DIVERSITY AND CORRELATION OF BODY CIRCLE DIMENSIONS OF BALI CATTLE AT PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI UNGGUL GEROKGAK, BULELENG, BALI
on
Volume 15 No. 2: 192-198
April 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p05
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Keragaman dan Korelasi Dimensi Lingkar Tubuh Induk Sapi Bali di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali
(DIVERSITY AND CORRELATION OF BODY CIRCLE DIMENSIONS OF BALI CATTLE AT PUSAT PEMBIBITAN SAPI BALI UNGGUL GEROKGAK, BULELENG, BALI)
Ainaya Luthfi Anindya1*, I Putu Sampurna2, Ni Nyoman Werdi Susari3
-
1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedoteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
2Laboratorium Biostatistika Veteriner, Fakultas Kedoteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
3Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedoteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.
*Email: ainaya.ainaya@gmail.com
Abstrak
Potensi populasi sapi bali di Gerokgak, dengan sarana pendukung yang ada, menjadi alasan pentingnya dilakukan seleksi berkelanjutan agar mutu genetik dari individu dapat ditingkatkan, seleksi dapat dilakukan melalui pengukuran (kuantitatif). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman dan korelasi antara dimensi lingkar induk sapi bali berdasarkan pengukuran dimensi lingkar tubuh induk sapi bali. Penelitian ini menggunakan dengan metode purposive sampling pada 25 ekor induk sapi bali dewasa yang dipelihara di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul di Gerogak, Buleleng, Bali. Kemudian data diolah dengan analisis deskriptif dan analisis biplot menggunakan program SPSS versi 26. Hasil yang diperoleh berupa koefisien keragaman induk sapi bali yang paling kecil (seragam) lingkar dada sebesar 5,13%, kemudian disusul oleh lingkar leher bagian atas sebesar 6,38%, lingkar kemudi sebesar 7,74% dan yang paling beragam adalah lingkar leher bagian bawah sebesar 8,69%. Dapat disimpulkan bahwa lingkar dada berkorelsi positif dengan lingkar leher bagian bawah dan dan lingkar leher bagian atas tetapi berkorelasi negatif dengan lingkar kemudi. Disarankan untuk melakukan seleksi pada lingkar kemudi induk sapi dan memperhatikan manajemen pemeliharaan sapi bali karena kedua hal ini saling berhubungan dalam dihasilkan bibit induk sapi yang unggul.
Kata kunci: Dimensi lingkar tubuh; Gerokgak Buleleng; korelasi; pusat pembibitan sapi bali unggul
Abstract
The potential population of Bali cattle in Gerokgak, with existing supporting facilities, is the reason for the importance of continuous selection so that the genetic quality of individuals can be improved, selection can be done through measurement (quantitative). This study aims to determine the diversity and correlation between circumference dimensions of bali cattle based on body circumference measurements of bali cows. This study used a purposive sampling method on 25 adult bali cattle kept at the Bali Superior Cattle Breeding Center in Gerogak, Buleleng, Bali. Then the data was processed by descriptive analysis and biplot analysis using the SPSS version 26. The results obtained were in the form of the smallest (uniform) coefficient of diversity for bali cattle is chest circumference of 5,13%, followed by upper neck circumference of 6,38%, the steering circumference is 7,74% and the most diverse is the lower neck circumference of 8,69%. Chest circumference is positively correlated with lower neck circumference and upper neck circumference but negatively correlated with steering circumference. It is recommended to make a selection on the steering wheel of the cow and pay attention to the management of the maintenance of Bali cattle because these two things are interconnected in producing superior breeds of cows.
