MINYAK SERAI (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) HASIL ENFLEURASI DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN SABUN ANTIBAKTERI DARI VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 11, Nomor 2, Oktober 2023
MINYAK SERAI (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) HASIL ENFLEURASI DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN SABUN ANTIBAKTERI DARI VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
Fadilla Oktavia, Oka Ratnayani.*, dan Ni Made Suaniti
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Udayana, Jimbaran, Bali-Indonesia *Corresponding author: [email protected]
ABSTRAK: Minyak serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) merupakan salah satu minyak atsiri bersifat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Pada pembuatan sabun padat, minyak serai dapur dapat meningkatkan sifat antibakteri pada sabun. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui karakteristik (bobot jenis dan indeks bias) dari minyak serai yang diekstraksi dengan metode enfluerensi, mutu sabun yang dihasilkan dengan penambahan minyak serai, serta aktivitas antibakteri sabun minyak serai. Sabun padat dibuat dengan 5 macam formula, masing-masing dengan konsentrasi minyak serai dapur yang berbeda yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 g per 200 g sediaan sabun. Sabun padat minyak serai kemudian diuji kualitas dan sifat antibakterinya. Minyak serai yang dihasilkan dari metode enfleurasi memiliki bau yang khas, berwarna kekuningan dan dengan rendemen sebesar 13,43%, bobot jenis sebesar 0,9209 g/mL, dan nilai indeks bias sebesar 1,459. Sabun yang dihasilkan memiliki kadar air berkisar 1,754,25%; kadar alkali bebas berkisar 0,08-0,10%; kadar asam lemak berkisar 0,10-0,17%; pH sabun berkisar 10,2-10,7; serta kandungan minyak mineralnya negatif, yang sesuai dengan SNI 06-3532-1994. Selain itu, sabun minyak serai memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli pada sabun tanpa dan dengan penambahan minyak serai masing-masing adalah 11,30 mm dan 11,68-12,08 mm, sedangkan aktivtas antibakteri terhadap S. aureus masing-masing adalah 11,69 mm dan 13,87-14,53 mm. Hal ini menunjukkan bahwa sabun dengan penambahan minyak serai dapur mempunyai sifat antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan sabun tanpa penambahan minyak serai.
Kata kunci: Enfleurasi; Escherichia coli; minyak serai dapur; sabun padat antibakteri; Staphylococcus aureus.
ABSTRACT: Lemongrass oil (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) is one of the essential oils with antibacterial properties that can inhιbit the growth of Escherιchιa coli and Staρhylococcus aureus bacteria. In the manufacture of solid soap, lemongrass oil can increase the antibacterial properties of the soap. The purpose of this study was to determine the characteristics (specific gravity and refractive index) of the lemongrass oil extracted by using enfleurage method, the quality of the soap added with the lemongrass oil, as well as the antibacterial activity of the lemongrass soap produced. The solid soap were prepared with five formulas of different concentrations of lemongrass oil, namely 0, 1, 2, 3, and 4 g per 200 g preparation. The enfleurage process resulted in lemongrass oil with yellowish color and had a distinctive odor with a yield of 13.43%, specific gravity of 0.9209 g/mL, and the refractive index value of 1.459. The resulting solid soap with the addition of lemongrass oil was tested for its quality and antibacterial properties. The soap produced had the water content ranged from 1.75 to 4.25%; alkaline level from 0.08 to 0.10%; fatty acid content from 0.10 to 0.17%; the pH from 10.2 to 10.7; and the mineral oil content was negative, in accordance wιth the national standard of SNI 06-3532-1994. Furthermore, the soap with the addition of lemongrass oil had an antibacterial activity against E. coli for the soap without and with the
addition lemongrass oil was 11.30 mm and 11.68-12.08 mm, respectively, while the antibacterial activity against S. aerus was 11.69 mm and 13.87-14.53 mm, respectively. The results showed that the soap with the addition of lemongrass oil had higher antibacterial properties than the soap without the addition of lemongrass oil.
