POTENSI EKSTRAK LIMBAH KULIT PISANG LOKAL (Musa sp) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 6 Nomor 1, Mei 2018
POTENSI EKSTRAK LIMBAH KULIT PISANG LOKAL (Musa sp) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus
I Gusti Bagus Teguh Ananta1*, Wiwik Susanah Rita1,2, I Made Oka Adi Parwata1,2 1Program Magister Kimia Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Udayana, Denpasar-Bali, Indonesia
2
2Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Denpasar-Bali, Indonesia
ABSTRAK: Penelitian ini dilakukan unuk menentukan potensi ekstrak limbah kulit pisang lokal sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Penelitian yang dilakukan meliputi penentuan ekstrak limbah kulit pisang lokal (pisang mas, susu dan kayu) yang terbaik dalam menghambat pertumbuhan bakteri, penentuan pelarut terbaik, dan konsentrasi hambat minimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol merupakan ekstrak yang paling aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan daya hambat sebesar 19,17 mm untuk bakteri Escherichia coli dan 18,67 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 10 %. Ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas memberikan daya hambat bakteri yang lebih baik dibandingkan ekstrak air, n-heksana, dan etil asetat yaitu sebesar 17,15 mm untuk bakteri Escherichia coli dan 16,37 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus. Konsentrasi hambat minimum ekstrak n-butanol menunjukkan hasil hambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah sebesar 0,5 % dengan daya hambat sebesar 7,65 mm dan 0,5% untuk bakteri Staphylococcus aureus dengan daya hambat sebesar 5,55 mm. Uji fitokimia menunjukkan bahwa senyawa yang berperan dalam aktivitasnya sebagai antibakteri yaitu alkaloid, terpenoid, flavonoid, fenol dan saponin. Kadar total fenol yang terdapat dalam ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas adalah sebesar 250,17 mg GAE/ 100 g dan kadar total flavonoid sebesar 129,07 mg QE/100g
Kata Kunci : Antibakteri, Escherichia coli, Staphylococcus, Musa Paradisiaca,
ABSTRACT: This research has been conducted to determine the potency of banana local peel waste (Musa sp) as antibacteria towards Escherichia coli and Staphylococcus aureus. The research included determining of the best extract of local banana peel waste (banana mas, susu, and kayu) to inhibit bacterial growth, the best solvent, and minimum inhibitory concentration. The results showed that the methanol extract has the best one to inhibit the growth of both bacteria E. coli and S. aureus with the inhibition zone of 19.17 mm and 18.67 mm respectively at concentration 10%. n-butanol extract of banana mas (Musa accuminata, AA) peel waste was the best one to inhibit both bacteria compared to water, n-hexane, and ethyl acetate extract with the inhibition zone of 17.15 mm for Escherichia coli and 16.37 mm for Staphylococcus aureus. The minimum inhibitory concentration of n-butanol extract towards both E. coli and S. aureus was 0.5% with the inhibitory zone of 7.65 mm and 5.55 mm respectively. Phytochemical screening result indicated the presence of alkaloid, terpenoid, phenols, flavonoids, and saponins which may influence the antibacterial activities. Total phenols content of the extract was 250.17 mg GAE/ 100 g while total flavonoids content was 129.07 mg QE/ 100 g.
Keyword : Antibacterials, Escherichia coli, Staphylococcus, Musa paradisiaca
Infeksi merupakan gangguan kesehatan pada manusia yang umumnya disebabkan oleh bakteri maupun jamur [1]. Bakteri yang paling banyak menimbulkan kasus infeksi pada masyarakat adalah bakteri pathogen dari spesies Escherichia coli (E. coli) dan Staphylococcus aureus (S. aureus). Dalam mengobati penyakit infeksi, masyarakat umumnya menggunakan antibiotik, namun penggunaan antibiotik yang tidak terarah menyebabkan bakteri menjadi resisten. Peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik memberikan peluang untuk memanfaatkan senyawa bioaktif dari kekayaan hayati, salah satunya adalah tanaman pisang (Musa paradisiaca).
