Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 11, Nomor 2, Oktober 2023


PENGARUH KONSENTRASI KURKUMIN TERHADAP AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN FILM SELULOSA KURKUMIN

Delviana Erwita Loe*, Risna Erni Yati Adu, Noviana Mery Obenu

Program Studi Kimia, Fakultas Pertanian, Sains dan Kesehatan, Universitas Negeri Timor, Kefamenanu, Indonesia, 85613 * dewiloe697@gmail.com

ABSTRAK:  Kerusakan daging selama penyimpanan dapat dipantau dan dicegah

menggunakan kemasan pintar yang mengandung senyawa aktif antioksidan dan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kurkumin terhadap aktivitas antibakteri dan antioksidan dari film selulosa kurkumin untuk pengembangan film menjadi kemasan aktif. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan adalah metode DPPH (1.1-difenil-2-pikrilhidrazil), sedangkan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi kurkumin dalam film selulosa-kurkumin meningkatkan % inhibisi sebesar 43,561%. Sedangkan hasil aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi kurkumin dalam film selulosa-kurkumin meningkatkan diameter zona hambat sebesar 11,375 mm dan 13,375 mm, masing-masing terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Peningkatan konsentrasi kurkumin dapat meningkatkan aktivitas antibakteri dan antioksidan dari film selulosa kurkumin.

Kata kunci: Selulosa; Kurkumin; Antibakteri, Antioksidan; Escherichia coli; Sthaphlycoccus aureus.

ABSTRACT: Meat damage during storage can be monitored and prevented using smart packaging that contains active antioxidant and antibacterial compounds. This research aims to determine the effect of curcumin concentration on the antibacterial and antioxidant activity of curcumin cellulose films for developing films into active packaging. The method used to test antioxidant activity was the DPPH (1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) method, while the antibacterial activity test used the disc diffusion method. The results showed that increasing the concentration of curcumin in the cellulose-curcumin film increased the % inhibition by 43.561%. Meanwhile, the results of antibacterial activity showed that increasing the concentration of curcumin in the cellulose-curcumin film increased the diameter of the inhibition zone by 11.375 mm and 13.375 mm, respectively against Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Increasing the concentration of curcumin can increase the antibacterial and antioxidant activity of curcumin cellulose films.

Keywords: Curcumin cellulose; Antibacterial; Antioxidant; Eschercia coli; Staphlycoccus aureus.

  • 1 . PENDAHULUAN

Penyimpanan daging dalam kemasan dapat mengalami kerusakan karena tiga faktor yaitu oksidasi lemak, aktivitas enzim dan aktivitas mikroba. Oksidasi lemak dapat menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang

tidak stabil dan sangat reaktif, karena memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya [1]. Enzim pembusuk pada daging adalah ekoenzim proteolitik maupun lipolitik. Enzim yang dilepas ke media oleh bakteri digunakan untuk mengubah senyawa pada daging

menjadi senyawa sederhana yang terlarut, dan terjadi metabolisme yang menyebabkan pembusukkan daging [2]. Aktivitas mikroba dalam daging menyebabkan penurunan kesegaran karena adanya pembentukan beberapa senyawa seperti asam asetat, n-butirat, dan amina biogenik yang menyebabkan terjadi perubahan pH [3]. Perubahan pH dapat dijadikan sebagai indikator kesegaran daging yang dapat dipantau menggunakan kemasan pintar.

Kemasan pintar terdiri dari kemasan cerdas (intelligent packaging) dan kemasan aktif (active packaging). Kemasan aktif adalah kemasan yang dirancang untuk memperpanjang umur simpan produk dan mempertahankan kondisi pangan yang dikemas. Secara umum kemasan aktif diklasifikasikan menjadi dua yaitu sistem penjerap (scavenging/absorbing systems) yaitu sistem yang mampu menyerap oksigen (O2), kelebihan air, etilen, karbondioksida (CO2), dan bau. Sedangkan sistem pelepas (releasing systems) mengandung komponen bioaktif seperti agen antioksidan dan antibakteri. Kemasan cerdas adalah kemasan yang dirancang untuk memonitor kondisi pangan, menginformasikan perubahan yang terjadi pada produk atau lingkungannya seperti suhu dan pH. Fungsi cerdas dari kemasan dapat diperoleh dari indikator, sensor, atau peralatan yang mampu mengkomunikasikan informasi dalam sistem kemasan [4]. Suatu kemasan dikatakan cerdas karena di dalamnya terdapat alat pendeteksi berupa label pintar atau indikator film, dengan prinsip terjadi perubahan warna pada indikator akibat perubahan pH dalam kemasan [5].

