HISTOLOGICAL STRUCTURE AND HISTOMORPHOMETRY THE BASIS, CORPUS, AND APEX CAECUM OF BALI CATTLE
on
Volume 15 No. 2: 211-221
April 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p08
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Struktur Histologi dan Histomorfometri Sekum Sapi Bali pada Bagian Basis, Corpus Dan Apex
(HISTOLOGICAL STRUCTURE AND HISTOMORPHOMETRY THE BASIS, CORPUS, AND APEX CAECUM OF BALI CATTLE)
I Gusti Ngurah Gede Arbi Kencana1*, Ni Luh Eka Setiasih2, Luh Gde Sri Surya Heryani3,
-
1Mahasiswa Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
2Laboratorium Histologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
3Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
*Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur histologi dan histomorfometri serta perbedaan histomorfometri sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex. Pada penelitian ini 10 ekor sapi bali betina berusia empat sampai lima tahun diambil di Rumah Potong Hewan Pesanggaran. Cara pengambilan sampel adalah sampel sekum diambil pada bagian basis, corpus dan apex untuk selanjutnya difiksasi menggunakan larutan Neutral Buffered Formalin 10%, kemudian diberi pewarnaan menggunakan Haematoxillin-Eosin untuk dijadikan preparat histologi. Hasil pengamatan struktur histologi disajikan secara deskriptif kualitatif, sedangkan data histomorfometri disajikan secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menemukan sekum tersusun atas 4 lapisan; tunika mukosa, submukosa, muskularis dan serosa. Pengukuran histomorfometri menunjukkan ketebalan tunika mukosa, submukosa, muskularis dan serosa pada bagian basis berturut-turut 376,87±34,411μm, 1508,73±349,0222μm, 2767,76±609,698μm, 199,95±21,502μm, pada bagian corpus berturut-turut 380,36±51,501μm, 739,28±129,371μm, 2287,66±303,987μm, 328,19±77,468μm dan pada bagian apex berturut-turut 407,05±63,902μm, 615,57±205,736μm, 2730,51±332,044μm, 297,82±51,211μm. Histomorfometri tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tunika mukosa bagian basis, corpus dan apex, ketebal tunika submukosa bagian basis lebih tebal dibandingkan dengan bagian corpus dan apex, ketebal tunika muskularis bagian basis dan apex lebih tebal dibandingkan dengan bagian corpus, pada tunika serosa bagian basis, corpus dan apex tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Perlu dilakukan penelitian anatomi makro dan mikro terhadap usus besar sapi bali dengan memperhatikan manajemen pemeliharaan, membedakan umur, jenis kelamin, dan melakukan pewarnaan khusus.
Kata kunci: Sapi bali; struktur histologi; histomorfometri; sekum
Abstract
This study aims to determine the histological structure and histomorphometry as well as differences in histomorphometry of the cecum of Bali cattle at the basis, corpus and apex. For this study the female balinese cattle caecum of 10 (4-5 years) were collected from Pesanggaran Animal Slaughterhouse. Caecum samples taken basis, corpus and apex for subsequent fixation using a solution Neutral Buffered Formalin 10%, then stained using Haematoxillin-Eosin. The results are presented in a qualitative descriptive and quantitative descriptive method. Caecum was composed of 4 layers; tunica mucosa, submucosa, muscularis and serosa. Histomorphometrical measurements showed that the thickness of the mucosa, submucosa, muscularis and serosa in the basis part were 376,87±34,411μm, 1508,73±349,022μm, 2767,76±609,698μm, 199,95±21,502μm, in the corpus were 380,36±51,501μm, 739,28±129,371μm, 2287,66±303,987μm, 328,19±77,468μm and in the apex were
407,05±63,902μm, 615,57±205,736μm, 2730,51±332,044μm, 297,82±51,211μm. Histomorphometry of the tunica mucosa, tunica submucosa, tunica muscularis and tunica serosa showed that there was no significant difference in the tunica mucosa at the basis, corpus and apex, the thickness of the tunica submucosa at the basis was thicker than the corpus and apex, and the thickness of the tunica muscularis at the basis and apex. thicker than the corpus, there is no significant difference in the serous tunica at the basis, corpus and apex. It is necessary to do macro and micro anatomical research on the large intestine of Bali cattle by paying attention to rearing management, differentiating age, sex, and doing special coloring.
