JAUNDICE DUE TO HEPATIC LIPIDOSIS FELINE IMMUNODEFICIENCY VIRUS IN CATS
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 15 No. 6: 1150-1158
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Desember 2023
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p14
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Jaundice akibat Hepatic Lipidosis dan Feline Immunodeficiency Virus pada Kucing
(JAUNDICE DUE TO HEPATIC LIPIDOSIS FELINE IMMUNODEFICIENCY VIRUS IN CATS)
Ni Luh Putu Yunita Listiana Dewi1, I Nyoman Suartha2, I Gusti Made Krisna Erawan2
-
1Praktisi Dokter Hewan, Jl. By Pass Ngurah Rai Gg. Karang No. 8, Tuban, Kuta, Bali, Indonesia 80361;
-
2Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
*Corresponding author email: [email protected]
Abstrak
Feline Immunodeficiency Virus (FIV) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang system kekebalan tubuh kucing. Feline Hepatic Lipidosis (FHL) merupakan penyakit hati yang paling umum pada kucing yang disebabkan oleh akumulasi trigliserida yang berlebihan di dalam hepatosit yang menyebabkan kolestasis dan disfungsi hati. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui cara mendiagnosis dan penanganan kasus penyebab jaundice pada kucing. Seekor kucing Himalaya berumur 7 tahun bobot badan 3,3 kg diperiksa di Klinik Listriani Vetcare dalam kondisi lemas. Sebelumnya kucing tersebut hilang selama 50 hari dan kemudian ditemukan di gudang tetangga yang hanya terdapat rembesan air hujan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya jaundice pada telinga, sclera, bibir, dan abdomen, serta teramati adanya distensi abdomen. Dilakukan pemeriksaan hematologi dua kali pada hari ke-2 dan hari ke-9, kimia darah, ultrasonografi, dan test kit FIV/FelV. Pemeriksaan hematologi hari ke-2 menunjukkan kucing kasus mengalami anemia ringan, leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia. Pemeriksaan hematologi hari ke-9 menunjukkan anemia, neutrofilia, dan trombositopenia. Hasil kimia darah menunjukkan peningkatan pada alkaline phospatase, alanine aminotransferase, gamma-glutamyl transferase, total bilirubin, asam empedu, total kolesterol, dan penurunan pada Blood Urea Nitrogen. Ultrasonografi hati menunjukkan adanya massa hyperechoic difus dan test kit FIV/FelV menunjukkan positif FIV. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan uji laboratorium kucing kasus didiagnosis menderita hepatic lipidosis dan FIV dengan prognosis dubius. Kucing kasus diterapi dengan Cefotaxime (20 mg/kg BB, IV, tiga kali sehari), Hematodin® (0,6 mL, IV, satu kali sehari), Ondansetron (0,2 mg/kg BB, IV, dua kali sehari), Samylin® small (1 tab, satu kali sehari), Metronidazole (25 mg/kg BB, PO, dua kali sehari) selama 10 hari, Urdafalk (15 mg/kg BB, PO, satu kali sehari), Lactulose® (3 mL, PO, tiga kali sehari). Pada hari ke-5, pemberian ondansetron dan cefotaxime dihentikan dan diberikan Cephalexin (38 mg/kg BB, PO, dua kali sehari), Iron (1 tab, PO satu kali sehari), vitamin B12 (0,2 mL IV) dan TF Advance® (1 kapsul, dua kali sehari). Pengobatan yang diberikan tidak memperbaiki kondisi, kucing kasus mati pada hari ke-13. Disarankan agar pemilik tidak memberikan akses untuk kucing keluar rumah untuk mengurangi kemungkinan kucing hilang atau kontak dengan kucing lain yang dapat menularkan penyakit.