Salah satu tantangan dalam pengembangan kemasan pintar adalah membuat indikator dari pewarna alami yang juga dapat berfungsi sebagai kemasan aktif. Pewarna alami kurkumin dapat berfungsi sebagai indikator kesegaran dan juga sebagai agen aktif. Tang et al. (2022) melaporkan bahwa film komposit natrium selulosa/kitosan dengan pewarna kurkumin dapat berfungsi sebagai indikator kesegaran

karena responsif terhadap pH, yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah [6]. Wahyuningtyas et al. melaporkan bahwa ekstrak kurkumin memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 51,17 mg/L [7]. Sedangkan Permata et al. mengemukakan bahwa fraksi dari rimpang Curcuma longa mengandung senyawa kurkumin yang sangat aktif membunuh Staphylococcus aureus standar dan isolat klinis, yang ditandai dengan zona hambat diantara 9-21 mm[8]. Roy & Rhim melaporkan bahwa film fungsional berbasis karboksimetil selulosa (CMC) dengan pewarna kurkumin menghasilkan film fungsional dengan aktivitas antioksidan sebesar 40,2% saat penambahan 1% kurkumin, dan dengan penambahan 1% kurkumin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli [9]. Penelitian Luo et al. menghasilkan film komposit selulosa/kurkumin yang memberikan diameter zona hambat terhadap bakteri Escherichia coli yang sebanding dengan penambahan konsentrasi kurkumin [10]. Berdasarkan uraian di atas informasi tentang aktivitas antioksidan dan antibakteri film selulosa kurkumin pada berbagai variasi konsentrasi dengan jangkauan yang lebih luas masih terbatas. Maka penelitian ini akan dilakukan uji pengaruh konsentrasi kurkumin terhadap aktivitas antibakteri dan antioksidan dari film tersebut untuk tujuan pengembangan film lebih lanjut menjadi kemasan aktif.

  • 2 . PERCOBAAN

    • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu rimpang kunyit, selulosa standar, DPPH (1.1-diphenyl-2-picrylhydrazil), aquades, etanol 96%, tisu, cotton bud, Media Mueller Hinton Agar (MHA), bakteri Escherichia coli, dan bakteri Staphylococcus aureus.

Peralatan yang digunakan yaitu peralatan gelas, Spektrofotometer UV-Vis, blender, ose, pinset, oven, neraca analitik, autoclafe, bunsen dan jangka sorong.

  • 2.2    Metode

    2.2.1    Preparasi Sampel

Sebanyak 1 kg rimpang kunyit, dibersihkan, dicuci dipotong dengan ukuran 2 cm, lalu diblender sampai halus, dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 2 jam, lalu disaring menggunakan saringan 80 mesh sehingga mendapat serbuk.

  • 2.2.2    Ekstraksi Kurkumin

Serbuk simplisa kunyit ditimbang sebanyak 500 gram, ditambahkan aquades 1 liter, dicampur hingga larutan homogen, lalu disaring dan diperoleh ekstrak. Kurkumin 5, 10, 15 dan 20 % disiapkan dengan mengencerkan larutan induk.

  • 2.2.3    Fabrikasi Film Selulosa-Kurkumin

Ditimbang 4 g selulosa standar kemudian dilarutkan dalam ekstrak kurkumin sebanyak 50 mL sambil distirrer hingga larutan menjadi hydrogel. Larutan dituang ke dalam cawan petri, lalu dioven dengan T= 80 ºC selama 3x24 jam sampai hidrogelnya kering dan diberi label. Prosedur diulangi untuk fabrikasi film menggunakan ekstrak kurkumin yang lainnya. Masing-masing film diberi label FSK0, FSK5, FSK10, FSK15 dan FSK20.

