PENGKAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL KITOSAN PADA MUTU KARET ALAM
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 6 Nomor 1, Mei 2018
PENGKAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN MATERIAL KITOSAN PADA MUTU KARET ALAM
Moh Hamzah*, Dita Adi Saputra, Diah Ayu Fitriani Pusat Teknologi Material – TIEM, BPP Teknologi Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia *moh.hamzah@bppt.go.id
ABSTRAK: Dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, mutu karet berstandar di Indonesia belum konsisten sehingga mengakibatkan efisiensi pengolahan karet kering menjadi rendah dan berpengaruh lemahnya daya saing global. Aspek aspek yang mempengaruhi mutu karet alam antara lain adanya; asam lemak, pencoklatan, aroma tak sedap dan ion logam. Pengkajian ini ditujukan untuk penelitian awal material kitosan pada karet alam dimana pencampuran dua polimer biasanya menghasilkan bahan baru yang diharapkan memiliki karakteristik lebih baik daripada dengan satu polimer tunggal. Beberapa penelitan secara terpisah menunjukkan bahwa material kitosan berkemampuan mereduksi asam lemak, pencoklatan, aroma tak sedap dan ion logam. Diharapkan penambahan kitosan tidak hanya mengatasi aspek tersebut di atas tapi juga untuk eksplorasi nilai karakteristik karet alam. Hasil penelitian penambahan kitosan 5% pada fasa lateks karet alam didapatkan bahwa secara kasat mata mampu mereduksi proses pencoklatan yang ditunjukkan warna karet alam-kitosan yang lebih cerah dan aromanya lebih ringan dari pada karet alam tanpa penambahan kitosan. Kemudian pada pengujian karakteristik mekanikal (tensile strength) vulkanisat dengan perlakuan ageing (pengusangan) pada spesimen di dalam oven pada temperatur 700C dan perendaman dalam cairan minyak (kerosene) selama 48 jam didapatkan bahwa karakteristik mekanikal vulkanisat meningkat dibandingkan dengan karet alam tanpa kitosan. Sebaliknya tidak terdapat perbedaan yang begitu jauh pada kedua jenis spesimen dalam pengujian karateristik mekanikalnya.
Kata kunci : karet alam, lateks, kitosan, pencoklatan, mutu.
ABSTRACT: The quality of standardized rubber in Indonesia compared to Thailand and Malaysia has not been consistent, resulting low efficiency in rubber processing and impacts on the weakness of global competitiveness. The aspects that affect the quality of natural rubber (NR) among others; fatty acids, browning, odor and metal ions. This assessment is aimed as a initial research of chitosan in natural rubber where mixing of two polymers typically produces new materials which are expected to have better characteristics than with a single polymer. Several studies show that chitosan material is capable of reducing fatty acids, browning, odor and metal ions. It is hoped that the addition of chitosan will not only meet the above aspects but also to explore the value of natural rubber characteristics. The results of the addition of 5% chitosan in latex phase of natural rubber found that can reduce the browning process indicated by the color of natural-rubber-chitosan which is brighter and the aroma is lighter than the natural rubber without the addition of chitosan. The testing the mechanical characteristic (tensile strength) of its vulkanizat with the treatment of aging on the specimen in the oven at a temperature of 700C and immersion in oil (kerosene) for 48 hours show that the mechanical characteristics of volcanicate increased compared with natural rubber without chitosan. Conversely, there is no significant difference in the two types of specimens in the test of their mechanical characteristics.
Keywords : natural rubber, latex, chitosan, browing, quality.