Penelitian mengenai aktivitas beberapa jenis tanaman pisang terbukti memiliki kandungan senyawa aktif sebagai antimikroba. Ekstrak bonggol pisang ambon kuning memiliki kandungan metabolit sekunder seperti senyawa fenol dan saponin [2]. Organ pelepah pisang memiliki kandungan metabolit sekunder saponin dalam jumlah yang besar dan flavonoid [3]. Buah pisang pada umumnya mengandung alkaloid, terpenoid, sterol, dan flavonoid [4]. Mokbel and Hashinaga [5] melaporkan bahwa ekstrak etil asetat kulit pisang clavendis (Musa, AAA cv. Cavendish) berfungsi sebagai antibakteri terhadap Bacillus cereus, Salmonella enteritidis, Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dengan diameter hambat antara 9 sampai 12 mm. Ehiowemwenguan et al [6] juga melaporkan bahwa ekstrak etanol kulit pisang Musa sapientum dapat menghambat bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Micrococcus luteus, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella typhi dengan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) sebesar 16-512.5 mg/mL. Menurut Ahmad dan Beg [7], ekstrak etanol kulit buah pisang memiliki aktivitas anti Staphylococcus aureus pada konsentrasi yang rendah. Laporan serupa oleh Alisi [8] dan Imam [9] bahwa ekstrak kulit buah mentah pisang ambon memiliki
aktivitas anti Staphylococcus aureus. Nilai inhibition concentration (IC50) ekstrak etanol kulit mentah buah pisang ambon yaitu sebesar 143,5 μg/mL. Kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya senyawa aktif yang terkandung di dalam kulit buah mentah pisang Ambon diantaranya yaitu flavanoid, saponin, terpenoid, dan alkaloid [8].
Penelitian aktivitas antibakteri dari limbah beberapa kulit pisang lokal yang banyak digunakan sebagai sarana dalam upacara keagamaan di Bali maupun olahan industri makanan sejauh ini belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu penelitian mengenai aktivitas antibakteri dari beberapa limbah kulit pisang lokal yang tumbuh di Bali terhadap bakteri penyebab infeksi (Escherichia coli dan Staphylococcus aureus) perlu dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas antibakteri dari beberapa jenis pisang lokal (pisang mas, kayu dan susu) yang tumbuh di Bali terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, mengetahui ekstrak jenis pisang lokal mana yang paling berpotensi sebagai antibakteri, penentuan konsentrasi hambat minimum, kandungan metabolisme sekunder yang berperan dalam ekstrak limbah kulit pisang sebagai antibakteri, serta mengetahui jumlah total fenol dan total flavonoid.
-
2. METODE PENELITIAN
Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah pisang lokal segar (pisang mas, susu dan kayu) yang telah dikeringkan dan dihancurkan menjadi serbuk, metanol, n-heksana, etil asetat, n-butanol, akuades, kloroform, tween 80, NaOH, H2SO4, pereaksi Meyer, asam asetat anhidrat, nutrient agar, asam galat, kuersetin, mikroorganisme (bakteri Escherechia coli dan Staphylococcus aureus).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri untuk pengujian antibakteri, pinset, labu erlenmeyer, mikropipet, gelas ukur, gelas kimia, kain kasa, kertas saring, kapas, neraca analitik, blender, rotary evaporator, aluminium foil, tabung reaksi, pipet tetes, labu volumetric, mistar, autoklaf dan neraca analitik.
Ekstraksi
Sekitar 500 g serbuk kulit pisang diekstraksi dengan 6L metanol selama 24 jam pada suhu kamar. Ekstrak disaring melalui kertas saring Whatman, kemudian diuapkan dan disimpan dengan rotary vacum evaporator pada suhu 40oC sampai seluruh pelarut menguap. Ekstrak kental kemudian diuji aktifitas antibakterinya.
Fraksinasi ekstrak paling aktif antibakteri
Ekstrak pekat metanol kulit pisang paling aktif antibakteri dilarutkan dengan metanol : air (7:3), metanol kemudian diuapkan dan selanjutnya dipartisi berturut-turut dengan n-heksana, etilasetat, dan n-butanol. Ekstrak yang didapat dipekatkan sehingga didapatkan ekstrak pekat n-heksana, etilasetat, n-butanol, dan air. Selanjutnya masing-masing ekstrak dilakukan uji aktivitas antibakteri.
Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang lokal (pisang kayu, mas dan susu) (Musa paradisiaca sp) dilakukan dengan metode difusi pada konsentrasi 10% dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut dari ekstrak.
Pengujian diawali dengan penyiapan media dengan menggunakan 20 mL dimasukkan ke dalam cawan petri steril kemudian ditutup dan didinginkan hingga memadat. Suspensi bakteri kemudian ditambahkan ke dalam nutrient agar dengan cara dioleskan pada permukaan media menggunakan kapas steril secara rapat. Media kemudian didiamkan hingga agak mengering sekitar
5-8 menit sebelum dimasukkan ekstrak sampel uji.
Media yang telah mengering ditetesi ekstrak uji masing-masing sebanyak 20µL menggunakan mikropipet, dan untuk kontrol negatif diteteskan pelarut dengan volume yang sama. Inkubasi dilakukan pada suhu pertumbuhan optimum S.aureus dan E.coli yang berkisar antara 35-37oC selama 24 jam. Diameter hambat dari masing-masing ekstrak diukur setelah periode inkubasi menggunakan mistar. Ekstrak yang menghambat pertumbuhan bakteri selanjutnya ditentukan konsentrasi hambat minimumnya.
Penentuan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM)
KHM ditentukan untuk ekstrak yang aktif sebagai antibakteri dengan memvariasikan konsentrasinya. Prosedur penentuan KHM sama dengan pengujian aktivitas antibakteri sebelumnya, namun pada uji KHM hanya dilakukan variasi konsentrasi dengan penambahan pelarut
Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan pada ekstrak n-butanol kulit pisang mas. Ekstrak diuji untuk mengetahui adanya alkaloid, triterpenoid, streroid, flavonoid, polifenol dan saponin, dengan menggunakan deteksi reagen senyawa.
Penentuan Kandungan Total Fenolik dan Flavonoid.
Total Fenolik
Pengujian total fenol dilakukan dengan menggunakan larutan standar asam galat dalam metanol 80% dengan berbagai konsentrasi 0-100 ppm masing-masing sebanyak 100 µL dan ditambahkan reagen Follin Ciocalteu 100 µL. Sebanyak 0,1095 gram sampel diekstrak dengan metanol 80% hingga volumenya 5 mL, sampel di homogenkan dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, hingga diperoleh supernatan. Supernatan yang didapatkan disaring hingga diperoleh filtrat. Filtrat diambil 10 µL, kemudian
diencerkan sampai volume 100 µL, ditambahkan dengan reagen Follin Ciocalteu sebanyak 100 mL, dan ditambahkan dengan natrium karbonat 5% sebanyak 800 µL sehingga volume total larutan menjadi 1000 µL. campuran didiamkan selama 90 menit sebelum diukur absorbansinya pada panjang gelombang 760nm. Perhitungan total fenol menggunakan rumus persamaan regresi y = ax + b yang diperoleh dari pengukuran standar.
Total Flavonoid
Pengujian total flavonoid dilakukan dengan menggunakan larutan standar kuersetin dalam metanol 50% dengan berbagai konsentrasi 0-100 ppm masing-masing sebanyak 500 µL. Sebanyak 0,105 gram sampel diekstrak dengan metanol 50% hingga volumenya 5mL,
dihomogenkan, dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, hingga diperoleh supernatan. Supernatan disaring hingga diperoleh filtrat. Filtrat diambil 25 µL, kemudian diencerkan sampai volume 500 µL kemudian ditambahkan AlCl3 2% sebanyak 500 µL sehingga volume total larutan menjadi 1000 µL. Campuran didiamkan selama 90 menit sebelum diukur absorbansinya pada panjang gelombang 415 nm. Perhitungan total flavonoid menggunakan persamaan regresi y= ax + b yang diperoleh dari pengukuran larutan standar.
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Skrining Fitokimia Ekstraksi kulit pisang lokal Musa sp sebanyak 500g (Kulit pisang kayu, mas dan susu) menghasilkan ekstrak kental metanol yang dipaparkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Maserasi Ekstrak Kulit
Ekstrak Metanol
No. Kulit Pisang Massa (gram)
Susu
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol kulit pisang mas mengandung beberapa golongan seyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, Terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.
