Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 15 No. 5: 831-840

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                            Oktober 2023

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                   https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i05.p18

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Penilaian Penerapan Biosekuriti Pasca Wabah African Swine Fever pada Peternakan Babi di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur

(EVALUATION OF THE APPLICATION OF BIOSECURITY AFTER THE AFRICAN SWINE FEVER EPIDEMIC ON PIG FARMING IN KUPANG REGENCY, EAST NUSA

TENGGARA)

Galih Shinta Kurniawati1*, Annytha Ina Rohi Detha2, Novalino Harold Geoffrey Kallau2

  • 1Mahasiswa Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adi Sucipto, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

  • 2Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adi Sucipto, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

*Corresponding author email: [email protected]

Abstrak

African swine fever (ASF) merupakan salah satu penyakit yang menyerang babi bersifat infeksius dan hemoragik yang disebabkan oleh virus DNA beruntai ganda, dalam famili Asfarviridae dan genus Asfivirus. Vaksin dan pengobatan untuk babi yang terinfeksi virus belum ditemukan membuat resiko ancaman bagi peternakan babi semakin besar sehingga biosekuriti menjadi tindakan yang sangat penting dalam mengurangi atau meminimalisir penyebaran serta pencegahan penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis dan mengevaluasi teknik penerapan biosekuriti pada peternakan babi pasca wabah ASF di Kabupaten Kupang. Metode yang digunakan adalah metode cross sectional dan analisis deskriptif dengan melakukan wawancara observasional dan pengisian. Data penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel pengolahan bobot dan tabel perbandingan jenis biosekuriti. Ada tiga jenis biosekuriti yaitu biosekuriti konseptual, struktural dan operasional. Bobot penerapan biosekuriti untuk ketiga jenis biosekuriti di enam peternakan mendapat kategori baik yaitu biosekuriti konseptual memiliki nilai bobot 128, biosekuriti struktural memiliki nilai bobot 261, dan biosekuriti operasional memiliki nilai bobot 204. Evaluasi dari nilai bobot ketiga jenis biosekuriti pada 6 peternakan babi masuk dalam penilaian kategori baik. Hal ini dibuktikan dengan diterapkannya ketiga jenis biosekuriti oleh keenam peternakan babi tersebut. Peneliti menyarankan peternak untuk meningkatkan penerapan biosekuriti, terutama dalam menangani jarak peternakan dengan pemukiman penduduk dengan cara membangun tembok batas peternakan yang lebih tinggi, membuat septic tank untuk penampungan limbah agar tidak mencemari lingkungan, penyediaan fasilitas sanitasi dan desinfeksi yaitu tempat dan sabun untuk mencuci tangan dan kaki, fasilitas toilet, serta pengadaan APD bagi para pekerja.

Kata kunci: African Swine Fever; ASF; biosekuriti; peternakan babi

Abstract

African swine fever (ASF) is an infectious and hemorrhagic disease that attacks pigs caused by a double-stranded DNA virus, in family Asfarviridae and genus Asfivirus. Known that vaccines and treatments for pigs infected by the virus have not been found can increase the risk of transmission in pig farms, so that biosecurity is a very important measure in reducing or minimizing the spread and prevention of the disease. The purpose of this study is to identify the types and evaluation of biosecurity application techniques on pig farms after ASF outbreak in Kupang Regency. Method of this study is used cross sectional method and descriptive analysis by conducting observational interview and data collections by filling the questionnaires. Data of this study are presented in the form of a weight processing table and a comparison table of types of biosecurity. There are three types of biosecurity, conceptual, structural and operational biosecurity. Value of the application of

biosecurity of the three types of biosecurity in six farms got a good category, namely conceptual biosecurity has value of 128, structural biosecurity has value of 261, and operational biosecurity has value of 204. Evaluation the values of the three types of biosecurity in 6 pig farms has good category. This category is evidenced by the application of the three types of biosecurity by the six pig farms. Researchers suggest to increasing the application of biosecurity, especially manage the distances from residential areas by means of higher walls, making septic tanks for waste collection so that they are not environmentally friendly, providing sanitation and disinfection facilities, namely places and soap for washing hands and feet, toilet facilities, and procurement of PPE for workers.

