EFFECT OF SECANG WOOD EXTRACT ON THE HISPATHOLOGICAL PICTURE OF THE HEART OF THE MALE MICE AFTER EXPOSURE TO CONVENTIONAL CIGARETTE SMOKE
on
Volume 15 No. 4: 674-682
Agustus 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p20
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Pengaruh Ekstrak Kayu Secang Terhadap Gambaran Hispatologi Jantung Mencit Jantan Pasca Paparan Asap Rokok Konvensional
(EFFECT OF SECANG WOOD EXTRACT ON THE HISPATHOLOGICAL PICTURE OF THE HEART OF THE MALE MICE AFTER EXPOSURE TO CONVENTIONAL CIGARETTE SMOKE)
Franky Samuel Milenyano Chandra1*, I Ketut Berata2, I Made Merdana3
-
1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
2Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
3Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia.
*Email: [email protected]
Abstrak
Paparan asap rokok dapat menyebabkan risiko penyakit jantung coroner akibat radikal bebas yang ditimbulkan. Salah satu tanaman di Indonesia yang memiliki kandungan antioksidan adalah kayu secang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) terhadap gambaran histopatologi jantung mencit jantan (Mus musculus) pascapaparan asap rokok konvensional. Penelitian ini menggunakan 24 sampel mencit jantan dewasa berumur 35-45 hari dengan berat badan antara 30-35 gram yang diperoleh dari peternakan mencit di Gianyar, Bali. Sampel dibagi menjadi 4 perlakuan dengan 6 ulangan yaitu kontrol negatif tanpa perlakuan ekstrak secang dan paparan asap rokok, kontrol positif dengan perlakuan dipapari asap rokok sebanyak 2 batang sehari, perlakuan dipapari asap rokok sebanyak 2 batang sehari dan pemberian ekstrak kayu secang dosis 30mg/ekor, dan perlakuan dipapari asap rokok sebanyak 2 batang sehari dan pemberian ekstrak kayu secang dosis 60 mg/ekor, selama 30 hari. Pada hari ke 31, hewan coba dikorbankan untuk diambil otot jantung dan diproses menjadi preparat histopatologi. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan adanya lesi kongesti dan peradangan. Tingkat keparahan lesi dibuat skoring ringan, sedang dan parah. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji statistika non parametrik Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney jika ada perbedaan nyata. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perbedaan nyata (p<0,05) antara mencit yang dipaparkan asap rokok dengan mencit yang diberikan ekstrak kayu secang pascapaparan asap rokok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 30mg/mencit dan 60mg/mencit dapat memperbaiki lesi jantung mencit jantan pascapaparan asap rokok konvensional. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan ekstrak kayu secang dengan peningkatan dosis yang berbeda supaya mendapatkan hasil yang lebih menyeluruh dalam menyebuhkan kerusakan pada jantung pascapaparan asap rokok.
Kata kunci: histopatologi; jantung; kayu secang; mencit; rokok
Abstract
Exposure to cigarette smoke can increase the risk of coronary heart disease due to the free radicals generated. One of the plants in Indonesia that contains antioxidants is sappan wood. The purpose of this study was to determine the effect of giving secang wood extract (Caesalpinia sappan Linn) on the histopathological picture of male mice (Mus musculus) after exposure to conventional cigarette smoke. This study used 24 samples of adult male mice aged 35-45 days with body weight between 30-35 grams obtained from a mouse farm in Gianyar, Bali. The sample was divided into 4 treatments with 6 replications, namely negative control without sappan extract treatment and exposure to
cigarette smoke, positive control with 2 cigarette smoke exposure a day, 2 cigarette smoke exposure a day and 30 mg/head dose of sappan wood extract. and the treatment was exposed to cigarette smoke as much as 2 cigarettes a day and administration of sappan wood extract at a dose of 60 mg/head, for 30 days. On the 31st day, the experimental animals were sacrificed to take heart muscle and processed into histopathological preparations. The examination was carried out based on the presence of congestion and inflammation lesions. The severity of the lesions was scored as mild, moderate and severe. Observational data were analyzed using the Kruskal-Wallis non-parametric statistical test and continued with the Mann-Whitney test if there was a significant difference. The results showed that there was a significant difference (p<0.05) between mice exposed to cigarette smoke and mice given sappan wood extract after exposure to cigarette smoke. It can be concluded that the administration of sappan wood extract at a dose of 30mg/mouse and 60mg/mouse can improve the heart lesions of male mice after exposure to conventional cigarette smoke. Further research is needed on the use of sappan wood extract with different doses in order to obtain more comprehensive results in treating heart damage after exposure to cigarette smoke.