Aktivitas Ekstrak Limbah Kulit Pisang Lokal Sebagai Antibakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dari masing-masing ekstrak dilakukan pada konsentrasi 10 % menggunakan media Nutrient agar. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol dari beberapa limbah kulit pisang lokal terhadap bakteri E. coli dan S. aureus di tunjukkan dalam Tabel 2.
Kriteria daya hambat pertumbuhan bakteri menurut Ardiansyah yaitu apabila ekstrak atau bahan uji memberikan diameter zona bening <5 mm maka dikategorikan lemah, 5 – 10 mm dikategorikan sedang, >10 – 20 mm dikategorikan kuat, > 20 mm dikategorikan sangat kuat. Berdasarkan kriteria tersebut maka ekstrak metanol limbah kulit pisang mas, kayu dan susu dapat dikategorikan memiliki daya hambat yang kuat terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Perbandingan zona hambat ekstrak metanol beberapa limbah kulit pisang lokal terhadap bakteri E. coli dan S. aureus menunjukan hasil diameter zona hambat rata-rata ekstrak kulit pisang mas lebih besar dibandingkan limbah kulit pisang kayu dan kulit pisang susu. Sehingga ekstrak kulit pisang mas dipilih untuk uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Perbandingan data antara kedua jenis bakteri yaitu E. coli sebagai bakteri Gram negatif dan S. aureus sebagai bakteri Gram positif, terlihat bahwa ekstrak kulit pisang lokal (Pisang kayu, susu dan mas) memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan pada bakteri E. coli dibandingkan S. aureu.
Tabel 2.
Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri E. Coli dan S. Aureus dari Ekstrak Metanol Limbah Kulit Pisang Lokal pada Konsentrasi 10%
Bakteri |
Nama Sampel |
Diameter Hambat (mm) |
Diameter Hambat rata-rata (mm) |
Standar Deviasi | ||
I |
II |
III | ||||
Kulit pisang Mas |
18.25 |
20.25 |
19.00 |
19.17 |
1.010 | |
Escherichia Coli |
Kulit pisang Kayu |
16.00 |
15.75 |
16.75 |
16.17 |
0.520 |
Kulit Pisang Susu |
15.25 |
16.75 |
16.00 |
16.00 |
0.750 | |
Kontrol - |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.000 | |
Kulit pisang Mas |
19.25 |
18.00 |
18.75 |
18.67 |
0.629 | |
Staphylococcus Aureus |
Kulit pisang Kayu Kulit Pisang Susu |
15.25 12.00 |
14.00 12.75 |
15.00 11.50 |
14.75 12.08 |
0.661 0.629 |
Kontrol - |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.000 |
Kemampuan yang berbeda dari ekstrak kulit pisang lokal dalam menghambat pertumbuhan bakteri dari golongan yang berbeda kemungkinan disebabkan adanya perbedaan kompleksitas penyusun dinding sel dari kedua jenis bakteri terhadap komponen bioaktif yang terdapat dalam ekstrak [10].
Aktivitas Ekstrak Limbah Kulit Pisang Mas Sebagai Antibakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus
Ekstrak kental metanol limbah kulit pisang mas diambil sebanyak 12 gram kemudian dipartisi dengan menggunakan pelarut metanol : air (7:3), n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. Hasil pengujian aktivitas antibakteri limbah kulit pisang mas terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dari masing-masing partisi dengan konsentrasi 10% ditunjukkan dalam dipaparkan dalam Tabel 3.
Tabel 3.
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Limbah Kulit Pisang Mas Terhadap Bakteri E. coli dan S. aureus Pada Konsentrasi 10%
Bakteri |
Nama Sampel |
Diameter Hambat (mm) |
Diameter Hambat rata-rata (mm) | ||
I |
II |
III | |||
Air |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.00 | |
n-Heksana |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.00 | |
Escherichia Coli |
Etil Asetat |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
n-Butanol |
17.70 |
16.50 |
17.25 |
17.15 | |
Kontrol - |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.00 | |
Air |
10.00 |
9.70 |
9.25 |
11.32 | |
n-Heksana |
8.70 |
6.70 |
6.25 |
7.22 | |
Staphylococcus Aureus |
Etil Asetat |
6.25 |
6.70 |
6.70 |
6.55 |
n-Butanol |
16.20 |
16.20 |
16.70 |
16.37 | |
Kontrol - |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
Ekstrak n-butanol memiliki daya hambat yang kuat terhadap bakteri E. coli yaitu sebesar 17.15 mm dan daya hambat yang kuat terhadap bakteri S. aureus sebesar 16.37 mm. Ekstrak air tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri E. coli namun memiliki daya hambat yang kuat terhadap bakteri S. aureus sebesar 11.32 mm. Ekstrak n-heksana tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri E. coli namun memiliki daya hambat yang sedang terhadap bakteri S. aureus sebesar 7.22 mm. Ekstrak etil asetat tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri E. coli namun memiliki daya hambat yang sedang terhadap bakteri S. aureus sebesar 6.55 mm.