Kata kunci: kucing; feline immunodeficiency virus; lipidosis hati; hiperbilirubinemia; jaundice
Abstract
Feline Immunodeficiency Virus (FIV) is a disease caused by a virus that attacks the cat's immune system. Feline Hepatic Lipidosis (FHL) is the most common liver disease in cats caused by excessive accumulation of triglycerides in hepatocytes which causes cholestasis liver dysfunction. This case study aims to find out how to diagnose treat cases of jaundice in cats. A Himalayan cat aged 7 years weighing 3.3 kg was examined at the Listriani Vetcare Clinic in a weak condition. Previously, the cat was missing for 50 days was later found in a neighbor's barn where there was only rainwater seepage. On physical
examination, jaundice was found on the ears, sclera, lips, abdomen, abdominal distention was observed. Hematology examination was performed twice on day 2 day 9, blood chemistry, ultrasonography, FIV/FelV test kit. Hematological examination on the 2nd day showed that the case cat had mild anemia, leukopenia, neutropenia, thrombocytopenia. The 9th day hematological examination showed anemia, neutrophilia, thrombocytopenia. Blood chemistry results showed an increase in alkaline phospatase, alanine aminotransferase, gamma-glutamyl transferase, total bilirubin, bile acids, total cholesterol, a decrease in Blood Urea Nitrogen. Ultrasound of the liver showed a diffuse hyperechoic mass the FIV/FelV test kit was FIV positive. Based on anamnesis, clinical examination, laboratory tests, the case cat was diagnosed with hepatic lipidosis FIV with a dubious prognosis. Case cats were treated with Cefotaxime (20 mg/kg, IV, three times a day), Hematodin® (0,6 mL, IV, once a day), Ondansetron (0,2 mg/kg, IV, twice a day), Samylin® small (1 tab, once a day), Metronidazole (25 mg/kg BW, PO, twice a day) for 10 days, Urdafalk (15 mg/kg BW, PO, once a day), Lactulose® (3 mL, PO, three times a day). On the 5th day, ondansetron cefotaxime were stopped given Cephalexin (38 mg/kg BW, PO, twice a day), Iron (1 tab, PO once a day), vitamin B12 (0.2 mL IV) TF Advance® (1 capsule, twice a day). The treatment given did not improve the condition, the case cat died on the 13th day. It is recommended that owners do not provide access for cats to leave the house to reduce the possibility of cats getting lost or contact with other cats that can transmit disease.
Keywords: cat; feline immunodeficiency virus; hepatic lipidosis; hyperbilirubinemia; jaundice
PENDAHULUAN
Kucing merupakan salah satu hewan peliharaan yang banyak digemari oleh masyarakat. Biasanya kucing dipelihara dengan cara dikangkan atau dilepaskan bebas keluar masuk ruangan. Sebagian besar pemilik kucing lebih suka memelihara kucing dengan cara tidak dikangkan sehingga kucing tidak stres. Kucing yang memiliki akses bebas keluar masuk rumah lebih beresiko hilang atau terkena penyakit menular dibingkan dengan kucing yang dikangkan.
Jaundice bukan merupakan penyakit tetapi merupakan gejala dari banyak jenis penyakit
(Manzoor et al., 2012). Jaundice pada kucing dapat terjadi karena penyebab pra-hepatik (misalnya karena hemolisis), hepatic (misalnya karena hepatic lipidosis), dan penyakit pascahepatik (misalnya karena pancreatitis, kolelitiasis). Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, dan sclera yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi bilirubin dalam serum dan jaringan (Sherding, 2000). Sumber utama bilirubin adalah degradasi hemoglobin dari eritrosit tua. Pada tingkat lebih rendah, bilirubin juga berasal dari pemecahan mioglobin,
sitokrom dan protein yang mengung heme lainnya di dalam hati (Sherding, 2000).
Feline hepatic lipidosis (FHL) adalah sindrom kolestatik yang umum dan berpotensi fatal yang menyerang kucing domestik (Center, 2005) serta merupakan penyakit hati yang paling umum pada kucing yang disebabkan oleh akumulasi trigliserida yang berlebihan di dalam hepatosit yang menyebabkan kolestasis dan disfungsi hati (Heo et al., 2018). Awalnya dikenal sebagai kondisi idiopatik, tetapi sekarang sebagian besar kucing yang terkena FHL ditemukan memiliki penyakit atau lingkungan yang secara langsung menyebabkan kekurangan gizi (Webb, 2016). Keseimbangan energi negative yang biasanya disebabkan oleh anoreksia, dianggap sebagai penyebab utama untuk memulai FHL. Dalam beberapa kasus, anoreksia disebabkan oleh tekanan lingkungan (misalnya, penurunan berat badan yang dipaksakan dengan penggantian pakan yang tidak dapat diterima, pindah ke rumah baru, baru diperkenalkan atau kehilangan hewan peliharaan, kurungan yang tidak disengaja (misalnya, terkunci di garasi, ruang bawah tanah atau loteng), atau kucing rumahan yang tersesat di luar.