Keywords: Body circumference dimensions; correlation; Gerokgak Buleleng; superior bali cattle breeding center
PENDAHULUAN
Sapi bali (Bos sondaicus; Bos javanicus; Bos/Bibos banteng) merupakan salah satu bangsa sapi asli di Indonesia, dimana ras sapi ini adalah hasil domestikasi langsung dari banteng liar selama berabad-abad (Payne dan Hodges, 1977). Sapi bali merupakan salah satu ras sapi potong yang berperan penting dalam pengembangan industri peternakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sapi bali memiliki genotipe yang beradaptasi dengan baik terhadap berbagai kondisi lingkungan di Indonesia, sehingga mudah untuk dikembangbiakkan oleh peternak kecil di berbagai wilayah (Martojo, 2003). Seleksi merupakan suatu tindakan memilih individu-individu ternak yang mempunyai performans baik, sifat unggul, produktif, dan nilai yang tinggi untuk dikembangbiakkan. Seleksi terhadap ternak bisa dilakukan dengan cara kualitatif (visual) dan kuantitatif (pengukuran). Dengan seleksi terarah, terus-menerus, dan keberlanjutan dari suatu sifat yang diinginkan maka mutu genetik dari individu dapat ditingkatkan (Puspitasari, 2018). Beberapa ukuran tubuh yang terpenting seperti tinggi gumba, lingkar dada, dan panjang badan merupakan kriteria untuk menilai ternak sapi (Kadarsih, 2003).
Keberadaan Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul (PPSBU) dapat menjadi solusi agar usaha pembibitan sapi bali diarahkan pada suatu kawasan dan terkonsentrasi di suatu wilayah untuk mempermudah pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dalam pengembangan usaha pembibitan sapi bali yang baik. Ketersediaan sarana menjadi alasan pentingnya dilakukan seleksi berkelanjutan agar mutu genetik dari individu dapat ditingkatkan. Seleksi dapat dilakukan dengan cara pengukuran (kuantitatif) pada dimensi lingkar tubuh induk sapi. Pada berbagai literatur telah disebutkan bahwa lingkar dada berperan penting dalam seleksi ternak dikarenakan terdapat korelasi tertinggi dan positif
ditunjukkan antara bobot badan dengan lingkar dada dibandingkan ukuran tubuh lainnya (Hanibal, 2008). Selain itu, seleksi untuk meningkatkan mutu genetik sapi bali paling efektif dilakukan terhadap lingkar dada dibandingkan dengan seleksi pada panjang badan dan tinggi gumba (Warmadewi et al., 2017).
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui keragaman dan korelasi antar dimensi lingkar tubuh induk sapi bali, agar nantinya dapat dipakai sebagai indikasi dalam melakukan seleksi bibit sapi bali pada Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul di Desa Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Selain itu diharapkan penelitian ini memberikan manfaat berupa bukti ilmiah terkait keragaman dan korelasi dimensi lingkar tubuh induk sapi bali dan data yang lebih akurat untuk digunakan sebagai acuan dalam melakukan seleksi dimensi lingkar tubuh pada induk sapi bali.
METODE PENELITIAN
Sampel
Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu induk sapi bali yang sudah pernah melahirkan dan dikelola oleh pihak PPSBU Gerokgak, Buleleng, Bali. Sehingga sampel yang digunakan merupakan populasi induk sapi bali di PPSBU, yakni sebanyak 25 ekor.
Pengukuran Dimensi Lingkar Tubuh Sapi Bali
Selanjutnya dilakukan pengukuran dimensi lingkar tubuh menggunakan pita ukur yang meliputi dari lingkar dada, lingkar kemudi, lingkar leher bagian bawah dan lingkar leher bagian atas. Pengukuran dilakukan dengan mengikuti metode pengukuran dimensi lingkar tubuh oleh Sampurna dan Suatha (2010), yaitu dimulai dari mengukur lingkar leher depan, pengukuran dilakukan dengan cara melingkari leher di belakang sudut rahang bawah (angulus mandibulae) vertikal tegak lurus terhadap bidang median tubuh. Selanjutnya mengukur lingkar leher
belakang, pengukuran dilakukan dengan cara melingkari leher di depan sendi bahu (articulatio scapulo humeralis) tegak lurus terhadap bidang median tubuh. Lalu mengukur lingkar dada, pengukuran dilakukan dari tubuh bagian depan dari sapi yang bersangkutan. dengan jalan melingkari dada dibelakang sendi siku, tegak lurus vertikal bidang median tubuh. Terakhir mengukur lingkar kemudi, pengukuran dilakukan dengan melingkari pada abdomen di depan tuber coxae pelvis tegak lurus terhadap bidang median tubuh.