Permasalahan utama pada industri karet di Indonesia adalah rendahnya produktivitas hasil yang disebabkan oleh rendahnya adopsi teknologi mengakibatkan masih dijumpai karet mutu rendah diperdagangkan. Jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia, mutu karet berstandar di Indonesia belum konsisten sehingga mengakibatkan tingkat efisiensi biaya pengolahan karet kering di Indonesia relatif rendah. Dengan demikian upaya perbaikan mutu melalui peraturan menteri pertanian tentang pedoman pengolahan dan pemasaran bahan olah karet, dan peraturan menteri perdagangan tentang pengawasan bahan olah karet yang diperdagangkan belum bisa berjalan efektif. Perbaikan kebijakan industri karet yang diperlukan antara lain program hilirisasi dan penguatan struktur industri karet, peningkatan akses pasar produk hilir, penciptaan iklim usaha yang kondusif, serta penguasaan teknologi dan pengembangan penelitian [1].
Karet adalah salah satu komoditi hasil perkebunan yang berperan cukup strategis dalam perekonomian Indonesia dan juga salah satu komoditi ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara. Berdasarkan data Gapkindo, perkiraan produksi karet tahun 2016 sebesar 3,182 juta ton. Sementara pada tahun 2017 diproyeksikan bisa mencapai 3,277 juta ton atau naik sekitar 2,98%, sekitar 90 persen produksi karet alam Indonesia diekspor ke manca negara dan hanya sebagian kecil dikonsumsi di dalam negeri [2].
Karet alam adalah polimer cis-1,4-Polyisoprene dan merupakan elastomer biodegradable. Polimer ini memiliki tingkat kristalinitas tinggi, yang menghasilkan kekuatan yang baik pada suhu normal dan juga pada suhu di dekat atau di atas titik lebur kristal, yang memungkinkan pemrosesan polimer dengan mudah [3]. Pencampuran dua polimer biasanya
menghasilkan material baru dengan karakteristik yang lebih baik daripada yang satu polimer tunggal. Untuk mengeksplorasi aplikasi yang lebih baru, nilai karakteristik unggulan harus diselidiki seperti peningkatan karakteristik mekanikal karet alam dengan penambahan kitosan pada karet alam [4].
(https://umr-iate.cirad.fr/en/projects/anr-rubbex)
Gambar 1. Struktur partikel lateks karet alam.
Aspek aspek yang mempengaruhi mutu karet alam antara lain adanya; asam lemak, pencoklatan, aroma tak sedap dan ion logam. Beberapa penelitan secara terpisah menunjukkan bahwa material kitosan berkemampuan mereduksi asam lemak, pencoklatan, aroma tak sedap dan ion logam. Penelitian ini ditujukan untuk inovasi teknologi pemodifikasian material karet alam dengan material kitosan mencakup mengatasi aspek yang mempengaruhi mutu tersebut di atas dan eksplorasi material yang lebih baru, nilai karakteristik teknis yang unggul perlu diselidiki. Pengaruh penambahan kitosan pada karet alam diperbandingkan dengan karet alam tanpa penambahan kitosan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks segar dengan KK (kandungan kering) 60% dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
Tabel 2. Spesifikasi Lateks
Dry Rubber Content |
60,04% |
Total Solid Content |
61,29% |
Volatile Fatty Acid |
0,021 |
Kadar amonia |
0.73 |
Mechanical Stability Time |
800-900 |
Viskositas |
105 |
Chitosan yang berasal dari PT. Biotech Surindo Indramayu dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
Tabel 3. Spesifikasi Teknis Kitosan. | ||
Item |
Specification Standart |
Test Result |
Grade Apperance |
Light bown |
Food grade Off white |
Particle size |
Flake-Powder |
30 -40 mesh |
Degree of |
85 – 89 % |
85,89 % |
deacetylation Viscosity |
20 – 500 cPs |
141,5 cPs |
Moisture content |
≤ 10 % |
9,75 % |
Ash content |
≤ 1,5 % |
1,48 % |
pH (1 %) |
7 - 8 |
complies |
Asam asetat 1% digunakan sebagai pelarut chitosan dan koagulan, dan air demineral. ZnO sebagai bahan aktivator, asam stearat dan MBT (2-Mercaptobenzothiazole) sebagai akselerator vulkanisasi karet.