Keywords: African Swine Fever; ASF; biosecurity; pig farm

PENDAHULUAN

African Swine Fever (ASF) atau dikenal dengan demam babi Afrika merupakan penyakit re-emerging di dunia sejak 2007, penyakit ini bersifat hemoragik yang disebabkan oleh virus DNA beruntai ganda, dalam famili Asfarviridae dan genus Asfivirus (WHO, 2018). Wabah ASF yang merugikan telah menyebar ke hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia (Primatika, 2021). Masuknya wabah ASF ini sangat potensial melalui aktivitas lalu lintas ternak seperti pengiriman jalur darat, udara dan laut. Penyebaran antar ternak juga melalui kontak langsung maupun tidak langsung dan produk babi yang tercemar melalui pemberian pakan sisa (swill feeding) yang digunakan untuk pakan ternak serta manajemen peternakan dan penerapan biosekuriti yang belum memenuhi standar (Sendow et al., 2020).

Virus ASF mulai ditemukan di Indonesia pada tahun 2019 tepatnya di Medan, Sumatera Utara dan kini telah menyebar ke hampir seluruh wilayah di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Kejadian wabah ASF pertama di Timor Leste dilaporkan terjadi di Dili setelah September 2019 (OIE, 2020). Kejadian ASF yang terjadi di Timor Leste menyebabkan kewaspadaan bagi Indonesia khususnya di Pulau Timor karena berbatasan langsung dengan Timor Leste. Kejadian kematian ternak babi di NTT menurut catatan Dinas Peternakan Provinsi NTT khususnya di Pulau Timor (Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Belu, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Malaka) hingga bulan Maret 2020 sebanyak 4.888 ekor babi

terinfeksi ASF (Ditjen Peternakan Kesehatan Hewan, 2020).

Hingga saat ini belum dilaporkan adanya vaksin dan pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengobati hewan yang terinfeksi virus ASF (Kalpravidh et al., 2019). Dalam permasalahan ini, biosekuriti merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengurangi atau meminimalisir penyebaran serta pencegahan penyakit, salah satunya yaitu wabah ASF yang telah menginfeksi ternak babi (Sendow et al., 2020). Sebuah peternakan babi sudah seharusnya menerapkan sistem biosekuriti sebagai langkah awal pencegahan terhadap risiko penyakit.

Evaluasi penerapan biosekuriti sayangnya belum sepenuhnya diterapkan walaupun sangat jelas manfaatnya. Rendahnya kesadaran akan praktik biosekuriti di antara peternak kecil merupakan kelemahan utama dalam pengendalian ASF yang dapat berkontribusi pada persistensi penyakit di daerah tersebut (Nantima et al., 2016). Oleh karena itu penelitian “Penilaian Penerapan Biosekuriti Pasca Wabah African Swine Fever berdasarkan Jenis Biosekuriti pada Peternakan Babi di Kabupaten Kupang” penting dilakukan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan dari bulan April sampai dengan Juni 2022 yang berlokasi 6 peternakan babi pada 6 kecamatan di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Kupang

Tengah, Kecamatan Sulamu, Kecamatan Nekamese, Kecamatan Kupang Timur, dan Kecamatan Amarasi. Responden penelitian adalah pekerja atau pemilik peternakan babi yang berada di wilayah Kabupaten Kupang. Total peternak atau pemilik peternakan babi sebanyak 6 responden yang bersedia untuk diwawancarai.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Metode deskriptif ini menggambarkan hasil observasi kondisi di lapangan. Observasi pada penelitian ini meliputi penerapan biosekuriti di peternakan babi yang ada di wilayah Kabupaten Kupang, dengan melakukan pendekatan cross sectional. Jenis Data dalam penelitian ini adalah data primer, dimana data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber pertama baik individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi data primer adalah data yang berkaitan dengan penerapan biosekuriti pada peternakan babi. Untuk memperoleh data tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan bantuan kuesioner kepada pihak peternakan babi yang menjadi tempat penelitian. Kuesioner tersebut didesain dalam bentuk pertanyaan dan pilihan jawaban centang menggunakan metode skala likert.

