Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Volume 15 No. 3: 490-497

Juni 2023

DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i03.p19

Media Tumbuh yang Berbeda Terhadap Tingkat Produksi dan Kandungan Nutrisi Maggot Black Soldier Fly

(DIFFERENT GROWTH MEDIA ON PRODUCTION LEVELS AND NUTRITIONAL CONTENT OF MAGGOT BLACK SOLDIER FLY)

Soraya Faradila1*, Syamsuddin1, Nurfadillah Muqarramah1, Ainun Jariyah1, Sri Wahyuni2

1Jurusan Peternakan, Politeknik Pembangunan Pertanian Gowa, Jl. Malino KM 7, Gowa, Sulawesi Sulawesi 92171;

2Program Studi Peternakan, Jurusan Pertanian, Universitas Khairun, Jl. Pertamina Kampus II, Ternate Selatan, Maluku Utara.

*Email: [email protected]

Abstrak

Peternak menginginkan harga yang relatif lebih murah sedangkan pakan murah tidak menjamin produktivitas ternak. Pengembangan penelitian penggunaan serangga sebagai sumber protein bagi ternak alternatif untuk melengkapi kebutuhan protein hewani sangat diperlukan. Syarat tersebut adalah tidak berbahaya bagi ternak, kontinuitas ketersediaan bahan baku, bergizi dan tidak bersaing dengan manusia. Salah satu upaya yang ditawarkan adalah dengan memanfaatkan maggot Black Soldier Flies (BSF) atau Hermetia illucens dalam pengolahan limbah menjadi pakan ternak yang kaya akan protein. Tujuan penelitan adalah untuk mengetahui media yang terbaik terhadap tingkat produksi dan kandungan nutrisi maggot. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 perlakuan dan 5 ulangan sehingga terdapat 15 unit. Media yang digunakan adalah labu (P1), kulit pisang kapok (P2) dan ikan tembang (P3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai produksi Densitas populasi, bobot dan panjang maggot berturut-turut adalah 0.80 ekor/cm3; 914.5 g; 14.86 mm dan kandungan nutrisi (protein: 55.13%) tertinggi berada pada media ikan tembang (P3). Kandungan nutrisi media pemeliharaan maggot mempengaruhi tingkat produksi dan kandungan nutrisi maggot itu sendiri. Media dengan menggunakan ikan tembang (P3) menunjukkan nilai tertinggi atas produksi dan kandungan nutrisi maggot dibandingkan dengan media lainnya. Saran untuk penelitian lanjutan adalah perlu penelitian lanjutan menggunakan media lain untuk memperoleh nilai produksi dan nutrisi yang optimal bagi pertumbuhan maggot.

Kata kunci: Maggot; media tumbuh; nutrisi; produksi

Abstract

Breeders want relatively cheaper prices, while cheap feed does not guarantee livestock productivity. Development of research based on the use of insects as an alternative source of protein to complement the needs of animal protein is urgently needed. These conditions are harmless to livestock, continuous, nutritious and not in competition with humans. One of the efforts offered is to utilize the maggot Black Soldier Flies (BSF) or Hermetia illucens in processing waste into animal feed which is rich in protein. The purpose of the research was to find out the best media for maggot production levels and nutritional content. This study used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 5 replications so that there were 15 units. The media used were pumpkin (P1), kapok banana skin (P2) and tembang fish (P3). The results showed that the production values for population density, maggot weight and length were 0.80 individuals/cm3; 914.5 g; 14.86 mm and the highest nutrient content (protein: 55.13%) was in tembang fish media (P3). The nutritional content of the maggot maintenance media affects the level of production and the nutritional content of the maggot itself. Media using tembang fish (P3) shows the highest value for maggot production and nutritional content compared to other media. Suggestions for further research are the need for further research using other media to obtain optimal production and nutritional values for maggot growth.