Selain gelas ukur dan beker peralatan lainnya yang digunakan untuk menunjang penelitian ini antara lain
-
- magnetic stirrer untuk mencampur lateks dan kitosan,
-
- oven, untuk mengeringkan karet-kitosan, - open mill, untuk homogenasi formula karet alam-kitosan,
-
- rheometer, untuk mengukur waktu
curing formula karet,
-
- hot press, untuk proses vulkanisasi
formula karet alam,
-
- spesimen dies / mould, untuk membuat spesimen uji,
-
- dan universal testing machine, untuk menguji karakteristik mekanikal (tensile strength).
23. Metode
Prosesnya Pembuatan karet alam-kitosan di diagram bawah ini:
Gambar 2. Skema diagram penelitian
Formulasi karet alam termodifikasi kitosan diawali dengan pembuatan kitosan cair dengan cara melarutkan kitosan ke dalam larutan asam asetat 1%. Kemudian dilakukan pencampuran lateks-kitosan sehingga dihasilkan perbandingan bobotnya 95:5, formula lateks 95% dan kitosan 5%. Formula untuk pembuatan vulkanisat karet dalam-kitosan disusun seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Formula Kompon Karet
Bahan |
Komposisi (phr) |
Karet alam-kitosan |
100 |
ZnO |
6 |
Asam stearat |
0.5 |
Belerang |
3.5 |
MBT |
0.5 |
Konstituen utama karet alam adalah cis-1,4-poliisoprena, yang jumlahnya sekitar 94% dari berat material. Sisanya 6%, biasanya disebut senyawa non-isoprena, terdiri dari lipid netral (2,4%), glikolipid dan
fosfolipid (1,0%), protein (2,2%), karbohidrat (0,4%), abu (0,2%), dan senyawa lainnya (0,1%) [5,6].
Warna dari karet alam-kitosan dihasilkan dari proses pengering lateks-kitosan dalam bentuk film dapat dilihat pada Gambar 3 sementara dalam bentuk padatan terlihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Sampel lapisan tipis; (a) karet alam, (b) kitosan dan (c) karet alam-kitosan.
Gambar 4. Karet alam berwarna coklat dan warna pucat karet alam-kitosan 5%.
Perubahan warna lateks yang putih menjadi coklat pada karet alam dapat terjadi secara enzimatis pada saat senyawa monofonik tanaman polifenol oksidase (PPO) teroksidasi. Senyawa lain seperti fenolik, asam amino, protein atau konstituen sel lainnya juga menghasilkan polimer berwarna / pigmen [7]. Pencoklatan juga terjadi secara Non Enzimatik melalui proses Oksidasi Lipid dari asam lemak tak jenuh,
mekanisme oksidasi lipid diilustrasikan pada dibawah
Gambar 5. Mekanisme Oksidasi lipid [8].
Pembentukan warna juga adanya reaksi maillard antara senyawa carbonyl (untuk mengurangi gula, aldehydes, ketones dan hasil oksidasi lipid ) dan senyawa amino (lysine, glysine amine and protein ammonia) yang menghasilkan produk glycosyl-amino melibatkan proses dehidrasi dan fragmentasi gula, degradasi asam amino, dan lain lain. Tahap terakhir melibatkan proses aldol condensation, polymerization [8].
Penambahan kitosan pada lateks berpengaruh dihasilkannya karet alam menjadi lebih terang pada karet alam-kitosan, hal ini mengindikasikan bahwa kitosan mampu mengatasi perubahan warna secara enzimatis dan non-enzimatis serta reaksi maillard.
Aroma karet alam-kitosan menjadi lebih ringan daripada aroma karet alam tanpa kitosan yang tak sedap setelah proses pengeringan. Permasalahan aroma selama pengolahan karet telah dikaji [9], dimana konstituen utama gas buangan dari industri karet adalah volatil asam lemak berberat molekul rendah dari volatil asam lemak seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerat [10]. Oksidasi lipid dan asam lemak tak jenuh atau trigliserida
juga berperan timbulnya aroma pada karet alam.
