KAJIAN KADAR TIMBAL (Pb) DARAH DAN PROFIL DARAH PADA PEKERJA BENGKEL DI BANJAR KARANGSARI KARANGASEM-BALI
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 11, Nomor 2, Oktober 2023
KAJIAN KADAR TIMBAL (Pb) DARAH DAN PROFIL DARAH PADA PEKERJA BENGKEL DI BANJAR KARANGSARI KARANGASEM-
BALI
Nyoman Sudarma* dan Ni Wayan Desi Bintari
Program Studi Teknologi Laboratorium Medis, STIKES Wira Media Bali, Indonesia 80239 *[email protected]
ABSTRAK: Timbal (Pb) adalah salah satu logam berat yang terdapat di udara yang berasal emisi gas buangan kendaraan bermotor yang berbahan bakar minyak yang tercampur dengan timbal (Pb). Salah satu pekerjaan yang terkena paparan timbal cukup besar adalah pekerja bengkel, proses pekerjaan yang berpaparan langsung dengan timbal yang berasal dari emisi gas buangan kendaraan bermotor yang kemungkinan terhirup melalui hidung ataupun menempel pada jaringan kulit serta pada rambut pekerja bengkel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar timbal darah serta profil darah pekerja bengkel di Banjar Karangsari. Penelitian ini menggunakan 9 sampel darah responden yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kadar timbal darah diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AA-7000 dan profil darah diukur dengan Hematology Analyzer Mindray bc 2800. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kadar timbal dalam darah adalah 0,63 ppm. Seluruh responden memiliki kadar timbal darah melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu 0,1-0,25 ppm. Profil darah diperoleh jumlah sel darah putih (WBC) rata-rata sebesar 7.15×103/µL, jumlah sel darah merah (RBC) rata-rata sebesar 4,92×106/µL dan jumlah hemoglobin (HGB) rata-rata 15,87 g/Dl. Nilai sel darah putih, sel darah merah, dan hemoglobin masih dalam nilai normal. Red Blood Cell Distribution Width Standart Deviasi (RDW-SD) diperoleh rata-rata 50.68 µm/L atau dalam kategori tinggi. RDW yang meningkat dapat mengindikasikan terjadinya jenis anemia seperti anemia defisiensi besi. Implikasi klinis terhadap peningkatan RDW adalah terjadi anemia makrositik dan dalam penelitian ini diperoleh 33,3% responden terindikasi makrositosis.
Kata kunci: Timbal; sel darah merah; sel darah putih; hemoglobin; RDW-SD, pekerja bengkel.
ABSTRACT: Lead (Pb) is one of the heavy metals found in the air from exhaust gas emissions from motorized vehicles fueled with oil mixed with lead (Pb). One of the occupations that are exposed to large amounts of lead exposure is workshop workers, the work process of which is directly exposed to lead from motor vehicle exhaust emissions that may be inhaled through the nose or attached to the skin tissue and hair of workshop workers. This study aims to analyze blood lead levels and blood profiles of workshop workers in Banjar Karangsari, Karangasem Region in Bali. This study used 9 respondents' blood samples that met the inclusion criteria. Blood lead levels were measured using a Shimadzu AA-7000 Atomic Absorption Spectrophotometer and blood profiles were measured using a Mindray bc 2800 Hematology Analyzer. Based on the results, the average blood lead level was 0.63 ppm. All respondents had blood lead levels exceeding the permissible threshold of 0.1-0.25 ppm. The blood profile obtained an average white blood cell count (WBC) of 7.15×103/µL, an average red blood cell count (RBC) of 4.92×106/µL, and an average hemoglobin (HGB) count of 15.87 g/Dl. The white blood cells, red blood cells, and hemoglobin values are still within normal values. Red Blood Cell Distribution Width Standard Deviation (RDW-SD) obtained an average of 50.68 m/L or in the high category. An elevated RDW may indicate a type of anemia such as iron deficiency anemia. The clinical
implication of increasing RDW is macrocytic anemia and based on this study 33.3% of respondents were indicating of macrocytosis.
Keywords: lead; red blood cell; white blood cell; hemoglobin; RWW-SD, motorbike repair workers
Timbal (Pb) adalah salah zat unsur golongan IVA yang merupakan unsur logam berwarna abu-abu kebiruan. Timbal (Pb) umumnya dikenal sebagai timah hitam dan biasa digunakan sebagai campuran bahan bakar bensin. Timbal (Pb) yang merupakan salah satu unsur logam berat yang terdapat dalam bahan bakar minyak yaitu bensin yang dapat mencemari udara. Timbal (Pb) biasa digunakan sebagai campuran bahan bakar bensin, berfungsi untuk meningkatkan daya pelumasan dan meningkatkan efisiensi pembakaran. Bahan timbal (Pb) ini bersama bensin dibakar dalam mesin, sisanya ±70 % keluar bersama emisi gas buang hasil pembakaran dan timbal (Pb) yang terbuang lewat knalpot merupakan salah satu diantara zat timbal. Timbal (Pb) tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel, karena timbal (Pb) merupakan sebuah unsur maka tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak dapat dihancurkan [1].