Keywords: Growth media; maggot; nutrition; production

PENDAHULUAN

Pesatnya pertumbuhan industri pakan mengakibatkan semakin banyaknya jenis pakan komersial yang memasuki pasar. Tidak ada jaminan bahwa semakin banyak pakan yang beredar, semakin baik kualitasnya. Di sisi lain, peternak menginginkan harga yang relatif lebih murah, namun pakan yang mereka dapatkan adalah harga yang lebih tinggi. Padahal pakan murah belum tentu menjamin produktivitas. Hal ini berkontribusi pada pengembangan penelitian penggunaan serangga sebagai sumber protein alternatif untuk melengkapi protein ketika penggunaannya sebagai bahan baku diperlukan. Syarat untuk tersebut adalah tidak berbahaya bagi ternak, kontinuitas ketersediaan bahan baku, bergizi dan tidak bersaing dengan manusia (Maasir et al., 2020)

Salah satu upaya yang ditawarkan adalah dengan memanfaatkan Black Soldier Flies (BSF) (Hermetia illucens) dalam pengolahan limbah menjadi pakan ternak (Popa dan Green, 2012). Kandungan protein serta asam aminonya merupakan sumber gizi serta zat yang diperlukan oleh tiap hewan ternak untuk pertumbuhan yang sehat serta kuat. Bukan hanya asam amino serta protein, maggot BSF pun didalamnya terdapat kandungan protein sebanyak 40%. Hal ini sesuai dengan pendapat Rachmawati et al. (2010) kandungan nutrisi maggot BSF yaitu PK sebesar 47,56, LK sebesar 19,80 dan abu sebesar 9,71 yang cukup baik untuk pakan ternak unggas. Kandungan nutrisi maggot diperoleh dari jumlah makanan organik yang tiap hari dikonsumsi. Kemampuan maggot BSF dalam mengkonsumsi sampah organik membuatnya banyak digunakan sebagai salah satu agen dekomposer. Menurut Diener et al. (2011), BSF dapat mencerna sampah organik dengan pengurangan bahan organik sebesar 65.5% hingga 78.9% per hari. Sebanyak 15 ribu maggot BSF bisa mengkonsumsi kurang lebih 2 kg makanan

serta limbah organik hanya dengan durasi 24 jam saja.

Maggot BSF mampu bertumbuh serta berkembang pada media yang terdapat kandungan nutrisi yang pas dengan kebutuhan hidupnya (Wahyuni et al, 2020). Kandungan nutrisi maggot dipengaruhi oleh media pembiakannya. Oleh sebab itu, guna menunjang pembudidayaan maggot, perlunya mengetahui media yang optimal untuk tumbuh kembang maggot. Pada prinsipnya, media maggot adalah sumber pakan maggot. Bahan yang bisa dijadikan media pembiakan atau pakan maggot adalah yang merupakan bahan atau limbah organik dan mengandung nutrisi tinggi.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik, kelambu jaring, kawat jaring, kapur ajaib, sarung tangan medis, timbangan digital, drum plastic yang nantinya sebagai wadah penyimpanan media tumbuh maggot. Bahan yang disiapkan untuk penelitian antara lain telur larva 18 gram, Media labu 6 kg, kulit pisang kepok 6 kg, dan ikan tembang 6 kg (ikan tembang yang digunakan adalah ikan yang sudah tidak layak dikonsumsi namun belum mengalami pembusukan).

Rancangan Penelitian

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana ada 3 perlakuan, 5 kali ulangan sehingga diperoleh 15 unit percobaan, setiap perlakuannya memiliki bobot masing-masing media adalah 2 kg. Adapun media perlakuan yang diberikan, sebagai berikut:

P1    : Labu Kuning

P2    : Kulit Pisang Kepok

P3    : Ikan Tembang.

Parameter Penelitian

Densitas Populasi Maggot

Densitas Populasi Maggot Untuk melihat densitas populasi Maggot harus diadakan perhitungan dari hasil kultur yang

dilakukan. Adapun rumus untuk menghitung densitas populasi maggot dengan menggunakan metode volumetric adalah Krebs (1989). D = N/S

Keterangan :

D = Densitas Populasi Maggot (ekor/cm3) N = Jumlah Individu

S = Volume Media

Bobot maggot

Untuk menghitung bobot maggot dilakukan dengan cara menimbang maggot yang sudah dipanen dengan menggunakan timbangan pada setiap perlakuan.