Keywords: Antibacterial solid soap; enfleurage; Escherichia coli; lemongrass oil; Staphylococcus aureus.
Minyak serai merupakan salah satu minyak atsiri bersifat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Minyak serai memiliki aktivitas antibakteri, dimana dalam ekstrak serai mengandung beberapa konstituen yaitu minyak atsiri, saponin, tannin, alkaloid, dan flavonoid, hal ini diungkapkan oleh pengujian fitokimia [1].
Minyak serai dapat diekstrak dengan berbagai cara seperti destilasi uap (steam distillation), destilasi air (hydro distillation), ekstraksi pelarut, enfleurasi, dan sebagainya. Ekstraksi minyak serai menggunakan metode enfleurasi dapat menghasilkan minyak atsiri serai dengan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode distilasi uap dan distilasi air, serta rendemen yang hampir sama dengan metode ekstraksi pelarut [2,3]. Selain itu kelebihan dari metode enfleurasi ini dapat memisahkan zat dengan menggunakan lemak atau minyak, dimana lemak/minyak yang digunakan dapat dipilih yang mudah didapatkan dan juga proses enfleurasi ini sederhana sehingga mudah dilakukan serta relatif hemat biaya [4]
Minyak serai jika dicampurkan dengan bahan baku pembuatan sabun dapat menghasilkan sabun antibakteri yang bersifat alami, dimana dapat membersihkan kotoran pada kulit, sekaligus mengobati/mencegah penyakit atau masalah pada kulit yang disebabkan oleh bakteri. Zat antibakteri yang banyak beredar di pasaran umumnya menggunakan Triklokarban, namun menurut Food and Drug Association (FDA) apabila digunakan dalam jangka waktu yang panjang, dapat
menyebabkan resistensi bakteri karena susunan kimianya mirip dengan beberapa jenis antibiotik. Sehingga, penelitian tentang pembuatan sabun antibakteri dari bahan alami menggunakan zat antibakteri dan bahan baku alami semakin banyak diminati.
Bahan alami seperti minyak kelapa murni Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu bahan baku yang sangat baik apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun antibakteri [5]. VCO dapat dihasilkan dengan penambahan bahan kimia dan tanpa melalui proses pemanasan, dimana VCO merupakan minyak yang didapatkan dari santan pada buah kelapa tua. VCO mempunyai kandungan senyawa aktif yang dapat memberikan efek antibakteri, dimana kandungan utama VCO adalah asam laurat yang dapat merusak dinding-dinding pada sel bakteri.
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini dilakukan ekstraksi minyak atsiri serai dengan menggunakan metode enfleurasi serta aplikasinya dalam pembuatan sabun bersifat antibakteri dari bahan baku VCO. Mutu sabun yang dihasilkan akan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1994 dimana sabun padat memiliki kadar air maksimal 15%, jumlah alkali bebas maksimal 0,1%, jumlah asam lemak minimum 71%, dan kandungan minyak mineral negatif [6]. Sabun yang dihasilkan juga diuji aktivitas antibakterinya.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu serai dapur, minyak
Tabel 1. Formulasi Sabun Padat Minyak Serai Dapur
Bahan |
Satuan |
Formula I (F1) |
Formula II (F2) |
Formula III (F3) |
Formula IV (F4) |
Formula V (F5) |
Minyak serai |
g |
0 |
1 |
2 |
3 |
4 |
VCO |
g |
32 |
32 |
32 |
32 |
32 |
Minyak Zaitun |
g |
58 |
58 |
58 |
58 |
58 |
NaOH 30% |
g |
50 |
50 |
50 |
50 |
50 |
Asam stearat |
g |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
Akuades |
g |
4 |
3 |
2 |
1 |
0 |
Cocoamid DEA |
g |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
Gliserin |
g |
12 |
12 |
12 |
12 |
12 |
Sukrosa |
g |
22,8 |
22,8 |
22,8 |
22,8 |
22,8 |
Asam sitrat |
g |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
NaCl |
g |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
Massa Total |
g |
200 |
200 |
200 |
200 |
200 |
Sumber : Rita dkk., 2018.