Bensin merupakan salah satu jenis bahan bakar minyak untuk kendaraan roda dua dan empat. Timbal (Pb) dapat ditambahkan dalam bentuk organik timbal dipakai dalam industri perminyakan. Alkil timbal (TEL/timbal tetraetil dan TML/timbal tetrametil) digunakan sebagai campuran bahan bakar bensin. Fungsinya selain meningkatkan daya pelumasan, meningkatkan efisiensi pembakaran juga sebagai bahan aditif anti ketuk (anti-knock) pada bahan bakar yaitu untuk mengurangi hentakan akibat kerja mesin sehingga dapat menurunkan kebisingan suara ketika terjadi pembakaran pada mesin-mesin kendaraan bermotor. Sumber inilah yang saat ini paling banyak memberi kontribusi kadar timbal (Pb) dalam udara [2].
Menurut Yoga, pekerja bengkel merupakan suatu pekerjaan yang bergerak dibidang sektor informal yang melayani jasa perbaikan baik kendaraan beroda dua maupun roda empat memanfaatkan lahan dipinggir jalan. Proses pekerjaan yang berpaparan langsung dengan timbal (Pb) yang berasal dari emisi gas buangan kendaraan bermotor yang sedang diperbaiki atau udara sekeliling bengkel serta kendaraan bermotor yang berlalu lalang di jalan yang kemungkinan terhirup melalui hidung ataupun menempel pada jaringan kulit serta pada rambut pekerja bengkel. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cahyanti Nova [3] yang berjudul Analisis Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Pekerja Bengkel di Desa Buduk Dengan Metode Spektrofoptometri Serapan Atom (SSA) diperoleh hasil kadar timbal terendah yaitu 0,23 ppm dan tertinggi adalah 0,33 ppm.
Berdasarkan survey yang telah dilakukan di Banjar Karangsari, Desa Sukadana Kec. Kubu Kab. Karangasem diketahui bahwa jumlah pekerja bengkel di Banjar Karangsari berjumlah 10 orang, jam kerja dengan rata-rata 10 perhari. Bengkel di Banjar Karangsari, Desa Sukadana Kec.Kubu Kab. Karangasem terletak dekat dengan jalan raya pekerja bengkel yang bekerja di Banjar Karangsari, Desa Sukadana Kec. Kubu Kab. Karangasem bekerja lebih dari 5 tahun dengan kebiasaan yang jarang menggunakan APD seperti masker. Para pekerja bengkel juga tidak mencuci tangannya secara benar setelah selesai bekerja hal tersebut dapat mengakibatkan kandungan timbal yang bersumber dari minyak pelumas dan bahan bakar lain serta paparan langsung dari hasil pembakaran mesin yang tidak sempurna masih melekat pada tangan yang kurang bersih saat proses pencuci dan dapat masuk
kedalam tubuh melalui mulut. Hal ini dapat menyebabkan para pekerja bengkel terpapar timbal (Pb). Para pekerja bengkel di Banjar Karangsari, Desa Sukadana Kec. Kubu Kab. Karangasem belum pernah melakukan pemeriksaan kesehatan mengenai kadar timbal (Pb) yang terdapat di dalam darah para pekerja bengkel.
Menurut CDC kadar timbal di dalam darah disebut tinggi jika lebih 10µg/L. Pada keracunan Pb di dalam darah 40-50µg/L, penderita mampu mengalami penurunan IQ (Intelligence quotient) akibat terganggunya fungsi neurotransminasi [4]. Sekitar 30-50% timbal yang terhirup akan diabsorbsi kedalam darah [5]. Timbal akan masuk kedalam sumsum tulang dan menghambat proses hematopoesis yaitu menghambat pembentukan sel-sel darah merah atau hemoglobin [6]. Sel darah merah atau hemoglobin merupakan salah satu protein khusus dengan fungsi khusus yaitu mengangkut oksigen kejaringan dan mengembalikan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Hemoglobin juga berperan mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh. Bila hemoglobin berkurang, tubuh menjadi cepat letih, lesu, mengantuk, dan konsentrasi berkurang. Akibatnya, produktifitas kerjapun menurun. Penurunan kadar hemoglobin yang sangat rendah pada seseorang akan mengalami terjadinya anemia [7].