  • 2.2.4    Uji Antioksidan

DPPH ditimbang sebanyak 4 mg, kemudian dilarutkan dengan etanol 96% sebanyak 25 mL, lalu diaduk hingga homogen. Selanjutnya masing-masing Film FSK0, FSK5, FSK10, FSK15 dan FSK20 digunting dengan ukuran 2x2 cm lalu disimpan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 4 mL larutan DPPH, lalu divortex selama 1 menit dan didiamkan selama 30 menit dalam tempat gelap kemudian diukur absorbansi dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Laju penangkalan radikal dihitung dengan rumus:

(A0 ‒ A1)

Laju penangkalan DPPH (%) =         X 100

A0

Keterangan:

A0 adalah absorbansi kontrol

A1 adalah absorbansi dari sampel

  • 2.2.5    Uji Antibakteri

Bubuk NA sebanyak 2,8 g dilarutkan dalam aquades 100 mL. Media dipanaskan dan distirrer hingga mendidih dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. Media steril dibiarkan pada suhu ruangan selama 30 menit dalam keadaan miring hingga memadat.

Kultur murni bakteri E. coli dan S. aureus masing-masing dipindahkan menggunakan jarum ose dengan cara digoreskan pada permukaan agar. Bakteri yang telah dipindahkan kemudian ditutup rapat menggunakan kapas steril dan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam.

Masing-masing film FSK0, FSK5, FSK10, FSK15, dan FSK20 dibuat dalam bentuk kertas cakram, diletakan di atas media agar NA yang sebelumnya telah disebar 0.1 mL kultur Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada masing-masing cawan petri. Kemudian masing-masing cawan petri diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam, lalu dimati zona hambat dan dihitung diameter zona bening (termasuk diameter film) yang terbentuk.

  • 3    HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan ekstrak kurkumin dalam pengujian aktivitas antioksidan dan antibakteri indikator film selulosa kurkumin dilakukan melalui beberapa tahapan yakni,    ekstraksi    senyawa

kurkumin, fabrikasi film indikator pH, uji antioksidan dan antibakteri. Pewarna kurkumin diekstraksi dari rimpang kunyit yang telah dipreparasi hingga membentuk serbuk yang bebas air sehingga ekstraksi lebih optimal karena difusi larutan ke bahan akan lebih efektif dibandingkan dalam keadaan segar. Dalam keadaan segar kandungan air dalam bahan yang tinggi akan menutup permukaan dan mempersulit difusi [11-13]. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Metode ini

lebih aman untuk ekstraksi zat warna karena tidak menggunakan pemanasan yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada pewarna. Pelarut yang digunakan dalam mengekstrak kurkumin yaitu aquades dengan tujuan untuk menyamakan sifat kelarutan selulosa dalam ekstrak kurkumin, karena selulosa bersifat hidrokolid yaitu mampu menyerap dan mengikat air. Sehingga aquades sangat tepat sebagai pelarut kurkumin dalam pembuatan film selulosa kurkumin [14].

  • 3.1    Indikator pH

Indikator film adalah suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang bersifat hidrokoloid dan mengandung senyawa antioksidan atau antibakteri sehingga dapat melindungi produk dari proses oksidasi lemak, serta menghambat pertumbuhan mikroba [15]. Film indikator pH pada penelitian ini dibuat dari selulosa sebagai polimer dan ekstrak kurkumin sebagai senyawa pembawa antioksidan dan antibakteri. Selulosa dipilih sebagai polimer pembuatan film karena memiliki sifat termoplastik yang mempunyai potensi untuk dibentuk menjadi film kemasan biodegradable [16]. Kurkumin memiliki sifat sebagai antioksidan dan antibakteri yang baik karena senyawa fenoliknya [17]. Film selulosa kurkumin yang dihasilkan dari berbagai variasi konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan adanya perbedaan warna pada setiap film akibat perbedaan konsentrasi kurkumin. Film yang mengandung kurkumin ditunjukkan dengan warna kuning, semakin meningkatnya konsentrasi kurkumin yang ditambahkan maka semakin lebih gelap warna film yang dihasilkan [9]. Perbedaan warna pada film selulosa kurkumin dapat diketahui berdasarkan nilai RGB. Penambahan konsentrasi kurkumin meningkatkan nilai Red dari film.

  • 3.4    Uji Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH (1.1-difenil-2- pikrilhidrazil).