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif untuk mencari rata-rata, standar diviiasi, dan koefesien keragaman dicari dengan rumus:
Standar Deviasi ----~— × 100% Rata — rata
Makin kecil koefisien keragaman menunjukkan dimensi bagian panjang tubuh induk sapi tersebut makin seragam, dan semakin besar menunjukkan makin beragam. Sedangkan untuk mencari matriks korelasi dan grafik korelasinya antara dimensi panjang tubuh dianalisis dengan analisis biplot. Beberapa
informasi penting yang bisa didapatkan dari analisis biplot adalah kedekatan antar objek (induk sapi Bali) yang diamati, informasi ini dapat dijadikan panduan untuk mengetahui objek yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek lain, posisi relatif objek dan sudut antara vector dimensi lebar yang menggambarkan besarnya korelasi. Prosedur analisis menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solutions) IBM versi 26.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengukuran panjang kepala, panjang tanduk, panjang telinga, panjang leher, panjang tubuh, dan panjang ekor sapi bali yang diukur pada 25 ekor induk sapi bali betina yang berada di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak,
Buleleng, Bali ditunjukkan pada hasil analisis data sebagai berikut:
Hasil interpretasi grafik (Gambar 2) menunjukkan induk sapi dengan kode 0110, 0103, 0118, 0119, 0120 dan 0133 berada pada Quadran I, yaitu induk sapi bali yang mempunyai lingkar leher bagian atas diatas rata – rata. Lalu induk sapi dengan kode 0111, 0114 dan 0129 berada pada Quadran II mempunyai lingkar kemudi diatas rata – rata, namun memiliki lingkar dada dan lingkar leher bagian bawah yang kecil. Selanjutnya pada induk sapi dengan kode 0104, 0105, 0106, 0107, 0115, 0116, 0130, 0131, 0133 dan 0139 berada pada Quadran III mempunyai lingkar leher bagian atas dibawah rata – rata. Kemudian pada induk sapi dengan kode 0112, 0117, 0121, 0122, 0137 dan 0138 yang berada pada Quadran IV mempunyai lingkar dada dan lingkar leher bagian bawah diatas rata – rata, tetapi memiliki lingkar kemudi dibawah rata – rata.
Pembahasan
Koefisien keragaman digunakan untuk mengetahui tingkat keragaman sifat-sifat pada suatu populasi, semakin tinggi koefisien keragaman berarti sifat tersebut semakin beragam (Sudaryanto, et al., 2018). Pada penelitian ini menunjukkan hasil Koefisien Keragaman (KK) dapat dikatakan sedang, yaitu berkisar antara 5 – 8%. Lingkar dada mempunyai nilai KK terkecil (5,12%) dan lingkar leher bagian bawah mempunyai nilai KK terbesar (8,7%). Menurut Hartati et al. (2010), semakin tinggi koefisien keragaman variabel parameter ukuran tubuh mengindikasikan variabel tersebut kurang stabil, karena pengaruh faktor lingkungan. Sebaliknya, semakin rendah koefisien keragaman variabel ukuran tubuh mengindikasikan variabel tersebut lebih stabil, karena sedikit sekali terpengaruh oleh lingkungan sehingga dapat digunakan sebagai penciri sapi masing-masing populasi (Sudaryanto et al., 2018).
Adapun faktor lain dari nilai KK kecil pada lingkar dada dan nilai KK besar pada
lingkar leher bagian atas ialah dikarenakan lingkar dada lebih dahulu tumbuh ketimbang dimensi lingkar lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sampurna dan Suatha (2010), pertumbuhan dimensi lingkar dimulai dari lingkar dada kemudian diikuti lingkar abdomen dan lingkar leher. Kemudian lebih lanjut dijelaskan, bagian tubuh yang berfungsi lebih awal atau lebih dini akan berkembang lebih dulu, demikian juga bagian tubuh yang komponennya sebagian besar terdiri dari tulang. Lingkar dada merupakan bagian tubuh yang berfungsi sebagai tempat atau wadah organ – organ vital lebih banyak ketimbang di area lingkar leher pada tubuh sapi, selain itu juga sebagai tempat tumbuh tulang – tulang yang berfungsi untuk melindungi organ tubuh.
