HISTOLOGY OF THE ABDOMEN SKIN AND LEUKOCYTES PROFILE OF DOGS WITH DERMATITIS
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 15 No. 6: 1233-1244
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Desember 2023
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/bulvet https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p23
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Gambaran Histologi Kulit Bagian Abdomen dan Profil Total Leukosit Anjing yang Menderita Dermatitis
(HISTOLOGY OF THE ABDOMEN SKIN AND LEUKOCYTES PROFILE OF DOGS WITH DERMATITIS)
Ni Wayan Ayu Rukmini1*, Ni Ketut Suwiti2, Nyoman Sadra Dharmawan3
-
1Praktisi Dokter Hewan, Jl. Tukad Barito I No. 40 Denpasar, Bali, Indonesia 80225; 2Laboratorium Histologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, JL.
PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
-
3Laboratorium Patologi Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
*Corresponding author email: [email protected]
Abstrak
Kulit merupakan salah satu penanda kesehatan anjing dan kerusakan/lesi pada kulit menyebabkan penampilan anjing tidak menarik. Salah satu penyakit yang mempengaruhi penampilan anjing adalah dermatitis, yakni infeksi yang menyerang organ kulit dan cendrung sulit disembuhkan, terutama infeksi yang terjadi di daerah abdomen. Oleh karena itu dalam pengobatannya perlu diketahui tingkat perubahan lesi pada kulit, serta profil darah penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histologi kulit dan profil total leukosit anjing yang menderita dermatitis dan dibandingkan dengan non dermatitis. Sebanyak 24 sampel diambil dari anjing yang menderita dermatitis dan non dermatitis. Sampel berupa jaringan kulit bagian abdomen dan whole blood yang diambil dengan metode purposive sampling. Gambaran histologi diperiksa menggunakan mikroskop (400x) dengan metode pewarnaan Haris haematoxilin eosin, sedangkan profil total leukosit diukur menggunakan hematology analyzer. Hasil penelitian menunjukkan, gejala klinis anjing yang menderita dermatitis ditandai dengan: gatal-gatal, kemerahan/rubor, kerontokan bulu/alopecia. Gambaran histologi kulit bagian epidermis ditemukan: hyperkeratosis pada stratum korneum, nekrosis, infiltrasi sel radang, degenerasi hidrofik dan spogiotik sel keratosit, hiperplasia stratum granulosum. Adanya segmen s. scabiei pada folikel rambut, infiltrasi sel radang limfosit dan neutrofil, folikulitis dan furunkulosis pada lapisan dermis dan hipodermis. Sedangkan profil leukositnya ditemukan terjadi peningkatan, yakni pada anjing penderita dermatitis sebanyak 59% dan non dermatitis 50%. Dapat disimpulkan anjing yang menderita dermatitis mengalami perubahan gambaran histologi dan total leukosit. Namun pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mengelompokkan jenis dermatitis serta perubahan terhadap differensial leukosit.
Kata kunci: anjing; dermatitis; gambaran histologi; kulit abdomen; leukositosis
Abstract
Skin is the markers of dog health and damage/lesions on the skin cause the dog appearance to be unattractive. One of the diseases that affect the appearance of dogs is dermatitis. Dermatitis is an infection that attacks the skin organs and tends to be difficult to cure, especially infections that occur in the abdominal area. Therefore, in its treatment, it is necessary to know the level of changes in skin lesions, as well as the patient's blood profile. This study aims to determine the histology of the skin and the total leukocyte profile of dogs with dermatitis and compared with non-dermatitis. 24 samples were taken from dogs with dermatitis and non-dermatitis. The samples form abdominal skin tissue and whole blood were taken by purposive sampling method. Histological images were examined using a microscope (400x) with the Haris haematoxilin eosin staining method, while the total leukocyte profile was measured using a hematology analyzer. The results showed that the clinical symptoms of dogs suffering from dermatitis were characterized by: itching, redness/rubor, hair loss/alopecia. Epidermal skin histology found: hyperkeratosis of the stratum corneum, necrosis, inflammatory cell, hydrophic
and spogiotic degeneration of keratocyte cells, hyperplasia of the stratum granulosum. There is a segment s. scabiei in hair follicles, infiltration of lymphocytes and neutrophils, folliculitis and furunculosis in the dermis and hypodermis layers. While the leukocyte profile was found to increase, namely in dogs with dermatitis as much as 59% and non-dermatitis 50%. It can be concluded that dogs with dermatitis experience changes in histology and total leukocytes. However, in the future studies it is advisable to classify the types of dermatitis and differential leukocytes.