Tabel 1. Film Selulosa Kurkumin

Kode    Gambar          Nilai

Film     Film           RGB

R   G    B

FSK0

124,8 15


121,4  110,67

75      4


FSK5

142,6 81


124,9 75


115,49 6


FSK10

147,3 10


122,0  110,65

22      5


FSK15

153,2 60


144,0  135,62

19    1


FSK20

158,0 68


138,0 09


131,74 9


Metode ini dapat mengukur aktivitas penghambatan radikal bebas yang dipilih karena analisisnya bersifat sederhana, cepat, mudah, dan peka terhadap sampel [18]. DPPH adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil, memiliki absorbansi kuat pada panjang gelombang 517 nm dan berwarna gelap.

Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan

Kode Film

Blanko

Absorban si

%Inhibisi

IC50 (ppm)

FSK0

0,846

0,837

1,0244

FSK5

0,846

0,563

33,451

11,850

FSK10

0,846

0,443

47,635

FSK15

0,846

0,322

61,938

FSK20

0,846

0,222

73,758

Rata-rata

43,561


Tingkat aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dapat digolongkan berdasarkan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) yang didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat merendam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka antioksidan itu semakin kuat dalam menangkap radikal bebas. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan dari ke-5 film selulosa kurkumin ditunjukkan pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi kurkumin maka nilai absorbansinya semakin rendah dan nilai % penghambat (inhibisi) semakin tinggi, dengan rata-rata persen inhibisi sebesar 43,561%. Semakin tinggi konsentrasi senyawa antioksidan maka akan semakin tinggi kemampuannya dalam mengoksidasi radikal bebas dan nilai absorbansi sampel menurun karena elektron pada DPPH menjadi berpasangan dengan elektron sampel yang menyebabkan warna larutan ungu pekat menjadi kuning bening [19].

DPPH yang berwarna ungu pekat akan berubah menjadi kuning ketika mengalami reduksi setelah bereaksi dengan senyawa kurkumin karena elektron ganjil dari radikal DPPH telah berpasangan dengan hidrogen dari senyawa penangkal radikal bebas [18]. Nilai IC50 film selulosa kurkumin pada variasi konsentrasi 5, 10, 15, dan 20% ekstrak kurkumin adalah 11.850 ppm. Berdasarkan kategori penggolongan kekuatan antioksidan nilai IC50 menurut Fauziah et al. film selulosa kurkumin ini berada pada kisaran <50 ppm sehingga dapat digolongkan dalam

Gambar 1. Reaksi DPPH dengan Kurkumin (Kurnianingsih, 2013)

tingkatan aktivitas antioksidan sangat kuat [20].

Nilai aktivitas antioksidan yang diperoleh dibandingkan dengan penelitian Roy & Rhim dimana, nilai aktivitas antioksidan film komposit dengan ditambahkan kurkumin tergolong samasama kuat, yang artinya mampu menghambat proses oksidasi oleh DPPH. Peningkatan aktivitas antioksidan film komposit yang ditambahkan kurkumin, tergantung pada penambahan konsentrasi kurkumin. Aktivitas antioksidan yang sangat baik dari kurkumin bergantung pada sumbangan atom H dari kelompok fenolik kurkumin. Atom hidrogen kemudian berikatan dengan atom nitrogen dari senyawa DPPH yang menyebabkan radikal DPPH diubah menjadi lebih stabil. Reaksi DPPH dengan senyawa kurkumin dilihat pada Gambar 1.

  • 3.5    Uji Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri indikator film selulosa kurkumin dilakukan untuk melihat pengaruh variasi konsentrasi kurkumin dalam menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk (E. coli dan S. aureus). Aktivitas antibakteri diukur berdasarkan diameter zona hambat, penghambatan yang dikelilingi cakram film setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Semakin luas diameter zona hambat yang terbentuk maka semakin besar zona penghambatan. Hasil pengukuran zona hambat film selulosa kurkumin terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Zona Hambat Film Selulosa Kurkumin

Kode Film

E. coli (mm)

S. aureus (mm)

FSK0

-

-

FSK5

5,5

6,5

FSK10

8

13

FSK15

13

14

FSK20

19

20

Rata-rata

11,375

13,375

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kurkumin dalam film maka semakin tinggi daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus, sedangkan pada film selulosa tanpa penambahan kurkumin tidak ada zona hambat yang terbentuk. Kurkumin dapat membunuh beberapa patogen bakteri gram positif dan gram negatif seperti S. aureus dan E. coli karena kurkumin mengandung senyawa fenolik yang dapat menganggu fungsi FtsZ yang menyebabkan penghambatan poliferasi bakteri yang kemudian menghasilkan aktivitas antibakteri. FtsZ bertindak sebagai protein pengorganisir dan diperlukan untuk pembelahan dan kelangsungan hidup sel bakteri [10].