Selain itu manajeman perkandangan turut berpengaruh pada ukuran sapi. Induk sapi bali yang ada di PPSBU dipelihara dengan manajemen kandang intensif dan semi intensif. Pada sistem intensif, induk sapi diletakkan pada kandang selama 24 jam. Sedangkan pada sistem semi intensif diperuntukkan bagi induk sapi bunting yang diletakkan dalam kandang jenis paddock bersama pedetnya hingga masa sapih. Pada sistem semi intensif, ternak mempunyai kesempatan untuk bergerak dari satu tempat ketempat lainnya lebih tinggi dibanding dengan sistem intensif sehingga energi yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. (Volkandari et al. 2020).
Noor (2010) menyatakan bahwa seleksi akan efektif dilaksanakan jika ukuran tubuh beragam, sebaliknya tidak efektif dilakukan jika ukuran tubuh cukup seragam. Berdasarkan hasil penelitian koefisien keragaman induk sapi bali di PPSBU Gerogak tidak diperlukan melakukan seleksi berdasarkan dimensi lingkar karena dimensi lingkar yang diperoleh masih cukup seragam. Warmadewi et al. (2017) menyatakan, apabila populasi tersebut beragam, maka seleksi akan efektif dilaksanakan.
Pada grafik (Gambar 2), korelasi antar dimensi tubuh dapat dilihat antara sudut vektornya, jika sudut antar vektor membentuk sudut lancip yaitu kurang dari 90 derajat (< 90o) atau mendekati 0o, maka korelasi antar dimensi lingkar tubuh tersebut menunjukkan korelasi positif dan semakin lancip sudutnya menunjukkan korelasinya semakin besar. Sedangkan dua peubah yang yang berkorelasi negatif ditandai dengan besar sudut yang mengapitnya lebih dari 90o. Kemudian apabila sudut yang terbentuk 9Qθ maka kedua variabel tersebut tidak berkorelasi (Mattjik dan Sumertajaya, 2011). Pada grafik (Gambar 2) terlihat lingkar dada berkorelasi positif dengan lingkar leher bagian bawah dan dan lingkar leher bagian atas, tetapi berkorelasi negatif dengan lingkar kemudi. Artinya, jika terjadi peningkatan ukuran lingkar dada oleh induk sapi, maka ukuran lingkar leher bagian bawah juga turut meningkat. Hal ini kemungkinan dapat terjadi dikarenakan lokasi antara lingkar leher bawah dan lingkar dada yang berdekatan. Sehingga tidak terdapat perbedaan ukuran yang signifikan diatara keduanya. Lingkar dada juga berkorelasi positif terhadap lingkar leher bagian atas, meskipun tidak selancip lingkar leher bawah, menandakan apabila terjadi peningkatan ukuran lingkar dada maka ukuran leher bagian atas juga akan meningkat. Korelasi positif selanjutnya juga ditemui pada lingkar leher bagian atas dan lingkar leher bagian bawah. Hal ini dapat terjadi dikarenakan lokasi kedua dimensi tersebut yang berdekatan, serta fungsi tubuh yang sama.