Keywords: abdominal skin; dermatitis; dog; histology; leukocytosis
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ terluar yang menutupi tubuh hewan, berfungsi sebagai termoregulasi, perlindungan kekebalan, persepsi sensorik, produksi vitamin D. Selain fungsi tersebut, kulit dapat menjadi penanda dari proses patologis dari jaringan tubuh lainnya, atau sebaliknya merupakan penanda hewan tersebut dalam keadaan sehat. Kerusakan / lesi yang terjadi dapat bersifat ringan, sedang atau bahkan kerusakan kulit yang sangat berat, menyebar keseluruh tubuh. Kulit bagian abdomen adalah daerah yang paling sering kontak dengan lingkungan, khususnya lantai dan alas kandang yang tidak terjaga kebersihannya atau dalam keadaan lembab. Kontak langsung tersebut, seperti saat anjing tidak melakukan aktifitas atau sedang tidur.
Dermatitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh berbagai macam agen seperti jamur, ektoparasit, bakteri, alergi dan penyabab lainnya berupa gangguan endokrin, gangguan metabolisme, tumor, maupun keracunan (Kim et al., 2015). Gejala klinis dermatitis yang teramati berupa gabungan klinis dari lesi primer dan lesi sekunder (Widyastuti et al., 2012). Salah satu hewan kesayangan yang rentan terhadap dermatitis adalah anjing. Dermatitis menjadi masalah pada kebanyakan anjing dengan gejala klinis anjing yang mudah diamati, diantaranya anjing akan mengalami gatal, rubor sampai alopecia yang menunjukkan adanya kebotakan, di Bali lazim disebut “gudig”. Keadaan tersebut menimbulkan penampilan anjing tidak menarik. Angka kejadiannya tidak berbeda, baik anjing
jantan maupun anjing betina (Putra et al., 2022).
Anjing yang menderita dermatitis akan memberikan reaksi pada perubahan nilai hematologi, melalui sistem kekebalan yang ada pada jaringan kulit. Perubahan jaringan kulit yang disebabkan oleh dermatitis, dapat diamati melalui pemeriksaan gambaran histologi, Beberapa jenis sel penting yang berperan adalah, sel langerhans yang bekerja dengan melanosit, sel plasma, serta sel T yang berada di dalam dermis dan komponen darah total leukosit (Fan et al., 2002). Dermatitis telah banyak dipelajari mengenai pengobatan dan penyebabnya, namun sampai saat ini masih ditemukan infeksi berulang dan cendrung sulit penyembuhannya. Oleh karena itu untuk memastikan kesembuhan, perlu diketahui tingkat lesi atau kerusakan kulit melalui pengamatan gambaran histologi dan gambaran darah anjing penderita dermatitis.
METODE PENELITIAN
Sampel
Pengambilan sampel penelitian dilakukan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana,
menggunakan metode purposive sampling. Anjing dikelompokkan menjadi dua yaitu, anjing yang menderita dermatitis dan non dermatitis, masing-masing berjumlah 12 ekor.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian diawali dengan pemeriksaan klinis meliputi, pemeriksaan fisik dari anjing, sinyalemen untuk membantu peneguhan diagnosa.
Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel (biopsi kulit) untuk mengetahui gambaran
histologi kulit dan whole blood untuk untuk mengukur total leukosit anjing yang menderita dermatitis dan non dermatitis.
Biopsi dan Pembuatan Preparat Histologi
Biopsi jaringan kulit anjing dermatitis diambil pada bagian abdomen, selanjutnya dibuat sediaan histologi kulit (Suwiti et al., 2015), Sampel kemudian dijadikan preparat histologi dengan pewarnaan H&E yang mengacu pada metode yang digunakan oleh Luna (1968). Pengamatan gambaran histologi menggunakan pembesaran 10x dan, 400x
Pemeriksaan Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada vena cephalica antebrachia. Sampel darah diambil sebanyak 2ml dan dimasukan ke dalam tabung EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid). Sampel darah disimpan ke dalam coolbox yang diberikan es selama transportasi. Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Balai Besar Veteriner Denpasar, Bali dengan menggunakan alat otomatis Hematology Analyzer (Sysmex XN-550). Alat ini bekerja dengan menghitung dan mengukur sel darah secara otomatis berdasarkan impedansi aliran listrik atau berkas cahaya terhadap sel-sel yang dilewatkan, alat ini bekerja berdasarkan prinsip flow cytometer.