Nilai zona hambat bakteri S. aureus lebih tinggi dari nilai zona hambat E. coli pada setiap variasi konsentrasi kurkumin.

Hal ini disebabkan karena bakteri S. aureus dan E. coli berasal dari golongan bakteri yang berbeda, yaitu S. aureus sebagai gram positif yang memiliki struktur dinding sel sederhana, dimana dinding selnya terdiri dari lapisan peptidoglikan dan asam teiokat, sehingga memiliki sensitivitas yang tinggi yang mengakibatkan dinding sel gram positif mudah rusak. Sedangkan bakteri E. coli berasal dari golongan gram negatif yang memiliki struktur berlapis-lapis, serta kandungan lemak yang ralatif tinggi (1112%) sehingga lebih tahan terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan oleh senyawa kimia [21]. Aktivitas antibakteri yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian Luo et al. dimana nilai antibakteri film komposit yang ditambahkan kurkumin pada bakteri E.coli lebih kecil, karena perbedaan pelarut yang digunakan.

  • 4    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak kurkumin dalam film selulosa kurkumin dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dengan rata-rata kenaikan % inhibisi sebesar 43,561%. Variasi konsentrasi ekstrak kurkumin dalam film selulosa kurkumin meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Eschercia coli dan Staphylococcus aureus dengan rata-rata kenaikan masing-masing diameter zona hambat sebesar 11,375 mm dan 13,375 mm.

  • 5    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Dewi Sri Hartati Candra, A. N. (2015). Akseptabilitas Dan Sifat Daging Itik Afkir Yang Dilakukan Curing Menggunakan Ekstrak Kurkumin     Kunyit     Untuk

Menghambat Oksidasi Lemak Selama Penyimpanan.   Jurnal   Agritech,

34(04), 415.

  • [2]    Prihharsanti, A. H. T. (2009). Populasi Bakteri dan Jamur pada

Daging Sapi dengan Penyimpanan Suhu Rendah. Sains Peternakan, 7(2), 66‒72.

  • [3]    Rodrigues, C., Souza, V. G. L., Coelhoso, I., & Fernando, A. L.

  • (2021) . Bio‐Based Sensors for Smart Food          Packaging—Current

Applications and Future Trends. Sensors, 21(6), 1‒24.

  • [4]    Widiastuti, D. W. I. R. (2016). Kajian Kemasan Pangan Aktif Dan Cerdas (Active and Intelligent Food Packaging). Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 8‒10.

  • [5]    Nurfawaidi, A., Kuswandi, B., &

Wulandari, L. (2018). Pengembangan Label Pintar untuk Indikator Kesegaran Daging Sapi pada Kemasan ( Development of Smart Label for Beef Freshness Indicator in Package ). E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 6(2), 199‒204.

  • [6]    Tang, C., Zhao, Z., Yang, M., Lu, X., Fu, L., & Jiang, G. (2022). Current Research in Food Science Preparation and characterization of sodium cellulose sulfate / chitosan composite films loaded with curcumin for monitoring pork freshness. Current Research in Food 5(August), 1475‒ 1483.

  • [7]    Wahyuningtyas, S. E. P., Permana, I. D. G. M., & Wiadnyani, A. A. I. (2017). Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap   Kandungan Senyawa

Kurkumin     Dan     Aktrivitas

Antioksidan     Ekstrak     Kunyit

(Curcuma domestica Val.). Itepa, 6(2), 61‒70.

  • [8]    Permata, S., Dan Imam, S., Wicaksono, A., Raya Bandung, J., Km, S., & Barat, J. (2016). Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak, Fraksi Dan Isolat Rimpang Curcuma Sp. Terhadap Beberapa Bakteri Patogen. Farmaka, 14(1), 175‒183.

  • [9]    Roy, S., & Rhim, J. W. (2020).

