POTENSI ANTIIMPLAMASI SECARA IN VIVO EKSTRAK ETANOL BATANG ANTAWALI (Tinospora sinensis) PADA TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENAN
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2017
POTENSI ANTIIMPLAMASI SECARA IN VIVO EKSTRAK ETANOL BATANG ANTAWALI (Tinospora sinensis) PADA TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENAN
Ida Ayu Putu Sri Adnyasari*, Ni Made Puspawati, I Made Sukadana
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali - Indonesia *sriadnyasari@gmail.com
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antiinfamasi dari ekstrak etanol batang antawali (Tinospora sinensis) dan mengidentifikasi kandungan kimianya. Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan secara in vivo dengan metode induksi karagenan, sedangkan identifikasi kandungan kimia secara kualiatif dengan uji fitokimia. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol negatif (P0), kontrol positif (P1), dan kelompok ekstrak uji (P2, P3, dan P4) dengan dosis 125 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, dan 500 mg/kg BB. Hasil uji aktivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa semakin rendah dosis yang diberikan, maka akan menghasilkan persentase hambatan inflamasi yang semakin besar. Pemberian dosis 125 mg/kg BB mampu menghasilkan persentase hambatan tertinggi, diikuti dengan dosis 250 mg/kg BB, serta 500 mg/kg BB yaitu masing-masing sebesar 64,71%; 52,94%; dan 29,41% pada menit ke-360. Ekstrak etanol batang antawali memiliki nilai ED50 sebesar 51,521 mg/kg BB. Secara statistik dengan uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p<0,05. Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol batang Tinospora sinensis mengandung senyawa alkaloid, fenolik, dan steroid.
Kata Kunci : Tinospora sinensis, karagenan, uji aktivitas antiinflamasi, uji fitokimia
ABSTRACT: This study aimed to evaluate the antiinflammatory activity of ethanolic extract of antawali stem (Tinospora sinensis) and to identify its phytochemical constituents. In vivo antiinflammatory activity test was performed on Wistar rat oedem induced by carrageenan, while identification of chemical constituents was done with phytochemical screening. In this study, 25 male Wistar strains were divided into 5 groups : negative control (P0), positive control (P1), test extract group (P2, P3, and P4) with doses of 125 mg/kg BW, 250 mg/kg BW, and 500 mg/kg BW. Antiinflammatory activity test results showed that the lower the dose given, it will show a greater percentage of inflammatory inhibition. The dose of 125 mg/kg BW was able to produce the highest percentage of inhibition, followed by doses of 250 mg/kg BW, and 500 mg/kg BW at 64.71%; 52.94%; and 29.41% in the 360th minute. The extract of ethanol stem antawali active as antiinflamasi with ED50 that was equal to 51,521 mg/kg BB. Statistic One Way ANOVA test showed p value < 0,05. The result of phytochemical screening showed that stem ethanolic extract of Tinospora sinensis contains alkaloids, phenolic, and steroids.
Keywords : Tinospora sinensis, carrageenan, antiinflammatory activity test, phytochemical screening
-
1. PENDAHULUAN yang mengaktivasi sel darah putih,
Inflamasi merupakan respon biologis pelepasan sistem imun kimia seperti
kompleks dari jaringan pembuluh darah sitokin, serta pelepasan mediator inflamasi
seperti prostaglandin [1] karena adanya cedera, infeksi, pengaruh lingkungan, atau perubahan sel. Inflamasi juga merupakan upaya protektif tubuh untuk menghilangkan stimulus yang berbahaya dan memulai proses penyembuhan terhadap jaringan [2].
Berbagai respon inflamasi seperti nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (functio laesa) dapat disebabkan oleh meningkatnya aliran darah (panas dan kemerahan), akumulasi cairan (bengkak), pelepasan berbagai senyawa yang merangsang syaraf nyeri (nyeri), dan kombinasi dari beberapa respon inflamasi lainnya [3].
Untuk mengurangi dampak inflamasi dapat digunakan obat modern seperti golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid) maupun obat tradisional, namun obat golongan AINS ini memiliki efek samping pada tukak lambung. Untuk mengurangi efek samping ini obat tradisional yang berasal dari tumbuhan merupakan alternatif yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu tumbuhan obat tradisional yang memiliki aktivitas antiinflamasi adalah brotowali (Tinospora crispa) yang mana secara tradisional sering dimanfaatkan untuk mengobati rematik, asam urat, memar, demam, serta sebagai penambah nafsu makan [4]. Aktivitas antiinflamasi dari tumbuhan brotowali diduga karena adanya kandungan kimia golongan alkaloid, saponin, glikosida, tanin, polifenol, flavonoid, dan senyawa pikroretin, berberin, tinokrisposida, serta kolumbin [5,6]. Ekstrak etanol batang brotowali memiliki kandungan total flavonoid setara dengan senyawa rutin sebesar 3,71±0,05% [7].