Keywords: Bali cattle; histological structure; histomorphometry; caecum
PENDAHULUAN
Sapi Bali merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Sapi Bali memiliki banyak keunggulan, sehingga banyak dipelihara oleh peternak (Saputra et al., 2019). Abidin (2002) menyatakan bahwa ternak sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan sekitar 85% kebutuhan kulit untuk sepatu. Indonesia memiliki keanekaragaman jenis sapi salah satunya yaitu sapi bali.
Sapi bali dikembangkan, dimanfaatkan dan dilestarikan sebagai sumber daya ternak asli yang mempunyai ciri khas tertentu dan mempunyai kemampuan untuk berkembang dengan baik pada berbagai lingkungan yang ada di Indonesia. Sapi bali juga memiliki performa produksi yang cukup bervariasi dan kemampuan reproduksi yang tetap tinggi. Sumber daya genetik sapi bali merupakan salah satu aset nasional perlu dipertahankan keberadaannya dan dimuliabiakan sebab memiliki keunggulan yang spesifik. Sapi bali juga telah masuk dalam aset dunia yang tercatat dalam list Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai salah satu bangsa sapi yang ada di dunia (DGLS, 2003).
Sapi tergolong hewan ruminansia yang mempunyai keistimewaan pada alat pencernaannya (Usman, 2013). Struktur anatomis sistem pencernaan sapi sangat berbeda dengan ternak kecil misalnya unggas, hal ini dikarenakan sapi memiliki lambung ganda yang khas yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Hall, 2009). Fungsi dari sistem
pencernaan adalah menghidrolisis komponen-komponen yang terdapat pada makanan untuk diubah menjadi produk daging, mengabsorbsi zat-zat nutrisi, dan mengekresikan yang tidak diabsorbsi sebagai residu melalui anus (Purbowati, 2014). Menurut Eroschenko (2012), saluran pencernaan terdiri dari suatu saluran berongga yang panjang, yang disebut dengan traktus yang berawal dari rongga mulut dan berakhir di anus. Sistem ini terdiri dari rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan kanalis analis. Menurut Jacob et al., (2011), organ terpanjang pada saluran pencernaan adalah usus. Usus merupakan suatu bagian yang berfungsi dalam penyerapan nutrisi pada proses pencernaan (Soeharsono, 2010). Salah satu bagian dari usus yang berfungsi menyerap air, fermentasi sisa ingesta, serta pembentukan feses adalah usus besar (Jacob et al., 2011). Secara anatomi usus besar terbagi pada tiga bagian yaitu sekum, kolon, dan rektum (Janqueira et al.,1992).
Sekum merupakan salah satu bagian penyusun usus besar yang memiliki fungsi penting. Sekum bertanggungjawab terhadap bahan-bahan yang tidak dicerna di usus halus kemudian akan bergerak ke sekum dan usus besar. Pencernaan fermentative terjadi pada sekum kerena terdapat mikroba, sehingga di dalam sekum merupakan tempat pembusukan makanan menjadi feses (Akoso, 2002)
Sampai saat ini, data-data dasar mengenai saluran pencernaan sapi bali sebagai salah satu plasma nutfah asli Bali khususnya struktur histologi dan dan histomotfometri sekum yang diambil pada
bagian basis, corpus dan apex masih sangat terbatas. Hal ini terbukti dari belum adanya penelitian yang dipublikasikan mengenai struktur histologi dan histomotfometri sekum sapi bali yang diambil pada bagian basis, corpus dan apex. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk melengkapi data-data dasar mengenai informasi khususnya anatomi mikro.