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: darah vena pekerja bengkel, timbal nitrat (Pb(NO3)2), asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), aquades (H2O), larutan standar timbal (Pb(NO3)2) 100 ppm. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: jarum, holder, tourniquet, kapas alkohol, tabung EDTA (Ethyle Diamine Tetraacetic Acid), hotplate, labu ukur, Erlenmeyer, pipet tetes, beaker glass, corong, mikro pipet, kertas saring, aluminium foil, ball filler, botol sampel. Spektrofotometer Serapan Atom
(SSA) merk Shimadzu AA-7000 dan Hematology Analyzer Mindray bc 2800
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 9 sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi yang diambil dari darah vena pekerja bengkel Banjar Karangsari, Desa Sukadana Kec. Kubu Kab. Karangasem. Adapun kriteria dalam penelitian ini yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu:
-
1. Lamanya bekerja sebagai pekerja bengkel lebih dari 5 tahun.
-
2. Usia pekerja bengkel sekitar 20-50 tahun.
-
3. Aktif bekerja selama 6 bulan terakhir. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu:
-
1. Pekerja bengkel tidak bersedia diambil darahnya.
-
2. Pekerja bangkel yang sedang sakit dan mengkonsumsi vitamin dan obat-obat tertentu.
Data diambil dengan memberikan responden informed concent dan memberikan quisioner. Jika responden bersedia menjadi responden dan memenuhi kriteria inklusi maka diambil sampel darah vena nya dan dilakukan pemeriksaan laboratorium kadar timbal, hemoglobin dan sel darah merah. Pemeriksaan kadar timbal darah dilakukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) merk Shimadzu AA-7000, dan profil darah dilakukan dengan Hematology Analyzer Mindray bc 2800.
Pengambilan sampel darah vena diawali menyiapkan alat yang diperlukan antara lain: jarum, kapas alkohol,
tourniquet, plester dan tabung EDTA
(Ethyle Diamine Tetraacetic Acid), responden diminta untuk meluruskan
lengannya dan mengepalkan telapak
tangannya. Pilihan lengan yaitu yang banyak melakukan aktivitas. Torniquet dipasang kira-kira 10 cm dari lipatan siku. Palpasi dilakukan untuk mengetahui posisi pembuluh darah vena yaitu pembuluh vena mediana chubital atau chepalic. Bagian kulit yang akan diambil darahnya dibersihkan menggunakan kapas alkohol 70% dan dibiarkan mongering. Dilakukan tes fungsi jarum (jarum dan tabung yang digunakan masih baru dan tersegel). Dilakukan penusukan di bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas (penusukan hanya dilakukan sekali saja). Setelah volume yang didapatkan sebanyak 5 mL, tourniquet dilepaskan dan responden diminta untuk membuka kepalan tangannya. Kapas di tempat suntikan dilepas dan jarum ditarik kemudian tempelkan plester pada luka tusukan. Darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung EDTA dan dihomogenkan. Menyimpan spesimen di dalam cool box untuk dianalisis kadar timbal dan profil darah.
Destruksi sampel darah dengan dilakukan dengan mengambil sampel darah dalam tabung EDTA sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Sampel darah dilarutkan dengan 5 mL asam nitrat pekat (HNO3) dan 5 ml asam sulfat pekat (H2SO4) di dalam Erlenmeyer. Sampel kemudian dipanaskan di dalam lemari asam menggunakan hotplate kurang lebih 3 jam dengan suhu 100ºC. Asam nitrat pekat (HNO3) ditambahkan sebanyak 10 mL dan proses dipanaskan kembali sampai sampel berwarna kuning jernih. Setelah sampel berwarna kuning jernih, pemanasan dihentikan, dan sampel didinginkan. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring. Filtrat dipipet sebanyak 25 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan aquades (H2O) sampai tanda batas labu ukur.
-
2.2.4 Pembuatan larutan induk timbal nitrat (Pb(NO3)2) 1000 dan 100 ppm
Pembuatan larutan induk timbal 1000 ppm dilakukan dengan ditimbang serbuk timbal nitrat (Pb(NO3)2) sebanyak 1,598 gram menggunakan neraca analitik. Serbuk kemudian dilarutkan dengan 10 mL asam nitrat (HNO3) dalam gelas beaker 100 mL. Setelah larut, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan ditambahkan aquades (H2O) hingga tanda batas. Pembuatan larutan baku timbal 100 ppm dilakukan dengan diambil sebanyak 10 mL larutan timbal 1000 ppm dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Pengenceran menggunakan aquades (H2O) di dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas.
Kurva kalibrasi larutan standar timbal dibuat dengan membuat sebanyak empat deret konsentrasi larutan standar timbal (Pb(NO3)2) yaitu 0,1; 0,2; 0,4; dan 0,6 ppm. Larutan standar timbal (Pb(NO3)2) 0,1 ppm dibuat dengan cara mengambil 0,1 mL larutan standar 100 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan menggunakan aquades (H2O) hingga tanda batas. Larutan standar timbal 0,2 ppm dibuat dengan cara diambil sebanyak 0,2 mL larutan standar 100 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan menggunakan aquades (H2O) hingga tanda batas. Larutan standar timbal 0,4 ppm dibuat dengan cara mengambil 0,4 mL larutan standar 100 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan menggunakan aquades (H2O) hingga tanda batas labu. Larutan standar timbal 0,6 ppm dibuat dengan cara mengambil 0,6 mL larutan standar 100 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan menggunakan aquades (H2O) hingga tanda batas labu. Kurva standar timbal dibuat dengan cara mengukur absorbansi larutan standar 0,1; 0,2; 0,4 dan 0,6 ppm pada
panjang gelombang 217,0 nm dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) merk Shimadzu AA-7000.