Teknik Pengumpulan Data

Jawaban responden mempunyai rentang skor 5 sampai dengan skor 1 dengan alternatif jawaban disesuaikan untuk masing-masing pertanyaan. Berikut adalah skor yang diberikan pada setiap jawaban responden menggunakan Skala Likert:

Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel digunakan. Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel sedangkan Kriteria eksklusi merupakan

kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Peneliti telah menentukan kriteria untuk sampel yang akan diteliti, meliputi:

Kriteria inklusi

Berlokasi di kecamatan yang ditentukan di Kabupaten Kupang; Jumlah populasi ternak babi ≥30 ekor; Memiliki tenaga kerja kandang (pegawai); Kooperatif (bersedia menjadi responden).

Kriteria eksklusi

Berlokasi di luar wilayah yang ditentukan; Jumlah populasi ternak babi <30 ekor; Tidak memiliki tenaga kerja kandang (pegawai); Tidak kooperatif (tidak bersedia menjadi responden).

Analisis Data

Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggunakan metode menggambarkan yang didasarkan pada penilaian responden tentang penerapan biosekuriti pada peternakan babi di Kabupaten Kupang. Untuk mengukur variabel penelitian yang digunakan, dilakukan pengukuran dengan cara pada skala likert dengan ketentuan perhitungan skor dilakukan sebagai berikut:

Nilai maksimal = Skor tertinggi x jumlah responden x jumlah pertanyaan

Nilai minimal = Skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan

Rentang skala = selisih jumlah nilai tertinggi dan terendah dibagi jumlah skor

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menganalisa hasil berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner yang dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2022. Responden penelitian adalah pekerja atau pemilik peternakan babi yang berada di wilayah Kabupaten Kupang. Total peternak atau pemilik peternakan babi sebanyak 6

responden yang bersedia untuk diwawancarai.

Penelitian ini dilakukan di 6 peternakan babi pada 6 kecamatan di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Kupang Barat, Kecamatan Kupang Tengah, Kecamatan Sulamu,     Kecamatan     Nekamese,

Kecamatan Kupang Timur, dan Kecamatan    Amarasi.     Responden

berjumlah satu dari setiap kecamatan tersebut sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Peternakan babi yang menjadi tempat penelitian berlokasi pada 6 kecamatan berbeda yang ada di wilayah Kabupaten Kupang. Peternakan-peternakan ini dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Biosekuriti Konseptual

Identifikasi penerapan biosekuriti konseptual

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti konseptual pada 6 peternakan babi di Kabupaten Kupang berada pada kategori baik (122,41 –

151,2) yaitu dengan bobot 128. Berdasarkan hasil pada data tersebut diketahui kategori skor dengan bobot terendah yang diperoleh bahwa jarak lokasi peternakan babi belum memenuhi aturan biosekuriti, jumlah peternakan atau responden yaitu 6 sehingga mengurangi nilai kategori bobot yang diperoleh.

Evaluasi penerapan jenis biosekuriti konseptual

Tabel 3 diketahui bahwa pada jenis biosekuriti konseptual keenam lokasi peternakan menunjukkan bahwa lokasi peternakan merupakan syarat yang tidak terpenuhi. Hasil observasi dan wawancara juga menyatakan bahwa jarak lokasi peternakan dari pemukiman sekitar 1-2 kilometer. Hal ini juga sebanding dengan hasil data pada Tabel 2 bahwa diketahui kurangnya nilai skor dengan bobot terendah yang diperoleh pada salah satu indikator yaitu jarak lokasi peternakan babi belum memenuhi aturan biosekuriti, dengan jumlah peternakan atau responden yaitu 6 dengan persentase 100% sehingga

mengurangi nilai kategori bobot yang diperoleh. Jarak yang tidak sesuai atau dalam hal ini dikatakan jarak dekat antara peternakan dengan pemukiman penduduk berpotensi resiko penularan penyakit terutama infeksi ASF dikarenakan sangat memungkinkan para penduduk di sekitar peternakan juga memelihara babi dalam skala rumahan dengan jumlah sedikit. Sedangkan pada syarat letak kandang, pemisahan jenis dan umur ternak sudah dipenuhi oleh keenam peternakan. Hal ini karena dari hasil pengamatan dan wawancara, dari segi letak kandang ditemukan bahwa semua peternakan membangun kandang yang dekat dengan sumber air, pakan, dekat area perluasan, terdapat pagar keliling dan memiliki area lalu lintas di peternakan. han dengan jumlah yang sedikit.