METODE PENELITIAN
Sampel
Sampel dikumpulkan dari sepuluh ekor sapi bali betina yang berusia 4-5 tahun. Pengambilan sampel dilakukan di Rumah Potong Hewan Pesanggaran yang terletak di Jalan Raya Benoa, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Organ sekum yang diambil adalah yang secara patologi anatomi tidak mengalami perubahan. Pengambilan sampel sekum dilakukan pada tiga bagian yaitu basis, corpus, dab apex sekum. Sampel sekum dimasukkan ke dalam Neutral Buffered Formalin (NBF) 10%.
Pembuatan Preparat Histologi
Preparat histologi dibuat dari sampel yang sebelumnya telah difiksasi dengan larutan formalin 10% selam 24-48 jam pada suhu kamar, yang kemudian diproses di Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar. Pembuatan preparat histologi ini mengacu pada metode yang digunakan oleh Kiernan (2015). Jaringan yang telah difikasi kemudian diiris dengan ukuran 1 x 1 x 1 cm agar dapat dimasukkan ke dalam kotak untuk diproses dalam tissue processor. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi dengan merendam sediaan kedalam alkohol secara berturut-turut dengan konsentrasi alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, dengan lama waktu masing-masing perendaman selama ± 2 jam.
Selanjutnya dilakukan clearing untuk membersihkan sisa alkohol dari jaringan. Setelah di bersihkan, jaringan siap untuk dimasukkan ke dalam blok parafin.
Langkah berikutnya adalah embeding dan blocking. Organ ditanam pada blok parafin yang telah disediakan kemudian disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Blok-blok parafin tersebut kemudian dipotong (cutting) dilakukan dengan menggunakan microtome dengan ketebalan 4-5 µm. Jaringan yang terpotong selanjutnya diapungkan dalam water bath dengan suhu 600C untuk menghindari terjadi lipatan irisan jaringan setelah pemotongan. Sediaan dipindahkan ke object glass. Selanjutnya dikeringkan dalam suhu kamar 26-27oC.
Proses selanjutnya adalah pewarnaan sediaan jaringan dengan metode Haris Hematoksilin-Eosin (HE). Prosedur pewarnaan meliputi tahap deparafinasi yaitu merendam preparat di atas gelas objek dalam xylol bertingkat I-III masing-masing selama lima menit. Setelah itu dehidrasi dengan tujuan untuk memberikan air pada jaringan yaitu dengan cara merendam preparat dalam larutan alkohol absolut lalu dipindahkan ke larutan alkohol 95% dengan durasi masing-masing lima menit. Lalu dibilas dengan air mengalir selama 1 menit. Preparat kemudian direndam dalam larutan Harris hematoksilin selama 15 menit. Celupkan ke dalam aquades selama 1 menit dengan cara mengangkat dan menurunkan, selanjutnya celupkan ke dalam campuran asam-alkohol 1% secara cepat 5-7 celupan. Lalu bilas dalam aquades selama 1 menit dan bilas kembali dengan aquades selama 15 menit. Celup sebanyak 3-5 kali dalam larutan lithium karbonat selama 15-30 detik hingga potongan berwarna biru cerah dan kemudian cuci dengan air mengalir selama 15 menit. Preparat kemudian direndam dalam eosin selama 2-3 menit. Berikutnya dilakukan tahapan dehidrasi dengan memasukkan preparat dalam alcohol bertingkat dari 80%, 90% dan 95% hingga alkohol absolut I-III. Selanjutnya dilakukan clearing yaitu dengan memasukkan preparat pada xylol I-II dan dikeringkan. Selanjutnya dilakukan proses
mounting yaitu penutupan preparat dengan cover glass dengan menggunakan permount sebagai perekat.
Pengamatan Preparat Histologi dan Pengukuran Histomorfometri
Pengamatan struktur histologi
dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x, 100x, dan 400x
(Firmansyah et al., 2019). Variabel gambaran histologi yang diamati meliputi struktur histologi tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa.