Metoda pengurangan aroma tak sedap karet alam yang berlaku saat ini dapat dilepas secara efektif dengan scrubber air dengan efisiensi 92-99% [10]. Namun kitosan mempunyai kemampuan dalam mengikat asam lemak juga dapat mencegah terjadinya gas yang ditimbulkan oleh volatil asam lemak berberat molekul rendah [11].
Kitosan mampu mengikat asam lemak karena mengandung dua gugus amina setiap unit berulangnya dapat mengikat asam lemak bebas melalui ikatan asam-basa [12]. Kitosan mengikat asam lemak dalam bentuk interaksi secara anionic antara gugus carboxyl asam lemak dengan gugus amino chitosan [13].
Pengujian karakteristik mekanikal pada karet alam dan karet alam-kitosan-kitosan berdasarkan standar uji ASTM D 412-Tensile Strength Properties of Rubber and Elastomers. Untuk mendapatkan karakteristik mekanikalnya karet alam tersebut diformulasikan menjadi kompon seperti pada Tabel 3.
Selanjutnya dihomogenisasikan dengan menggunakan open mill dan divulkanikasi (dimatangkan) dengan peralatan hot press menjadi karet vulkansat. Sebelum proses pematangan dilakukan uji rheology untuk mensimulasikan waktu proses pematangan, urutan prosesnya seperti pada Gambar 2.
Pembuatan spesimen uji mekanikal menggunakan dumble die-cut specimen. Kemudian dilanjutkan dengan uji tensile strength menggunakan universal tensile strength machine.


(b)

(c)

(d)
Gambar 6. (a) Proses pembuatan kompon karet, (b) sampel uji rheology, (c) Spesimen
uji tensile strength, dan pengujian tensile
strength.
Hasil uji rheology didapatkan waktu curingnya vulkanisat karet alam adalah 28.35 menit dan vulkanisat dari lateks-kitosan adalah 29.04 menit.
Pengujian karakteristik mekanikal vulkanisat karet alam dari lateks-kitosan antara lain; tanpa perlakuan, dengan perlakuan ageing (pengusangan) yaitu perlakuan pada spesimen vulkanisat di dalam oven pada temperatur 70oC selama 48 jam; dan perendaman dalam cairan minyak (kerosene) untuk menguji ketahanan terhadap kondisi berminyak. Hasil uji tensile strength ditampilkan pada Tabel 4.
Hasil uji tensile strength menunjukkan bahwa spesimen vulkanisat karet alam lebih besar dibanding vulkanisat dari lateks-kitosan, namun dari hasil uji pada spesimen dengan perlakuan menunjukkan spesimen vulkanisat karet alam dari lateks-kitosan lebih besar dari vulkanisat karet alam.
Tabel 4. Hasil uji tensile strength
Vulkanisat |
Tanpa Perlakuan N/mm2 |
Dengan Perlakuan, N/mm2 | |
Ageing |
Ketahanan Minyak | ||
Karet Alam |
20.77 |
20.50 |
5.01 |
Karet Alam-Kitosan |
18.41 |
21.70 |
5.24 |
Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh penambahan kitosan 5% hanya
meningkatkan sedikit karakteristik
mekanikal vulkanisat karet alam-kitosan terhadap perlakuan yang diberikan.
Secara keseluruhan uji mekanikal yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penambahan kitosan 5% belum memberikan peningkatan karakteristik mekanikal secara signifikan. Karet alam yang sangat murni dapat diperoleh dengan menghilangkan protein, asam lemak yang tercampur, dan asam lemak terikat atau lipid [14, 15].