Tinospora sinensis, tumbuhan satu genus dengan Tinospora crispa memiliki manfaat secara tradisional sebagai obat luka, demam, sifilis, bronkitis, penyakit kulit maupun penyakit hati [8]. Ekstrak air dan ekstrak etanol Tinospora sinensis diketahui memiliki aktivitas farmakologis sebagai antidiabetes, pengatur imun, serta
pengatur aktivitas adaptogenik [9], sedangkan aktivitas antiinflamasinya masih belum diketahui secara pasti sehingga perlu diteliti.
Berdasarkan pendekatan kemotaksonomi bahwa dalam genus yang sama kemungkinan akan ditemukan senyawa dan keaktifan farmakologi yang hampir sama , maka dalam penelitian ini akan dikaji aktivitas batang tumbuhan Tinospora sinensis sebagai antiinflamasi dengan nilai dosis efektif (ED50) sebagai parameternya terhadap tikus wistar yang diinduksi karagenan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu batang tumbuhan Tinospora sinensis yang diperoleh di wilayah Padang Sambian, Denpasar, etanol 96%, Merkuri, H2SO4, HCl, FeCl3, Mg, pereaksi LB (Liebermann Burchard), pereaksi Meyer dan Wagner, kloroform, lambda karagenan 1% sebagai induktor inflamasi, suspensi CMC Na 1% (b/v), natrium diklorofenak, natrium klorida pro injeksi (infusa) 0,9%, dan akuades.
Hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan Galur Wistar yang berumur 8-12 minggu dengan berat badan berkisar antara 200-250 g. Hewan uji diberi pakan standar dan air mineral.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, neraca hewan, peralatan gelas, blender, rotary vacuum evaporator, pipet volume 1 mL dan 10 mL, pipet tetes, kertas saring, spatula, mortar, spuite injeksi, sonde, blender, plestismometer manual, pengukur waktu, inkubator.
-
2.2 Cara Kerja
Ekstraksi batang Tinospora sinensis
Sebanyak 178, 91 g serbuk batang Tinospora sinensis mula-mula dimaserasi dengan etanol 96% sebanyak 3 Liter selama 3x24 jam sehingga diperoleh ekstrak etanol. Selanjutnya dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator hingga
pelarutnya habis menguap sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh selanjutnya diuji aktivitas antiinflamasinya serta ditentukan golongan senyawa metabolit sekundernya dengan uji fitokimia.
Uji Aktivitas Antiinflamasi
Mula-mula dilakukan optimasi lambda karagenan untuk menentukan volume karagenan mana yang mampu memberikan inflamasi secara optimal. Variasi volume yang digunakan pada optimasi lambda karagenan yaitu 0,10 mL (K1), 0,15 mL (K2), dan 0,20 mL (K3).
Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan 25 ekor tikus yang kemudian dibagi kedalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (P0), kelompok kontrol positif (P1), dan kelompok hewan uji (P2, P3, dan P4). Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Sebelum diberi perlakuan, semua tikus dipuasakan selama 10-12 jam. Masing-masing hewan ditimbang dan diberi tanda pada kaki kirinya, kemudian kaki kiri tikus dimasukkan kedalam alat pengukur volume udema dan dicatat volume awal (V0) kaki tikus.
Selanjutnya hewan uji diberikan larutan uji dengan volume 1-2 mL. Satu jam kemudian, masing-masing telapak kaki tikus disuntik secara subkutan dengan larutan lamda karagenan 1% (b/v). Setelah 30 menit, volume cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus (Vt). Pengukuran dilakukan setiap 60 menit selama 360 menit. Volume inflamasi adalah selisih dari volume telapak kaki tikus setelah dan sebelum disuntik karagenan.