Perbandingan diameter hambat menunjukkan ekstrak n-butanol paling aktif sebagai antibakteri dibandingkan ekstrak lainnya. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan n-butanol merupakan pelarut yang memiliki spektrum lebih luas dalam melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam
tumbuhan. Kemampuan tersebut mengakibatkan senyawa-senyawa nonpolar hingga polar yang memiliki aktivitas antibakteri dapat terekstrak dengan lebih baik dan dapat bekerja secara sinergis sebagai antibakteri [11]. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sabrina et al. [12] pada tanaman kulit buah delima putih (Punica granatum L.) memiliki daya hambat antibakteri ekstrak n-butanol yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air, n-heksana, dan etanol pada konsentrasi 10%.
Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak n-Butanol terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Hasil rata-rata pengukuran diameter zona hambat minimum aktivitas antibakteri ekstrak n-butanol terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dipaparkan dalam Tabel 4.
Tabel 4.
Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri E. coli dan S. aureus pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak n-butanol
Perlakuan |
Diameter Zona Hambat Bakteri (mm) | |
E. coli |
S. aureus | |
10% |
17.15g |
16.36h |
8% |
15.21f |
15.55g |
6% |
11.41e |
10.58f |
4% |
10.67d |
10.06ef |
2% |
10.58d |
9.91def |
1% |
10.33d |
9.41de |
0.9% |
10.16d |
9.38de |
0.8% |
9.50c |
9.21d |
0.7% |
9.41c |
7.38c |
0.6% |
9.31c |
7.05c |
0.5% |
7.65b |
5.55b |
Kontrol - |
0a |
0a |
*Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Duncan Multiple Range Test (p<0,05).
Pengujian bakteri E.coli pada konsentrasi 0,5%, 0,6%, 0,9%, 6%, 8%, dan 10% menunjukkan daya hambat rata-rata bakteri yang berbeda nyata. Peningkatan konsentrasi 0,6% sampai 0,8% dan 0,9% sampai 4% menunjukkan daya hambat yang tidak berbeda nyata pada bakteri E. coli dengan menggunakan uji Duncan. Pengujian terhadap bakteri S. aureus pada konsentrasi 0,5%, 0,6%, 0,8%, 0,9%, 2%, 6%, 8% dan 10% menunjukkan daya hambat rata-rata bakteri yang berbeda nyata. Peningkatan konsentrasi 0,6% sampai dengan 0,7%, 0,9% sampai dengan 1%, dan 2% sampai dengan 4% menunjukkan daya hambat yang tidak berbeda nyata pada bakteri S. aureus dengan menggunakan uji Duncan.
Berdasarkan hasil penelitian maka konsentrasi hambat minimum ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas sebesar 0,5% terhadap bakteri E. coli dengan daya hambat sebesar 7,65 mm dan 0,5 % dengan daya hambat sebesar 5,55 mm terhadap bakteri S. aureus. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol kulit pisang mas efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus.
Penelitian sejenis yang telah dilakukan Normayunita [13] mengenai aktivitas ekstrak etanol kulit pisang ambon terhadap bakteri S. aureus, memberikan hasil daya hambat minimum pada konsentrasi 0,3% sebesar 13,82 mm.