Dari hasil penelitian didapatkan simpulan bahwa penambahan kitosan 5% pada karet alam berpengaruh antara lain : - mampu mereduksi proses pencoklatan, sehingga warna karet alam dari lateks-kitosan lebih cerah daripada karet alam tanpa penambahan kitosan,
-
- mengurangi bau tak sedap sehingga baik selama dalam penyimpanan,
-
- tensile strength vulkanisat karet alam lebih besar dibanding vulkanisat dari lateks-kitosan,
-
- tensile strength vulkanisat karet-kitosan sedikit lebih besar terhadap perlakuan yang diberikan dibandingkan pada karet alam.
Sebagai perekayasa/peneliti, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada
-
- Direktur Pusat Teknologi Material - BPPT yang menyediakan laboratorium uji material.
-
- Serta rekan rekan sesama perekayasa dan peneliti Pusat Teknologi Material-BPPT yang secara sinergis membantu kelancaran penelitian ini .
-
6. DAFTAR PUSTAKA:
-
[1] Anonim., 2015. Ini Enam Persoalan Industri Karet Nasional..
https://geotimes.co.id/arsip/ini-enam-persoalan-industri-karet-nasional/
-
[2] Laoli N., 2017. Proyeksi produksi
karet capai 3,27 juta ton.
http://industri.kontan.co.id/news/proye ksi- produksi-karet-2017-capai-327-juta-ton.
-
[3] Johns J. and Rao V., 2008.
Characterization of Natural Rubber Latex/Chitosan Blends, International Journal of Polymer Anal. Charact.,13: 280–291,
-
[4] Rao V. and Johns J., 2008. Mechanical Properties of Thermoplastic
Elastomeric Blends of Chitosan and Natural Rubber Latex. J. Appl. Polym. Sci. 107: 2217–2223,
-
[5] Sentheshanmuganathan S., 1975.
Some aspects of lipids chemistry of natural rubber, Proceedings
International Rubber Conference 1975. 457–469,
-
[6] Nair S. Characterisation of natural rubber for greater consistency. Proceedings. International Rubber Conference 1987., P. 2A/1–10. PRI. London.
-
[7] Iyidogan N. F. and Bayindirh A. J.
2004. Food Eng., 62: 299-304,
-
[8] Jitladda T., Sakdapipanich and
Rojruthai P., 2012. Molecular
Structure of Natural Rubber and Its Characteristics Based on Recent Evidence. Biotechnology - Molecular Studies and Novel Applications for Improved Quality of Human Life (chapter 13). Intech. ISBN 978-95351-0151-2.
-
[9] Fulton W. S., 1993. Avoiding the
Problems of Odour during Rubber Processing. Rubb. Devel., 46, 35-37, [10] Isa Z. (1993). Bull. Rubb. Res. Inst., Malaysia, 215, 56, 1993.
-
[11] Hoven V. P., Rattanakarun K. and Tanaka Y. 2003. Rubb. Chem. Technol., 76: 1128,
-
[12] Ningsih W., 2010. Pengaruh
Viskositas Larutan Kitosan
Nanopartikel Sebagai Penyalut Asam Askorbat Untuk Menyerap Asam Lemak Bebas (ALB) Dalam Minyak Goreng Curah. M.Si. Tesis, Universitas Sumatera Utara.
-
[13] Santas J. and Rafecas M., 2010.
Saturated Fatty Acid Absorption is Selectively Reduced by Chitosan in Relation to Chain Length. A Longitudinal Study, 8th Euro Fed Lipid Congress : Oils, Fats and Lipids: Health & Nutrition,
Chemistry & Energy, 21-24 Munich, Germany.
-
[14] Eng A. H., Ejiri S., Kawahara S., and Tanaka Y., 1994. J. Appl. Polym. Sci. Appl. Polym. Symp. 53: 5–14,
-
[15] Tangpakdee J. and Tanaka Y. 1997. J. nat. Rubb. Res. 12: 112–119,
36
Discussion and feedback