reaksi pada proses hidrolisis dengan tanah mangrove. Proses delignifikasi ini menggunakan NaOH 6% dengan 1 : 5 (NaOH 6% : batang jagung). Proses delignifikasi berjalan dengan baik ditandai dengan adanya warna hitam (lindi hitam) pada larutan yang merupakan garam fenolat. NaOH pada proses delignifikasi akan masuk dan pemutusan ikatan struktur dasar lignin oleh ion OH-, sehingga ion Na+ dari NaOH akan berikatan dengan lignin membentuk senyawa natrium fenolat (Garam fenolat). Garam fenolat ini bersifat mudah larut. NaOH digunakan pada proses delignifikasi karena NaOH dapat merusak struktur lignin pada bagian kristalin dan amorf [1].
Suhu optimum untuk proses delignifikasi 121oC selama 15 menit dengan menggunakan autoclave, sehingga dapat dikatakan bahwa pada suhu tersebut lignin sudah habis terurai. Suhu sangat mempengaruhi hasil delignifikasi, apabila delignifikasi berlangsung dibawah suhu optimum maka lignin belum dapat terurai dengan baik sehingga masih berikatan dengan selulosa. Delignifikasi dilakukan diatas suhu optimum maka selulosa akan ikut terdegradasi karena delignifikator telah habis mengurai lignin [6]
Proses hidrolisis substrat batang jangung dengan tanah hutan mangrove dilakukan selama 11 hari pada suhu inkubasi 30oC dan pH 7. Interval waktu Inkubasi yang digunakan 3, 5, 7, 9, dan 11 hari. Penggunaan suhu 30oC disesuaikan dengan kisaran suhu tanah pada lokasi pengambilan tanah hutan mangrove yang bertempat di Pantai Suwung Kauh, selain itu secara teknis untuk memudahkan pengaturan suhu pada saat inkubasi dengan inkubator. Pada penelitian ini digunakan buffer fosfat pH 7 yang sesuai dengan pH tanah mangrove pada saat pengambilan. Perbandingan waktu inkubasi optimum berdasarkan konsentrasi gula pereduksi yang didapat pada sampel dengan dan tanpa delignifikasi ditunjukkan oleh Gambar 1.
Berdasarkan diagram yang ditunjukkan pada Gambar 1, pada waktu inkubasi 0 hari untuk substrat tanpa dan dengan delignifikasi diperoleh gula pereduksi berturut-turut sebesar 3.5556 mg/mL dan 5.0667 mg/mL. Hal ini menunjukkkan bahwa pada hari pertama dalam sampel sudah ada gula pereduksi. Gula pereduksi ini kemungkinan dapat berasal dari hasil degradasi polisakarida (selulosa, hemiselulosa, amilum) yang terdapat dalam tanah. Kadar gula pereduksi hari pertama pada tanah yang bercampur dengan batang jagung dengan delignifikasi lebih besar dari pada tanpa delignifikasi. Kadar gula pereduksi yang lebih besar tersebut kemungkinan berasal dari hasil proses delignifikasi. Pengukuran gula pereduksi hari pertama bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi yang sudah terkandung pada tanah mangrove. Hal ini menunjukkan bahwa gula pereduksi yang terukur pada hari pertama merupakan nutrien gula yang tidak berkaitan dengan proses hidrolisis enzimatik substrat batang jagung.
Gambar 1 menunjukkan konsentrasi gula pereduksi yang fluktuatif. Gula
pereduksi hasil hidrolisis substrat batang jagung delignifikasi memiliki konsentrasi lebih tinggi dibandingkan substrat batang jagung tanpa delignifikasi. Menurut Sumada et al. [8] delignifikasi akan membuka struktur selulosa sehingga selulosa mudah berikatan dengan enzim selulase. Adanya lignin pada sampel mengakibatkan selulosa pada substrat batang jagung susah untuk dihidrolisis karena selulosa terikat kuat dengan lignin membentuk lignoselulosa yang sulit dihidrolisis dengan biokatalis selulase.