Analisis Data
Data gambaran histologi kulit bagian abdomen dan profil total leukosit dari anjing dermatitis dan non dermatitis, dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pemeriksan gejala klinis dari anjing yang menderita dermatitis, ditunjukkan pada Gambar 1, ditemukan: kerusakan/lesi pada kulit berupa: gatal, rubor, kebengkakan dan kerontokan bulu (alopecia). Sedangkan anjing non dermatitis adalah anjing yang tidak
menunjukkan gejala dermatitis. Anjing yang mengalami dermatitis ditemukan kelainan pada kulit, dapat bersifat primer dan sekunder
Hasil tersebut bersesuaian dengan Widyastuti et al., (2012), yang menyatakan, Anjing yang menderita dermatitis mengalami kerusakan kulit/lesi primer menunjukkan ciri klinis berupa eritema, macula, papula, nodul dan pustula. Sedangkan kelainan kulit sekunder, menunjukkan ciri klinis berupa alopecia, kulit bersisik, hyperkeratosis, krusta dan perubahan warna pada kulit.
Lesi yang timbul pada kulit tersebut disebabkan oleh infeksi parasit, bakteri ataupun infeksi jamur maupun virus. Gangguan metabolisme seperti alergi dan diabetes melitus, dapat menjadi pemicu menculnya dermatitis (Dharmawan, 2002 dan Widyastuti et al., 2012). Gejala klinis yang ditunjukkan berupa gangguan kesehatan kulit, diantaranya dari yang paling ringan berupa kegatalan, akibat peradangan pada kulit (Medleau dan Hnilica, 2006).
Lesi pada kulit berupa eritema, edema dan vesikula, salah satunya disebabkan oleh jamur dan diikuti dengan eksudasi, panas setempat dan terjadinya alopecia. Timbul rasa gatal sehingga hewan sering menggaruk-garuk kulitnya. Kondisi ini akan memperparah kerusakan kulit. Terjadinya kerontokan bulu (alopecia), bersisik dan dengan tepi berbatas jelas (Besung et al., 2023). Sehingga pada pengamatan histologi dijumpai adanya perubahan disajikan pada Gambar 5, 6 dan Gambar 7.
Gambaran Histologi Kulit Anjing NonDermatitis Bagian Abdomen
Gambaran histologi epidermis kulit non dermatitis merupakan lapisan terluar kulit, tersusun atas lapisan epidermis, dermis dan hypodermis (Gambar 2). Beberapa sel seperti, sel keratosit sebagai sel induk, malnosit yang mengandung pigment melanin, sel langerhans sebagai respon imun dan sel merkel sebagai mekanoreseptor (Bourguignon dan
Giudiece, 2013). Melanosit, sel langerhans dan sel merkel yang menjadi pelindung dari kulit (Kalangi, 2013).
Gambaran histologi kulit anjing bagian abdomen, pada lapisan dermis ditemukan stratum papilaris dan stratum reticularis yang berbatasan antara dua lapisan yang tidak tegas serta keduanya saling menjalin. Dermis pada bagian abdomen memiliki folikel rambut, kelenjar sebasea, dan pembuluh darah (Kurniawati et al., 2020). Lebih lanjut disebutkan, ketebalan dari lapisan dermis bervariasi dan yang paling tebal berada ditelapak kaki dan telapak tangan (Kalangi, 2013).
(Gambar 2b) menunjukkkan, pada dermis ditemukan fibroblast, yang berfungsi untuk mensintesis kolagen, reticulin, elastin, fibronectin, glikosaminoglikans dan kolagenase. Selain itu terdapat beberapa sel lain yang jumlahnya lebih sedikit yaitu, mononuklear, limfosit, sel langerhans, sel mast dan sel markel. Kulit anjing non dermatitis, pada bagian hipodermis ditemukan sel-sel lemak, ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Lemak yang menyusun lapisan hipodermis memiliki jumlah yang bervariasi tergantung dari jenis kelamin hewan (Kurniawati et al., 2020). Pada umumnya jaringan pada dermis berubah menjadi jaringan adiposa subkutan dan sel adiposa tersebut akan membentuk lapisan dengan ketebalan yang bervariasi tergantung dari lokasi di dalam tubuh, jenis kelamin dan status nutrisi (Arda et al., 2014).