Keywords: Cigarettes; heart; histopathology; mice; sappan wood
PENDAHULUAN
Merokok merupakan kegiatan yang sering kita jumpai di masyarakat Indonesia dan Dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2008 terdapat satu miliar orang pengguna produk tembakau di seluruh dunia (APTI, 2013). Merokok salah satu faktor penyebab penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, paparan asap rokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner lebih besar dari pada efek yang akan diterima oleh perokok aktif (Barnoya dan Glantz, 2005).
Jantung merupakan organ yang sangat vital bagi tubuh. Peningkatan denyut jantung bisa disebabkan oleh rokok terutama oleh kandungan nikotinnya. Nikotin adalah zat yang sangat adiktif yang dapat merangsang sistem saraf, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah (InfoPOM, 2015). Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda atau mencegah terjadinya reaksi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Handayani et al., 2014). Mekanisme kerja antioksidan dalam menangkal radikal bebas adalah dengan menunda, mencegah, dan menghilangkan kerusakan oksidatif dari molekul target dengan pendinginan radikal bebas, perkhelatan logam, menurunkan kadar enzim yang membantu pembentukan radikal bebas dan
menstimulasi antioksidan internal (Arnanda dan Nuwarda, 2019). Di Indonesia terdapat berbagai macam bahan alami yang mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya (Werdhasari, 2014). Salah satu tanaman di Indonesia yang memiliki kandungan antioksidan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan Linn).
Kayu secang memiliki kandungan kimia yaitu tannin, saponin, fotosterol, asam tanat, gelatin, resin, resorsin, brazilin, brazilein, minyak atsiri dan pigmen. Basilin/brazilin adalah golongan senyawa yang memberi warna merah pada kayu secang dengan struktur C6H14O5 dan termasuk dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid yang merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur kimianya. Flavonoid mampu memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah, dapat mengurangi kepekaan LDL terhadap pengaruh radikal bebas dan dapat bersifat hipolipidemik, antiinflamasi, serta sebagai antioksidan (Hasriani, 2012; Sumardika and Jawi, 2012; Lestari et al., 2013).
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan dewasa berumur antara 35-45 hari dan berat badan antara 30-35 gram. Jumlah sampel objek perlakuan
diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Federer (1995) yaitu: (t-1)(n-1)≥15. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari kontrol (P0) dan tiga perlakuan yaitu pemberian ekstrak kayu secang (P1) = Pemaparan asap rokok sebanyak 2 batang, (P2) = Pemaparan asap rokok 2 batang dan pemberian ekstrak kayu secang secara sonde oral dengan dosis 30mg/Mencit/hari, (P3) = Pemaparan asap rokok 2 batang dan pemberian ekstrak kayu secang secara sonde oral dengan dosis 60mg/mencit/hari. Pemaparan asap rokok dan pemberian ekstrak kayu secang selama 30 hari. Hewan coba diberikan ketamin dosis 50mg/kg BB dan didislokasi cervical pada hari ke-31 kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi jantung mencit. Hasilnya dibandingkan antara kelompok mencit perlakuan kelompok kontrol untuk setiap level dosis.
Pembuatan Ekstrak Air Kayu Secang
Kayu secang seberat 5kg dibersihkan kemudian diserut kurang lebih 3-5m. Batang secang yang telah diserut dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60°C. Pengeringan kayu secang di hentikan apabila simplisia mudah dipatahkan. Kayu secang yang sudah kering kemudian digiling dengan menggunakan disc mill, sampai halus sehingga terbentuk serbuk.
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 10 liter dengan cara kerja sebagai berikut : serbuk kayu secang dimasukkan ke dalam wadah botol berwarna gelap, kemudian ditambahkan pelarut etanol 96%, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari terlindung dari cahaya sambil diaduk, disaring, kemudian didapatkan maserat. Ampas dimaserasi dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama. Semua maserat ethanol digabungkan dan diuapkan dengan menggunakan alat penguap vakum putar
pada temperatur ± 40o C sampai diperoleh ekstrak ethanol yang kental.