Carboxymethyl      cellulose-based

antioxidant and antimicrobial active packaging film incorporated with

curcumin and zinc oxide. International Journal of Biological Macromolecules, 148, 666‒676.

  • [10]  Luo, N., Varaprasad, K., Reddy, G.

  • V. S., Rajulu, A. V., & Zhang, J. (2012).       Preparation       and

characterization                    of

cellulose/curcumin composite films. RSC Advances, 2(22), 8483‒8488.

  • [11]  Cahya, D., & Prabowo, H. (2019).

Standarisasi Spesifik dan Non-Spesifik Simplisia dan Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.). Jurnal Farmasi Udayana, 8(1), 29.

  • [12]  Obenu, N. M. (2019). Ekstraksi dan

Identifikasi Komposisi Metabolit Fraksi Diklorometana dan Aquades Ektrak Metanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn). Jurnal Saintek Lahan Kering, 2(1), 17‒19

  • [13]  Rosida, D. F., Hapsari, N., & Dewati,

R. (2018). Edible Coating dan Film dari Biopolimer Bahan Alami Terbarukan. (N.p) : Uwais Inspirasi Indonesia.

  • [14]  Hidayati, S., Zulferiyenni, &

Satyajaya, W. (2019). Optimasi Pembuatan Biodegradable Film dari Selulosa Limbah Padat Rumput Laut Eucheuma     Cottonii     dengan

Penambahan Gliserol, Kitosan, CMC dan Tapioka. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia (JPHPI), 22(2), 340‒354.

  • [15] Amaliya Riza Rizki, P. W. R. D.

  • (2014) . Karakterisasi Edible Film Daripati Jagung Dengan Penambahan Filtrat Kunyit Putih Sebagai Antibakteri Characterization Edible Film of Corn Starch with The Addition of White Saffron Filtrateas Antibacterial. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(3), 43‒53.

  • [16]    Permata, S., Dan Imam, S., Wicaksono, A., Raya Bandung, J., Km, S., & Barat, J. (2016). Uji

Aktivitas Antibakteri Ekstrak, Fraksi Dan Isolat Rimpang Curcuma Sp.

Terhadap Beberapa Bakteri Patogen. Farmaka, 14(1), 175‒183.

  • [17]    Erna, K. H., Felicia, W. X. L., Rovina, K., Vonnie, J. M., & Huda, N. (2022). Development of curcumin/rice starch films for sensitive detection of hypoxanthine in chicken and fish meat. Carbohydrate Polymer     Technologies     and

Applications, 3(February), 100189.

  • [18]    Wulansari, A. N. (2018). Alternatif Cantigi     Ungu     (Vaccinium

varingiaefolium) sebagai Antioksidan Alami:  Review. Farmaka,  16(2),

419‒429.

  • [19]    Masrifah, M., Rahman, N., & Abram, P. H. (2017). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun dan Kulit Labu Air (Lagenaria siceraria (Molina) Standl.). Jurnal Akademika Kimia, 6(2), 98.

  • [20]    Fauziah, A., Sudirga, S. K.,  &

Parwanayoni, N. M. S. (2021). Uji Antioksidan Ekstrak Daun Tanaman Leunca (Solanum nigrum L.). Metamorfosa: Journal of Biological Sciences,           8(1),           28.

https://doi.org/10.24843/metamorfosa .2021.v08.i01.p03

  • [21]    Lingga  Rabekka  Ancela, Usman

Pato,    and R. E. (2016). Uji

Antibakteri     Ekstrak     Batang

Kecombrang   (Nicolaia   speciosa

Horan) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Antibacterial. Jom Faperta,  18(2),

33‒37.

  • [22]    Rusdianto, A. S., Wiyono, A. E., & Tauvika, N. (2021). Penentuan Tingkat Kesegaran Daging Ayam Menggunakan Label Pintar Berbasis Ekstrak Antosianin Ubi Jalar Ungu. Jurnal Agroindustri, 11(1), 11‒22. 2.

  • [23]    Juliani, D., Suyatma, N. E., & Taqi, F. M. (2022). Pengaruh Waktu Pemanasan, Jenis dan Konsentrasi Plasticizer terhadap Karakteristik Edible Film K-Karagenan. Jurnal Keteknikan Pertanian, 10(1), 29‒40.

102