Gambaran Histologi Kulit Anjing Dermatitis Bagian Abdomen
Gambaran histologi kulit anjing bagian abdomen yang menderita dermatitis menunjukkan adanya perubahan pada setiap lapisan kulit yang meliputi epidermis, dermis dan hipodermis. Kerusakan/lesi yang terjadi pada setiap lapisan kulit disebabkan oleh berbagai komplikasi agen seperti jamur, ektoparasit, bakteri dan penyakit metabolik (Widyastuti et al., 2012). Kerusakan/lesi kulit yang terjadi pada anjing dermatitis diakibatkan
proses vaskularisasi yang terganggu dan terjadi pembusukan pada kulit sehingga menyebabkan anjing mengalami kerontokan pada bulu, luka borok dan bau yang tak sedap (Widyanti et al., 2018).
Mc William et al. (1996) menyebutkan, reaksi awal dari dermatitis dimulai dengan respon pengenalan allergen atau antigen oleh sel darah putih yang dinamai sel makrofag, monosit dan sel dendritic. Terjadinya dermatitis akan menimbulkan reaksi peradangan pada kulit baik epidermis maupun dermis karena kulit merupakan organ pertahanan terluas pada tubuh dan barrier ketahanan tubuh terhadap penyakit, paparan langsung dari agen terhadap kulit akan menyebabkan reaksi sistem imun yang dimediasi oleh sel mast dan sel T (Elisa et al., 2013) dan mengakibatkan terjadinya lesi pada kulit (Nemeth et al., 2012).
Gambaran histologi kulit anjing dermatitis pada lapisan dermis menunjukkan, hiperkeratosis pada stratum korneum (Gambar 5.1a). Menurut Ferreira 2017, temuan yang paling umum pada dermatitis berupa hyperkeratosis. Hiperkeratosis yang terjadi pada lapisan epidermis merupakan peningkatan ketebalan stratum korneum. Pada lapisan ini mengandung keratin, protein dan dapat bersifat absolut (Scott dan Miller, 2011) yang disebabkan oleh inflamasi sel radang (Ferreira, 2017). Hal ini menyebabkan terganggunya penyerapan vitamin A dan terganggunya keseimbangan di dalam kulit dan akan menginduksi kerusakan jaringan (Bourguignon et al., 2013).
Infiltrasi sel radang limfosit yang ditemukan pada lapisan epidermis (Gambar 5.1b), Adanya degenerasi hidrofik dan spongiotik sel keratosit pada stratum granulosum (Gambar 5.6a). Menurut Tanei dan Hasegawa (2022) pemunculan sel radang tersebut, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hipersensitivity) dan aktifnya IgE menyebabkan terjadinya spongiosis yang disertai dengan adanya infiltrasi limfosit
yang menyebabkan terjadinya atopic dermatitis.
Degenerasi hidrofik yang ditemukan pada epidermis kulit pada stratum granulosum (Gambar 5.2a), merupakan perubahan abnormal pada sel yang bersifat sementara (reversible), dan akan membaik kembali apabila agen penyebabnya dihilangkan. Spongiotik yang terjadi pada sel keratosit, merupakan proses edema intraseluler pada epidermis yang disebabkan melebarnya jarak antara sel. Adanya segmen s. scabei pada folikel rambut (Gambar 5.3a), menyebabkan nekrosis pada lapisan epidermis (Gambar 5.3b).
Hiperplasia yang ditemukan pada stratum granulosum (Gambar 5.4a) terjadi karena meningkatnya jumlah sel akibat peningkatan proses mitosis (Putra et al., 2022). Hiperplasia pada folikel rambut disebabkan oleh gigitan dari agen parasitik yang menyebabkan terjadinya pelepasan sitokin dan terjadinya inflamasi sel radang. Hiperplasia pada jaringan sel seperti folikel rambut dan kelenjar sabaceus disebebkan anjing telah terinfeksi lama sehingga bersifat kronis dari agen parasitik seperti demodekosis, S. scabiei dan adanya akumulasi jamur (Ali et al., 2011).