Lain halnya antara lingkar kemudi dan lingkar leher bagian bawah, dan lingkar dada. Pada gambar dapat dilihat bahwa sudut yang terbentuk antara variabel melebihi sudut 900, sehingga berkorelasi negatif. Hasil ini menunjukkan sapi yang mempunyai lingkar dada yang besar belum tentu mempunyai lingkar kemudi yang besar atau sebaliknya. Berdasarkan Badan Standardisasi Nasional Indonesia (2017), SNI Sapi Bali meliputi pengukuran lingkar
dada, tinggi pundak dan panjang tubuh dipakai acuan untuk mementukan apakah sapi tersebut masuk kelas 1, 2 atau 3. Namun, berdasarkan hasil penelitian bahwa induk sapi bali yang mempunyai lingkar dada yang besar belum tentu mempunyai lingkar kemudi yang besar pula dan malah ada kecendrungan mempunyai lingkar kemudi yang kecil. Sedangkan daalam mendapatkan induk sapi bali yang unggul diperlukan ukuran lingkar yang besar pula, maka untuk memilih induk perlu dilakukan pengukuran terhadap lingkar kemudinya selain mengukur lingkar dadanya. Ukuran lingkar kemudi yang besar pada induk sapi bali penting dalam hal reproduksi induk sapi. Hal ini dapat terlihat pada sapi yang kurus, dimana terlihat sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor dimana pangkal tulang ekor terlihat sedikit lebih bulat. Pada kondisi tubuh seperti ini, sapi betina dewasa dapat mengalami gangguan reproduksi yang ditandai dengan siklus birahi yang tidak teratur dan cenderung kurang dari 21 hari dan lama birahi yang lebih pendek kurang dari 4 jam dan sering disebut dengan birahi tenang (Awaluddin dan Panjaitan, 2010). Paputungan et al. (2019), menjelaskan insiden dystocia yang lebih tinggi terjadi pada induk yang melahirkan anak jantan, ini bisa dijelaskan oleh faktor anak jantan yang lebih tinggi dan besar saat lahir yang menyebabkan lebih banyak masalah dibandingkan anak betina. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dimensi tubuh dan bobot hidup induk remaja dan induk dewasa berkontribusi terhadap variasi kesulitan partus sapi Bali. Ukuran lingkar kemudi yang besar tentu akan berperan dalam mempermudah proses partus induk sapi, sehingga penting untuk dilakukan seleksi pada dimensi lingkar kemudi induk sapi.
Ukuran dimensi lingkar tubuh yang berbeda turut dipengaruhi oleh sistem manajemen pakan yang belum maksimal. Induk sapi di PPSBU terlihat hanya diberikan pakan hijauan seperti rumput dan jerami dengan intensitas 1-2 kali
sehari tanpa pakan tambahan. Kondisi ini menyebabkan nilai nutrisi yang diberikan rendah dan berpengaruh terhadap produktivitas. Pakan yang diberikan seadanya dapat menyebabkan ternak sapi bali mengalami defisiensi nutrisi, dan pertumbuhan bobot badan yang tidak maksimum (Martojo, 2003). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al. (1991), bahwa pakan merupakan faktor yang mempunyai pengaruh sangat penting terhadap laju pertumbuhan, jika kualitas pakan baik dan diberikan dalam jumlah cukup, maka pertumbuhan ternak akan terjadi secara cepat, demikian pula sebaliknya. Secara keseluruhan dimensi lingkar tubuh induk sapi di PPSBU Gerokgak, Buleleng didapati hasil yang cukup seragam dan berkorelasi positif antara lingkar dada dengan lingkar leher bagian atas dan lingkar leher bagian bawah, namun berkorelasi negatif pada lingkar dada dengan lingkar kemudi. Apabila sistem manajemen kandang dan pakan dikelola dengan secara maksimal, maka besar kemungkinan ukuran dimensi lingkar tubuh ternak menjadi lebih seragam.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Keragaman pada dimensi lingkar tubuh induk sapi bali di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali, sudah cukup seragam dengan lingkar dada paling seragam dan lingkar leher atas paling beragam diantara dimensi lingkar tubuh lainnya. Kemudian terdapat korelasi positif antara lingkar dada dan lingkar leher bagian bawah dan korelasi negatif antara lingkar kemudi dan lingkar dada.
Saran
Peternak disarankan untuk melakukan seleksi pada lingkar kemudi induk sapi dan memperhatikan faktor eksternal berupa manajemen pemeliharaan dan pakan sapi bali karena kedua hal ini saling berhubungan dalam dihasilkan bibit induk sapi yang unggul.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih utamanya kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng Provinsi Bali beserta jajarannya, dan para petugas yang telah memberikan izin serta membantu kelancaran penelitian di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul (PPSBU) di Desa Gerokgak, Buleleng, Bali.