Biosekuriti Struktural

Identifikasi penerapan biosekuriti struktural

Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti struktural pada 6 peternakan babi di Kabupaten Kupang berada pada kategori baik (224,41 –

277,2) yaitu dengan bobot 261. Berdasarkan hasil pada data tersebut, diketahui kategori skor dengan bobot terendah yang diperoleh yaitu pemisahan batas unit peternakan sehingga mengurangi nilai kategori bobot yang diperoleh.

Evaluasi penerapan jenis biosekuriti struktural

Berdasarkan hasil data evaluasi pada Tabel 5, pemisahan batas unit peternakan merupakan salah satu syarat yang belum terpenuhi oleh satu peternakan. Hasil data kuesioner juga diketahui pemisahan batas unit peternakan mendapatkan kategori skor dengan bobot terendah. Pemisahan batas unit peternakan dilihat dari terdapatnya jarak antara kandang dengan fasilitas bangunan lainnya yaitu gudang pakan, gudang alat, toilet, dan kantor. Selain itu juga fasilitas bangunan harus terpisah dari kandang. Sistem perkandangan ini perlu ditata secara teratur agar pengelolaan

peternakan bekerja secara efektif dan efisien terutama dalam pencegahan penularan penyakit salah satunya ASF serta peningkatan daya kerja bangunan dan peralatan. Sedangkan dari segi tata letak, saluran limbah, alat sanitasi dan dekontaminasi, serta sarana dan prasarana, sudah diterapkan dan dipenuhi dengan baik oleh semua peternakan. Tata letak peternakan ini mencakup letak peternakan yang lebih tinggi dari lingkungan sekitar, tanah yang mudah meresap air, tempat yang terbuka serta sirkulasi udara yang baik. Indikator lainnya yaitu memiliki saluran limbah yang baik, menggunakan alat sanitasi dan dekontaminasi yang baik, serta sarana dan prasarana peternakan.

Biosekuriti Operasional

Identifikasi penerapan biosekuriti operasional

Tabel 6 menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti operasional pada 6 peternakan babi di Kabupaten Kupang berada pada kategori baik (183,61 – 226,8) yaitu dengan bobot 204. Berdasarkan hasil pada data tersebut diketahui kategori skor dengan bobot terendah yang diperoleh yaitu pada penerapan prosedur khusus bagi karyawan peternakan dan tamu ketika memasuki atau berkunjung dan meninggalkan area peternakan. Hal ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara bahwa sebagian besar peternakan memiliki karyawan atau pekerja yang difasilitasi tempat tinggal sekaligus menjaga peternakan tersebut sehingga kecil kemungkinan diterapkan kebiasaan biosekuriti ketika memasuki dan meninggalkan area peternakan.

Evaluasi penerapan jenis biosekuriti operasional

Berdasarkan hasil data evaluasi pada Tabel 7, diketahui bahwa pada jenis biosekuriti operasional, dilihat dari indikator vaksinasi ternak masih belum memenuhi pada satu peternakan. Hal ini karena pada peternakan babi V tersebut anakan babi langsung dijual setelah disapih dari induk. Anakan babi yang

dijual belum dilakukan vaksinasi terlebih dahulu. Ternak yang tidak diberikan vaksin memiliki resiko infeksi penyakit yang lebih besar terutama penyakit yang disebabkan oleh virus. Meskipun berdasarkan OIE (2019) bahwa hingga saat ini vaksin ASF belum ditemukan, namun pemberian vaksinasi perlu rutin dilakukan dan dibiasakan agar ternak babi dapat bertahan dari penularan virus dengan imunitas atau daya tahan tubuh yang kuat oleh vaksin.

