Buletin Veteriner Udayana                                                 Volume 15 No. 6: 1066-1073

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                Desember 2023

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet        https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p05

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Jumlah Bakteri Coliform dan Non-Coliform pada Retikulum Omasum dan Abomasum pada Sapi Bali Berdasarkan Perbedaan Letak Geografis

(NUMBER OF COLIFORM AND NON-COLIFORM BACTERIA IN RETICULUM OMASUM AND ABOMASUM IN BALI CATTLE BASED ON GEOGRAPHICAL

DIFFERENCES)

Ririn Dwi Ratma Wardani1*, I Gusti Ketut Suarjana2, Ketut Tono Pasek Gelgel2 1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali;

2Laboratorium Mikrobiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.

*Corresponding author email: [email protected]

Abstrak

Sapi bali adalah plasma nutfah berasal dari pulau bali yang paling popular di Indonesia sehingga sangat dilestarikan dan dijaga akan populasiya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan ternak, mengetahui kandungan pakan yang baik bagi peternak untuk mendukung perkembangan dan peningkatan populasi pada sapi bali yang ada di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel di rumah pemotongan hewan berupa isi perut sapi bali terdiri dari retikulum, omasum, dan abomasum. Sampe yang di ambil sebanyak 32 ekor sapi bali yang masing-masing 16 ekor dari dataran rendah dan dataran tinggi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penanaman bakteri pada media EMBA dengan metode sebar. Data jumlah koloni bakteri Coliform dan Noncoliform yang tumbuh pada media EMBA di tabulasikan dalam bentuk rata-rata (mean) ± Standar Deviasi (SD). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Independent sampel T-test untuk menentukan nilai signifikansinya.Rerata ± SD hasil analisis jumlah bakteri jumlah bakteri Coliform dataran rendah yaitu berturut-turut retikulum, omasum, dan abomasum yaitu 54,31±17,469x103 CFU/g, 52,63±19,071x103 CFU/g, dan 59,63±18,011x103 CFU/g. Sedangkan dari dataran tinggi yaitu: 64,88±14,908x103 CFU/g, 61,94±13,056x103 CFU/g, dan 62,00±12,920x103 CFU/g. Sedangkan bakteri Non-coliform dari dataran rendah berturut-turut yaitu: 50,19±21,182x103 CFU/g;, 44,38±18,279x103 CFU/g, dan 38,63±18,998x103 CFU/g. Dataran tinggi yaitu: 47,63±10,620x103 CFU/g, 46,56±13,301x103 CFU/g, dan 45,00±12,517x103 CFU/g. Hasil penelitian lanjutan uji Independent Simple T-test bahwa jumlah bakteri coliform dan non-coliform dari masing-masing organ tidak berpengaruh nyata (Sig>0,05) pada dataran tinggi dan dataran rendah. Berdasarkan hasil peneltian ini dapat disimpulkan perbedaan letak geografis berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah bakteri Coliform dan Non-coliform pada sapi bali yang dipelihara di dataran rendah maupuan dataran tinggi.

Kata kunci: sapi bali; bakteri coliform dan non-coliform; retikulum; omasum; dan abomasum.

Abstract

Bali cattle are germplasm originating from the island of Bali which is the most popular in Indonesia, so it is highly conserved and maintained for its population.      This study aims to determine the

level of livestock health, determine the content of good feed for breeders to support the development and increase in the population of Bali cattle in Indonesia. This research was conducted by taking samples at the Slaughterhouse in the form of the stomach contents of Bali cattle consisting of reticulum, omasum, and abomasum. The samples taken were 32 Bali cattle, 16 of which came from the lowlands and highlands. The method used in this study was the cultivation of bacteria on EMBA media using the scatter method. Data on the number of colonies of Coliform and Non-coliform bacteria growing on EMBA media are tabulated in the form of mean ± standard deviation (SD). The data obtained were then analyzed using the Independent sample T-test to determine its significance value. Mean ± SD results of the analysis of the number of bacteria the number of lowland Coliform bacteria, namely reticulum, omasum, and abomasum, namely 54.31±17.469x103 CFU/g, 52.63±19.071x103 CFU/g, and