Keterangan :
F1 : Sediaan sabun padat dengan massa minyak serai dapur 0g
F2 : Sediaan sabun padat dengan massa minyak serai dapur 1g
F3 : Sediaan sabun padat dengan massa minyak serai dapur 2g
F4 : Sediaan sabun padat dengan massa minyak serai dapur 3g
F5 : Sediaan sabun padat dengan massa minyak serai dapur 4g
zaitun, etanol teknis 96%, akuades, asam stearat, VCO, NaOH, asam oksalat, gliserin, cocoamid-DEA, sukrosa, NaCl, asam sitrat, indikator fenolfthalein, indikator metil orange, HCl, KOH, Nutrient Agar, amoksilin, DMSO, dan sabun dipasaran.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beker, erlenmeyer, mortar, neraca analitik, gelas ukur, gunting, aluminium foil, freezer, kertas saring, corong, water bath, penjepit tabung, refraktometer, piknometer, penangas air, termometer, batang pengaduk, spatula, kaca arloji, pipet tetes, cetakan sabun, cawan porselin, oven, buret, klem, statif, filler, pipet volume, corong pisah, pH meter, penggaris.
Serai dapur yang sudang dianginkan, ditumbuk lalu dipotong-potong dan ditimbang sebanyak 140 g. Minyak zaitun ditambahkan sebanyak 170 g, kemudian gelas beker ditutup menggunakan aluminium foil. Campuran didiamkan
selama 18 jam pada suhu kamar. Setelah itu, ditambahkan etanol teknis 96% sebanyak 140 mL, lalu disimpan dalam freezer hingga minyak zaitun membeku. Etanol dipisahkan dari residu. Ekstrak minyak serai yang terdapat dalam etanol kemudian diletakkan dalam water bath pada suhu 75-80oC. Minyak serai yang didapatkan ditimbang dan dihitung rendemennya [7].
% Rendemen =
massa minyak sereh yang didapatkan xz i ∩∩oλ × 100% .
massa sampel awal
................................................................(1)
Alat refraktometer dialirkan air hingga alat ini berada pada suhu pembacaan dilakukan. Kemudian suhu diatur ± 20oC dengan tolerasinya ± 0,2oC. Setelah itu, diatur suhu minyak agar sama dengan suhu alat dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan suhu dilakukan jika suhu sudah stabil.
b. Bobot jenis minyak serai
Piknometer dikosongkan, dinetralkan dengan etanol, kemudian dibiarkan kering pada suhu kamar. Minyak serai dimasukkan ke dalam piknometer, dipastikan tidak ada gelembung udara dalam piknometer. Piknometer yang berisi minyak sereh dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 20oC selama 30 menit, kemudian dikeringkan lalu piknometer yang berisi minyak serai ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Bobot jenis dihitung dengan rumus berikut ini [7]:
Bobot jenis (g ∕mL) = V air ................(2)
Keterangan :
m1 = massa piknometer kosong (g)
m2= massa piknometer berisi sampel (g)
Aktivitas antibakteri minyak serai dilakukan dengan metode difusi sumur dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Sebanyak 1 mL suspensi bakteri dicampurkan dengan media NA sebanyak 20 mL lalu dimasukkan ke dalam cawan petri. Sumur (lubang) dibuat setelah media memadat, dengan menggunakan perforator sudah steril. Sebanyak 20 µl ekstrak uji, amoksilin (kontrol positif) dan DMSO atau Dymethyl sulfoxide (kontrol negatif) dimasukkan ke dalam sumur, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Zona bening yang terbentuk diukur dengan menggunakan penggaris.