Istilah "HL idiopatik" hanya sesuai ketika kondisi penyakit yang mendasari atau
peristiwa yang menyebabkan anoreksia tidak dapat diidentifikasi. Feline hepatic lipidosis (FHL) diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder. Pada FHL primer, anoreksia terjadi pada hewan yang sehat akibat penurunan ketersediaan pakan, pemberian pakan yang tidak enak atau penurunan asupan pakan akibat stress, sedangkan FHL sekunder terjadi pada hewan yang mengalami anoreksia sebagai akibat dari penyakit yang mendasarinya (Valtolina dan Favier, 2017). Temuan historis, fisik, dan klinikopatologis yang dilaporkan pada kucing dengan lipidosis hati yang terjadi secara alami menunjukkan bahwa penyakit ini dapat terjadi oleh banyak faktor penyebab (Brown et al., 2000).
Feline Immunodeficiency Virus (FIV) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh kucing. Penyakit FIV dan FeLV sering dibicarakan bersama karena keduanya berada dalam kelompok retrovirus dan kucing sering kali dapat diuji untuk kedua virus tersebut bersama-sama. Namun, virus tersebut memiliki sifat yang berbeda dan menyebabkan ta dan tingkat penyakit yang berbeda. Infeksi FIV terjadi terutama melalui gigitan di antara kucing yang berjuang untuk demarkasi teritorial dan selama kawin. Virus dapat diisolasi dari air liur, darah, serum, plasma, dan sekresi genital (Kanzaki dan
Looney, 2004). Virus tersebut menyebar lambat pada tubuh kucing. Kucing biasanya tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun setelah terinfeksi. Meskipun demikian, ketika virus ini menyerang, menyebabkan lemahnya kekebalan tubuh kucing sehingga tidak dapat mengatasi adanya serangan dari berbagai sumber penyakit lainnya sehingga muncul infeksi tambahan. Infeksi FIV eksperimental berkembang melalui beberapa tahap, mirip dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada manusia, termasuk fase akut, fase tanpa gejala klinis dengan durasi yang bervariasi, dan fase terminal yang kadang-
kadang disebut "sindrom defisiensi imun” yang didapat kucing (FAIDS) (Hartmann, 2011). Di antara vertebrata non-primata, infeksi FIV pada kucing mungkin merupakan model terdekat dari infeksi (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Virus FIV adalah anggota dari famili retroviridae, subfamili lentivirinae, genus lentivirus. Virus FIV memiliki kemampuan menginfeksi sel yang tidak membelah serta sel yang membelah (Kanzaki dan Looney, 2004). Virus FIV memiliki tingkat mutasi yang tinggi, bahkan dalam satu inang, beberapa mutasi ini dapat menyebabkan perubahan dalam virulensi atau antigenisitas (de Rozieres et al., 2004).
Feline Hepatic Lipidosis (FHL) maupun Feline Immunodeficiency Virus (FIV) merupakan penyakit yang sama-sama berakibat fatal jika tidak segera ditangani, sehingga penanganan cepat dan tepat sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak yang terjadi.
METODE PENELITIAN
Laporan Kasus Sinyalemen dan Anamnesis
Kucing bernama Tuna dengan ras Himalayan Mix, berwarna krem, umur 7 tahun, jenis kelamin jantan, bobot badan 3,3 kg diperiksa di Klinik Listriani Vetcare dalam kondisi lemas. Sebelumnya kucing tersebut hilang selama 50 hari dan kemudian ditemukan di gudang tetangga yang hanya terdapat rembesan air hujan.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis dilakukan secara inspeksi, palpasi, dan auskultasi terhadap pasien.
kemudian dilakukan pemeriksaan status present yang meliputi pemeriksaan suhu, laju respirasi, denyut jantung dan pulsus. secara inspeksi diamati kondisi hewan secara keseluruhan meliputi keaktifan hewan, membran mukosa, dan kondisi kulit hewan. palpasi dilakukan pada abdomen untuk mengetahui konsistensi dan massa abdomen, Capillary Refill Time (CRT),
pulsus, dan limfonodus untuk mengetahui jika terjadi pembengkakan. Auskultasi dilakukan pada thorak untuk memeriksa organ sirkulasi dan respirasi.