Kurniawati [2] melakukan penelitian pengaruh pengayaan substrat selulosa janur kelapa (Cocos nucifera) pada tanah hutan mangrove pantai Suwung Bali terhadap aktivitas selulase. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah hutan mangrove yang diperkaya dengan substrat janur memberikan aktivitas selulase yang lebih tinggi daripada yang tanpa pengayaan substrat janur. Waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas selulase pada tanah tanpa dan dengan pengayaan. Semakin lama waktu inkubasi, maka aktivitas selulase yang dihasilkan meningkat. Namun, pada penelitian ini, konsentrasi gula pereduksi pada waktu inkubasi 3 hari lebih rendah dibandingkan waktu inkubasi 0 hari. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme selulatik yang masih beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga terjadi penurunan konsentrasi gula pereduksi. Waktu inkubasi optimum untuk substrat batang jagung tanpa delignifikasi terjadi pada waktu inkubasi 5 hari. Konsentrasi gula pereduksi pada waktu inkubasi 5 hari mengalami kenaikan dari waktu inkubasi 3 hari karena mikroorganisme selulolitik sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan, sehingga proses hidrolisis berlangsung optimal. Mikroorganisme selulotik dapat berkembang biak dan menghasilkan selulase karena adanya selulosa pada substrat batang jagung. Selulase akan mendegradasi selulosa menjadi sumber karbon atau sumber energi.

Gambar 1. Diagram Perbandingan Konsentrasi Gula Pereduksi Substrat Batang Jagung dengan dan Tanpa Delignifikasi Terhadap Waktu Inkubasi Optimum.
Gula pereduksi pada waktu inkubasi 7, 9, dan 11 hari terus mengalami penurunan konsentrasi secara berturut–turut. Hal ini didukung oleh Safaria et al. [5] yang menghidrolisis substrat sabut kelapa menggunakan selulase dari Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dengan kadar gula pereduksi maksimal dicapai pada waktu interaksi enzim dengan substrat 6 jam dan terus - menerus menurun pada jam ke – 7 dan ke – 8. Penurunan ini dapat disebabkan oleh gula pereduksi hasil hidrolisis telah digunakan sebagai sumber nutrien atau makan oleh mikroorganisme selulolitik dan non selulolitik. Hasil ini menunjukkan bahwa waktu inkubasi optimum terjadi pada waktu inkubasi 5 hari dengan konsentrasi gula pereduksi sebesar 4.5285 mg/mL.
Substrat yang digunakan pada sampel delignifikasi sudah mendapatkan perlakuan preparasi sampel yang berupa proses pengurangan lignin dengan menggunakan NaOH 6%, sehingga menghasilkan konsentrasi gula pereduksi yang lebih tinggi dari pada sampel tanpa delignifikasi. Konsentrasi gula pereduksi tertinggi dari sampel delignifikasi terdapat pada waktu inkubasi 3 hari dengan nilai sebesar 16.2340 mg/mL. Pada waktu inkubasi hari ke – 5
hingga hari ke – 11, konsentrasi gula pereduksi mengalami peningkatan dan penurunan secara berturut – turut. Setelah tercapainya waktu inkubasi optimum, konsentrasi gula pereduksi mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme memanfaatkan gula pereduksi yang telah terbentuk sebagai sumber energi.
Hasil sampel delignifikasi yang fluktuatif diperkirakan terjadi akibat beberapa faktor seperti NaOH 6% yang digunakan dalam delignifikasi tidak mampu memutuskan semua ikatan lignin dalam lignoselulosa, proses pencampuran substrat batang jagung yang tidak terendam dengan baik oleh NaOH, serta substrat batang jagung hasil delignifikasi yang menggumpal. Hasil penelitian Gunam et al. [1] menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH dan semakin lama perendaman maka semakin tinggi kadar selulosa, sedangkan hemiselulosa dan lignin semakin rendah. NaOH mampu menghilangkan sebagian lignin dan hemiselulosa yang melindungi molekul selulosa serbuk ampas tebu, sekaligus mampu memutuskan ikatan hidrogen terutama ikatan inter molekul selulosa sehingga selulosa berada dalam keadaan tidak terikat. Keadaan ini menyebabkan selulosa menjadi longgar baik
terhadap ikatan dengan komponen non-selulosa maupun pada selulosanya sendiri, sehingga selulase dapat lebih mudah kontak dengan selulosa yang akhirnya hidrolisis selulosa menjadi gula-gula sederhana dapat berjalan lebih sempurna [3]. Substrat batang jagung yang berupa gumpalan menyebabkan pencampuran yang tidak sama pada setiap sampel. Hal ini menyebabkan proses hidrolisis oleh selulase tidak berjalan dengan baik.