Semua bahan disiapkan terlebih dahulu sesuai dengan formulasi pada Tabel 1 [8]. Asam stearat dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diletakkan diatas penangas air. Kemudian VCO dan minyak zaitun ditambahkan kedalamnya, diaduk hingga homogen. Larutan NaOH 30% ditambahkan apabila suhu campuran sudah mencapai 70oC, kemudian diaduk kembali hingga menjadi adonan sabun, kemudian suhu diturunkan kembali hinggga 50oC. Kemudian gliserin, cocoamid-DEA, sukrosa, NaCl serta asam sitrat dimasukkan, lalu kembali diaduk hingga campuran homogen. Selanjutnya, minyak
serai dimasukkan perlahan sambil diaduk hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan sabun.
Sabun ditimbang sebanyak 4 g lalu dioven pada suhu 1050C selama 2 jam, kemudian ditimbang hingga berat konstan. Kadar air pada sabun dihitung dengan rumus berikut ini [9]:
A-R
Kadar air (%) = × 100%
A
................................................................(3) Keterangan :
A = massa sabun awal (g)
B = massa sabun setelah dioven (g)
Sabun sebanyak 5 g ditambahkan dengan etanol netral sebanyak 25 mL kemudian dipanaskan hingga mendidih. Larutan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N. Dihitung kadar alkali bebas dengan rumus berikut ini [10].
Kadar alkali bebas = - ×τ× ^ × 1OO% w
................................................................ (4) Keterangan :
V = Volume titrasi HC1 (L)
N = NormaIitas HCl (ek/L)
W = Berat sampel (g)
BE = Bobot ekivalen (g/ek)
Sabun ditimbang sebanyak 5 g, lalu ditambahkan dengan etanol netral sebanyak 25 mL kemudian dipanaskan hingga mendidih. Larutan ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes lalu didinginkan, kemudian larutan dititrasi menggunakan Na0H 0,1 N hingga terjadi perubahan pada warna. Asam lemak bebas yang terkandung dengan rumus berikut ini [11].
V×N×BE Kadar asam Iemak bebas = ×
W 1OO% .....................................................(5)
Keterangan :
V = Volume Na0H yang digunakan
(L)
N = Normalitas Na0H yang digunakan
(ek/L)
W = Massa sampel (g)
BE = Bobot Ekivalen (g/ek)
-
d. Pemeriksaan minyak mineral pada sabun
Sabun sebanyak 5 g, ditambahkan 100 mL akuades dan dipanaskan hingga sabun larut. Lalu ditambahkan tiga tetes indikator metil orange serta HC1 1O%. Kemudian dimasukkan ke corong pisah. Lapisan air & minyak dipisahkan, lapisan minyak ditambahkan 5 mL KOH 0,5 N. Kemudian dipanaskan selama 2 menit, lalu dititrasi dengan akuades. Apabila tidak terjadi emulsi yang ditandai dengan adanya kekeruhan, maka sabun tidak mengandung minyak mineral.
-
e. Pengukuran/pemeriksaan derajat keasaman (pH)
Sabun sebanyak satu gram dilarutkan dengan aquades. Setelah larut, pH larutan sampel diukur menggunakan pH meter, didiamkan beberapa saat hingga didapatkan nilai pH yang konstan.
-
f. Pemeriksaan aktivitas antibakteri pada sabun
Uji aktivitas antibakteri pada sabun dilakukan dengan metode difusi agar dengan pengulangan hingga tiga kali. Suspensi bakteri sebanyak 1 mL, dicampurkan dengan media NA sebanyak 20 mL lalu disebarkan pada cawan petri. Sumur (lubang) dibuat setelah media memadat, dengan menggunakan perforator sudah steril. Sebanyak 20 µl masing-masing ekstrak uji, sabun dipasaran (kontro1 positif) dan F0 (kontrol negatif) diletakkan ke dalam lubang, lalu diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC. Zona bening yang terbentuk diukur dengan menggunakan penggaris.
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
-
3.1 Hasil Ekstraksi Minyak Serai Dapur dengan Metode Enfleurasi
-
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh minyak serai sebanyak 18,81 g dimana rendemen minyak serai yang didapatkan sebesar 13,43%, dengan karakteristik berwarna kekuningan dan memiliki bau yang khas. Minyak serai yang diperoleh kemudian diuji kualitasnya, aktivitas antibakterinya, dan dibuatkan dalam formula sabun padat.