59.63±18,011x103 CFU/g. While from the highlands, namely: 64.88±14.908x103 CFU/g, 61.94±13.056x103 CFU/g, and 62.00±12.920x103 CFU/g. While non-coliform bacteria from the lowlands were: 50.19±21.182x103 CFU/g; 44.38±18.279x103 CFU/g, and 38.63±18.998x103 CFU/g. The highlands are: 47.63±10.620x103CFU/g, 46.56±13.301x103CFU/g, and 45.00±12.517x103CFU/g. The results of the follow-up study of the Independent Simple T-test showed that the number of Coliform and Non-coliform bacteria from each organ had no significant effect (Sig > 0.05) in the highlands and lowlands. Based on the results of this study, it can be concluded that differences in geographical location have no significant effect on the number of Coliform and Non-coliform bacteria in Bali cattle reared in the lowlands and highlands.

Keywords: Bali cattle; Coliform and Non-Coliform Bacteria; Reticulum; Omasum and Abomasum.

PENDAHULUAN

Sapi bali adalah plasma nutfah berasal dari pulau bali yang paling popular di Indonesia sehingga sangat dilestarikan dan dijaga akan populasiya. Sapi bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/bibos banteng) adalah salah satu jenis sapi yang penting bagi perkembangan industry untuk mendukung parawisata di Bali dan di Indonesia. Hal ini disebabkan sapi bali memiliki potensi yang baik untuk penyediaan daging dan bibit karena mempunyai kemampuan adaptasi yang baik dengan sifat reproduksi berkualitas baik (Suranjaya et al., 2010: Jan et al., 2015). Pulau Bali adalah salah satu tempat yang membudidayakan populasi ternak sapi bali di Indonesia. Sapi bali ini dapat memberi keuntungan bagi masyarakat untuk dijadikan bahan pangan, menambah pengasilan peternak, dan dijadikan untuk upacara adat keagamaan. Untuk pemasaran daging sapi sendiri di Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan masyrarakat yang disebabkan oleh bebrapa faktor. Salah satu yang jadi permasalahan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah permintaan pangan lebih cepat dari pada penyediaannya. Dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dari tahun - ke tahun, disertai dengan peningkatan pendapatan, dan perubahan selera masyarakat yang cendrung lebih memilih untuk kepentingan gizi, sehingga konsumsi daging sapi di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu (Kusriatmi et al., 2014). Perbedan kandungan pakan tersebut akan

berpengaruh pada proses pencernaan sapi. Diketahui bahwa dalam perut sapi mengandung beberapa jenis mikrobia antara lain, yaitu bakteri, protozoa, dan jamur anaerob (Xue et al., 2018). Sapi bali membutuhkan mikroba saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan pakan padat khususnya komponen pakan serat (Suhartanto et al., 2000). Semua jenis mikrobia memliki peran dalam proses pencernaan baik itu pencernaan secara mekanik dan kimiawi. Bakteri berperan penting dalam proses pencernaan serat kasar, karena banyak di antaranya yang memproduksi enzim seperti selulase, amilase, dan polisakarida lain yang berperan dalam penceraan (Partama, 2013).

Lambung ruminansia terdiri dari rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Makanan yang dicerna pertama melalui rumen dan retikulum, kemudian melalui omasum, dan terakhir melalui abomasum. Retikulum rumen dianggap sebagai wadah fermentasi di mana inang menyediakan kondisi anaerobic buffer yang diperlukan bagi mikoorganisme untuk memanfaatkan bahan tananaman yang kaya selulosa (Aschen-bach et al., 2011). Bakteri yang normal pada saluran pencernan adalah Enterocbacteriaceae seperti Escherchia coli, Proteus, Nitrobacter, Citrobakter, Shigella (Hungate, 1966). Bakteri Coliform dan Non-coliform memiliki peran penting dalam proses pencernaan ternak ruminansia khusunya pada sapi bali. Kelompok bakteri coliform didefisinikan sebagai kelompok bakteri gram negative, berbentuk batang dan mampu memfermentasi laktosa dengan membentuk asam dan gas pada suhu 37