Sampel darah yang telah didestruksi diambil sebanyak 15 mL dan dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat ditampung pada tabung dan diletakkan pad arak sampel dan diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) merk Shimadzu AA-7000 pada panjang gelombang 217,0 nm.
Tabel 1. Karakteristik Responden
No |
Karakteristik |
N |
Persentase |
1. |
Usia ≤40 tahun |
7 |
80% |
Usia ≥ 40 tahun |
2 |
20% | |
Jumlah |
9 |
100% | |
2. |
Lama bekerja ≤ 5 tahun |
2 |
20% |
Lama bekerja ≥ 5 tahun |
7 |
80% | |
Jumlah |
9 |
100% | |
3. |
Menggunakan APD |
0 |
0 |
Tidak menggunakan APD |
9 |
100% | |
Jumlah |
9 |
100% | |
4. |
Lama jam kerja ≤ 8 jam/hari |
0 |
0 |
Lama jam kerja ≥ 8 jam/hari |
9 |
100% | |
Jumlah |
9 |
100% | |
5. |
Kebiasaan mencuci tangan |
0 |
0 |
Kebiasaan tidak mencuci tangan |
9 |
100% | |
Jumlah |
9 |
100% | |
6. |
Memiliki kebiasaan merokok |
5 |
60% |
Tidak memiliki kebiasaan merokok |
4 |
40% | |
Jumlah |
9 |
100% |
Pekerja bengkel yang bersedia menjadi responden dan memenuhi syarat kriteria inklusi diberikan informed concent
dan memberikan quisioner. Hasil quisioner responden dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas dari responden berumur ≤ 40 tahun dengan lama bekerja ≥5 tahun dengan lama jam kerja ≥ 8 jam/hari pekerja bengkel memiliki kebiasaan tidak menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD), memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan setelah bekerja serta mayoritas pekerja bengkel memiliki kebiasaan merokok. Para pekerja bengkel memiliki kadar timbal yang melewati ambang batas yang telah ditetapkan di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1406/MENKES/SK/XI/2002.
Kurva regresi larutan standar timbal diperoleh dengan memplotkan antara absorbansi hasil pengukuran larutan standar timbal dengan konsentrasi larutan standar timbal yaitu 0,1; 0,2; 0,4; dan 0,6 ppm. Kurva kalibrasi larutan standar timbal dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan
Standar Timbal
Pada gambar kurva kalibrasi larutan standar timbal diperoleh persamaan garis regresi linear y = 0,049 x – 0,0004 dengan nilai korefisien korelasi R sebesar 0,9990. Dengan memasukkan nilai absorbansi sampel darah maka dapat dihitung nilai y sebagai kadar timbal dalam darah pekerja bengkel. Kurva regresi linear memiliki koefisien yang sangat baik dimana nilai R diperoleh mendekati 1.
Untuk mengetahui kadar timbal dalam darah dilakukan pengukuran dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang 217,0 nm. Sampel darah lebih dahulu dilakukan proses destruksi. Destruksi yang dipilih adalah destruksi basah dengan menggunakan asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat pekat (H2SO4), diukur dengan AAS pada panjang gelombang 217,0 nm. Proses destruksi akan memutuskan ikatan antara senyawa organik yang ada di dalam darah dengan logam timbal (Pb) yang akan dianalisis. Kadar Pb dalam darah merupakan salah satu indikator terakumulasinya logam Pb dalam tubuh. Syarat analisis logam dalam SSA adalah sampel harus berupa larutan. Pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HClO4), dan asam klorida (HCl)[8].