-
3.2 Hasil Uji Kualitas Minyak Serai Dapur
-
3.2.1 Hasil uji bobot jenis minyak serai dapur
-
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan didapatkan bobot jenis minyak serai dapur yang dihasilkan sebesar 0,9209. Ini menunjukkan minyak serai dapur yang didapatkan memiliki kualitas yang baik karena memenuhi SNI 06-3953-1995 yaitu nilai bobot jenis berkisar pada 0,880-0,922 [12].
-
3.2.2 Hasil uji indeks bias minyak serai dapur
Indeks bias minyak serai dapur yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 1,469. Ini menunjukkan minyak serai yang diuji memiliki kualitas yang baik karena memenuhi SNI 06-3953-1995 dimana nilai indeks bias berkisar pada l,466-l,475 [12]. Nilai indeks bias yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 1,4676, mendekati hasil penelitian minyak serai wangi yang didapatkan oleh Ana dan Maryam [13].
-
3.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri
Minyak Serai Dapur
Metode yang digunakan pada pengujian aktivitas minyak serai dapur adalah metode sumur difusi. Pemilihan metode ini didasarkan atas metode pengerjaannya yang mudah dan sederhana. Kontrol positif yang digunakan untuk kedua bakteri uji adalah amoxicillin 250 mcg karena merupakan golongan dari antibiotik penisilin dengan spektrum luas, sehingga dapat digunakan untuk

Gambar 1. Sabun padat
Tabel 2. Kualitas sabun padat minyak serai
Parameter |
I |
II |
III |
IV |
V |
Kadar air |
2,5% |
4,25% |
3,5% |
1,75% |
1,75% |
Kadar alkali bebas |
0,10% |
0,10% |
0,09% |
0,09% |
0,08% |
Kadar asam lemak bebas |
0,17% |
0,11% |
0,15% |
0,10% |
0,16% |
Minyak minera1 |
Negatif |
Negatif |
Negatif |
Negatif |
Negatif |
pH |
l0,2 |
l0,4 |
l0,5 |
l0,7 |
l0,7 |
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Kontrol negatif yang digunakan adalah dimethyl sulfoxide (DMSO), yang berfungsi sebagai zat pengemulsi sehingga minyak serai dapur dapat larut dalam akuades. Minyak serai dapur memiliki aktivitas antibakteri yang tergolong kuat dengan diameter hambat 11,47 mm pada bakteri E. coli dan 14,72 mm pada bakteri S. aureus.
Formulasi sabun padat dibuat dengan beberapa variasi massa minyak serai dapur bertujuan untuk mencari formula sabun terbaik. VCO berfungsi sebagai fase minyak dengan kandungan terbesarnya yaitu asam laurat sebesar 4,53%. Fase minyak yakni VCO, asam stearat, dan minyak zaitun akan tersaponifikasi oleh adanya basa NaOH. Fase minyak dan basa merupakan komposisi utama dalam pembentukan sabun. Hasil sabun padat dapat dilihat pada Gambar 1, dimana semakin banyak kandungan minyak serai di dalam sabun, semakin pekat warna sabun yang dihasilkan.
-
3.5 Hasil Uji Kualitas Sabun
Kualitas sabun yang diuji meliputi kadar air, kadar alkali bebas, kadar asam lemak bebas, kandungan minyak mineral dan pH sabun [6]. Kualitas sabun minyak serai dapat dilihat pada Tabel 2.
Prinsip uji kadar air pada sabun padat ialah pengukuran massa setelah pengeringan pada suhu 1O5oC selama 2 jam. Berdasarkan persyaratan SNI 063532-1994 kadar air dalam sediaan sabun padat maksimal 15% [6]. Banyaknya kadar air dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air saat digunakan. Apabila kandungan air pada sabun terlalu tinggi akan menyebabkan sabun mudah menyusut dan tidak nyaman saat digunakan. Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun padat.