Panjang Maggot

Kegiatan pengukuran Panjang maggot diukur dengan menggunakan millimeter blok pada akhir penelitian dengan cara sampling. Jumlah yang diambil untuk penyamplingan 10 ekor tiap-tiap pelakuan.Yang terlebih dahulu maggot yang sudah dipanen dimasukkan kedalam baskom dan diberi alkohol agar mudah dalam pengukuran.

Analisis proksimat

Parameter yang diamati yaitu kandungan nutrisi maggot menggunakan Analisa proksimat yang meliputi: Protein kasar, serat kasar, kadar air, dan lemak.

Tahapan Penelitian

Membuat biopond manual sebagai media tempat budidaya dan media penetasan telur maggot BSF menjadi maggot. Biopond yang sudah disediakan dibuatkan rak secara permanen, dibuatkan jaring penutup supaya lalat dan semut tidak masuk dalam media dan akan menyebabkan media rusak, memberikan goresan kapur pada dinding media supaya semut tidak bisa masuk di dalam media. Setiap perlakuannya memiliki telur larva sebanyak 2 gram. bobot media tumbuh tiap unit percobaan memilki berat 1 kg

Maggot BSF yang sudah ditetaskan dan berumur 3-5 hari dipersiapkan untuk dimasukan dalam media budidaya atau media pembesaran yang dimana media pembesaran tersebut terdiri dari tiga perlakuan media pembesaran berbeda yang terdiri dari kulit labu kuning, kulit pisang kepok, ikan tembang. Masing-masing

bahan dicacah terlebih dahulu. Pemanenan maggot BSF dilakukan pada umur 21 hari karena berdasarkan siklus hidupnya maggot BSF bahwa pada tersebut maggot BSF sudah tidak lagi makan dan minum.

Analisis Data

Metode rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model sebagai berikut:

Yij =µ + σi + Σij Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan media hidup ke –I dan ulangan ke- j µ = Nilai tengah umum

σi = Pengaruh penggunaan media hidup kei

Σij = Kesalahan (galat) percobaan pada media hidup ke-I dalam ulangan ke-j.

Data dianalisis ragam (ANOVA) dengan uji F, dimana F hitung >F tabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan yang baik antara perlakuan %. (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Densitas Populasi Maggot

Berdasarkan Gambar 1. menunjukkan bahwa P1 (labu) berbeda nyata dengan P2 (kulit pisang kepok), namun P2 tidak berbeda nyata dengan P3 (ikan tembang). Pemberian media tumbuh yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan P2 dan P3 memiliki populasi lebih banyak dibandingkan pada perlakuan P1. Hal ini menunjukkan pemberian ikan tembang dan pisang kepok memberikan pengaruh yang baik terhadap populasi maggot. Media yang mengandung nutrisi yang baik akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan maggot itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Arief et al. (2012) menyatakan bahwa Faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi larva adalah kandungan nutrisi substrat dan kondisi lingkungan.

Bobot Maggot

Pemberian media tumbuh yang berbeda pada maggot menunjukkan perlakuan

dengan menggunakan media ikan tembang memberikan hasil tertinggi dengan bobot maggot 914,5g. Hal ini menunjukkan pemberian ikan tembang memberikan pengaruh yang baik terhadap bobot maggot. Kandungan lemak dari ikan tembang mempengaruhi bobot badan maggot karena lemak dapat meningkatkan bobot badan. Tingginya bobot badan maggot disebabkan oleh banyaknya kandungan protein yang terdapat pada Perlakuan P3. Hal ini sesuai dengan (Diener et al., 2011) yaitu maggot mengandung protein 40% dan lemak 30% yang digunakan sebagai pakan ternak pengganti tepung ikan (Diener et al., 2009). Tingginya protein yang dikandung oleh media pertumbuhan berbanding lurus dengan kandungan nutrisi maggot. Silmina et al. (2011) menambahkan bahwa bahan yang baik untuk pertumbuhan magot adalah bahan yang banyak mengandung nutrisi dan bahan organik yang mendukung untuk pertumbuhan magot.