Uji Laboratorium
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan hematologi lengkap, kimia darah, dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Sampel darah diambil dari vena cephalica dan ditampung dalam tabung Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA), kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mesin hematology analyzer. Sampel darah yang lain dilakukan pemeriksaan dengan mesin Chemistry Analyzer. Pemeriksaan USG dilakukan dengan mencukur terlebih dahulu rambut pasien pada bagian abdomen, selanjutnya letakkan gel pada probe secukupnya, kemudian fungsikan pada bagian abdomen khususnya pada daerah organ hati untuk mengetahui adanya perubahan pada organ hati atau kantung empedu.GB
Diagnosis dan Prognosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan uji laboratorium, kucing kasus didiagnosis menderita hepatic lipidosis, dan berdasarkan tes terhadap FIV/FelV, kucing juga didiagnosis menderita FIV dengan prognosis dubius.
Terapi
Pengobatan dilakukan dengan
pemberian antibiotik Cefotaxime (20 mg/kg BB, IV, tiga kali sehari), Hematodin® (0,6 mL, IV, satu kali sehari), Ondansetron (0,2 mg/kg BB, IV, dua kali sehari), Samylin® small (1 tab, satu kali sehari), Metronidazole (25 mg/kg BB, PO, dua kali sehari) selama 10 hari, Urdafalk (15 mg/kg BB, PO, satu kali sehari), Lactulose® (3 mL, PO, tiga kali sehari). Pada hari ke-5, pemberian ondansetron dan cefotaxime dihentikan dan diberikan cephalexin (38 mg/kg BB, PO, dua kali sehari). Pada hari ke-6 ditambahkan pemberian Iron (1 tab, PO satu kali sehari). Pada hari ke-9 cephalexin dihentikan dan cefotaxime kembali diberikan, dan diinjeksikan juga vitamin B12 (0,2 mL,
IV). Pada hari ke-11 kucing didiagnosis FIV sehingga diberikan TF Advance® (1 kapsul, dua kali sehari), Iron menjadi dua kali sehari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pada pemeriksaan klinis diperoleh suhu tubuh 37,8oC, frekuensi denyut jantung 156 kali/menit, frekuensi pulsus 124 kali/menit, frekuensi napas 32 kali/menit, dan Capillary Refill Time (CRT) > 2 detik. Teramati adanya jaundice pada telinga, sklera, bibir, dan abdomen, serta ada sedikit distensi abdomen. Kucing tersebut mau makan saat diberi makanan, namun kemudian dimuntahkan. Anggota gerak, musculoskeletal, saraf, sirkulasi,
urogenital, respirasi, dan limfonodus dalam keadaan normal.
Sehari setelah kucing datang ke klinik dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya menunjukkan anemia dan leukopenia ringan, neutropenia, dan trombositopenia. Satu minggu kemudian dilakukan pemeriksaan darah lagi dan hasilnya menunjukkan neutrofilia, serta anemia dan trombositopenia yang lebih parah dibingkan sebelumnya (Tabel 1). Dilakukan juga pemeriksaan kimia darah (Tabel 2) dan ultrasonografi yang menunjukkan massa hyperechoic difus pada hati (Gambar 2). Dikarenakan anemia yang memburuk, maka dicurigai kucing mengalami leukemia sehingga dilakukan tes leukemia dengan test kit FIV/FelV, dan hasilnya FIV (+) dan FelV (-).
Pembahasan
Kucing bernama Tuna diperiksa di klinik dengan kondisi lemas, dan sebelumnya kucing tersebut hilang selama 50 hari dan ditemukan di gudang tetangga yang hanya terdapat rembesan air hujan. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya jaundice pada telinga, sclera, bibir, dan abdomen, serta adanya sedikit distensi abdomen.