(Lynch & Poole). Sedangkan bakteri Noncoliform adalah bakteri yang tergolong tidak bisa memfermentasi laktosa. Contoh bakteri coliform antara lain E. coli, Enterobacter sp, dan Klebsiella. Sedangkan bakteri Non-coliform antara lain Salmonella sp., Proteus sp., dan Shigella sp (Wiliantari et al., 2018). Secara geografis lokasi perternakan di Bali terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dilihat dari perbedaan lokasi tersebut sehingga menghasilkan jenis pakan yang diberikan berbeda. Pada dataran tinggi sumber pakan berasal dari pertanian lahan kering, tumbuhan tahunan dan tanaman perkebunan. Sumber pakan ini sangat miskin akan kandungan mineral. Sedangkan pada dataran rendah kandungan mineral dalam tanahnya cukup memenuhi kebutuhan sapi karena dataran rendah permukaan tanahnya rata, dibatasi oleh pematang, dan dapat ditanami padi, palawija, atau tanaman pangan lainnya dan rerumputan (Suwiti et al., 2012). Perbedaan letak geografis juga dapat mempengaruhi pertumbuhan jumlah mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Jenis pakan yang tersedia pada dataran rendah dan dataran tinggi berbeda. Sehingga besar kemungkinan komposisi makanan yang berubah juga akan mempengaruhi komposisi bakteri dalam saluran pencernaan dan berdampak pada produktivitas sapi bali tersebut. Beberapa jenis bakteri Coliform dan Non-coliform merupakan flora normal dalam saluran pencernaan pada sapi bali, dengan meningkatnya jumlah bakteri pada saluran pencernaan yang melebihi standar normal belum tentu menghambat proses pertumbuhan sapi tersebut.

Jumlah bakteri Coliform dan NonColiform pada saluran pencernaan merupakan hal yang penting. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan ternak, mengetahui kandungan pakan yang baik bagi peternak untuk mendukung perkembangan dan peningkatan populasi pada sapi bali yang ada di Indonesia. Berdasarkan pernyataan

diatas, sehingga sangat perlu dilakukan penelitian mengetahui perbedaan jumlah total bakteri Coliform dan Non-coliform pada retikulum, omasum, dan abomasum sapi bali berdasarkan letak geografisnya belum pernah dilaporkan. Penelitian ini nantinya dapat melihat perbandingan jumlah pertumbuhan bakteri Coliform dan Non-coliform berdasarkan letak geografis pada sapi bali, ditinjau dari perbedaan lokasi ternak yakni pada dataran tinggi dan dataran rendah.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Dalam penelitian ini menggukan sampel dari isi retikulum, omasum, dan abomasum pada sapi sehat yang ada di Rumah Pemotongan Hewan Penggaran Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Sampel sapi sehat diambil sebanyak 32 ekor yang dibagi dalam 16 ekor dari dataran rendah dan 16 ekor dari dataran tinggi.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi isi retiukulum, omasum, dan abomasum, media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) untuk bakteri Coliform dan Non-Coliform, alcohol 70%, Tissue, air pepton 0,01%, kapas, aquadesh, dan kertas label.

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain yaitu: cawan petri, incubator, gelas ukur, tabung reaksi, laminar airflow, wadah sempel (pot), sendok logam, pipet mikro, batang pengaduk, batang bengkok, mortar, rak tabung reaksi, streeng hot plate, timbangan digital, mikropipet 1000 ml, tip mikropipet, streeng magnet, autoclave, coolbox, dan serbet/kain lap.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 32 ekor sapi sehat yang dibagi dalam 16 ekor sapi dari dataran rendah dan 16 ekor sapi dari dataran tinggi. Untuk membedakan asal sapi terlebih dahulu melakukan obeservasi

sebelum dilakukan pemotongan. Sampel dari masing sapi menghaslkan 3 jenis sampel yang terdiri dari retikulum, omasum, dan abomasum. Selanjutnya sampel diinokulasi pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), pengamatan dan penghitungan jumlah koloni bakteri dilakukan secara makroskopis. Penelitian ini bersifat observasional dengan menggunakan     design     penelitian

Crosssectional Study.