Pada lapisan dermis ditemukan nekrosis (Gambar 6.1a), hal ini terjadi akibat adanya pengerasan dan kematian sel/apoptosis pada jaringan kulit. Akibat adanya degenerasi yang irreversible dan membuat nekrosis lebih cepat terjadi (Berata et al., 2019). Perubahan gambaran histologi yang terkait alergi, akan melibatkan perubahan pada epidermis hingga dermis kulit dan bersifat lokal maupun sistemik atau menyeluruh. Infiltasi sel radang limfosit juga ditemukan pada lapisan dermis (Gambar 6.2a), hal ini terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hipersensitivity). Lesi yang ditemukan pada anjing yang menderita dermatitis akan menghasilkan perubahan baik pada lapisan epidermis dan dermis (Founda et al., 2021).
Peradangan pada folikel rambut (Folikulitis) dan peradangan dinding folikel
rambut (Furunkulosis) ditemukan pada lapisan dermis (Gambar 6.2b dan Gambar 6.3a). Folikulitis dan furunkulosis merupakan penyakit kulit/dermatitis yang paling sering ditemukan pada dermatitis akibat infeksi bakteri (Radityastuti dan Anggraeni, 2017). Selain disebabkan oleh bakteri, folikulitis juga bisa disebabkan oleh jamur, virus, dan infestasi parasit. Pada penelitian ini, lapisan dermis kulit bagian abdomen yang sering kontak dengan lingkungan seperti alas kandang dan lantai yang tidak bersih ataupun lembab dapat menyebabkan dermatitis terjadi. Sama halnya dengan temuan James et al. (2016) yang menyatakan peradangan pada folikel rambut (Folikulitis) dapat terjadi terjadi akibat hygiene yang buruk.
Pada penelitian ini ditemukan infiltrasi sel radang neutrofil dan limfosit pada lapisan hipodermis (Gambar 7.1a dan 7.2a), hal ini merupakan proses dari tubuh untuk mengatasi atau melawan adanya agen asing (Berata et al., 2019). Pemuculan sel radang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe I, sehingga meningkatkan produksi Imunoglobulin khususnya IgE (Harlim, 2016). IgE akan menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe cepat (alergi) melalui mekanisme Antibody Derived Cell Cytotoxicity (ADCC). Peradangan atau infiltrasi sel radang neutrofil dan limfosit pada lapisan hipodermis, membuktikan adanya respon terhadap infeksi. Infeksi dapat berasal dari luar oleh bakteri, ektoparasit maupun jamur, ataupun dari dalam karena hewan menderita penyakit bawaan (Widyastuti et al., 2012).
Total Leukosit Anjing Dermatitis dan Non-Dermatitis
Hasil penelitian (Gambar 8) menunjukkan, 59% anjing yang menderita dermatitis mengalami peningkatan total leukosit (leukositosis), demikian juga pada anjing non dermatitis (50%). Tidak ada perbedaan total leukosit antara anjing dermatitis dan non dermatitis disebabkan, leukosit berfungsi sebagai sistem imunitas tubuh terhadap agen penyakit yang menyerang (Hartono et al., 2019). Leukosit
diklasifikasikan menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit meliputi neutrofil, eosinofil dan basofil sedangkan agranulosit meliputi monosit dan limfosit (Desmawati, 2013), sehingga perlu diidentifikasi sel yang menyebabkan peningkatan total leukosit (leukositosis) tersebut.
Pada penelitian ini diperoleh total leukosit yang lebih tinggi dari nilai rujukan normal (Weiss and Wardrop, 2010), baik pada anjing yang menderita maupun non dermatitis. Menurut Weiss and Wardrop (2010) nilai normal total leukosit anjing adalah (6-17) x 103/µl. Nilai total leukosit yang lebih tinggi pada penelitian ini dibandingkan dengan nilai normal, disebabkan leukosit merupakan salah satu komponen darah, yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi. Oleh karena itu leukosit merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. Leukosit bertahan melalui dua cara, yakni melalui fagositosit dengan menghancurkan diri yang bertujuan, agar enzim oksidase dan proteolitik yang keluar sehingga mampu menghancurkan kuman (Suwiti, 2018).
Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) yang ditemukan pada anjing dermatitis disebabkan oleh berbagai komplikasi agen seperti jamur, ektoparasit dan bakteri. Pada anjing non dermatitis leukositosis disebabkan oleh penyakit sistemik (Dharmawan, 2002), penyakit metabolik (Widyastuti, 2012). Peningkatan leukosit juga dapat ditemukan pada individu yang baru terinfeksi oleh agen infeksius. Keadaan ini dimungkinkan anjing non dermatitis terinfeksi agen lain, seperti virus, bakteri, jamur ataupun parasit, namun belum menimbulkan gejala klinis. Kecenderungan peningkatan nilai total leukosit merupakan proses leukositosis, menunjukkan tubuh memberikan respons terhadap inflamasi (Ferrer et al., 2014). Hal ini disebabkan sampel yang digunakan pada penelitian, untuk menentukan dermatitis dan non dermatitis, hanya
Volume 15 No. 6: 1233-1244 Desember 2023 https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p23 berdasarkan gejala klinis yang terjadi pada perubahan kulitnya.
Sharma dan Pokharel (2019) menyatakan, leukositosis terjadi karena peradangan dan infeksi bakteri sekunder yang menyebabkan peningkatan nilai limfosit, eosinofil dan basofil. Peningkatan dan penurunan total leukosit dalam darah merupakan mekanisme respon tubuh terhadap patogen yang menyerang (Sudira et al., 2018). Hasil penelitian ini bersesuaian dengan laporan Ambily et al. (2022), yang melakukan studi prospektif tentang aspek hemato-biokimia dermatitis atopik anjing. Anjing yang penderita dermatitis menunjukkan anemia yang disertai leukositosis, neutrofilia, eosinoflia, dan hipoalbuminaemia dengan penurunan rasio albumin dengan globulin (A/G) (Ambily et al., 2022). Lebih lanjut diungkapkan bahwa jumlah eosinofil absolut yang ditemukan berkorelasi positif dengan rasio neutrofil terhadap limfosit (NLR) pada anjing dermatitis. Sedangkan, Hoskova et al. (2015) melaporkan, anjing yang menderita Canine atopic dermatitis (CAD) menunjukkan neutrofilia ringan tanpa leukositosis umum, dengan penurunan jumlah limfosit absolut. Profil ini dapat digunakan untuk diagnostik dalam mengukur respons inflamasi yang dapat dipakai dalam membantu pengobatan (Ambily et al., 2022).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gejala klinis anjing yang menderita dermatitis:gatal, kemerahan/rubor, bengkak pada kulit dan kerontokan/alopecia pada bulu. Gambaran histologi kulit anjing bagian abdomen yang menderita dermatitis: hyperkeratosis pada stratum korneum, infiltrasi sel radang limfosit, degenerasi hidrofik dan spogiotik sel keratosis. Ditemukan segmen s. scabiei pada folikel rambut, nekrosis, hiperplasia stratum granulosuminfiltrasi sel radang limfosit, folikulitis dan furunkulosis. Leukositosis ditemukan baik pada anjing penderita
dermatitis (59%) maupun yang non dermatitis (50%).
Saran
Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk mengelompokan jenis dermatitis yang diteliti. Selain itu, perlu dipelajari dari masing-masing jenis dermatitis terhadap diferensial leukosit atau hitung jenis leukosit yang meliputi neutrofil, eosinofil, dan basofil.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada, dosen pembimbing tesis, semua staff yang telah membantu penelitian dan Laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana dan Laboratorium Patologi Klinik, Balai Besar Veteriner Denpasar, Bali.
DAFTAR PUSTAKA
Arda O, Goksugur N, Tuzun Y. 2014. Basic Histological Structure and Function of Facial Skin. Clin. Dermatol. 32(1): 313.
Ali MH, Begum N, Azam MG, Roy BC. 2011. Prevalence and Pathology Of Mite Infestation In Street Dogs At Dinajpur Municipality Area. J. Bangladesh Agril. Univ. 9(1): 111–119.
Ambily VR, Usha NP, Ajithkumar S, Deepa C, Vinu David P. 2022. A prospective study on haemato-biochemical aspects of atopic dermatitis in dogs. Department of Clinical Veterinary Medicine. Kerala Veterinary and Animal Sciences University, Kerala. India.