Hasil pemeriksaan kimia darah ditemukan adanya peningkatan ALP, ALT,
dan total bilirubin yang mengindikasikan kucing kasus menderita FHL. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Heo et al., (2018) yang menyatakan bahwa temuan klinikopatologis pada FHL ditai dengan gangguan kolestatik intrahepatik dan melibatkan peningkatan serum bilirubin, ALP, dan ALT. Peningkatan ALT disebabkan oleh kerusakan sel hati (baik mekanis, toksik atau hipoksia) yang menyebabkan kebocoran ALT ke dalam aliran darah. Penurunan BUN dalam kasus ini diduga sebagai akibat dari anoreksia kronis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Valtolina dan Favier (2017) yang menyatakan bahwa nitrogen urea darah ditemukan menurun pada 51% kucing sebagai akibat dari anoreksia kronis dan/atau fungsi siklus urea yang tidak mencukupi. Gamma-glutamyl transferase (GGT) ditemukan sedikit meningkat pada kucing dengan lipidosis hati. Pada kucing kasus, terjadi peningkatan asam empedu serum. Asam empedu serum akan meningkat secara signifikan pada kucing dengan hiperbilirubinemia (Webb, 2018). Peningkatan asam empedu dapat dikaitkan karena banyaknya lemak dalam tubuh sehingga produksi asam empedu meningkat.
Temuan pemeriksaan fisik pada kasus FHL biasanya ikterus/jaundice, hepatomegali, dehidrasi, dan kehilangan setidaknya 25% dari berat badan (Heo et al., 2018) seperti yang terjadi pada kasus ini. Ikterus dikaitkan dengan kolestasis, sekunder dari akumulasi lipid intrahepatik, atau penurunan konjugasi asam empedu terkait defisiensi taurin (Kuzi et al.,2017). FHL pada kucing kasus diduga terjadi karena kucing kasus tidak mendapat asupan pakan yang dikarenakan terkunci di gudang dalam waktu yang lam, atau disebabkan karena infeksi virus FIV yang menyebabkan kucing tidak nafsu makan. Anoreksia dengan penyebab apa pun, menyebabkan Negative Energy Balance (NEB) dan hepatik lipidosis (HL). Negative Energy Balance (NEB) menginduksi peningkatan sekresi hormon diabetogenik
dan tiroid, merangsang aktivitas hormon sensitif lipase (HSL), yang mempercepat lipolisis. Dengan lipolisis, konsentrasi asam lemak bebas serum meningkat. Free Fatty Acid (FFA) diserap oleh hepatosit, dan dimetabolisme lebih lanjut, FFA diesterifikasi dengan gliserol, membentuk trigliserida, disimpan dalam vakuola hepatoseluler. Aktivitas HSL biasanya ditekan oleh insulin, namun, pada kucing HL, sekresi insulin menurun (Kuzi et al.,2017). Malnutrisi meningkatkan lipolisis dan glikogenolisis dan berkontribusi pada mobilisasi trigliserida yang tidak seimbang. Mobilisasi lemak perifer yang melebihi kapasitas hati untuk mendistribusikan kembali atau menggunakan lemak untuk oksidasi (menghasilkan energi) menyebabkan ekspansi sel hepatosit akibat adanya simpanan trigliserida (lemak) (Center, 2016).
Peningkatan aktivitas ALP dan hiperbilirubinemia adalah kelainan kimia serum yang paling umum pada kasus hepatik lipidosis, yang mencerminkan kolestasis intrahepatik yang parah. Anemia nonregeneratif ringan hingga sedang dapat ditemukan pada hitung darah lengkap (CBC) pada kucing HL, tetapi ini adalah temuan non-spesifik. Dalam beberapa kasus HL, hasil CBC menunjukkan adanya neutrofilia, namun neutrofilia dapat dipengaruhi oleh penyakit inflamasi atau infeksi (Webb, 2018).