Pembuatan Preparat Histologi
Organ direndam ke dalam netral buffer formalin 10% kira-kira 15-20 × volume jaringan dan dibiarkan dalam suhu kamar selama 24 jam. Selanjutnya jaringan dipotong dengan ukuran 1 × 1 × 1 cm, kemudian dimasukkan dalam cassette jaringan. Setelah jaringan selesai difiksasi dan dimasukkan dalam cassette, jaringan dipindahkan untuk dehidrasi dengan alkohol secara berturut-turut dengan konsentrasi alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dengan lamanya waktu masing-masing perendaman adalah 2 jam. Tahap selanjutnya adalah clearing. Clearing dilakukan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dengan merendam jaringan dalam xylene. Kemudian, keluarkan jaringan dari cassette. Setelah itu jaringan siap untuk dimasukkan ke dalam blok parafin. Selanjutnya dilakukan embedding atau impregnasi dan blocking. Organ ditanam pada blok yang telah disediakan kemudian disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Setelah itu organ dipotong (cutting) dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 mikron. Proses selanjutnya adalah organ diwarnai dengan pewarnaan Harris-Hematoksilin- Eosin.
Preparat diparafinisasi dalam xylol selama 3×5 menit. Kemudian didehidrasi dalam larutan alkohol 100% sebanyak 2 kali dengan durasi masing-masing 5 menit, bilas dengan aquades selama 1 menit. Lalu diinkubasikan dalam larutan Harris Hematoksillin selama 15 menit. Kemudian dicelupkan naik turun dalam aquades selama 1 menit, selanjutnya celup dalam campuran asam-alkohol secara cepat 5-7 celup. Cek diferensiasi warna di atas mikroskop, warna tidak boleh sampai pucat. Selanjutnya dibilas dalam aquades selama 1 menit, dan bilas kembali dengan aquades selama 15 menit. Lalu dicelup sebanyak 3-5 kali dalam 17 larutan ammonium atau lithium karbonat hingga potongan berwarna biru cerah dan kemudian cuci dalam air mengalir selama
15 menit. Kemudian diinkubasi dalam Eosin selama 2 menit Selanjutnya didehidrasi dalam alkohol dengan konsentrasi 96%, 96%, 100%, dan 100%, masing-masing selama 3 menit, lalu diinkubasi dalam xylol selama 2 × 2 menit. Kemudian dilakukan proses mounting yaitu penutupan preparat dengan cover glass dimana digunakan permount dipakai sebagai perekat (Kiernan, 2015).
Analisis Data
Data pemeriksaan berupa data skoring dianalisis dengan uji statistika non parametrik Kruskal-Wallis, jika ada perbedaan nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Semua proses analisis statistik dilakukan dengan program SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pemeriksaan histopatologi jantung mencit yang diberikan ekstrak kayu secang pascapaparan rokok konvensional disajikan pada Gambar 1.
Berdasarkan pemeriksaan histopatologi otot jantung mencit, maka diperoleh hasil tingkat keparahan lesi yang bervariasi. Tabulasi hasil pemeriksaan berdasarkan skoring disajikan pada Tabel 1.
Hasil analisis Mann-Whitney pada lesi kongesti menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antara perlakuan P0 dengan P1 dan perlakuan P0 dengan P2, sedangkan P0 dengan P3 tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada hasil P1 dengan P2 dan P1 dengan P3 mengalami perbedaan nyata (P<0,05). Untuk hasil P2 dan P3 hasil yang diperoleh yaitu (P<0,05) yang dapat diartikan bahwa terjadi perbedaan nyata. Sedangkan hasil analisis uji Mann-Whitney pada lesi peradangan menunjukan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antara perlakuan P0 dengan P1 dan perlakuan antara P0 dengan P2, sedangkan P0 dengan P3 tidak mengalami perbedaan nyata (P>0,05). Hasil P1 dengan P2 tidak mengalami perbedaan nyata (P>0,05),
sedangkan P1 dengan P3 dan P2 dan P3 berbeda nyata (P<0,05).