Berata IK, Winaya IBO, ADI AAAM, Adnyana IBW. 2019. Buku Ajar Patologi Veteriner Umum. Cetakan Ke-5. Denpasar: Swasta Nulus.
Besung INK, Suwiti NK, Mahardika IGNK, Suardana IW. 2023. Jamur dan Penyakit Yang Timbul pada Hewan. Cetakan Ke-I. Media Nusa Creative.
Bourguignon JP, Giudiece LC. 2013. Endocrine-disrupting chemicals. An
Endocrine Society Scientific Statement. Endocrine Rev. 30: 293-342
Desmawati. 2013. Sistem Hematologi dan Imunologi. Edited by D. Juliastuti. Penerbit In Media. Jakarta.
Dharmawan NS. 2002. Buku Ajar Pengantar Patologi Klinik Veteriner, Hematologi Klinik 2nd ed. Denpasar.
Elisa B, Guimar LD, Ferreira TS, Favarato ES. 2013. Chapter 1: Dermatology in Dogs and Cats. Licensee InTech.
Fan YK, Hsu JC, Peh HC, Tsang CL, Cheng SP, Chiu SC, Ju JC. 2002. The Effects of Endurance Training on the Hemogram of the Horse. Asian-Australasian J. Anim. Sci. 15(9):1348-1353.
Ferrer L, Raverta I, Silbermayr K. 2014. Immunology and pathogenesis of canine demodicosis. J. Vet. Sci. 3(71): 1324-1331.
Ferreira TC, Rodrigeus FR, Lopes CEB, de Matos MG. 2017. Can Pagoda Red staining be used for histopathological differentiation of canine allergic dermatitis. Revist. Brasileira de Higiene a Sanidade Anim. 11(3): 235262.
Founda MA, Saeed HA, Abdelgayed SS, Abdou OM. 2021. Clinical Haemato-biochemical and Histopathological Studies on some Dermopathies in Dogs. Faculty of Veterinary Medicine. Egypt.
Harlim. 2016. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. Jakarta
Hartono M, Elisa E, Siswanto S, Suharyati S, Santosa PE, Sirat MMP. 2019. Profil Darah pada Sapi Simmental-Peranakan Ongole Akibat Infestasi Cacing Trematoda di Desa Labuhan Ratu, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Jember.
Hoskova Z, Svoboda M, Satinska D, Matiasovic J, Leva L, Toman M. 2015. Changes in leukocyte counts, lymphocyte subpopulations and the
mRNA expression of selected cytokines in the peripheral blood of dogs with atopic dermatitis. Vet. Med. 60, 2015 (11): 644–653.
James WD, Berger TG, Elston DM. 2016. Bacterial infections. In: Andrews’
Diseases of the skin. Clinical
Dermatology. 12th Ed. Philadelphia: Elsevier. 254–5.
Kalangi SJR. 2013. Histofisiologi Kulit. J. Biom. 5(3): 12-20.
Kurniawati NMA, Setiasih NLE, Suastika P. 2020. Struktur Histologi dan
Histomorfometri Kulit Anjing Ras Kintamani Asal Bali. J. Vet. 21(4): 646653.
Kim HJ, Choi EJ, Lee HR, Park GJ, Yun ES, Kim JH, Do SH. 2015. Spindle Cell Limpoma in The Gingva of A Dog: A Case Report. Vet. Med. 60(6): 336-340.
Medleau L, Hnilica KA. 2006. Small Animal Dermatologi: A Colour Atlas and Therapheutic Guide. 2nd Edition. St. Louis Missouri. Elsevier. USA.
McWilliam AS, Napoli S, Marsh AM, Pemper FL, Nelson DJ, Pimm CL, Stumbles PA, Wells TN. 1996. Dendritic cells are recruited into the airway epithelium during the inflammatory response to a broad spectrum of stimuli. J. Exp. Med. 184:2429.
Nemeth NMM, Ruder G, Gerhold RW, Brown JD, Munk BA, Oestrele PT, Kubiski SV, Keel MK. 2014. Demodectic Mange, Dermatophilosis and Other Parasitic and Bacterial Dermatologic Disease In Free Ranging White-Tailed Deer (Odocoileus Virginianus) In The United State. Vet. Pathol. 51(3): 633-640.
Putra PDP, Suwiti NK, Susari NNW. 2022. Struktur Histologi Kulit Bagian Ekstremitas Caudal, Dorsum, dan Abdomen Anjing Penderita Dermatitis. Buletin Veteriner Udayana.