Pada pemeriksaan ultrasonografi, hati kucing FHL tampak mengalami pembesaran dan hiperechoic difus seperti yang terjadi pada kucing kasus. Distensi hepatosit dengan trigliserida pada FHL dikaitkan dengan penurunan dalam jumlah organel yang terlibat dalam pembentukan, penyimpanan, dan pengeluaran lipoprotein, serta dalam konduksi oksidasi asam lemak (FA) dan fungsi sintetik hati. Selain itu, ekspansi sel hepatosit menekan kanalikuli dan membatasi aliran empedu (Center, 2005). Karena kucing adalah karnivora murni, maka metabolisme lipid dan proteinnya tergantung pada asam lemak
esensial (EFA), asam amino, dan vitamin. Setelah periode anoreksia yang berkepanjangan, EFA, asam amino, dan vitamin mengalami kekurangan dan kekurangan tersebut sebagai faktor penting terjadinya FHL (Valtolina dan Favier, 2017).
Hasil pemeriksaan darah lengkap pada hari ke-2 menunjukkan kucing kasus mengalami anemia normositik
hiperkromik. Anemia yang terjadi pada kucing kasus diduga terjadi karena karena adanya hemolisis. Hemolisis dapat mengindikasikan bahwa kucing kasus mengalami jaundice pre-hepatik. Hemolisis dapat terjadi karena diperantarai oleh sel imun, yang dapat disebabkan oleh infeksi virus FIV. Banyak kucing yang positif FeLV/FIV mengalami anemia hemolitik, subakut atau kronis karena infeksi sekunder serta hemolisis yang dimediasi imun. Peningkatan destruksi eritrosit
menyebabkan peningkatan pembentukan bilirubin, tetapi hemolisis saja tidak menyebabkan ikhterus/jaundice karena kapasitas cadangan hati yang besar untuk penyerapan, konjugasi, dan ekskresi bilirubin (Sherding, 2000). Namun, ketika hemolisis akut dan parah, hipoksia yang melibatkan zona sentrolobular hati dapat mengganggu fungsi hati secara sekunder dan juga menyebabkan kolestasis intrahepatik. Virus FIV adalah penyebab infeksi paling umum dari anemia non-regeneratif pada kucing (Olson dan Hohenhaus, 2019). Pada infeksi FIV, anemia dapat dikaitkan dengan penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi oportunistik akibat penekanan sistem kekebalan yang diakibatkan oleh virus (Da Costa et al., 2017). Virus FIV dapat menyebabkan kucing lebih rentan terhadap infeksi sekunder dan neoplasia serta menyebabkan penyakit yang diperantarai oleh sel imun (Hosie et al., 2009). Beberapa kelainan imunologi lain dapat ditemukan pada kucing yang terinfeksi FIV. Gangguan adhesi dan emigrasi neutrofil sebagai respons terhadap produk bakteri telah dijelaskan pada kucing yang terinfeksi FIV.
Hiperbilirubinemia disertai anemia yang terjadi pada kucing kasus diduga terkait dengan adanya infeksi virus secara kronis yang akan menurunkan jumlah sel darah merah yang bersirkulasi melalui deplesi sel progenitor di sumsum tulang sehingga menimbulkan kondisi anemia. Hiperbilirubinemia yang disertai anemia umumnya juga berkorelasi dengan gangguan fungsi hati dan fibrosis. Hiperbilirubinemia disertai anemia biasanya juga diikuti oleh adanya leukositosis dan trombositopenia (Putri et al., 2018). Trombositopenia juga diamati dalam kasus ini. Menurut Putri et al., (2018) trombositopenia mengindikasikan adanya perdarahan atau vaskulitis akibat gangguan organ hati juga mengindikasikan adanya penurunan trombopoietin yang diikuti dengan penurunan produksi trombosit di sumsum tulang.
Pemberian Hematodin® dilakukan untuk mengobati anemia. Urdafalk mengung Asam ursodeoxycholic (Ursodiol) yang merupakan agen koleretik yang meningkatkan aliran empedu dan menurunkan toksisitas empedu. Samylin® yang mengung S-
Adenosylmethionine (SAM e) adalah produk yang dapat meningkatkan kadar glutathione hati sehingga memberikan upaya antioksidan pelindung untuk hati dan memperbaiki fungsi hati. TF Advance® diberikan setelah didiagnosis FIV, yang bertujuan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan sistem imun.