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, ekstrak kayu secang dosis 30mg dan 60mg pasca terpapar asap rokok menyebabkan perubahan histopatologi jantung mencit berupa lesi kongesti dan lesi peradangan. Hal ini disebabkan oleh radikal bebas dalam asap rokok yang terserap kedalam aliran darah dari paru-paru menuju jantung dan beredar keseluruh tubuh. Zat kimia yang berbahaya dalam asap rokok membuat pembuluh darah menyempit dan membuat sel-sel darah yang disebut platelet menjadi lebih lengket, sehingga mudah membentuk gumpalan dan menimbulkan plak pada pembuluh darah dan menyumbat arteri (Davidson, 2003). Zat kimia yang berbahaya ini dapat disembuhkan dengan adanya antioksidan. Antioksidan
merupakan senyawa yang mampu menunda atau mencegah reaksi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Handayani et al., 2014). Pada estrak kayu secang
terdapat kandungan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas pada jaringan akibat asap rokok.
Pada hewan kontrol (P0) terlihat adanya perubahan histopatologi berupa lesi kongesti dan lesi peradangan yang bersifat ringan. Lesi kongesti dan lesi peradangan yang ringan ini diakibatkan status kesehatan hewan percobaan sebelum diberi perlakuan. Faktor internal mencit yang mengakibatkan lesi kongesti dan lesi peradangan ini yaitu faktor stress, faktor lingkungan, dan lainnya sehingga mengganggu metabolisme mencit (Larasati et al., 2020). Penggunaan hewan coba konvensional yang tidak bersifat specific pathogen free (SPF) juga yang mengakibatkan hewan kontrol (P0) mengalami histopatologi yang tidak diharapkan.
Lesi kongesti bervariasi diantara kelompok perlakuan. Pada perlakuan paparan asap rokok (P1) terhadap hewan kontrol (P0) terjadi lesi kongesti berat.
Kongesti ini bisa disebabkan karena beberapa hal, di antaranya adalah reaksi peradangan akibat trauma, toksin atau mikroorganisme (Salbahaga et al., 2012). Pada kandungan asap tembakau memiliki zat-zat toksin yang meliputi nikotin, tar, carbonic monoxide, polycyclik aromatic hydrocarbon, substansi radioaktif, heavy metal dan lain lain (Dai et al., 2015). Pada penelitian ini, kongesti yang terjadi disebabkan karena adanya toksin berupa asap rokok dipaparkan 2 batang/hari selama satu bulan.
Pada perlakuan pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 30mg (P2) terhadap hewan coba yang telah terpapar asap rokok (P1) terjadi perubahan lesi kongesti ringan pada jaringan otot jantung. Perubahan lesi kongesti ini disebabkan karena kandungan antioksidan pada ekstrak kayu secang yang bekerjasama dengan antioksidan di dalam tubuh mencit untuk menangkal adanya radikal bebas. Reaksi gugus OH flavonoid mampu menghambat penggumpalan keping sel darah, merangsang produksi nitrit oksida yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah, dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker.
Pada dosis 30mg yang diberikan pada mencit masih belum optimal dalam penyembuhan lesi kongesti akibat paparan asap rokok, sehingga penelitian ini dibandingkan dengan dosis 60mg. Perlakuan pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 60mg (P3) pada hewan coba telah terpapar asap rokok (P1) memiliki hasil yaitu mengalami perbedaan sangat nyata terhadap lesi kongesti. Perbedaan ini dapat dilihat dari berkurangnya lesi kongesti pada preparat jantung mencit. Pengurangan yang sangat nyata ini diakibatkan dosis yang digunakan lebih banyak sehingga senyawa antioksidan pada ekstrak kayu secang lebih besar dan mampu menyeimbangkan produksi radikal bebas di dalam tubuh akibat terpapar asap rokok konvensional. Dari data hasil tersebut maka dapat ditemukan perbedaan antara permberian ekstrak kayu secang
dengan dosis 30mg (P2) dan ekstrak kayu secang dosis 60mg (P3).
Kongesti merupakan pembendungan darah akibat adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi (Triadayani et al., 2010). Secara makroskopis pada kongesti sama dengan hiperemia, yaitu adanya akumulasi darah pada pembuluh darah dan karenanya pembuluh darah tampak melebar atau membesar (Chauhan, 2007). Kongesti umum melibatkan sirkulasi pada jantung maupun paru. Kongesti dapat bersifat fatal atau menimbulkan kematian. Penyebab kongesti diantaranya adanya obstruksi dan stenosis. Obstruksi dalam hal ini dapat disebabkan oleh respon peradangan (Berata et al., 2020).