Pengukuran histomorfometri dilakukan dilakukan dibawah mikroskop pada lima lapang pandang dengan pembesaran 40x menggunakan aplikasi ImageJ. Mengukur histomorfometri meliputi ketebalan tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa.
Analisis Data
Data dari hasil pengamatan struktur histologi sekum meliputi tunika mukosa, submukosa, muskularis dan serosa disajikan secara deskriptif kualitatif, sedangkan histomorfometri diperoleh dengan mengukur ketebalan tunika mukosa, submukosa, muskularis dan serosa disajikan secara deskriptif kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengamatan Struktur Histologi
Hasil pengamatan struktur histologi sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex tersusun atas empat lapisan yaitu, tunika mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (Gambar 1) Tunika mukosa merupakan lapisan paling dalam dari sekum. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tunika mukosa sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex terdiri dari tiga lapisan utama yaitu, lamina epitelia, propria dan muskularis mukosa. Jenis sel epitel yang ditemukan pada lamina epitelia yaitu epitel silindris selapis (epitel kolumner simplek) lamina muskularis, dan lamina propria. Pada
lamina propria terdapat beberapa kelenjar yang sama seperti lamina propria pada usus halus. Pada tunika mukosa sekum tidak dijumpai sel paneth, tidak memiliki plika maupun villi, sehingga epitel pada sekum tampak lebih rata jika dibandingkan dengan usus halus. Jenis sel epitel yang ditemukan pada lamina epitelianya identik dengan yang ditemukan pada usus halus, akan tetapi jumlah sel goblet yang ditemukan lebih banyak. Pada Lamina epitelia juga ditemukan adanya kelenjar intestinal (kripta liberkuhn) (Gambar 3). Lamina propria terletak diantara kripta Liberkuhn dan lamina epitelia mukosa sekum yang menyusun sebagian besar tunika mukosa. Lamina propria terdiri dari jarigan ikat longgar tidak beraturan, yang tersusun atas serat retikuler, kolagen dan elastis. Lamina muskularis mukosa pada bagian basis, corpus dan apex terdiri atas otot polos sirkuler yang ditemukan tepat dibawah kripta liberkuhn. Lamina mukularis mukosa sebagain besar terlihat jelas, konsisten, terhubung secara kontinyu dan memisahkan antara lamina propria dengan tunika submukosa. (Gambar 2)
Hasil pengamatan struktur histologi menunjukkan bahwa tunika submukosa sekum sapi bali terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas, sel lemak, dan pembuluh darah (Gambar 4). Tunika muskularis sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex terdiri dari 2 lapis otot polos yang tersusun sirkuler yang terdapat pada bagian dalam, serta longitudinal yang terdapat pada bagian luar. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh suatu jaringan ikat berisi pleksus saraf parasimpatis yang disebut plexus Mienterikus atau Auerbach’s plexus Selain itu pada tunika muskularis juga ditemukan banyak jaringan ikat longgar (Gambar 5).