Ekstrak n-butanol kulit pisang mas menunjukkan kinerja antibakteri yang tidak stabil pada konsentrasi tertentu yang ditunjukkan dengan tidak adanya efek penghambatan yang lebih besar (tidak berbeda nyata) ketika konsentrasi ditingkatkan. Ketidakstabilan untuk menghambat pertumbuhan bakteri kemungkinan disebabkan senyawa-senyawa metabolit sekunder umumnya memiliki batas kemampuan dalam bioaktivitasnya. Sehingga pada peningkatan konsentrasi tertentu senyawa metabolit sekunder tidak memberikan
peningkatan respon yang signifikan yang berakibat pada peningkatan aktivitas yang tidak berbeda nyata [14].
Kandungan total fenol dan flavonoid Kandungan Total Fenol
Total fenol pada ekstrak ditentukan secara spektrofotometri dengan metode Folin-Ciocalteu menggunakan asam galat sebagai standar. Standar asam galat dengan seri konsentrasi 0-100 ppm yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang 760nm.
Persamaan regresi linier yang diperoleh dari absorbansi larutan standar yaitu y = 0,047x + 0.0635 dengan harga koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9899 menunjukkan adanya hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi sehingga dapat digunakan dalam penentuan kadar. Penentuan kadar total senyawa fenol pada sampel ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas ditentukan dengan mengalurkan absorbansi sampel pada persamaan yang diperoleh pada kurva kalibrasi. Hasil pengukuran absorbansi sampel ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas yaitu sebesar 0.321, disubtitusikan pada persamaan yang diperoleh pada kurva kalibrasi y = 0,047x + 0.0635 sehingga diperoleh konsentrasi fenol 0.0054 mg/mL.
Berdasarkan hasil perhitugan, kandungan total fenol dalam ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas sebesar 0.25 % (250.17 mg) GAE. Pada penentuan kadar total fenol diguakan reagen Folin Ciocalteu yag terbuat dari campuran fosfomolibdat dan fosfotungstat berfungsi untuk mengoksidasi fenol menghasilkan molibdenum yang menimbukan warna biru keunguan. Senyawa tersebut dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 760 nm.
Kandungan Total Flavonoid
Pengukuran total flavonoid ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas dilakukan dengan metode AlCl3. Standar
kuersetin dengan seri konsentrasi 0 – 100 ppm yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang 415 nm.
Hasil analisis terhadap larutan kuersetinn memberikan kurva regresi linier dengan persamaan regresi linier y = 0.0313x + 0.0272 dengan koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.9961. Hasil pengukuran absorbansi sampel ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas yaitu sebesar 0.453, disubtitusikan pada persamaan y = 0.0313x + 0.0272 sehinga diperoleh konsentrasi flavonoid 0.0136 mg/mL.
Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan total flavonoid dalam ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas sebesar 0.12 % (129.07 mg QE/100 g. Nilai total flavonoid yang terukur belum mewakili kandungan flavonoid lain. Menurut Chang et al. [15] kelemahan dari metode
kolorimetri AlCl3 yaitu tidak mampu mendeteksi semua jenis flavonoid. Pada penelitian ini digunakan satu standar flavonoid sehingga tidak menutup kemungkinan adanya beberapa senyawa flavonoid golongan lain selain kuersetin pada sampel yang tidak terdeteksi. Data menunjukkan bahwa total fenol lebih tinggi dari total flavonoid, hal ini disebabkan hanya beberapa senyawa fenol yang bersifat flavonoid, terutama kuersetin. Selain kuersetin senyawa yang paling mungkin adalah tanin, terutama tanin terhidrolisa. Kandungan fenolik dan flavonoid total berkontribusi pada aktivitas antimikroba dari ekstrak kulit pisang mas ini. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik dikaitkan dengan kemampuan untuk mengikat protein terlarut dan ekstraselular didalam sel bakteri yang memungkinkan terjadinya kompleksasi dengan dinding sel bakteri [16].
Berdasarkan hasil Penelitian ini, maka dapat disimpulkan :
-
1. Kulit pisang lokal (Pisang kayu, susu dan mas) memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada media nutrient agar. Ekstrak metanol limbah kulit pisang mas menunjukkan aktifitas antibakteri yang paling baik dibandingkan limbah kulit pisang kayu dan susu dengan memberikan daya hambat pada konsentrasi 10 % (b/v) sebesar 19,17 mm untuk bakteri Escherichia coli dan 18,67 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus.