Panjang Maggot

Grafik 3 menunjukkan bahwa perlakuan P1 dan P3 memiliki rata-rata panjang lebih banyak dibandingkan pada perlakuan P2. Hal ini menunjukkan pemberian ikan tembang dan labu kuning memberikan pengaruh yang baik terhadap panjang maggot. Hal ini menunjukkan pemberian labu kuning dan ikan tembang memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan Panjang maggot. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kandungan protein yang relatif tinggi yang dimilki oleh kedua media tersebut sehingga mempenagruhi panjang maggot. Gobbi et al. (2013) dan Tomberlin et al. (2002) mengemukakan kualitas dan kuantitas makanan yang dicerna oleh larva BSF memiliki pengaruh penting terhadap pertumbuhan dan waktu perkembangan larva, kelangsungan hidup, mortalitas dan perkembangan ovarium serangga dewasa serta menentukan perkembangan fisiologi dan morfologi BSF dewasa.

Air

Dari hasil uji laboratorium masing-

masing perlakuan dapat dilihat pada Table 1. P1 memiliki kandungan air sebesar 23,77%, P2 sebesar 4,70%, dan P3 sebesar 13,23%. Kadar air pakan yang dihasilkan untuk semua perlakuan hanya pada P2 dan P3 yang memenuhi persyaratan untuk kadar air pakan menurut SNI 8173-3-2015 yaitu sebesar Maksimum 14%. Kandungan air yang paling tinggi berada pada P1 23,77%, kemudian P3 sebesar 13,23%, dan paling rendah pada P2 sebesar 4,70%. Kandungan air yang tinggi pada P1 menggunakan media labu kunig. Kandungan air yang terendah pada P2 menggunakan media pisang kapok. Dari hasil kajian Sari dan Putri (2018) mengatakan bahwa labu kuning memiliki kandungan air sebesar 89,22%. Hasil tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan air pisang kepok dari penelitian Rusdiana dan Syauqi (2015) yaitu 65,94%. Nilai kandungan air yang terdapat dalam media mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kadar air maggot yang dihasilkan, Semakin tinggi kandungan air media tumbuh maggot semakin tinggi kandungan air Maggot. Karena maggot ini memiliki kandungan air yang cukup banyak serta kandungan air juga berpengaruh penting dalam pakan namun dalam dosis yang pas dan tidak berlebihan. Hasil penelitian Azir et al. (2017) menyatakan bahwa kandungan air maggot yang diperoleh berkisar 64,86%-74,5%. Kandungan air yang berlebihan dalam pakan akan mempengaruhi kandungan nutrisi pakan, dimana air yang terkandung dalam pakan akan memicu tumbuhnya jamur, bakteri dan mikroorganisme berpotensi mempercepat terjadinya penurunan kandungan nutrisi pakan, namun demikian kandungan air dalam pakan akan berpengaruh juga terhadap daya cerna pada ternak ayam dan tingkat konsumsi pakan (Nasruddin, 2010).

Protein

Kandungan protein yang paling tinggi berada pada perlakuan P3 yaitu sebesar 55.13%. Selanjutnya diikuti perlakuan P1 sebesar 29,23%. Nilai kandungan protein paling rendah berada pada P2 yaitu sebesar

25,06%. Kandungan protein yang tinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu terdapat pada media ikan tembang, sedangkan pada kandungan protein paling rendah terdapat pada percobaan P2 yaitu pada media pisang kapok. Manuputty (2014) menyatakan bahwa nilai protein ikan tembang sebesar 20,22%. Sedangkan nilai protein pada pisang kapok menurut Rusdiana dan Syauqi (2015) sebesar 1,76%. Varianti et al. (2017) Menambahkan bahwa Protein yang diperoleh akan disintesis menjadi asam amino dan digunakan untuk pembentukan daging sehingga berat badan akan bertambah.

Dari hasil analisa proksimat masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. P1 memiliki kandungan protein sebesar 29,23%, P2 sebesar 25,06%, dan P3 sebesar 55,13%. Kadar protein maggot yang dihasilkan untuk semua perlakuan memenuhi persyaratan untuk kadar protein untuk pakan terak unggas menurut SNI 8173-3-2015 yaitu Minimum 19%.