Lesi peradangan pada jantung ditemukan pada perlakuan pemberian paparan asap rokok (P1) dengan lesi peradangan berat. Perubahan tersebut diakibatkan oleh radikal pada asap rokok seperti nitrit oksida dan nitrit dioksida akan mengubah oksigen menjadi radikal superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida yang dapat merusak membran sel. Diperkuat oleh penelitian Tursinawati et al. (2017), rokok konvensional memiliki bahan yang lebih banyak dan lebih toksik daripada rokok elektrik. Bahkan tingkat erosol dan emisinya juga lebih tinggi dimana kandungan asap rokok yang langsung ke jantung adalah gas CO (karbon monoksida). Gas CO yang terhirup akan masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan terjadinya infiltrasi sel-sel radang sebagai respon tubuh terhadap benda asing.
Pada pengamatan pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 30mg (P2) terhadap hewan coba yang terpapar asap rokok (P1) tidak mengalami perbedaan nyata, sedangkan pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 60mg (P3) terdapat perubahan lesi peradangan berat pada jantung mencit. Perubahan lesi peradangan ini disebabkan oleh kandungan dari kayu secang seperti brazilin dan flavonoid. Kandungan brazilin pada kayu secang
memiliki daya antioksidan yang lebih tinggi daripada antioksidan komersial sehingga lebih potensial sebagai penangkal radikal bebas terutama sebagai antiinflamasi (Winarti dan Nurdjanah, 2005; Farhana et al, 2015). Kandungan flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan yang memiliki efek antioksidan, antiradang, antimutagenik dan antikanker (Tapas et al., 2008). Kandungan flavonoid pada ekstrak kayu secang berperan sebagai antioksidan primer, chelator, dan superoxide anion scavenger serta memiliki antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E, C dan glutation. Diperkuat dari hasil penelitian Charisma dan arianing (2021), menyatakan bahwa dosis 300 mg/kgBB vitamin E memiliki potensi dalam mengurangi lesi peradangan dan menghasilkan kapasitas antioksidan yang cukup tinggi dalam menetralkan radikal bebas dari asap rokok. Vitamin E dapat menurunkan inflamasi (peradangan) karena vitamin ini larut dalam lemak. Mengingat sebagian besar kerusakan oleh radikal bebas terjadi di membran sel dan lipoprotein terbuat dari molekul lemak sehingga mudah bagi vitamin E dalam menghambat peroksidasi lipid dan mengikat molekul radikal bebas (Sitohang et al., 2015).
Dari perbandingan pemberian ektrak kayu secang dengan dosis 30mg (P2) dengan pemberian ekstrak kayu secang dosis 60mg (P3) terhadap hewan yang terpapar asap rokok konvensional yaitu mengalami perbedaan nyata. Perbedaan ini dapat dilihat dari penurunan lesi peradangan. Dari kedua dosis tersebut memiliki efek protektif sebagai antioksidan yang sama baiknya. Namun, pada ekstrak kayu secang dosis 60mg memiliki kesembuhan lesi lebih tinggi, yang artinya ekstrak kayu secang dengan dosis 60mg lebih efektif dibandingkan dengan dosis 30mg.
Berdasarkan pengamatan dari pemberian ektrak kayu secang dengan dosis 30mg (P2) yang dibandingkan
dengan hewan tanpa perlakuan (P0) menunjukan perbedaan, yaitu nyata parah pada lesi kongesti dan sedang pada lesi peradangan. Perbedaan ini diakibatkan karena pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 30mg masih belum efektif dalam penyembuhan lesi. Sedangkan pada pengamatan pemberian ektrak kayu secang dengan dosis 60mg (P3) dengan hewan kontrol (P0) tidak mengalami perubahan nyata. Hal ini disebabkan kandungan ekstrak kayu secang yang sudah optimal dalam penyembuhan lesi sehingga pada hasil histopatologi berupa lesi kongesti dan lesi peradangan sudah hampir kembali seperti hewan kontrol (P0).
Radang adalah proses kompleks dari perubahan seluler dan vaskular yang terjadi di tubuh yang mengaktifkan mekanisme pertahanan dalam sirkulasi darah untuk melemahkan, menetralisir, atau membunuh agen iritan sebagai respons terhadap cedera. Radang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, trauma fisik, bahan kimia, insisi, dan sebagainya (Berata et al., 2020). Peradangan individu umumnya terjadi setelah reaksi infeksi atau cedera jaringan.