Kelebihan alkali bebas yang tidak sesuai standar dapat membuat iritasi pada ku1it [6]. Kelebihan alkali dapat disebabkan oleh besarnya nilai konsentrasi alkali dalam proses pembuatan sabun, hingga dapat meningkatkan nilai pH pada
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Padat terhadap E. coli dan S. aureus | ||
Formulasi Sabun |
Diameter Hambatan (mm) | |
Escherichia co1i |
Staphy1ococcus aureus | |
F1 (kontrol negatif) |
11,30 |
11,69 |
F2 |
11,68 |
14,31 |
F3 |
11,69 |
14,27 |
F4 |
12,09 |
14,53 |
F5 |
12,08 |
13,87 |
F6 (kontrol positif) |
10,06 |
14,59 |
sabun. Menurut SNI, kadar a1kali bebas pada sabun maksimum sebesar 0,l% [6].
Asam lemak bebas dalam sabun yang baik adalah <2,5% [6]. Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya ke1ebihan asam lemak bebas. Analisis asam lemak bebas ini bertujuan untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Asam lemak bebas berhubungan dengan bau sabun, dimana jika asam lemak bebas melebihi standar SNI dapat membuat sabun yang dihasilkan berbau tengik dan menghambat proses pembersihan kotoran pada kulit [6].
Hasil pengujian minyak mineral pada sabun padat minyak serai dapur tidak terdapat kekeruhan dan bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pada semua formula sabun padat minyak serai dapur tidak mengandung minyak mineral, dikarenakan pada saat titrasi antara air dengan minyak tidak terjadi emulsi, dimana tidak terjadi kekeruhan pada larutan [6]. Daya emulsi pada sabun dapat menurun, apabila dalam sabun terdapat minyak mineral [14].
Pengukuran pH dilakukan untuk melihat pH sediaan yang terpengaruh terhadap sifat iritasi kulit. Adapun standar pH untuk sabun mandi berkisar antara 9-11
-
[15]. Pembuatan sabun padat dalam penelitian ini menghasilkan nilai pH sabun padat yang sesuai dengan perubahan variasi massa minyak serai dapur. Nilai pH memiliki kecenderungan meningkat seiring dengan penambahan minyak serai dapur.
Metode yang digunakan pada pengujian aktivitas sabun padat minyak serai dapur yaitu metode sumur difusi. Sabun padat minyak serai dapur yang diuji terdiri dari 6 formula, yaitu F1 (sabun padat tanpa minyak serai dapur, sebagai kontrol negatif), formula F2, F3, F4 dan F5 masing-masing dengan penambahan minyak serai sebanyak 1, 2, 3, dan 4 g per 200 g sediaan sabun. Sedangkan kontrol positif yang digunakan adalah sabun antibakteri yang ada di pasaran (F6). Hasil uji antibakteri sabun minyak serai dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula F1 (sabun tanpa penambahan minyak serai dapur), mempunyai daya hambat antibakteri lebih kecil, yaitu sebesar 11,30 mm terhadap bakteri E. coli dan 11,69 mm terhadap bakteri S. aureus, dibandingkan dengan formula 2, 3, 4, dan 5 yang mempunyai daya hambat antibakteri yang lebih kuat, yaitu pada bakteri E. coli berkisar 11,68-12,08 mm dan pada bakteri S. aureus berkisar 13,87-14,53 mm. Selain itu, sabun pada penelitian ini memiliki diameter hambat terhadap E. coli yang lebih besar dibandingkan sabun di pasaran. Sedangkan, diameter hambat terhadap S. aureus pada sabun minyak serai secara
umum hampir sama dengan sabun di pasaran.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pada minyak serai dapur (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) hasil enfleurasi, mempunyai karakteristik warna
kekuningan, memiliki aroma yang khas, bobot jenis yaitu 0,9209g/mL serta nilai indeks bias yaitu 1,459, yang sudah sesuai dengan standar SNI, serta memiliki diameter hambat kuat terhadap E. coli sebesar 11,47 mm dan terhadap S. aureus sebesar 14,72 mm. Sedangkan sabun padat minyak serai dapur juga memiliki mutu yang sesuai dengan standar SNI, yaitu kadar air maksimalnya berkisar 1,754,25%; kadar alkali bebas berkisar 0,080,10%; kadar asam lemak berkisar 0,100,17%; pH sabun berkisar 10,2-10,7; serta kandungan minyak mineralnya negatif. Selain itu, aktivitas antibakteri sabun dengan penambahan minyak serai dapur memiliki sifat antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan sabun tanpa penambahan minyak serai dapur.