Perhitungan Persentase Inflamasi dan Hambatan Inflamasi
Persen inflamasi dapat dihitung dengan
rumus :
Vt - Vo
Vo
X 100%
(1)
Keterangan :
Vt : Volume inflamasi setelah waktu t
Vo : Volume awal kaki tikus
Persen hambatan inflamasi dihitung dengan rumus :
a-b
----x 100%
Keterangan :
a : Persen inflamasi rata-rata kelompok
kontrol negatif
b : Persen inflamasi kelompok
perlakuan bahan uji atau obat pembanding
Uji One Way ANOVA
Data hasil penelitian ini dianalisis secara statistik dengan uji One Way ANOVA menggunakan program SPSS dengan hipotesis statistik sebagai berikut, nilai p<0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. H0: tidak ada perbedaan bermakna antara nilai persentase hambatan inflamasi minimum 1 pasang kelompok uji per satuan waktu. H1: ada perbedaan bermakna antara nilai persentase hambatan inflamasi minimum 1 pasang kelompok uji per satuan waktu.
Ekstraksi 178,91 g serbuk batang antawali (Tinospora sinensis L.) dengan pelarut etanol menghasilkan 6,95 g ekstrak kental berwarna hijau pekat dengan rendemen sebesar 3,88%. Ekstrak kental etanol batang antawali selanjutnya dianalisis kandungan metabolit sekundernya menggunakan uji fitokimia, serta diuji aktivitas antiinflamasinya terhadap udema pada tikus wistar yang diinduksi karagenan.
Uji Aktivitas Antiinflamasi
Mula-mula dilakukan optimasi lambda karagenan untuk menentukan volume karagenan mana yang mampu memberikan inflamasi secara optimal. Pada optimasi lambda karagenan, akan diperoleh data berupa volume udema kaki tikus kemudian dihitung persentase inflamasinya menggunakan rumus (1) selanjutnya tiap hasil ditampilkan pada Gambar 1.
Persentase inflamasi rata-rata pada K1 dan K3 seringkali mengalami kenaikan maupun penurunan dari awal hingga akhir perlakuan. Berbeda dengan K2 yang terlihat lebih stabil seperti pada menit ke-30 hingga menit ke-120 dengan persentase inflamasi 50%, dan menit ke-240 hingga menit ke-360 dengan persentase inflamasi 150% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Perlakuan kelompok yang diinjeksi karagenan 1% sebanyak 0,15 mL (K2) pada Gambar 4.1 memperlihatkan persentase inflamasi tertinggi diantara variasi volume karagenan lainnya, sehingga menghasilkan bengkak yang optimal. Selain itu, K2 juga memiliki persentase inflamasi yang konstan dimulai pada menit ke-240 hingga menit ke-360. Oleh karena itu, volume induksi suspensi lambda karagenan 1% (b/v) yang digunakan untuk menginduksi terjadinya inflamasi pada telapak kaki kiri tikus dalam perlakuan selanjutnya adalah 0,15 mL.
Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi dan dilakukan pengamatan selama 360 menit yang bertujuan untuk mengetahui besarnya efektivitas obat antiinflamasi dan sampel uji yang diduga memiliki potensi sebagai antiinflamasi untuk menghambat udema pada hewan uji yang diinduksi dengan lamda karagenan. Volume lamda karagenan yang digunakan untuk pengujian aktivitas antiinflamasi adalah sebanyak 0,15 mL.
Setelah diperoleh data dalam pengujian aktivitas antiinflamasi, maka dihitung persentase inflamasi rata-rata dan persentase hambatan inflamasi berdasarkan rumus pada persamaan (1) dan (2). Semakin besar persentase inflamasi rata-ratanya, maka semakin tinggi udema pada telapak kaki kiri tikus yang terbentuknya. Sedangkan semakin tinggi hambatan inflamasi rata-ratanya menunjukkan kemampuan tiap sampel uji atau obat pembanding yang digunakan dalam menekan udema kaki tikus oleh induksi lamda karagenan.