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel antara lain yaitu wadah sampel (pot) dan glove. Sampel yang diambil adalah isi retikulum, omasum, dan abomasum sebanyak ± 5 gram.

Kemudian dimasukkan ke dalam wadah sempel. Selanjutnya diletakkan ke dalam coolbox yang disi dry es dan dibawa ke Labaratorium Bakteriologi Dan Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Pembuatan media EMBA

Untuk memulai pembuatan media pada penelitian ini sebaikknya media yang digunakan dipersiapkan terlebih dahulu seperti media isolasi, dan media untuk uji identifikasi bakteri. Pertama media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) disiapkan dan ditimbang sebanyak 18,75 gram. Untuk takaran media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) LEVINE® yaitu sebanyak 37,5 gram dalam 1 Liter Air.

Kemudian dilarutkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang sudah berisi aquades sebanyak 500 ml dan diaduk dengan magnetic stirrer kemudian tabung Erlenmeyer yang berisi media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) ditutup menggunakan aluminium foil setelah itu dipanaskan di atas streeng hot plate sampai larut/homogen. Seteleh homogen masukan media tersebut ke dalam autoclave beserta alat dan bahan untuk disterilisasi dengan suhu 121 selama ± 1 jam 30 menit. Setelah semua alat, bahan, dan media selesai disterilisasi masukan ke dalam

laminar airflow supaya tetap steril. Media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) ditunggu sampai hangat, setelah itu tuang ke dalam cawan petri yang sudah disteril dan ditunggu sampai memadat. Untuk penanaman bakteri dilakukan dengan metode sebar.

Pengenceran sempel

Pengenceran sempel diawali dengan mengambil isi organ pencernaan yaitu retikulum, omasum, dan abomasum menggunakan sendok logam kemudian sempel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dituang ke dalam mortar dihomogenkan dengan air pepton 0,01% sebanyak 4,5 ml, maka dihasilkan pengenceran 10-1. Kemudian sempel yang di dalam mortar di ambil menggunakan pipet mikro dengan volume inoculum 0,5 ml. Selanjutnya dilakukan tingkat pengenceran hingga 10-5 dengan menggunakan cara pengenceran yang sama.

Penanaman serta menghitung jumlah koloni bakteri Coliform dan NonColiform

Sampel dengan konsentransi 10-4 dan 10-5 diambil sebanyak 0,1 ml lalu diinokulasikan secara merata diatas media EMBA menggunakan batang bengkok dengan metode sebar. Penanaman sampel dilakukan secara duplo. Media yang sudah ditanam ditaruh dalam wadah kotak yang tertutup rapat kemudian diinkoluasi diinkubator dengan suhu optimal 36,9°C selama 24 jam.

Pada penenlitian ini penghitungan jumlah koloni bakteri menggunkan metode Fardiaz (1992), untuk mendapatkan jumlah koloni per gram sempel digunakan rumus:

Jumlah koloni

------- -----------r-,--CFU/gr pengenceran x volume inokulum

Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis statistik menggunakan One Way Anova dengan batas kemaknaan p = 0,05 menggunakan bantuan piranti software SPSS. Data yang diperoleh dari jumlah bakteri Coliform dan Non-Coliform yang

tumbuh pada Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) akan disajikan secara deskriptif kuantitatif. Hasil data jumlah koloni ditabulasikan dalam bentuk rata-rata (mean) + standar deviasa (SD)

Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan juni sampai dengan juli 2022. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di klinik yang berada di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran, Denpasar Selatan dan pengujian sampel dilakukan di laboratorium bakteriologi dan mikologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian yang dilakukan pada 32 sampel 16 sampel dari dataran rendah dan 16 sampel dari dataran tinggi yang diambil pada isi retikulum omasum dan abomasum pada sapi bali, didapatkan jumlah bakteri Coliform dan Non-coliform yang berbeda dari setiap pemeriksaannya. Uji statistic dilakukan untuk mencari rataan dan standar deviasi pada organ retikulum, omasum, dan abomasum dari dataran rendah dan dataran tinggi. Untuk data hasil uji rataan ± standar deviasi jumlah bakteri Coliform dan Noncoliform isi retikulum, omasum, dan abomasum sapi bali terlihat pada tabel (Tabel 1 dan Tabel 2).