Keadaan patologis terjadi ketika jumlah radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh terjadi ketidakseimbangan. Peningkatan jumlah radikal bebas dalam tubuh akan memicu terjadinya stress oksidatif dan merangsang peroksidasi pada sel, sehingga dapat menimbulkan kerusakan dan kematian pada sel tubuh (Suryadinata et al., 2017). Stress oksidatif merupakan
ketidakseimbangan antara manifestasi sistemik dari radikal bebas berupa reactive oxygen species (ROS) terhadap
kemampuan sistem tubuh dalam menetralkan dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas (Birben et al., 2012). Sebagian besar kerusakan pada sel tidak terjadi secara langsung, namun disebabkan oleh ROS yang dihasilkan seperti O2- (radikal superoksida), OH (radikal hidroksil) dan H2O2 (hidrogen peroksida). Pada hewan mencit, peningkatan stress oksidatif dapat
menyebabkan gangguan metabolisme normal dan memicu terjadinya berbagai macam penyakit seperti kanker, gagal jantung dan infark miokard.
Asap rokok memiliki banyak radikal bebas dan memicu penurunan kapasitas antioksidan bahkan dalam plasma. Sehingga terjadi Proses peradangan dan akan menyebabkan stres karena berpotensi memproduksi ROS yang berlebihan (Domej et al., 2014). Untuk mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas pada rokok, tubuh mencit memiliki mekanisme pertahanan intrinsik yang dikenal sebagai sistem antioksidan.
Pembentukan oksidan dan peroksidasi lipid dapat dicegah dengan antioksidan dengan memberikan perlindungan kepada LDL dari proses oksidasi. Antioksidan ini memiliki reaksi terminasi yaitu dengan cara menangkap radikal hidroksil (*OH) pada tahap reaksi peroksidasi lemak, protein atau molekul lainnya pada membran sel normal. Antioksidan juga dapat melindungi jaringan dari kerusakan akibat ROS (Evans et al., 2003). Dalam sel tubuh terdapat antioksidan yang diproduksi secara alami biasanya terdapat dalam bentuk antioksidan yang enzimatik maupun nonezimatik dan memiliki fungsi sebagai pertahanan bagi organel-organel sel dari pengaruh kerusakan akibat reaksi radikal bebas (Landmesser et al., 2000). Antioksidan enzimatik disebut juga antioksidan pencegah, terdiri atas superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutathione peroxidase.
Pada penelitian ini, dapat ditemukan hasil bahwa paparan asap rokok dapat menyebabkan terjadinya lesi kongesti dan lesi peradangan pada hitopatologi jantung mencit. Pemberian estrak kayu secang juga dapat mengalami mengurangi tingkat keparahan terhadap lesi kongesti dan lesi peradangan pascapaparan asap rokok. Sehingga, estrak kayu secang dapat dijadikan alternatif dalam penyembuhan pada kerusakan jantung akibat paparan asap rokok.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) dengan dosis 30mg/mencit dan 60mg/mencit dapat memperbaiki lesi jantung mencit jantan pascapaparan asap rokok konvensional, didasarkan pada pengurangan jumlah lesi kongesti dan peradangan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan ekstrak kayu secang dengan peningkatan dosis yang berbeda supaya mendapatkan hasil yang lebih menyeluruh dalam menyembuhkan kerusakan pada jantung pascapaparan asap rokok.
DAFTAR PUSTAKA
Aliansi Pengendalian Tembakau Indonesia (APTI). 2013. Peta jalan pengendalian produk tembakau Indonesia. Surakarta, Muhammadiyah University Press.
Arnanda QP, Nuwarda RF. 2019. Review article: penggunaan radiofarmaka
teknesium-99m dari senyawa glutation dan senyawa flavonoid sebagai deteksi dini radikal bebas pemicu kanker. Fakultas Farmasi, Universitas
Padjadjaran. Farmaka. 17(2): 236-243.
Barnoya J, Glantz SA. 2005.
Cardiovascular effects of secondhand smoke: nearly as large as smoking. Circulation. 111(20): 2684-2698.
Berata IK, Adi AAAM, Winaya IBO, Adnyana IBW, Kardena IM. 2020. Patologi veteriner umum. Swasta Nulus. Denpasar.
Birben E, Sahiner UM, Sackesen C, Erzurum S, Kalayci O. 2012. Oxidative stress and antioxidant defense. World Allergy Organ. J. 5: 9–19.