-
2. Ekstrak n-butanol kulit pisang mas menunjukkan aktifitas antibakteri yang paling baik dibandingkan fraksi pelarut air, n-heksana, dan etil asetat dengan daya hambat sebesar 17,15 mm untuk bakteri Escherichia coli dan 16,37 mm untuk bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 10 %.
-
3. Konsentrasi hambat minimum ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah sebesar 0,5 % dengan daya hambat sebesar 7,65 mm dan 0,5% untuk bakteri Staphylococcus aureus dengan daya hambat sebesar 5,55 mm.
-
4. Golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas adalah alkaloid, steroid, saponin, fenol dan flavonoid. Kadar total fenol yang terdapat dalam ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas adalah sebesar 250.17 mg GAE dan kadar total flavonoid yang terdapat dalam ekstrak n-butanol limbah kulit pisang mas adalah sebesar 129.07 mg QE.
-
[1] Kusuma, S.A.F. 2010. Escherichia coli. Bandung:Universitas Padjajaran
-
[2] Soesanto, L. dan Ruth, F. R. 2009. Pengimbasan Ketahanan Bibit Pisang Ambon Kuning Terhadap Penyakit Layu Fusarium Dengan Beberapa Jamur Antagonis. Jurnal HPT Tropika. 9 (2): 130-140.
-
[3] Priosoeryanto, B. P., H. Huminto., I. Wientarsih dan S. Estuningsih. 2006. Aktifitas Getah Batang Pohon Pisang Dalam Proses Persembuhan Luka Dan Efek Kosmetiknya Pada Hewan. Jurnal Biologi. 2(3): 207213.
-
[4] Rastogi, P. and Mehrotra, B.N. 1999. Compendium of Indian Medicinal Plants. Drug research perspective. 2: 1-859
-
[5] Mokbel, M., Saif, F. and Hashinaga, F. (2005). Antibacterial and antioxidant activities of banana (Musa, AAA cv. cavendish) fruits peel. Asian Journal of
Biotechnology. 3: 125-13.
-
[6] Ehiowemwenguan, G., Emoghene,
A. O., and Inetianbor, J.E. 2014. Antibacterial and phytochemical analysis of Banana fruit peel. Journal Of Pharmacy. 4(8):18-25.
-
[7] Ahmad I., Beg A.Z. 2001.
Antimicrobial and phytochemical studies on 45 Indian medicinal plants against multi-drug resistant human pathogens. Journal Ethnopharmacol. 74:113–123.
-
[8] Alisi C.S., 2008. Inhibition of
dehydrogenase activity in pathogenic bacteria isolates by aqueous extracts of Musa paradisiaca (Var Sapientum). African Journal of Biotechnology. 7(12):1821-1825.
-
[9] Imam, M.Z. Akter S. 2011. Musa paradisiaca L. and Musa sapientum L. Phytochemical and Pharmacological Review. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 1(5):14-20.
-
[10] Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. a.b Suryawidjaja, J.E. Jakarta.
-
[11] Arifianti, L., Oktarina, R.D., Kusumawati, I. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Pengekstraksi Terhadap Kadar Sinensetin Dalam Ekstrak Daun Orthosiphonstamineus Benth. E-Journal Planta Husada. 2(1): 1-4.
-
[12] Sabrina, G.A., Sukanto., Niken, P. 2015. Daya Antibakteri Fraksi n-butanol Kulit Buah Delima Putih (Granati fructus cortex) terhadap Streptococcus mutans. E-Journal Pustaka Kesehatan. 3:536-541.
-
[13] Normayunita, S., Anam, S., Khumaidi, A. 2015. Aktivitas
Antibakteri Fraksi Ekstrak Kulit
Buah Mentah Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum) terhadap Staphylococcus aureus. Jurnal of Natural Science. 4(3) : 300-309.
-
[14] Sinarsih, N.K. 2016. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Trembesi (Samanea saman) Sebagai Antibakteri
Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.
-
[15] Chang, C., Yang, M.M., We, H.C.J. 2002. Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric
Methods. J. Food drug analisys. 10:178-182.
-
[16] Rita, W.S., Kawuri, R., Swantara, D. 2017. Total Phenolic and Flavonoid Contents and Antimicrobial activity of Acorus calamus L. Rhizome Ethanol Extract. Jurnal The 4th International Seminar on Chemistry 2017. ISC-2017
29
Discussion and feedback