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan rataan ± SD terhadap jumlah bakteri Coliform dari isi retikulum, omasum, dan abomasum sapi bali dari dataran rendah dan dataran tinggi. Rataan ± SD pada masing-masing isi organ dari dataran rendah yaitu berturut-turut retikulum; 54,31±17,469x103 CFU/g; omasum 52,63±19,071x103 CFU/g dan abomasum 59,63±18,011x103 CFU/g. Sedangkan rataan ± SD dari dataran tinggi yaitu retikulum; 64,88±14,908x103 CFU/g; omasum 61,94±13,056x103 CFU/g dan abomasum 62,00±12,920x103 CFU/g.

Berdasarkan hasil uji Independent Simple T-test dari ke 32 jenis sampel yang

diketahui nilai Sig. berturut-turut, untuk bakteri Coliform pada retikulum sebesar 0,334>0,05, omasum 0,138>0,05, dan abomasum 0,220>0,05, yang berarti bahwa nilai data yang dari dataran rendah dan dataran tinggi dari setiap organ tidak ada perbedaan nyata (Sig>0,05). Hasil nilai Sig.(2-arah) pada bakteri Coliform berturut-turut tidak ada perbedaan yang signifikan (nyata) dari setiap organ retikulum, omasum, dan abomasum yang berasal dari datara rendah dan dataran tinggi. Pada retikulum nilai Sig.(2-arah) sebesar 0,76>0,05, omasum 0,118-0,119>0,05, dan abomasum 0,076>0,05

Tabel 2 rataan dan standar deviasi jumlah bakteri Non-coliform dari isi retikulum, omasum, dan abomasum pada sapi bali dari dataran rendah dan dataran tinggi. Hasil rataan ± SD bakteri Noncoliform pada masing-masing isi organ dari dataran rendah yaitu retikulum 50,19±21,182x103 CFU/g; omasum 44,38±18,279x103 CFU/g dan abomasum 38,63±18,998x103 CFU/g. sedangkan hasil rataan±SD dari dataran tinggi yaitu retikulum 47,63±10,620x103 CFU/g; omasum 46,56±13,301x103 CFU/g dan abomasum 45,00±12,517x103 CFU/g.

Hasil nilai varians data dari bakteri Non-coliform di retikulum didapakan sebesar 0,032<0,05 berarti ada perbedaan nyata (Sig<0,05), kemudian nilai dari omasum dan abomasum sebesar 0,287>0,05 dan 0,184>0,05 tidak ada perbedaan nyata (Sig>0,05) dari kedua varians data tersebut. Sedangkan hasil nilai Sig.(2-arah) pada bakteri Non-coliform tidak ada peredaan nyata (Sig>0,05), karna dari dataran rendah pada retikulum didapatkan sebesar 0,668>0,05, omasum 0,701>0,0, dan abomasum 0,271>0,05. Pada dataran tinggi retikulum didapatkan 0,670>0,05, omasum 0,702>0,05, dan abomasum 0,273>0,05.

Pembahasan

Bakteri Coliform

Berdasarkan hasil analisis lanjutan uji Independent Simple T-test pada tabel 4.1

berarti bahwa varians data antara retikulum, omasum dan abomasum dari dataran rendah dan dataran tinggi jumlah bakteri Coliform tidak berbeda nyata (Sig>0,05), namun jika dilihat dari jumlah rata-rata kelompok bakteri dari masing-masing organ retikulum, omasum, dan abomasum menunjukan bahwa jumlah kelompok bakteri Coliform lebih tinggi berasal dari dataran tinggi. Hal ini bisa saja terjadi karena permasalahan penyediaan pakan ternak sering mendapat kendala, baik dari strategi pemberiannya maupun kesesuaian zat gizi yang dibutuhkan ternak. Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap kadar mineral pada sapi yakni: jumlah mineral yang dikonsumsi, banyaknya mineral yang dapat dimetabolisme tubuh dan ketersediaan mineral di lingkungan (Besung, 2013).