Hasil pemeriksaan hematologi pada hari ke-9, menunjukkan anemia yang semakin memburuk dibingkan dengan pemeriksaan pada hari ke-2. Kucing semakin lesu dan tidak mau makan, serta terjadi diare, lethargic, dan jaundice terjadi di seluruh tubuh walaupun telah diberikan pengobatan. Kucing kasus kemudian mati pada hari ke-13. Kematian diduga disebabkan oleh anemia akibat hemolisis yang terjadi pada kucing kasus. Hemolisis yang parah dapat menyebabkan terjadinya hipoksia dan memperburuk kerusakan pada organ (Javinsky, 2012).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, serta uji laboratorium kucing kasus didiagnosis mengalami hepatic lipidosis dan FIV dengan prognosis dubius. Pengobatan dengan Cefotaxime,
Hematodine, Ondansetron, Samylin®, Metronidazole, Urdafalk, Lactulose, Iron, Vitamin B12, Cephalexin, dan TF Advance® tidak memperbaiki kondisi, kucing kasus mati pada hari ke-13.
Saran
Disarankan agar pemilik tidak memberikan akses untuk kucing keluar rumah untuk mengurangi kemungkinan kucing hilang atau kontak dengan kucing lain yang dapat menularkan penyakit.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Listriani Associate (Vet. Clinic), pemilik kucing Tuna, dan seluruh staf Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dalam memberikan bimbingan, masukan, dan dukungannya dalam menyelesaikan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brown B, Mauldin GE, Armstrong J, Moroff SD, Mauldin GN. 2000. Metabolic Hormonal
Alterations in Cats with Hepatic Lipidosis.
J. Vet. Internal Med. 14: 20–26
Center SA. 2005. Feline Hepatic Lipidosis.
Vet. Clinics Small Anim. Pract. 35: 225269
Center SA. 2016. Feline Hepatic Lipidosis.
MSD Manual. Departement of Clinical Science. Cornell University.
Da Costa FVA, Valle SF, Machado G, Corbellini LG. 2017. Hematological findings factors associated with feline leukemia virus (FeLV) feline immunodeficiency virus (FIV) positivity in cats from southern Brazil. Pesquisa Vet. Bras. 37(12): 15311536. de Rozieres S, Mathiason CK, Rolston
MR, Chatterji U, Hoover EA Elder JH. 2004. Characterization of a highly pathogenic Mol. clone of feline immunodeficiency virus clade C. J. Virol. 78(17): 8971–8982.
Ettinger SJ, Feldman EC. 2000. Textbook of Vet. Internal Med.―Diseases of the Dog Cat. 2nd Edition, WB Saunders Co., Philadelphia, Pp. 402-406.
Hartmann K. 2011. Clinical aspects of feline immunodeficiency feline leukemia virus infection. Vet. Immunol Immunopathol. 143: 190-201.
Heo SH, Yoon YM, Hwang TS, Jung DI, Lee HC. 2018. Imaging diagnosis of hepatic lipidosis in a cat. Korean J. Vet. Res. 58(2): 99-101
Hosie MJ, Addie D, Belak S, Boucraut-Baralon C, Egberink H, Frymus T, Gruffydd-Jones T,
Hartmann K, Lloret A, Lutz H, Marsilio F, Pennisi MG, Radford AD, Thiry E, Truyen
U, Horzinek MC. 2009. Feline Immunodeficiency: ABCD Guidelines on Prevention Management. J. Feline Med. Surg. 11: 575-584.
Javinsky E. 2012. Hematology Immune-Related Disorders. The Cat: Clin. Med. Manag. 25: 643-703.
Kanzaki LIB, Looney DJ. 2004. Feline Immunodeficiency Virus: A Concise Review. Front. Biosci. 9: 370-377.
Kuzi S, Segev G, Kedar S, Yas E, Aroch I. 2017. Prognostic markers in feline hepatic lipidosis: a retrospective study of 71 cats. Vet. Rec. 181(19): 1-8
Manzoor A, Zafar MA, Ijazl M, Raza A, Ahmed M. 2012. Use of Chellidonium® (A Homeopathic Med.) for the Treatment of Icterus in Cats. Int. J. Mol. Vet. Res. 2(7): 25-28.