-
[1] Y. Sukawaty, H. Warnida, dan V.A. Ananda, “Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat Ekstrak Etanol Umbi Bawang Tiwai (Eleutherine bulbosa (Mill).Urb)”, Media Farmasi, Vol. 13(1), p. 14-22, 2016.
-
[2] R. R. Shetty, P. K. Sheety dan K. B. Bagade, “Laboratory Scale Oil Extraction and Perfume Formulation from Locally Available Lemongrass Leaves”, Galore International Journal of Applied Sciences and Humanities, vol. 1(1), p. 44-47, 2017.
-
[3] A. Parab, K. Salgaonkar, O. Padwekar, dan Dr. S. J. Purohit, “Extraction and Formulation of Perfume from Lemongrass”, International Journal of Environmental & Agriculture Research (IJOEAR), vol 6(12), p. 2630, 2020.
-
[4] N. S. Sani, R. Rachmawati, dan Mahfud, “Pengambilan Minyak Atsiri dari Melati dengan Metode Enfleurasi dan Ekstraksi Pelarut Menguap”, Jurnal Teknik Pomits, vol. 1(1), p. 14, 2012.
-
[5] K. Lisa, Tumbel., M. Wowor.Pemsi, , dan V. Siagian. Krista, 2017. Uji Daya Hambat Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) terhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis. e-GIGI. 5(1):100-105.
-
[6] SNI. 1994. SNI 06-3532-1994: Sabun Mandi. Balai Standarisasi Nasional. Jakarta.
-
[7] Nodjeng, M., Fatimah, F., dan Rorong, J. A. 2013. Kualitas Virgin Coconut Oil (VCO) yang Dibuat pada Metode Pemanasan Bertahap sebagai Minyak Goreng dengan Penambahan Wortel (Daucus carrota L.). Jurnal Ilmiah Sains. 13(2):102-109.
-
[8] Rita, W.S., Vinapriliani, N.P.E., dan Gunawan, I.W.G. 2018. Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Atsiri Serai Dapur (Cymbopogon citrates DC.) Sebagai Antibakteri Terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Cakra Kimia. 6(2):152-160.
-
[9] Sianturi, Meirany. 2018. Pembuatan Sabun Transparan Berbasis Minyak Kelapa dengan Penambahan Ektrak Buah Mengkudu “Morinda citrifolia” sebagai Bahan Antioksida. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan.
-
[10] Gunawan, Hadi. 2010. Analisis Kandungan Alkali Bebas dalam Bentuk Na2O pada Sabun Mandi yang Beredar di Makassar. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin. Makassar.
-
[11] Jalaluddin, J., Aji, A., dan Nuriani, S. 2018. Pemanfaatan Minyak Sereh (Cymbopogon nardus L) sebagai Antioksidan pada Sabun Mandi Padat. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 7(1):52-60.
-
[12] Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1995. SNI 06-3953-1955: Standar
Minyak Sereh. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
-
[13] Ana, Agustina dan Maryam, Jamillah. 2021. Kajian Kualitas Minyak Serai Wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt.) pada CV AB dan PT. XYZ Jawa Barat. Agricultural
Journal.4(1):63-71.
-
[14] Qisty, Rachmiati. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan
Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
-
[15] Pradipto, M. 2009. Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) sebagai Bahan Dasar Sabun Mandi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
94
Discussion and feedback