Radityastuti dan Anggraeni P. 2017. Karakteristik Penyakit Kulit Akibat Infeksi Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr Kariadi Semarang. Medical Faculty of Diponegoro University.
Sharma S, Pokharel S. 2019. Diagnosis and Therapeutic Management of Mixed Demodex and Sarcoptes Mite Infestation in Dog. Acta Scient. Agric. 3(6): 163-166.
Scott DW, Miller W. 2011. Diagnostic Methods. Equine Dermatology (Second Edition). Elsevier.
Sudira IW, Purba DJ, Dharmawan NS. 2018. Gambaran Leukosit Anak Anjing Kintamani yang Diberikan Kapsul Temulawak dan Divaksin Rabies. Indon. Med. Vet. 7(4): 367-376.
Suwiti NK, Suastika IP, Swacita IBN, Besung INK. 2015. Studi Histologi dan Hitomorfometri Daging Sapi Bali dan Wagyu. J. Vet. 3(16): 432-438.
Suwiti NK, Windhu M, Watiniasih NL, Besung INK, Suartha IN. 2018 The Expression Of Cd4+ Lymphocytes Of Bali Cattle After Consuming Mixed Minerals. J. Adv.Trop. Biodiv. Environ. Sci. 1(2): 2549-6980.
Tanei R, Hasegawa Y. 2022. Immunological Pathomechanisms of Spongiotic Dermatitis in Skin Lesions of Atopic Dermatitis. Int. J. Mol. Sci. 23 (6682): 2-29.
Weiss DJ, Wardrop KJ. 2010. Weiss dan Wardrop, 2010’s Veterinary
Hematology. 6th Edition. Iowa: Wiley-Blackwell Publishing.
Widyanti AI, Suartha IN, Erawan IGMK, Anggreni LD, Sudimartini LM. 2018. Hemogram Anjing Penderita
Dermatitis Kompleks. Indon. Med. Vet. 7(5): 576-587.
Widyastuti SK, Dewi NMS, Utama IH. 2012. Kelainan Kulit Anjing Jalanan pada Beberapa Lokasi di Bali. Bul. Vet. Udayana. 4(2): 81-86.
Gambar 1. Kulit anjing bagian abdomen. Ket: a. kulit anjing dermatitis bagian abdomen, b. Alopecia dan rubor pada kulit bagian abdomen. c. Kulit anjing non dermatitis bagian abdomen
Gambar 2. Histologi kulit bagian abdomen non-dermatitis (H&E 400X). Ket: a Epidermis, b. Dermis, c. Hipodermis
Gambar 3. Histologi Kulit Anjing Dermatitis Bagian Abdomen (H&E 400X). Ket: a. Epidermis b. Dermis c. Hipodermis
Gambar 4. Histologi Lapisan Kulit Bagian Epidermis Anjing Dermatitis (H&E 400X). Ket: a. Stratum corneum b. Stratum granulosum c. Stratum lusidium d. Stratum spinosum e. Stratum basale
Gambar 5. Histologi Kulit Bagian Abdomen Lapisan Epidermis (H&E 400X). Ket: 1. a) Hiperkeratosis pada stratum korneum b) Infiltrasi sel radang limfosit. 2. a) Degenerasi hidrofik dan spongiotik sel keratosit pada stratum granulosum. 3. a) Segmen s. scabiei pada folikel rambut, b) Nekrosis pada lapisan epidermis. 4. a) Hiperplasi stratum granulosum.
Gambar 6. Kulit Bagian Abdomen Lapisan Dermis (H&E 400X). Ket: 1. a) Nekrosis pada dermis. 2. a) Infiltrasi sel radang limfosit b) Peradangan pada folikel rambut (Folikulitis). 3. a) Peradangan pada dinding folikel rambut (Furunkulosis).
Gambar 7. Kulit Bagian Abdomen Lapisan Hipodermis (H&E 400X). Ket: 1. a) Infiltrasi sel radang neutrofil. 2. a) Infiltrasi sel radang limfosit pada hipodermis kulit.
total leukosit (ribu∕μl)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 14
sampel anjing . Positif • Negatif
Gambar 8. Profil Total Leukosit Anjing Dermatisis dan Non-Dermatitis
1244
Discussion and feedback