Lemak

Kandungan lemak yang tinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu terdapat pada media Pisang Kepok, sedangkan pada kandungan lemak paling rendah terdapat pada percobaan P1 yaitu pada media labu. Anwar et al. (2021) menyatakan bahwa nilai kandungan lemak pada kulit pisang kapok sebesar 12.51%, sedangkan nilai kandungan lemak labu kuning menurut Gumolung (2019) sebesar 0,18%. Nilai lemak kulit pisang kapok terbilang jauh lebih tinggi dan diikuti oleh nilai lemak maggot dimana P1 (20,74%) sedangkan P2 (57,64%) tetapi setalah diberikan pada maggot BSF sebagai media tumbuh atau pakan buat maggot nilai kandungan lemak pada maggot meningkat menjadi 57,64%. Hal ini disebabkan karena nilai kandungan karbohidrat yang terkandung pada pisang kapok terbilang tinggi yaitu sebesar 62,65% (Anwar et al., 2021). Lemak terbentuk dari pecahan karbohidrat menjadi glukosa. Lalu, apabila glukosa telah mencukupi maka tidak terbetuk lemak. Namun, apabila glukosa di dalam darah melebihi yang

seharusnya, maka glukosa berubah menjadi lemak.

Serat Kasar

Kandungan serat kasar yang paling tinggi berada pada perlakuan P1 yaitu sebesar 17,46%, kemudian dilanjutkan dengan P3 sebesar 9,23%. Nilai kandungan Serat Kasar paling rendah berada pada P2 yaitu sebesar 7,86%. Kandungan serat kasar yang tinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu terdapat pada media labu kuning, sedangkan pada kandungan serat paling rendah terdapat pada percobaan P2 yaitu pada media pisang kepok. Nilai kandungan serat kasar pada labu kuning yang dikemukakan oleh Sari dan Putri (2018) yaitu sebesar 1,15%. Sedangkan, nilai kandungan serat kasar pada pisang kapok menurut Anwar et al. (2021) yaitu sebesar 51,93%. Nilai kandungan diatas menunjukkan bahwa nilai kandungan serat kasar kulit pisang jauh lebih tinggi dibandingkan nilai kandungan serat kasar labu kuning. Sehingga serat kasar yang dihasilkan maggot dengan media labu kuning lebih tinggi dibandingkan serat kasar yang dihasilkan maggot dengan media pisang kapok. Dari hasil uji laboratorium masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 1. P1 memiliki kandungan serat kasar sebesar 17,74%, P2 sebesar 7,86%, dan P3 sebesar 9,23%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pada kajian hanya pada P2 yang memenuhi persyaratan pada SNI 8173-32015 yang menyatakan nilai maksimal kandungan serat kasar pada pakan sebesar 6-8%. Dari hasil kajian diatas bahwa maggot yang baik dijadikan pakan adalah maggot yang memiliki kandungan air <14%, kandungan protein >19%, kandungan lemak <7%, dan kandungan serat kasar

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kandungan nutrisi media pemeliharaan maggot mempengaruhi tingkat produksi dan kandungan nutrisi maggot itu sendiri.

Media dengan menggunakan ikan tembang (P3) menunjukkan nilai tertinggi atas produksi dan kandungan nutrisi maggot dibandingkan dengan media lainnya.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan media jenis lain untuk meningkatkan produksi dan kandungan nutrisi maggot.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pertanian, khususnya Politeknik Pembangunan Pertanian Gowa memfasilitasi penelitian penulis. Terima kasih juga penulis tujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar H, Septiani S, Nurhayati N. 2021.

Pemanfaatan kulit pisang kepok (musa paradisiaca l.) sebagai subtitusi tepung terigu dalam pengolahan biskuit. Selaparang J. Pengabdian Mas. Berkemajuan. 4(2): 315.

Arief M, Ratika AN, Lamid M. 2012.

Pengaruh kombinasi media bungkil kelapa sawit dan dedak padi yang difermentasi terhadap produksi maggot Black Soldier Fly (Hermetia illucens) sebagai sumber protein pakan. J. Ilmiah Perikanan Kelautan. 4(1): 33-38.

Azir, A., Harris, H., dan Haris, R. B. K.

2017. Produksi dan kandungan nutrisi maggot (chrysomya megacephala) menggunakan komposisi media kultur berbeda. J. Ilmu-Ilmu Perikanan Budidaya Perairan. 12(1): 34–40.