Penelitian ini menggunakan larutan asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4) sebagai agen destruksi. Penggunaan larutan asam nitrat (HNO3) ditambahkan asam sulfat (H2SO4) memberikan hasil yang lebih baik dalam menentukan kadar timbal (Pb) [9]. Larutan HNO3 sebagai pengoksidasi utama dan pelarut logam yang baik, timbal (Pb) teroksidasi oleh HNO3 sehingga menjadi larut. H2SO4 berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat terputusnya reaksi logam timbal (Pb) dari senyawa yang ada di dalam sampel. H2SO4 juga mempengaruhi lingkungan sehingga katalis ini tidak ikut bereaksi. Campuran asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat banyak digunakan untuk mempercepat proses destruksi. Kedua asam ini merupakan oksidator kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 35ºC, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam sampel.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kadar Timbal Pada Spesimen Darah Pekerja Bengkel di Banjar Karangsari, Desa Sukadana Kec. Kubu Kab. Karangasem
No |
Sampel |
Kadar Timbal (ppm) |
1. |
Sampel 1 |
0.47 |
2. |
Sampel 2 |
0.40 |
3. |
Sampel 3 |
0.41 |
4. |
Sampel 4 |
0.58 |
5. |
Sampel 5 |
0.72 |
6. |
Sampel 6 |
0.70 |
7. |
Sampel 7 |
0.79 |
8. |
Sampel 8 |
0.79 |
9. |
Sampel 9 |
0.84 |
Berdasarkan Tabel 2, nilai kadar timbal (Pb) di dalam darah responden melewati ambang batas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1406/MENKES/SK/XI/2002 tentang standar pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada spesimen biomarker manusia, pengukuran pada spesimen darah dengan nilai ambang batas yaitu 0,1-0,25 ppm.
Jumlah kadar timbal dalam darah yang ada pada para pekerja bengkel di Banjar Karangsari melebihi ambang batas yang diperbolehkan dengan kadar terendah 0,40 ppm dan kadar tertinggi 0,84 ppm. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsya yang menemukan kadar timbal dalam darah pekerja melebihi batas ambang toksik [10]. Penelitian Sirait menemukan bahwa darah petugas batu bara mengandung timbal, yang mana semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi pula kadar timbal dalam darahnya [11].
Tingginya kadar timbal dalam darah pekerja bengkel di Banjar Karangsari dapat terlihat dari kebiasaan dalam bekerja. Seluruh pekerja bengkel dalam keseharian bekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai (100% responden tidak menggunakan APD). APD
Tabel 3. Kadar Timbal dan Profil Darah Pekerja Bengkel di Banjar Karangsari, Desa Sukadana Kec. Kubu Kab. Karangasem
No |
Sampel |
Kadar Timbal (ppm) |
WBC (103/µL) |
RBC (106/µL) |
HGB (g/dL) |
RDWSD (µm/L) |
1. |
Sampel 1 |
0.47 |
9.3 |
5.24 |
17.4 |
49.9 |
2. |
Sampel 2 |
0.40 |
7.12 |
5.94 |
16.5 |
38.1 |
3. |
Sampel 3 |
0.41 |
6.22 |
4.93 |
14.4 |
39.8 |
4. |
Sampel 4 |
0.58 |
5.9 |
5.08 |
16.3 |
51.9 |
5. |
Sampel 5 |
0.72 |
7.0 |
4.78 |
15.6 |
54.2 |
6. |
Sampel 6 |
0.70 |
6.8 |
4.85 |
15.9 |
53.9 |
7. |
Sampel 7 |
0.79 |
8.7 |
4.36 |
15.2 |
54.6 |
8. |
Sampel 8 |
0.79 |
6.0 |
4.47 |
15.9 |
54.7 |
9. |
Sampel 9 |
0.84 |
7.3 |
4.60 |
15.6 |
59.0 |
Rata-rata |
0.63 |
7.15 |
4.92 |
15.87 |
50.68 | |
Std. Deviasi |
0.17 |
1.17 |
0.48 |
0.84 |
7.09 | |
Maksimum |
0.84 |
9.3 |
5.94 |
17.4 |
59.0 | |
Minimum |
0.40 |
5.9 |
4.36 |
14.4 |
38.1 | |
NAB/Kadar Normal |
0,1-0,25 |
4.00 – 12.00 |
4.00 – 6.20 |
11,0 – 17,0 |
37.0 – 46.0 |
tersebut digunakan untuk melindungi paparan atau cemaran timbal yang ada pada beberapa bahan yang digunakan selama bekerja. Paparan ini diduga juga masuk ke dalam darah saat tubuh menyerap timbal dari kulit maupun kontaminasi makanan atau minuman yang masuk ke mulut akibat tangan yang masih mengandung timbal [12]. Pekerja yang tidak menggunakan APD menyebabkan tingginya paparan toksisitas timbal [13]. Jalur masuk timbal dalam darah banyak disebabkan oleh riwayat penyakit. Orang yang memiliki riwayat penyakit pernapasan memiliki resiko yang lebih tinggi karena pernapasan mulut mempermudah partikel debu dan timbal masuk ke dalam tubuh [10].
Banyak faktor lain yang juga menjadi penyebab tingginya jumlah kadar timbal (Pb) dalam darah. Pratiwi menyebutkan bahwa kebiasaan merokok dapat meningkatkan jumlah kadar timbal sehingga mempengaruhi paparan timbal dalam tubuh [14]. Masa kerja juga menjadi dugaan penyebab tingginya paparan timbal dalam darah pekerja bengkel. Berdasarkan
profil pekerja, 80% responden telah bekerja lebih dari 5 tahun dan 20% dibawah 5 tahun. Masa kerja yang lama kemungkinan besar akan meningkatkan akumulasi kadar timbal dalam darah [15].