Persentase inflamasi rata-rata disajikan dengan grafik pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, dapat diketahui bahwa semua kelompok uji mengalami inflamasi setelah diinduksi dengan 0,15 mL lambda karagenan 1% (b/v) hingga menit ke-360. Pada menit ke-240 terlihat bahwa semua kelompok perlakuan mengalami penurunan persentase inflamasi yang konstan hingga menit ke-360 kecuali P0 (kontrol negatif). Pada akhir pengamatan (menit ke-360) terlihat bahwa P0 memiliki persentase inflamasi tertinggi yaitu 85%, disusul oleh P4, P1, P3 dan P2 dengan nilai persentase inflamasi berturut-turut yaitu 60%, 47,36%, 40%, dan 30 %. Dalam pengujian aktivitas antiinflamasi, indikator penting yang dapat diamati adalah persentase hambatan inflamasi. Besarnya persentase hambatan
K2, karagenan 1% 0,15 mL
K3, karagenan 1% 0,20 mL
K1, karagenan 1% 0,10 mL
Waktu (menit)
Gambar 1. Persentase inflamasi rata-rata pada optimasi lambda karagenan
P0, Kontrol
Negatif
P1, Kontrol Positif
—⅛- P2, Dosis 125 mg/kg BB
P3, Dosis 250 mg/kg BB
P4, Dosis 500 mg/kg BB
Gambar 2. Persentase inflamasi rata-rata pada pengujian aktivitas antiinflamasi
P0, Kontrol
Negatif
P1, Kontrol Positif
-A- P2, Dosis 125 mg/kg BB
P3, Dosis 250 mg/kg BB
P4, Dosis 500 mg/kg BB
Waktu (menit)
Gambar 3. Persentase hambatan inflamasi rata-rata pada pengujian aktivitas
inflamasi menunjukkan seberapa efektif tiap sampel uji atau obat pembanding yang digunakan dalam menekan udema kaki tikus yang dihasilkan oleh induksi lambda karagenan. Persentase hambatan inflamasi dengan nilai nol menunjukkan bahwa pada menit tersebut terjadi inflamasi yang belum bisa dihambat oleh ekstrak maupun obat pada perlakuan bersangkutan.
Persentase hambatan inflamasi rata-rata untuk masing-masing tikus pada tiap kelompok perlakuan dibuat dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 3.
Dalam pembacaan grafik persentase hambatan inflamasi, yang perlu diperhatikan adalah menit ke-120 dan 180 karena pada menit-menit tersebut terjadi pelepasan mediator inflamasi yang dipicu oleh penginduksian karagenan. Waktu terbentuknya radang akibat dari induksi karagenan terdiri dari dua fase. Fase pertama (early phase), yaitu 1-2 jam setelah injeksi karagenan yang lepasnya serotonin dan histamin ke tempat radang serta terjadi peningkatan sintesis prostaglandin pada jaringan yang rusak. Pada fase kedua (late phase) terjadi pelepasan prostaglandin 3 jam setelah
induksi karagenan [10,11] kemudian udema berkembang cepat dan bertahan pada volume maksimal sekitar 5 jam setelah induksi [12].
Berdasarkan penjabaran tersebut, terlihat bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, maka persentase hambatan antiinflamasinya semakin menurun. Diantara ketiga variasi dosis, terlihat bahwa persentase hambatan inflamasi pada dosis 125 mg/kg BB hampir sama dengan P1 (kontrol positif). Hal ini kemungkinan disebabkan terdapat beberapa jenis obat dalam dosis tinggi justru menyebabkan pelepasan histamin secara langsung dari sel mast sehingga mengakibatkan pembuluh darah menjadi permeabel terhadap cairan plasma dan menimbulkan peradangan [13]. Kemungkinan yang lain yaitu dosis di atas 125 mg/kgBB telah melebihi dosis efektif sehingga dosis yang semakin tinggi akan menghasilkan efek yang semakin rendah. Diduga efek antiinflamasi ekstrak etanol batang antawali memiliki dosis efektif pada dosis 125 mg/kg BB atau dibawah dosis tersebut sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efeknya terhadap dosis dibawah dosis 125 mg/kg BB.
Dapat dilihat dari uji probit bahwa ED50 ekstrak etanol batang antawali (Tinospora sinensis L.) yaitu sebesar 51,521 mg/kg BB. ED50 merupakan dosis ekstrak etanol batang antawali yang dapat memberikan efek antiinflamasi terhadap hewan uji sebesar 50% setelah diinduksi dengan 0,15 mL lambda karagenan 1% (b/v).
Kemudian, uji dilanjutkan dengan One Way ANOVA yang berfungsi untuk melihat nyata atau tidaknya perbedaan dari masing-masing kelompok. Hasil analisis dengan uji One Way ANOVA menunjukkan nilai p<0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna pada persentase hambatan inflamasi kelompok kontrol negatif (P0) dengan kelompok perlakuan (P1, P2, P3, dan P4).