Bakteri Non-coliform

Berdasarkan hasil analisis lanjutan uji Independent Simple T-test berarti bahwa varians data antara omasum dan abomasum dari dataran rendah dan dataran tinggi jumlah bakteri Non-coliform tidak ada peredaan yang signifikansi (nyata), tetapi pada retikulum nilai signifikansinya (Sig<0,05). Hal ini bisa saja terjadi karena permasalahan penyediaan pakan ternak sering mendapat kendala, baik dari strategi pemberiannya maupun kesesuaian zat gizi yang dibutuhkan ternak. Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap kadar mineral pada sapi yakni: jumlah mineral yang dikonsumsi, banyaknya mineral yang dapat dimetabolisme tubuh dan ketersediaan mineral di lingkungan (Besung, 2013). Perubahan komposisi pakan pada saluran pencernaan akibat suplemen ini akan berpengaruh terhadap bakteri Non-coliform dan total bakteri yang ada di saluran pencernaan sapi bali (Pramita et al. 2016)

Untuk nilai rataan ± SD pada retikulum jumlah kelompok bakteri Non-coliform lebih tinggi dari dataran rendah, beda halnya dengan omasum dan abomasum yang menunjukkan jumlah rataan lebih tinggi dari dataran tinggi, ini terjadi karna

omasum sendiri berfungsi untuk membantu penghalusan makanan secara kimiawi sedangkan abomasum tempat terjadinya sistem pencernaan secara kimiawi dengan bantuan enzim-enzim dengan sempurna dan penyerapan sisa-sisa energi tersebut yang nantinya akan menambah berat karkas sapi tersebut (Sari, 2017). Pada dataran tinggi sumber air minum yang lebih bersih, pakan yang memiliki kandungan serat kasar lebih banyak, cuaca yang memadai, dan dijauhkan faktor lingkungan yang kurang selektif dalam pembesihan kendang. Selaian faktor lingkungan, cemaran pada pakan juga mempengaruhi jumlah bakteri pada sapi bali. Menurut Bambang, et al. (2014) semakin tingginya tingkat pencemaran air dan pakan pada sapi bali, maka semakin tinggi pula resiko adanya bakteri pada sapi itu sendiri. Kandungan yang ada pada pakan akan berdampak pada jumlah kandungan dari flora normal yang ada di dalam saluran pencernaan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah bakteri Coliform dataran rendah yaitu berturut-turut retikulum, omasum, dan abomasum yaitu 54,31±17,469x103 CFU/g, 52,63±19,071x103 CFU/g, dan 59,63±18,011x103 CFU/g. Sedangkan dari dataran tinggi yaitu: 64,88±14,908x103 CFU/g, 61,94±13,056x103 CFU/g, dan 62,00±12,920x103 CFU/g. Sedangkan bakteri Non-coliform dari dataran rendah berturut-turut yaitu: 50,19±21,182x103 CFU/g;, 44,38±18,279x10 CFU/g, dan 38,63±18,998x103 CFU/g. Dataran tinggi yaitu: 47,63±10,620x103 CFU/g, 46,56±13,301x103 CFU/g, dan 45,00±12,517x103 CFU/g. berdasarkan hasil anaslisis lanjutan uji Independent simple T-test jumlah bakteri Coliform dan Non-coliform tidak berbeda nyata (Sig>0,05) berdasarkan letak geograsi yakni dataran rendah dan dataran tinggi.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap karaktersitik bakteri Coliform dan Non-coliform di retikulum, omasum, dan abomasum pada sapi bali berdasarkan perbedaan letak geografis.

UCAPAN TERIMAKASIH

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, fasilitas Laboratorium Mikologi dan Bakteriologi serta, petugas-petugas yang ada di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aschenbach JR, Penner GB, Stumpff F, Gäbel G. 2011. Ruminant Nutrition Symposium:  Role of Fermentation

Acid Ab-Sorption In The Regulation Of Ruminal Ph. J. Anim. Sci. 89: 1092– 1107.

Bambang AG, Fatimawali, Kojong NS.

2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform dan Identifikasi Escherichia coli pada Air Isi Ulang dari Depot di Kota Manado. J. Ilm. Farm. 3(3): 325334.