Aktivitas Selulase Dengan Substrat Batang Jagung Tanpa dan dengan Delignifikasi
Aktivitas selulase berbanding lurus dengan konsentrasi gula pereduksi. Semakin tinggi konsentrasi gula pereduksi maka semakin tinggi pula aktivitas selulase begitu pula sebaliknya. Aktivitas selulase pada tanah hutan mangrove dilihat dari kemampuan menghidrolisis substrat batang jagung sehingga menghasilkan produk yang diindikasi sebagai gula pereduksi. Perbandingan nilai aktivitas selulase dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan diagram tersebut dapat dilihat bahwa nilai aktivitas enzim tertinggi pada sampel yang diinkubasi dari hari pertama sampai kelima dengan nilai 2.6729 U/mL. Pada penelitian ini aktivitas selulase

Gambar 2. Diagram aktivitas selulase substrat batang jagung tanpa delignifikasi

Periode Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 3. Diagram aktivitas selulase substrat batang jagung delignifikasi.
mengalami peningkatan dan penurunan aktivitas yang cukup tinggi pada setiap selisih waktu inkubasi. Terjadinya penurunan aktivitas selulase pada periode waktu inkubasi hari pertama ke hari ketujuh, dapat diasumsikan bahwa gula pereduksi yang diterbentuk sebagai hasil hidrolisis telah digunakan kembali oleh mikroorganisme selulatik sebagai sumber nutrien. Selain itu pada tanah hutan mangrove juga mengandung mikroorganisme lain yang ikut memanfaatkan gula pereduksi hasil hidrolisis sehingga aktivitas selulase mengalami penurunan. Pada periode waktu inkubasi hari pertama sampai kelima mengalami peningkatan aktivitas selulase tinggi dibandingkan hari pertama samapi ketujuh. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya interaksi yang tinggi antar enzim dengan substrat yang akan membentuk komplek enzim substrat [5]. Aktivitas enzim kembali mengalami penurunan secara berturut – turut dari periode waktu inkubasi hari ketiga sampai hari ketuju hingga periode waktu inkubasi hari ketiga sampai hari kesebelas. Berdasarkan hal tersebut, maka waktu inkubasi optimum untuk substrat batang jagung tanpa delignifikasi adalah pada periode waktu inkubasi hari ketiga sampai hari kelima.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa aktivitas selulase tertinggi yaitu pada periode waktu inkubasi sembilan hari kesebelas hari dengan nilai sebesar 6,9250 U/mL. Tingginya aktivitas selulase pada hari ketiga ke hari kelima dapat disebabkan oleh substrat batang jagung yang diberikan sebagai sumber nutrien atau makanan pada mikroba sudah tidak mengandung lignin. Sehingga, memudahkan terjadinya proses hidrolisis karena enzim dapat dengan mudah mengakses selulosa tanpa adanya gangguan dari lignin.
Naik turunnya aktivitas selulase selain dipengaruhi oleh lignin pada substrat, juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, jumlah karbon pada
sampel, ukuran partikel substrat, dan waktu inkubasi. Menurunnya aktivitas selulase pada substrat TD maupun D dapat disebabkan oleh semakin berkurangnya sumber karbon pada sampel sehingga gula sederhana yang telah diuraikan akan digunakan kembali oleh mikroorganisme sebagai sumber nutrien atau makanan untuk memenuhi energi pada selnya yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi gula pereduksi [5]. Selain jumlah karbon pada sampel, ukuran partikel substrat dan waktu inkubasi juga mempengaruhi nilai aktivitas selulase. Widayantini [10] melakukan pengayakan sekam padi untuk mendapatkan ukuran partikel substrat 75 -150µm. semakin kecil ukuran partikel, maka semakin mudah enzim berikat dengan substrat. Hal ini didukung oleh penelitian Mosier et al. [4] yang menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel substrat, maka luas permukaan kontak antara substrat dan enzim semakin besar. Luas permukaan kontak enzim dengan substrat dapat meningkatkan aktivitas selulase dan mempercepat proses hidrolisis. Selain itu, dalam penelitian Kurniawati et al. [2] mengindikasikan bahwa mikroorganisme yang bersifat selulolitik atau yang dapat memproduksi selulase pada tanah hutan mangrove tumbuh berbanding lurus dengan waktu inkubasi dan besarnya aktivitas selulase. Alasan ini yang menyebabkan dengan bertambahnya waktu inkubasi maka aktivitas enzim selulase juga meningkat.