Olson SW, Hohenhaus AE. 2019. Feline Non-Regenerative Anemia Diagnostic treatment recommendations. J. Feline Med. Surg. 21: 615–631
Putri ZU, Sulistiawati E, Sajuthi D. 2018. Persentase Kejadian
Hiperbilirubinemia pada Kucing.
Proceedings of the 20th FAVA
CONGRESS & the 15th KIVNAS PDHI 1(3): 316-318
Sherding RG. 2000. Feline Jaundice. J. Feline Med. Surg. 2: 165–169.
Tvedten HW. 1981. Hematology of the normal dog cat. Vet. Clin. North Am. Small Anim. Pract. 11(2): 209-217.
Valtolina C, Favier RP. 2017. Feline Hepatic Lipidosis. Vet. Clinics Small Anim. 47: 683–702
Webb CB. 2016. The Yellow Cat: Diagnostic & Therapeutic Strategies. Today’s Vet. Pract. Pp. 38-50.
Webb CB. 2018. Hepatic Lipidosis Clinical review drawn from collective effort. J. Feline Med. Surg.20: 217–227.

Gambar 1. Jaundice pada sclera (A), bibir (B), telinga (C) dan kulit abdomen, juga ada sedikit distensi pada abdomen (D).
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah lengkap kucing kasus hari ke-2 dan hari ke-9 | |||
Parameter |
Hari ke-2 |
Hari ke-9 |
Nilai Normal* |
RBC (x1012/L) |
4,96 |
3,50 |
5-10 |
WBC (x109/L) |
4,96 |
17,25 |
5,5-19,5 |
Limfosit (x109/L) |
2,31 |
1,53 |
1,5-7 |
Monosit (x109/L) |
0,27 |
1,07 |
0-1,5 |
Neutrofil (x109/L) |
2,34 |
14,44 |
2,5-14 |
Eosinofil (x109/L) |
0,03 |
0,20 |
0-1 |
Basofil (x109/L) |
0 |
0 |
0-0,2 |
MCV (fl) |
45 |
46 |
39-55 |
MCH (pg) |
19,3 |
15,5 |
12,5-17,5 |
MCHC (g/dL) |
43,2 |
33,7 |
30-36 |
PLT (x109/L) |
153 |
34 |
300-800 |
HGB (g/dL) |
9,6 |
5,4 |
8-15 |
HCT (%) |
22,22 |
16,13 |
24-45 |
Keterangan: RBC = red blood cell, WBC = white blood cell, MCV = mean corpuscular volume, MCH = mean corpuscular hemoglobin, MCHC = mean corpuscular hemoglobin concentration, PLT = platelet, HGB = hemoglobin, HCT = hematokrit.
*Sumber: Tvedten (1981)
Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan peningkatan pada Alkaline Phospatase (ALP), Alanine Aminotransferase (ALT), Gamma-glutamyl transferase (GGT), Bile Acids (BA), total bilirubin, dan total kolesterol, serta penurunan nilai BUN.
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia darah kucing kasus
Parameter |
Hasil |
Nilai Normal* |
Keterangan |
ALP (U/L) |
282 |
10-90 |
Meningkat |
ALT (U/L) |
320 |
20-100 |
Meningkat |
GGT (U/L) |
5 |
0-2 |
Meningkat |
BA (umol/L) |
140 |
0-25 |
Meningkat |
TBIL (mg/dL) |
5,8 |
0,1-0,6 |
Meningkat |
BUN (mg/dL) |
5 |
10-30 |
Menurun |
CHOL (mg/dL) |
215 |
90-205 |
Meningkat |
Keterangan: ALP = Alkaline Phospatase, ALT = Alanine Aminotransferase, GGT = Gammaglutamyl transferase, BA = Bile Acids, TBIL = Total bilirubin, BUN = Blood Urea
Nitrogen, CHOL = Total kolesterol.
*Sumber: Ettinger dan Feldman (2000)
Gambar 2. Ultrasonografi hati: hati tampak hyperechoic. Liver (L), kung empedu (GB).
1158
Discussion and feedback