Manajemen pengendalian penyakit dari keenam peternakan sudah memenuhi dengan baik. Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), pencegahan merupakan tindakan untuk melawan berbagai penyakit yang meliputi karantina, isolasi ternak, vaksinasi serta pengupayaan peternakan yang higienis.

Penerapan Biosekuriti Peternakan Babi di Kabupaten Kupang

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa penerapan biosekuriti peternakan babi pada 6 kecamatan di Kabupaten Kupang pada keseluruhan indikator berada pada kategori baik (530,41 – 655,2) dengan total bobot secara keseluruhan yaitu 593. Penerapan biosekuriti peternakan babi pada 6 kecamatan di Kabupaten Kupang pasca wabah ASF umumnya telah dilaksanakan secara baik. Hal ini berdasarkan hasil penelitian mendapat kategori “baik” dari ketiga jenis biosekuriti dan total keseluruhan penerapan biosekuriti pada peternakan babi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Identifikasi jenis penerapan biosekuriti pada enam peternakan babi di Kabupaten Kupang terbagi menjadi tiga jenis yaitu biosekuriti konseptual, struktural dan operasional. Perhitungan bobot penerapan biosekuriti dari ketiga jenis biosekuriti tersebut diambil dari hasil wawancara dan pengisian data kuesioner yang kemudian dihitung menjadi bobot pada tiap jenis

biosekuriti. Bobot penerapan biosekuriti untuk ketiga jenis biosekuriti di enam peternakan yaitu biosekuriti konseptual memiliki nilai bobot 128, biosekuriti struktural memiliki nilai bobot 261, dan biosekuriti operasional memiliki nilai bobot 204.

Evaluasi dari nilai bobot ketiga jenis biosekuriti pada 6 peternakan babi masuk dalam penilaian kategori baik. Hal ini dibuktikan dengan diterapkannya ketiga jenis biosekuriti oleh keenam peternakan babi tersebut. Sehingga dengan penerapan biosekuriti yang baik dan lengkap akan menjadi pertahanan dan tindakan pencegahan penyakit yang mengancam kesehatan ternak di suatu peternakan.

Saran

Biosekuriti konseptual merupakan jenis biosekuriti yang belum diterapkan oleh keenam peternakan babi yaitu dari segi jarak lokasi peternakan dari pemukiman penduduk. Selain itu pada jenis biosekuriti struktural dalam hal kurangnya fasilitas toilet di peternakan dan biosekuriti operasional dalam hal tidak tersedianya fasilitas sanitasi berupa tempat mencuci tangan. Sehingga peneliti menyarankan peternak untuk meningkatkan penerapan biosekuriti, terutama dalam menangani jarak peternakan dengan pemukiman penduduk dengan cara membangun tembok batas peternakan yang lebih tinggi, membuat septic tank untuk penampungan limbah agar tidak mencemari lingkungan, penyediaan fasilitas sanitasi dan desinfeksi yaitu tempat dan sabun untuk mencuci tangan dan kaki, fasilitas toilet, serta pengadaan APD bagi para pekerja.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kepada Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Dinas Peternakan Kabupaten Kupang yang telah bersedia memfasilitasi dan membantu dalam proses pengurusan surat dan izin melakukan penelitian serta kepada

para responden dari pihak peternakan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI. 2020. Cegah penyebaran kasus, kementan petakan kasus kematian babi di NTT. Diakses tanggal     25     Januari     2022,

<ditjenpkh.pertanian.go.id>.

Kalpravidh W, Holley C. 2019. Strengthening the cooperation on African swine fever prevention and control in the Asia – Pacific region. OIE Regional Commission. Pp. 1–7.

Nantima N, Davies J, Dione M, Ocaido M, Okoth E, Mugisha A, Bishop R. 2016. Enhancing knowledge and awareness of biosecurity practices for control of African swine fever among smallholder pig farmers in four districts along the Kenya–Uganda border. Trop. Anim. Health Prod. 48(4): 727–734.