Jumlah kadar timbal (Pb) darah dipengaruhi oleh jumlah paparannya. Selain jumlah, lamanya paparan timbal juga mempengaruhi kadar timbal dalam darah. Seiring dengan waktu, kadar timbal akan meningkat. Lamanya kerja dengan terpapar timbal menyebabkan tubuh tidak dapat mengadsorbsi timbal (Pb) dalam darah sehingga timbal (Pb) terus menerus terakumulasi menjadi banyak dan mengendap menjadi racun dalam darah. Faktor internal seperti umur dapat meningkatkan akumulasi timbal (Pb) dalam tubuh. Selain itu, kebiasaan merokok juga dapat meningkatkan jumlah kadar timbal (Pb) yang ada di dalam tubuh. Lamanya paparan selama bertahun-tahun mengakibatkan tubuh tidak dapat mengabsorpsi timbal (Pb) dalam darah [14].
Menurut Palar, peningkatan timbal (Pb) darah diakibatkan oleh paparan Pb dan masuk melalui saluran pernafasan, ingesti, dan kulit akan terakumulasi ke darah sebanyak 95% dan absorpsi timbal (Pb) terbesar adalah melalui pernafasan sehingga timbal (Pb) di udara menyumbang sebagian besar timbal (Pb) dalam darah [16]. Setelah itu didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati kemudian ke dalam tulang, rambut, gigi untuk di deposit di mana 90% deposit terdapat di tulang. Logam timbal (Pb) yang terakumulasi di tulang mampu 2+ menggantikan keberadaan ion Ca2+
(kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang sehingga pemberian dan penambahan kalsium dalam tubuh dapat mengganggu distribusi kalsium dalam darah karena kalsium mengganggu ikatan timbal dengan hemoglobin darah [17]. Proses ekskresi Pb pada umumnya berlangsung lambat karena Pb memiliki waktu paruh kurang dari 25 hari.
Tabel 3 menunjukkan profil darah sampel penelitian. WBC (White Blood Cell Count) menunjukkan jumlah sel darah putih atau leukosit total, RBC (Red Blood Cell Count) menunjukkan jumlah sel darah merah atau eritrosit, HGB (hemoglobin) dan RDWS (Red Blood Cell Distribution Width Standard Deviation).
Paparan timbal dalam darah sangat berdampak negatif bagi kesehatan. Kadar timbal dalam darah yang melebihi 10 µg/dl dapat meningkatkan tekanan darah dan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi [18]. Senyawa timbal dapat mengakibatkan gangguan atau efek terhadap kesehatan terutama pada sistem hematopoietik (sistem pembentukan darah). Timbal juga dapat mengganggu sistem sintesis hemoglobin [12].
Berdasarkan Tabel 3 dapat trelihat bahwa jumlah sel darah putih (leukosit total) para pekerja bengkel di Banjar Karangsari rata-rata sebesar 7.15×103/µL atau dalam kategori normal (berada pada
rentang 4.00 – 12.00 ×103/µL). White Blood Cell Count (WBC) tertinggi berada pada 9.3×103/µL dan terendah berada pada 5.9×103/µL. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Arsya bahwa jumlah leukosit pada pekerja yang terpapar timbal (Pb) berada dalam kadar normal [10].
Jumlah leukosit yang rendah dari batas normal disebabkan oleh adanya anemia dan keracunan kimiawi. Sedangkan apabila jumlah leukosit melebihi batas normal, menunjukkan terjadinya peningkatakn leukosit sebagai sel fagositik atau terjadinya berbagai macam infeksi [19].
Jumlah sel darah merah (eritrosit total) para pekerja bengkel di Banjar Karangsari adalah 4.92×106/µL atau dalam kategori normal (berada pada rentang 4.00 – 6.20×103/µL). Red Blood Cell Count (RBC) tertinggi sebesar 5.94×106/µL dan terendah sebesar 4.36×106/µL. Hasil penelitian sejalan dengan yang dilakukan oleh Laura yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan kadar eristrosit pada petugas SPBU dan pekerja mekanik kendaraan bermotor [20].
Sistem dalam pembentukan darah (hematopoietik) dapat terganggu oleh senyawa timbal. Senyawa ini akan melakukan penghambatan pembentukan hemoglobin dan memperpendek umur sel darah merah yang menyebabkan anemia [12]. Selain itu, dapat menyebabkan hemolisa eitrosit dan menghambat sinstesis hemoglobin [21].