Chauhan RS. 2007. Illustrated veterinary pathology (general & systemic pathology). International Book
Distributing Company. India.
Dai JB, Wang ZX, Qiao ZD. 2015. The hazardous effects of tobacco smoking on male fertility. Asian J. Androl. 17(6): 954–960.
Davidson. 2003. Seri kesehatan bimbingan dokter pada penyakit jantung koroner. Jakarta: Dian Rakyat.
Domej W, Oettl K, Renner W. 2014. Oxidative stress and free radicals in COPD--implications and relevance for treatment. Int. J. Chron. Obstruct. Pulmon. 9: 1207–1224.
Evans JL, Goldfine ID, Maddux BA, Grdsky GM. 2003. Are oxidative stress activated signaling pathways mediators of insulin resistance and cell dysfunction? Diabetes. 52(1): 1-8.
Farhana H, Indra TM, Reza AK. 2015. Perbandingan pengaruh suhu dan waktu perebusan terhadap kandungan brazilin pada kayu secang (Caesalpinia sappan Linn.) Prosiding Penelitian Sivitas Akademika UNISBA, Farmasi
Gelombang 2, Tahun Akademik 2014 -2015.
Handayani V, Ahmad AR, Sudir M. 2014. Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol bunga dan daun patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm) menggunakan metode DPPH. Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Pharm. Sci. Res. 1(2): 86-93.
Hasriani. 2012. Optimasi proses pengeringan simplisia kayu secang (Sappan lignum) dan aplikasinya pada produk makanan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Info POM. 2015. Bahaya rokok elektrik racun berbalut teknologi. Info POM. 16(5): 3-11.
Kiernan JA. 2015. Histological and histochemical methods: theory and practice. 5th. Edition, Scion Publishing, Banbury-United King. Pp. 330-334.
Landmesser U, Merten R, Spiekermann S, Buttner K, Drexler H, Hornig B. 2000.
Vascular extracellular superoxide dismutase activity in patients with coronary artery disease: relation to endothelium-dependent vasodilation. Circulation. 101: 2264–2270.
Larasati S, Rahman H, Wigati S. 2020. Gambaran histologis jantung pada pemberian monosodium glutamat
(MSG). J. Endurance LLDIKTI X. 5(2): 259-270.
Lestari NP, Tjandrakirana, Kuswanti N. 2013. Pengaruh pemberian campuran rebusan secang (Caesalpinia sappan L.) dan daun lidah buaya (Aloe vera) terhadap kadar glukosa darah mencit (Mus musculus). Lentera Bio. 2(1):
113-119.
Salbahaga DP, Supartika IKE, Berata IK. 2012. Distribusi lesi negri’s bodies dan peradangan pada otak anjing penderita rabies di Bali. Indon. Med. Vet. 1(3): 352-360.
Sumardika IW, Jawi IM. 2012. Ekstrak air daun ubijalar ungu memperbaiki profil lipid dan meningkatkan kadar SOD darah tikus yang diberi makanan tinggi kolesterol. Medicina. 43(2): 67-70.
Suryadinata RV, Wirjatmadi B, Adriani M. 2017. Efektivitas penurunan malondialdehyde dengan kombinasi suplemen antioksidan superoxide dismutase melon dan gliadin akibat paparan rokok. Glob. Med. Helath Commun. 5: 79–83.
Triadayani AE, Aryawati R, Diansyah G. 2010. Pengaruh logam timbal (Pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Maspari J. 1: 42-47.
Werdhasari A. 2014. Peran antioksidan bagi kesehatan. J. Biotek Med. Indon. 3(2):59-68
Winarti C, Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan fungsional. J. Litbang Pertanian. 24(2): 47-55.
Gambar 1. Perubahan histopatologi otot jantung mencit (Mus musculus). Percobaan pada kontrol (P0) normal. Pada perlakuan P1, P2 dan P3 ditemukan lesi kongesti (panah hitam) dan peradangan (panah putih).
Tabel 1. Rerata skoring histopatologi jantung mencit yang diberikan paparan asap rokok dan ektrak kayu secang selama 30 hari
Perlakuan |
Nekrosis |
Peradangan |
P0 |
0,17a |
0,5 a |
P1 |
2,5b |
2,33b |
P2 |
1,88c |
1,67b |
P3 |
0,67a |
0,83a |
Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
682
Discussion and feedback