[OIE]. 2019. Global situation of African swine fever (ASF), report N°47: 2016– 2020. World Organisation for Animal Health (OIE).

[OIE]. 2020. African swine fever(ASF) report N°47:   2016–2020. World

Organisation for Animal Health (OIE), Pp. 1–2.

Primatika RA. 2021. Tantangan dan kendala pengendalian African swine fever. J. Sain Vet. 39(1): 62-72.

Sendow I, Ratnawati A, Dharmayanti NI, Saepulloh M. 2020. African swine fever:   penyakit emerging yang

mengancam peternakan babi di dunia. Indon. Bul. Anim. Vet. Sci. 30(1): 15.

Sudarmono AS, Sugeng YB. 2008. Edisi revisi sapi potong. Penebar Swadaya. semarang. Pp. 143-144.

[WHO] World Organisation for Animal Health. 2018. Final report 86th general session. Paris. Pp. 1–262.

Tabel 1. Skor skala likert

Skor      Alternatif Jawaban

5 Sangat baik/sangat setuju

4    Baik/Setuju

3    Cukup Baik

2    Tidak Baik/Tidak Setuju

1    Sangat Tidak Baik

Tabel 2. Bobot dan persentase penerapan jenis biosekuriti konseptual pada 6 peternakan babi dalam pencegahan ASF di Kabupaten Kupang

Indikator

Skor

Jumlah Responden

(%)

Bobot

Bagaimana jarak radius lokasi peternakan dari pemukiman penduduk?

1

6

100%

6

Apakah letak kandang peternakan dekat sumber air, sumber bahan pakan, dan area perluasan?

5

6

100%

30

5

4

66,6%

20

Apakah dibangun pagar keliling di area peternakan?

2

1

16,7%

2

1

1

16,7%

1

Apakah ada jarak atau pemisah antara area kandang

5

4

66,7%

20

dengan area pengendalian lalu lintas lahan parkir transportasi?

2

2

33,3%

4

5

1

16,7%

5

Apakah ada ketersediaan kandang untuk pemisahan

4

2

33,3%

8

kandang ternak babi betina dan jantan?

3

2

33,3%

6

2

1

16,7%

2

Apakah ada ketersediaan kandang untuk pemisahan kandang ternak babi berdasarkan umur ternak babi

5

3

50%

15

starter, grower, dan finisher?

3

3

50%

9

Total Keseluruhan

128

Tabel 3. Perbandingan 6 peternakan babi berdasarkan biosekuriti konseptual

Peternakan Babi

Lokasi Peternakan

Letak Kandang

Pemisahan

Jenis Ternak

Pemisahan

Umur Ternak

I

-

II

-

III

-

IV

-

V

-

VI

-

Tabel 4. Bobot dan persentase penerapan jenis biosekuriti struktural pada 6 peternakan babi dalam pencegahan ASF di Kabupaten Kupang

Indikator

Skor

Jumlah Responden

Persentase (%)

Bobot

Bagaimana kondisi tata letak peternakan?

5

6

100%

30

Apakah ada pemisahan atau jarak bangunan

5

1

16,7%

5

kandang dari bangunan lainnya yaitu gudang

alat, gudang pakan, kantor, dan toilet?

2

5

83,3%

10

Apakah setiap kandang atau ruangan dilengkapi

5

2

33,3%

10

dengan saluran limbah atau parit yang

4

3

50%

12

menghubungkan kandang dengan bak

penampungan kotoran, serta bisa dimanfaatkan

2

1

167%

9

untuk usaha pertanian?

‰<

Bagaimana ketersediaan alat sanitasi dan

5

6

100%

30

dekontaminasi?

Apa saja teknik aplikasi disinfektan yang

5

3

1

3

16,7% 50%

5

9

diterapkan?

2

2

33,3%

4

Apa saja macam dan jenis disinfektan yang

5

4

1

2

16,7%

33 3%

5

8

digunakan di peternakan?

2

3

, 50%

6

Apakah dalam bekerja para pekerja

5

1

16,7%

5

menggunakan APD di kawasan peternakan?