Diener S, Studt SNM, Roa GF, Zurbrügg C, Tockner K. 2011. Biological treatment of municipal organic waste using black soldier fly larvae. Waste and Biomass Valorization. 2(4): 357–363.

Diener S, Zurbrügg C, Tockner K. 2009.

Conversion of organic material by black soldier fly larvae: Establishing optimal feeding rates. Waste Manag. Res. 27(6), 603–610.

Gobbi P, Martínez-Sánchez A, Rojo S. 2013. The effects of larval diet on adult life-history traits of the Black Soldier Fly, Hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae). Eur. J. Entomol. 110: 461-468.

Gumolung D. 2019. Analisis proksimat tepung daging buah labu kuning (Cucurbita moschata). Fullerene J. Chem. 4(1): 8.

Krebs CJ. 1989. Experimental analysis of distribution and  abundanc.  Third

Edition. New York.

Maasir U, Fausiah  A, Sagita.  2020.

Produksi maggot black soldier fly (bsf) (hermetia illucens) pada media ampas tahu dan feses ayam. Agrovital J. Ilmu Pertanian. 5(2): 87-90.

Manuputty GD. 2014. Proksimat pakan buatan dan ikan tembang sardinella sp. untuk penggemukan kepiting bakau scylla serrata. Chimica et Natura Acta. 2(3): 173-179.

Nasruddin N. 2010. Komposisi nutrisi pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher) dari beberapa bahan pakan lokal. J. Dinamika Penelitian BIPA. 21: 144–152.

Popa R, Green T. 2012. Biology and ecology of the black soldier fly. Amsterdam (NL): DipTerra LCC eBook.

Rusdiana, Syauqi A. 2015. Pengaruh pemberian pisang kepok (musa paradisiaca forma typical) terhadap kadar trigliserida tikus sprague dawley pra sindrom metabolik. J. Nutr. College. 4(2): 585–592.

Sari NP, Putri WDR. 2018. Pengaruh lama penyimpanan dan metode pemasakan terhadap karakteristik fisikokimia labu kuning (Cucurbita moschata). J. Pangan Agroindustri. 6(1): 17–27.

Silmina D, Edriani G, Putri M. 2011. Efektifitas berbagai media budidaya terhadap pertumbuhan maggot hermetia illucens. Bogor. Retrieved from http://repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/43974

Steel PGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan

Prosedur Statistika suatu Pendekatan Geometrik. Terjemahan B. Sumantri. PT Gramedia. Jakarta.

Tomberlin JK, Sheppard DC, Joyce JA. 2002. Selected lifehistory traits of black soldier lies (Diptera: Stratiomyidae) reared on three artificial diets. Ann. Entomol. Soc. Amer. 95(3): 379-86.

Varianti NI, Atmomarsono U, Mahfudz

LD. 2017. Pengaruh pemberian pakan dengan sumber protein berbeda terhadap efisiensi penggunaan protein ayam lokal persilangan. J. Agripet. 17(1): 53–59.

Wahyuni, Kumala RD, Ardiansyah F, Cahyono RF. 2020. Maggot BSF kualitas fisik dan kimianya. Lamongan: Litbang Pemas Unitla.

Tabel 1. Hasil Analisa Proksimat Maggot pada 3 Media

Parameter

P1

P2

P3

Air (%)

23,77 ± 0,53c

4,70 ± 1,48a

13,23 ± 1,67b

Protein (%)

29,23 ± 0,67b

25,06 ± 0,32a

55,13 ± 0,42c

Lemak (%)

20,74 ± 0,11a

57,64 ± 0,13c

21,15 ± 0,12b

Serat Kasar (%)

17,46 ± 0,39c

7,86 ± 0,38a

9,23 ± 0,62b

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). P1 (Media tumbuh menggunakan labu kuning), P2 (Media tumbuh menggunakan pisang kepok) P3 (Media tumbuh menggunakan ikan tembang).

Gambar 1. Grafik Populasi Maggot (ekor/cm3)


Gambar 2. Grafik Bobot Maggot

Gambar 3. Grafik Rata-rata Panjang Maggot (mm)

497