Jumlah hemoglobin (HGB) para pekerja bengkel di Banjar Karangsari adalah 15.87 g/dL atau dalam kategori normal (berada pada rentang 11,0 – 17,0 g/dL). Hemoglobin tertinggi sebesar 17.4 g/dL dan terendah sebesar 14.4 g/dL. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan dan ditemukan kadar Hb mekanik kendaraan bermotor termasuk kategori normal [22]. Sejalan dengan Agistin [23] yang juga mengungkap bahwa pekerja yang terpapar timbal
memiliki kadar Hb normal. Selain itu Khotijah et al [24] dan Marisa & Wahyuni [25] juga menemukan bahwa paparan timbal (Pb) dalam darah menunjukkan rata-rata kadar hemoglobin dalam batas normal.
Paparan timbal menimbulkan gangguan yang bermacam-macam termasuk gangguan pada proses pembentukan Hb. Apabila kadar Pb dalam darah sebesar 30µg/dl adalah kelainan pada sistem perdarahan (haemopoitik) berupa hambatan pada ALAD (menghambat pertumbuhan haemoglobin) [22]. Normalnya kadar Hb pada pekerja dapat dipertahankan dengan memakai APD selama bekerja, mengontrol sumber paparan logam berat, memperhatikan durasi kerja dan mengkonsumsi asupan nutrisi dan gizi [23].
Distribusi sel darah merah dengan standar deviasi (RDWS) diperoleh rata-rata 50.68 µm/L atau dalam kategori tinggi (batas normal pada rentang 37.0 – 46.0 µm/L). Kadar distribusi sel darah merah tertinggi adalah 59.0 µm/L dan terendah adalah 38.1 µm/L. Red Blood Cell Distribution Width (RDW) mengukur kisaran ukuran sel darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan kekurangan beberapa vitamin. Implikasi klinis terhadap peningkatan RDW adalah terjadi anemia makrositik dan sebaliknya penurunan RDW menunjukkan adanya anemia jenis mikrositik. Berdasarkan sampel darah para pekerja bengkel di Banjar Karangsari, terdapat 33,3% responden terindikasi makrositosis. Adanya peningkatan stimulasi eritropoietin menyebabkan sintesis hemoglobin meningkat dalam perkembangan sel, sehingga eritrosit berukuran lebih besar dari ukuran normal [26].
RDW yang meningkat dapat mengindikasikan terjadinya jenis anemia seperti anemia defisiensi besi. Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesa hemoglobin [27]. Timbal (Pb) merugikan dalam tubuh yang dapat mengganggu jalur biosintesis hem.
Pb berpengaruh dengan cara menghambat penggabungan zat besi dalam protoporfirin IX dan menghambat fungsi enzim pada alur sintesis herm, termasuk aminolevulinic acid dehydratase (ALAD) dan ferrochelatase. Kenaikan fragilitas membran eritrosit dan penurunan waktu kelangsungan hidup sel darah merah menjadi penyebab anemia. Timbal yang masuk ke dalam tubuh mampu memperpendek masa edar atau masa hidup sel eritrosit sehingga meningkatkan jumlah retikulositosis dan anemia [28]. Sehingga, defisiensi besi dan keracunan timbal menyebabkan anemia.
Para pekerja bengkel di Banjar Karangsari, Desa Sukadana, Karangasem memiliki kadar timbal yang melewati ambang batas dengan rata-rata kadar timbal dalam darah yaitu 0,63 ppm. Tingginya kadar timbal dalam darah pekerja bengkel di Banjar Karangsari dapat terlihat dari kebiasaan dalam bekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri.
Jumlah sel darah putih para pekerja bengkel di Banjar Karangsari rata-rata sebesar 7.15×103/µL atau dalam kategori normal. Jumlah sel darah merah rata-rata sebesar 4.92×106/µL. Jumlah hemoglobin rata-rata 15.87 g/dL, dan Distribusi sel darah merah dengan standar deviasi (RDWS) diperoleh rata-rata 50.68 µm/L atau dalam kategori tinggi.
Ucapan terima kasih kepada Puskesmas Kubu I Karangasem, Laboratorium Kimia Universitas Udayana, Laboratorium Hematologi STIKes Wira Medika Bali yang telah memberikan ijin dan memfasilitasi penelitian ini.
-
[1] Angraini, H., & Maharani, E. T.
2012. Paparan Timbal (Pb) pada Rambut Sopir Angkot Rute Johar-Kedungmunu. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. 11(1): 47-50.
-
[2] Reffiane & dkk. 2011. Dampak Kandungan Timbal (Pb) Dalam Udara Terhadap Kecerdasan Anak Sekolah Dasar. Ilmu Lingkungan UNDIP Semarang. 1(2).
-
[3] Cahyanti, N.N.N. 2020. Analisis Kadar Timbal dalam Darah Pekerja Bengkel di Desa Buduk Kabupaten Badung dengan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS). Tugas Akhir. Program Studi Teknologi Laboratorium Medik STIKes Wira Media Bali
-
[4] Soedarto. 2013. Lingkungan dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto
-
[5] Widowati, W., Sastiono, A., Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam
Pencegahan & Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Andi
-
[6] O.K.A., O.B.A., & C.C.O. 2010.