DAFTAR PUSTAKA
Awaluddin, Panjaitan T. 2010. Petunjuk praktis pengukuran ternak sapi potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. NTB.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSN). 2017. Bibit sapi potong – bagian 4 : Bali. Ditjen pkh Petanian.
Hanibal MV. 2008. Ukuran dan bentuk serta pendugaan bobot bobot badan berdasarkan ukuran tubuh domba silangan lokal garut jantan di kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hartati S, Subandriyo HT. 2010.
Keragaman morfologi dan diferensiasi genetik sapi peranakan ongole di peternakan rakyat. JITV. 15(1): 72-80.
Kadarsih S. 2003. Peranan ukuran tubuh terhadap bobot badan sapi Bali di provinsi Bengkulu. J. Penelitian UNIB. 9(1): 45-48.
Martojo H. 2003. Indigenous bali cattle: the best suited cattle breed for sustainable small farms in
Indonesia. Laboratory of Animal Breeding and Genetics, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University, Indonesia.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. sidik peubah ganda dengan menggunakan SAS. IPB PRESS. Bogor.
Noor RR. 2010. Genetika ternak. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Paputungan U, Hendrik MJ, Siswosubroto SE. 2019. Seleksi bobot badan induk dan evaluasi kesulitan partus anak (dystocia) sapi bali hasil persilangan pejantan sapi lokal unggul sulawesi utara. Zootec. 39(2): 486-504.
Payne WJA, Hodges J. 1997. Tropical cattle: origins, breeds and breeding policies. Blackwell Science. UK.
Puspitasari DR, Ardika IN, Sukmawati NMS. 2018. Variasi ukuran tubuh dan bobot badan sapi bali jantan pada umur 8 bulan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar. J. Trop. Anim. Sci. 6(1): 8389.
Sampurna IP, Suatha IK. 2010.
Pertumbuhan alometri dimensi panjang dan lingkar tubuh sapi bali jantan. J. Vet. 11(1): 46-51.
Sudaryanto AT, Sutopo, Kurnianto E. 2018. Keragaman fenotipe sapi peranakan ongole di wilayah sumber bibit Jawa Tengah. J. Vet. 19(4): 478487.
Tillman ADH, Hartadi S, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo, Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu makanan ternak dasar. Cetakan ke-5. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Volkandari SD, Sudrajad P, Prasetyo D, Prasetyo A, Pujianto J, Cahyadi M. 2020. Dampak sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif terhadap ukuran tubuh sapi Bali jantan di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) sapi Bali. Prosiding. Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0. Pp. 547-551
Warmadewi DA, Oka IGL, Ardika IN. 2017. Efektivitas seleksi dimensi tubuh sapi bali induk. Maj. Ilm. Pet. 20(1): 16-19.
Tabel 1. Dimensi Lingkar Tubuh Induk Sapi Bali di PPSBU Gerokgak, Buleleng, Bali
Dimensi Lingkar Tubuh |
Min. |
Max. |
Mean |
Std. Deviation |
Koefisien Keragaman | |
Lingkar Leher Atas |
Bag. |
46,0 |
63,0 |
54,800 |
3,5000 |
6,3868 |
Lingkar Leher Bawah |
Bag. |
70,0 |
100,0 |
82,240 |
7,1489 |
8,6927 |
Lingkar Kemudi |
124,0 |
182,0 |
142,780 |
11,0596 |
7,7458 | |
Lingkar Dada |
130,0 |
160,0 |
143,600 |
7,3810 |
5,1399 |
Gambar 1. Pengukuran dimensi lingkar tubuh sapi bali.( a=lingkar leher depan, b=lingkar leher belakang, c=lingkar dada, dan d=lingkar kemudi)
Gambar 2. Grafik biplot dimensi lingkar tubuh induk sapi bali di PPSBU Gerokgak, Buleleng, Bali.
198
Discussion and feedback