Identifikasi Ekstrak Tinospora sinensis L. secara Fitokimia
Uji fitokimia dari ekstrak etanol batang antawali dengan pereaksi spesifik (Tabel 2) menunjukkan bahwa ekstrak etanol tersebut hanya mengandung senyawa golongan alkaloid, fenolik, dan steorid.
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Batang Antawali Dengan Pereaksi Spesifik
|
No. |
Uji Fitokimia |
Ket. |
|
1. |
Uji Alkaloid |
+ |
|
2. |
Uji Saponin |
- |
|
3. |
Uji Fenolik |
+ |
|
4. |
Uji Flavonoid |
- |
|
5. |
Uji Terpenoid |
- |
|
6. |
Uji Steroid |
+ |
Keterangan : + (terdeteksi)
- (tidak terdeteksi)
Tinospora sinensis memiliki aktivitas antiinflamasi pada dosis 125 mg/kg BB dengan nilai ED50 sebesar 51,521 mg/kg BB. Kandungan senyawa yang terkandung pada ekstrak etanol batang Tinospora sinensis adalah senyawa golongan alkaloid, fenolik, dan steroid.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. I NengahWirajana, S.Si., M.Si., yang banyak membantu dan memberi saran dalam penelitian ini.
-
[1] Cotran, R.S., Kumar, V., Collins, T.,
Robbins Pathological Basis of Disease 6th ed, WB Saunder’s Company, 2001.
-
[2] Denko, C.W., 1992, A Role of
Neuropeptide in Inflammation. Dalam: Whicher, J. T. and Evan S. W, Biochemistry of Inflammation, PP. 177-181, Kluwer Pub, 1992.
-
[3] Mayer R.A., Ringkamp M., Campbell
J.N., Peripheral Neural Mechanism of Nociception. Dalam Pain, 5th
(McMahon SB, Koltzenburg M., Ed.), Churchill Livingstone, 2006.
-
[4] Dalimartha, S., Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid V, Trubus Agriwidya, 2008.
-
[5] Heyne, K., Tumbuhan Berguna Indonesia, Jil. 3, a.b. Badan Litbang Kehutanan Jakarta, Yayasan Sarana Warna Jaya, 1502, 1950.
-
[6] Sudarsono, A. Pudjoarinto, D. Gunawan, S. Wahyono, I.A. Donatus, M. Dradjad, S. Wibowo & Ngatidjan, Tumbuhan Obat 1, Pusat Penelitian Obat Tradisional Universitas Gadjah Mada, 2006.
-
[7] Harwoko, Nur A. C., Quality
Standardization of Brotowali (Tinospora crispa) Stem Extract.
Traditional Medical Research. 2016, 21(1) : 6-11.
-
[8] Rakesh Maurya, Prasoon Gupta, Kailash Chand, Manmeet Kumar, Preety Dixit, Nasib Singh & Anuradha Dube, Constituents of Tinospora sinensis and Their Antileishmanial Activity Against Leishmania donovani, J. Natural Product Research, 2008, 23 (12) : 1134-1143.
-
[9] Manjrekar, P. N., Jolly, C., Narayanan, S., Comparative Studies of the Immunomodulatory Activity of Tinospora cordifolia and Tinospora sinensis, J. Fitoterapia, 2000, 71(3) : 254-7.
-
[10] Ravi, V., T. S. M. Saleem, S. S. Patel, Raamamurthy., K. Gauthaman, Antiinflammatory effect of methanolic extract of Solanum nigrum Linn. Berries, International Journal of Applied Research in Natural Products, 2009, 2(2) : 33-36.
-
[11] Linnet, A., P. G. Latha, M. M. Gincy, G. I. Anuja, S. R. Suja, S. Shymal, Anti-inflammatory, Analgesic and Anti-lipid Peroxidative Effects of Rhaphidophora pertusa (Roxb.) and Epipremnum pinnatum (Linn.) Engl. Aerial Parts. Indian Journal of Natural Products and Resources, 2010, 1(1) : 5-10.
-
[12] Morris, Christoper J., Carrageenan-Induced Paw Edema in the Rat and Mouse. Dalam : P. G. Winyard and D. A. Willoughby (Ed.), Methods in Molecular Biology, Vol. 225, Inflammation Protocols, Humana Press Inc, 2003, 115-121.
-
[13] Fitriyani, Atik., Lina Winarti, Siti Muslichah, Nuri, Uji Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada Tikus Putih, Majalah Obat Tradisional, 2011, 16 (1) : 34-42.
119

Discussion and feedback