Blood Lead as Biomaker of Environmental lead Pollution in Feral and Cultured Affrican Catfish (Clarias Gariepinus). Nigeria Veterinary Journal 31(2): 139-147
-
[7] Atikah, P. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta: Nuha
Medika
-
[8] Mayaserli, D.P., & Renowati. 2017. Analisis Kadar Logam Timbal (Pb) pada Rambut Karyawan SPBU. Journal of Sainstek 9(1): 19-25
-
[9] Mayaserli, D.P., & Shinta, D.Y.
2019. Verifikasi Logam Timbal pada Urin dengan Variasi Zat Pengoksidasi dan Metode Destruksi Basah pada Perokok Aktif. Saintek: Jurnal Sains dan Teknologi 11(1): 01-07
-
[10] Arsya, F.R. 2020. Gambaran Jumlah Leukosit pada Pekerja yang Terpapar Timbal (Pb). Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
-
[11] Sirait, J. 2020. Gambaran Hitung Jenis Leukosit pada Pekerja yang Terpapar Timbal (Pb). Skripsi.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
-
[12] Irfani, S.D. 2020. Hubungan Keracunan Timbal (Pb) dengan Morfologi Sel Darah Merah pada
Tukang Cat Mobil di Kota Padang. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang
-
[13] Alifiyanto, H. 2016. Kadar Timbal dalam Ruang dan dalam Darah dengan Hipertensi dan Keluhan Kesahatan pada Pekerja Bengkel Pengecatan Mobil di Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga
-
[14] Pratiwi, L. 2012. Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah pada Kelompok Polisi Lalu Lintas yang Terpapar dan Tidak Terpapar Timbal di Wilayah Polres Jakarta Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat 11(1): 38-42
-
[15] Takwa, A., Bujawati, E., Mallapiang, F. 2017. Gambaran Kadar Timbal dalam Urin dan Kejadian gingival Lead Line pada Gusi Anak Jalanan di Flyover Jl. AP. Pettarani Makassar. Higiene 3(2): 114-123
-
[16] Palar, H. 2012. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta
-
[17] Hasan, W. 2012. Pencegahan Keracunan Timbal Kronis pada Pekerja Dewasa dengan Suplemen Kalsium. Makara Kesehatan 16(1): 1-8
-
[18] NTP. 2012. National Toxicology Program NTP Monograph: Health effect of Low-Level Lead. United States: Department of Health and Human Services
-
[19] Rosita, B., & Sosmira, E. 2017.
Verifikasi Analisis Kadar Logam Timbal (Pb) dalam Darah dan Gambaran Hematologi Darah pada Petugas Tambang Batu Bara. Journal of Saintek 9(1): 68-75
-
[20] Laura, C. 2020. Gambaran Jumlah Eritrosit pada Pekerja yang Terpapar Timbal (Pb). Skripsi. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Medan
-
[21] Rosita, B., & Mustika, H. 2019.
Hubungan Tingkat Toksisitas Logam Timbal (pb) dengan Gambaran Sediaan Apus Darah pada Perokok Aktif. Jurnal Kesehatan Perintis 6(1): 14-20
-
[22] Kurniawan, W. 2008. Hubungan Kadar Pb dalam Darah dengan Profil Darah pada Mekanik Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak. Tesis. Universitas Diponegoro
-
[23] Agistin, S.D. 2021. Literature Review: Gambaran Kadar
Hemoglobin pada Pekerja Proyek. Tugas Akhir. Teknologi
Laboratorium Medik STIKes Insan Cendekia Medika Jombang
-
[24] Khotijah, K., Sjarifah, I., Mahendra, P.G.O., Widyaningsih, V., Setyawan, H. 2017. The effect of Lead (Pb) Exposure to Blood Pb Concentration and Hemoglobin Levels in Book Sellers and Steet Vendors of Surakarta. Kemas: Jurnal Kesehatan Masyarakat 13(2): 286-290
-
[25] Marisa, M., & Wahyuni, Y. 2019. Gambaran Kadar hemoglobin (Hb) Petugas SPBU PT Tebing Raya Kota Padang Tahun 2019. Prosiding Seminar Kesehatan Perintis
-
[26] Aliviameita, A., & Puspitasari. 2019. Buku Ajar Hematologi. Sidoarjo: Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
-
[27] Nurbadriyah, W.D. 2019. Anemia Defisiensi Besi. Yogyakarta:
Deepublish
-
[28] Chwalba, A., Maksym, B., Dobrakowski, M., Kasperczyk, S., Pawlas, N., Birkner, E., Kasperczyk, A. 2018. The Effect of Occupational Chronic Lead Exposure on the Complete Blood Count and The Levels of Selected Hematopoietic Cytokines. Toxicology and Applied Pharmacology 355: 174-179
113
Discussion and feedback