Besung INK. 2013. Analisis Faktor Tipe Lahan Dengan Kadar Mineral Serum Sapi Bali. Bul. Vet. Udayana. 5(2): 96107.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, 2021, Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2021, Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI.

Hungate RE. 1996. The Rumen and Its Microbes. Academic Press. NewYork and London.

Jan R, Sudrana IP, Kasip LM. 2015.

Pengamatan      Sifat-sifat     yang

Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi pada

Sapi Bali di Kota Mataram. J. Ilmu Teknol. Peternakan Indon. 1(1): 53-59.

Kusriatmi, Oktaviani R, Syaukat Y, Said, A. 2014. Peranan Teknologi Inseminasi Buatan (IB) Pada Produksi Sapi Potong Di Indonesia. J. Argo. Ekonomi. 32(1).

Lynch JM, Poole N. 1979. Water pollution and its prevention.p 226-245. In Microbial  Ecology: A Conceptual

Approach. Blackwell scientific Publication. Oxford.

Pramita IDADP, Besung INK, Sampurna IP. 2016. Jumlah Non Coliform dan Total Bakteri Pada Sapi Bali di Dataran Tinggi dan Dataran Rendah di Bali Pasca Pemberian Mineral. Bul. Vet. Udayana. 8(1): 52-58

Partama IBG. 2013. Nutrisi dan Pakan Ternak Ruminansia. Denpasar: Udayana University Press.

Sari NF. 2017. Mengenal Keragaman Mikrobia Rumen Pada Perut Sapi Secara Molekuler. Biol. Trends. 8. 1

Suranjaya IG, Ardika IN, Indrawati RR. 2010.       Faktor-Faktor      yang

Mempengaruhi Produktivitas Sapi Bali di Wilayah Binaan Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali di Bali. Maj. Ilm. Pet. 13(3): 83-87.

Suhartanto, Kustantinan dan Padmowijoto. 2000. Degradasi In Sacco Bahan Organik dan Protein Kasar Empat Macam Bahan Pakan diukur Menggunakan Kantong Inra dan Rowet Research Institute. Bul. Pet. 24(2): 8293.

Suwiti NK, Sentena P, Watiningsih N, Puja K. 2012. Peningkatan Produksi Sapi Bali Unggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. Laporan Penelitian Tahap I Penprinas MP3EI 2011-2025.

Wiliantara PP, Besung IN, Tono K, 2018. Bakteri Coliform dan Non-Coliform yang Diisolasi dari Saluran Pernapasan Sapi Bali. Bul. Vet. Udayana. 10(1): 4044.

Xue D, Chen H, Luo X, He Y, Zhao X. 2018. Microbial Diversity In The Rumen, Reticulum, Omasum, And

Abomasum Of Yak On A Rapid Fattening Regime In An Agro-Pastoral

Transition Zone. J. Microbiol. 56(10): 733-743.

Tabel 1. Rataan Jumlah Bakteri Coliform Isi Retikulum, Omasum, Dan Abomasum Pada Sapi

Bali Dari Dataran Rendah Dan Dataran Tinggi.

Dataran

Organ

Bakteri Coliform (x 103 CFU/g)

Rataan ± SD

Sig

Sig (2-arah)

Rendah

Retikulum

54,31±17,469

0,334

0,076

Tinggi

64,88±14,908

0,076

Rendah

Omasum

52,63±19,071

0,138

0,118

Tinggi

61,94±13,056

0,119

Rendah

Abomasum

59,63±18,011

0,220

0,671

Tinggi

62,00±12,920

0,672

Tabel 4.2. Rataan Jumlah Bakteri Non-coliform Isi Retikulum, Omasum, Dan Abomasum Pada Sapi Bali Dari Dataran Rendah dan Dataran Tinggi.

Dataran

Organ                  Bakteri Non-coliform (x 103 CFU/g)

Rataan ± SD        Sig           Sig (2-arah)

Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi

Retikulum       50,19±21,182     0,032           0,668

47,63±10,620                     0,670

Omasum        44,38±18,279     0,287          0,701

46,56±13,301                      0,702

Abomasum      38,63±18,998     0,184          0,271

45,00±12,517                      0,273

1073