KESIMPULAN
Waktu hidrolisis optimum untuk sampel tanpa delignifikasi terjadi pada waktu inkubasi 5 hari dengan konsentrasi gula pereduksi sebesar 4.5285 mg/mL dan sampel delignifikasi terjadi pada waktu inkubasi 3 hari dengan nilai sebesar 16.2340 mg/mL. Sementara itu, untuk penentuan Aktivitas selulase tertinggi pada sampel tanpa delignifikasi aktivitas selulase pada hari ke 3 menuju hari ke 5 hari sebesar 2.6729 U/mL dan sampel delignifikasi pada aktivitas enzim dari hari
kesembilan ke sebelas sebesar 6,9250
U/mL.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Koordinator Program Studi Kimia Fakultas MIPA dan Kepala UPT Laboratorium Forensik Universitas Udayana beserta seluruh staf atas bantuan dan fasilitas yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
[1] Gunam, I.B.W., Wartini, N.M., dan D, Anggreni., 2011, Delignifikasi Ampas Tebu dengan Larutan Natrium Hidroksida Sebelum Proses
Sakarifikasi Secara Enzimatik
Menggunakan Enzim Selulase Kasar dari Aspergillus niger FN4 6018, LIPI Press 34(7): 24 – 32
-
[2] Kurniawati, I., Wirajana, I.N., dan I.G, Mahardika., 2013, Peningkatan Aktivitas Selulase Pada Tanah Mangrove Pantai Suwung Bali dengan Pengayaan Substrat Selulase Janur Kuning (Cocos nucifera), Jurnal Kimia 7(1) : 75 – 81
-
[3] Marsden, W.L., and Gray, P.P., 1986, Enzymatic Hydrolysis of Cellulase in Lignocellulosic Material, CRC, Critical Review in Biotechnologyi, 3(2): 235 – 267
-
[4] Mosier, N., et al. 2005. Features of Promising Technologies for
Pretreatment of Lignocellulosic Biomass. Bioresource Technology, 96(2005): 673-686.
-
[5] Safaria, S., Indiawati, N., dan Titin, A.Z., 2013, Efektivitas Campuran
Enzim Selulase Dari Aspergilus niger dan Trichoderma reesei Dalam Menghidrolisis Substrat Sabut Kelapa, Jurnal JKK, 2(1): 46-51
-
[6] Sing, A., Bishnoi, NR., 2012, Optimization of Enzymatical
Hydrolysis of Prefreated Rice Straw and Ethanol Production, Appl
Microbio Biotechol, 93(4) : 1785 – 93
-
[7] Solikhin. N., Prasetyo, A.S., Buchori. L., 2012, Pembuatan Bioetanol Hasil Hidrolisis Bongkol Pisang dengan Fermentasi Menggunakan
Saccaromicess Cereviceae, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 1(1):124-125
-
[8] Sumada, K., Tamara, P.E., dan Alqani, F. 2011. Kajian Proses Isolasi α -Selulosa dari Limbah Batang Tanaman Manihot esculenta crantz yang Efisien. Jurnal Teknik Kimia, 5(2) : 434-438.
-
[9] Susmiati, Y. 2011. Detoksifikasi Hidrolisat Asam dari Ubi Kayu untuk Produksi Bioetanol. Agrointek, 5 (1): 9 - 15.
-
[10] Widayantini,N.L.M., Wirajana, I.N., dan P. Suarya., 2014, Kemampuan Tanah Hutan Mangrove Sebagai Sumber Enzim Dalam Hidrolisis Enzimatik Substrat Sekam Padi, Jurnal Kimia, 8(1):35-41
-
[11] Fengel, D., dan Wegener, G., 1995, Kayu : Kimia, Ultrastuktur dan Reaksi – Reaksi, Gajah Mada Press, Yogyakarta
115
Discussion and feedback