3

5

83,3%

15

Apakah ada pembatasan akses masuk personel

5

2

33,3%

10

atau kunjungan ke peternakan?

4

4

66,7%

16

5

1

16,7%

5

Siapa saja (orang atau kendaraan) yang diizinkan

4

1

16,7%

4

memasuki peternakan?

3

2

33,3%

6

2

2

33,3%

4

Apakah ada keberadaan vektor transmisi

5

6

100%

30

pembawa agen patogen?

Bagaimana ketersediaan fasilitas sarana dan

5

6

100%

30

prasarana kandang?

Total Keseluruhan

261

Tabel 5. Perbandingan 6 peternakan babi berdasarkan biosekuriti structural

Peternakan Babi

Tata Letak

Pemisahan Batas Unit

Saluran

Limbah

Alat Sanitasi & Dekontaminasi

Sarana dan Prasarana

I

II

III

IV

V

-

VI

Tabel 6. Bobot dan persentase penerapan jenis biosekuriti struktural pada 6 peternakan babi dalam pencegahan ASF di Kabupaten Kupang

Indikator

Skor

Jumlah Responden

Persentase (%)

Bobot

Bagaimana prosedur sanitasi yang diterapkan

5

1

16,7%

5

kepada ternak ketika hewan masuk dalam

4

2

33,3%

8

lingkungan peternakan?

3

3

50%

9

Apakah ada prosedur khusus yang diterapkan pada

5

1

16,7%

5

saat memasuki dan meninggalkan peternakan

3

1

16,7%

3

untuk setiap karyawan atau tamu?

2

4

66,7%

8

Apakah ada ketersediaan tenaga medis (dokter

5

3

3

1

50% 167%

15 3

hewan) di peternakan?

1

2

33,3%

2

Bagaimana tindakan yang dilakukan untuk

5

2

33,3%

10

menangani ternak yang sakit?

4

4

66,7%

16

Bahan pakan yang diberikan kepada ternak

5

2

33,3%

10

merupakan jenis pakan komersial (pakan

4

2

33 3%

8

jadi/pakan toko) atau pakan non komersial (swill

,

feeding)?

2

2

33,3%

4

Dari mana asal sumber air yang diberikan pada

4

5

83,3%

20

ternak? Apakah dari PDAM, tanki, atau air

sungai?

3

1

16,7%

3

Apakah ada ketersediaan kandang isolasi bagi

5

3

50%

15

ternak yang baru masuk atau memiliki penyakit

tertentu?

3

3

50%

9

Bagaimana tindakan penanganan pada ternak yang

5

4

66,7%

20

mati?

4

2

33,3%

8

Apakah ada program vaksinasi ternak yang

5

4

3

1

50% 167%

15

4

diberikan sebagai tindakan pencegahan dari

3

1

16,7%

3

penyakit?

1

1

16,7%

1

Total Keseluruhan

204

Tabel 7. Perbandingan sampel berdasarkan biosekuriti operasional

Peternakan Babi


Manajemen Pengendalian Penyakit

Vaksinasi Ternak


I

II

III

IV

V

-

VI

Tabel 8. Total keseluruhan penerapan jenis biosekuriti pada 6 peternakan babi di Kabupaten Kupang

Indikator

Total Bobot

Kategori

Biosekuriti konseptual

128

Baik

Biosekuriti struktural

261

Baik

Biosekuriti operasional

204

Baik

Jumlah

593

Baik

Tabel 9. Lokasi penelitian peternakan babi di Kabupaten Kupang

Peternakan Babi

Desa/Kecamatan

Populasi Ternak

I

Desa Oenaek

Kec. Kupang Barat

+/- 1.000

II

Kel. Tarus

Kec. Kupang Tengah

>350

III

Kel. Oeteta

Kec. Sulamu

40

IV

Kel. Oelomin

Kec. Nekamese

30

V

Kel. Oesao

Kec. Kupang Timur

32

VI

Desa Ponain

Kec. Amarasi

34

Gambar 1. Titik 6 lokasi peternakan babi menggunakan aplikasi epicollect5

840