Tunika serosa merupakan lapisan penyusun paling luar dari sekum sapi bali. Tunika serosa sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex tersusun atas jaringan ikat longgar (Gambar 4.5)
Hasil Pengukuran Histomorfometri abHurup pada superskrip yang berbeda = terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05). abHurup pada superskrip yang sama = tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0,05)
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan terhadap struktur histologi sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex tersusun atas empat lapisan yaitu, tunika mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (Gambar 1). Tunika mukosa sekum bagian basis, corpus dan apex terdiri atas tiga bagian yaitu, lamina epitelia, lamina propria dan muskularis mukosa. Jenis sel epitel yang ditemukan pada lamina epitelia yaitu epitel silindris selapis. Lamina epithelia tersusun atas sel goblet, selain itu juga ditemukan adanya kelenjar intestinal (kripta liberkuhn) (Gambar 3). Temuan yang sama juga dilaporkan pada sapi aceh (Resti et al., 2019)
Sel goblet ditemukan tersebar di antara sel epitel silindris dan kripta liberkuhn. Sel Goblet berfungsi memberikan
perlindungan pada dinding serta
permukaan usus, dan sebagai media untuk pertahanan parasit dengan cara
mensekresikan mukus glikoprotein berbentuk gel (Marshall dan Grosell, 2005; Deplancke and Gaskins, 2001). Sel Goblet melindungi permukaan usus besar dari patogen serta membatasi pergerakan dan perlekatan dari patogen (Deplancke dan Gaskins, 2001). Jumlah sel goblet berkaitan dengan jumlah kripta Liberkuhn, hal tersebut diduga karena sel goblet dihasilkan oleh kripta Liberkuhn. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak kripta Liberkuhn, sel goblet yang dihasilkan juga semakin banyak. Hal ini didukung oleh pernyataan Dellman dan Brown (1987) yang menyatakan bahwa kripta Liberkuhn berfungsi sebagai sel induk yang meregenerasi sel epitel dan sel goblet yang telah rusak secara berkesinambungan. Kelenjar pencernaan atau Kripta Liberkuhn adalah kelenjar
tubular berliku-liku dengan lumen yang luas yang terletak diantara lamina propria.
Lapisan penyusun tunika mukosa selanjutnya adalah lamina propria. Lamina propria sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex menempati sebagian besar tunika mukosa. Lamina propria memisahkan lapisan paling dalam sel epitel dari lapisan jaringan otot polos di bawahnya yang disebut dengan lamina muskularis mukosa. Lamina propria terlihat diantara kripta liberkuhn dan epitel silindris selapis mukosa sekum (Gambar 2 dan 3). Resti (2019) melaporkan bahwa lamina propria sekum sapi aceh terdiri dari jaringan ikat longgar, fibroblas, kelenjar Lieberkuhn, limfosit, dan sel. Keberadaan sel limfosit dan sel limfoid menjadikannya lamina propria sebagai tempat terjadinya respons imun terhadap mikroorganisme patogen yang dapat merusak jaringan internal saluran pencernaan (Varol et al., 2009).
Lamina muskularis mukosa pada sekum bagian basis, corpus dan apex bervariasi dalam hal ketebalan dan tersusun atas otot polos sirkuler (Gambar 2). Temuan yang sama dilaporkan pada kambing sekoto merah (Bello, 2019), sapi aceh (Resti et al., 2019). Lamina muskularis mukosa pada bagian basis, corpus dan apex sebagian besar terlihat jelas, konsisten, terhubung secara kontinyu dan memisahkan antara lamina propria dengan tunika submukosa Bello (2019). Greenwood dan Davison (1987) memperkirakan bahwa lamina muskularis mukosa berpengaruh besar pada daya serap dan fungsi sekretori epitel. King dan Robinson (1945) menyatakan bahwa lamina muskularis mukosa akan membantu terjadinya pergerakan mukosa dan vili melalui sistem saraf.
Tunika submukosa sekum pada bagian basis, corpus dan apex tersusun dari jaringan ikat longgar, fibroblas, sel lemak, dan pembuluh darah vena dan arteri (Gambar 4). Komponen jaringan yang dijumpai pada submukosa sekum sapi bali juga dijumpai pada sapi aceh oleh (Resti et
al., 2019). Bacha (2002), dan pada kambing oleh Kadam et al. (2007).
Tunika muskularis sekum pada bagian basis, corpus dan apex terdiri dari otot polos yang tersusun transversal dan longitudinal yang memiliki ketebalan bervariasi, diantara kedua lapisan tersebut terdapat plexus saraf mienterikus, jaringan ikat (Gambar 5). hal ini sama dengan pertanyataan Althnaian et al. (2013) yang melaporkan bahwa pada unta dromedary tunika muskularis terdiri dari dua lapisan otot, yaitu otot lapisan tebal otot sirkuler pada bagian sirkuler dan lapisan tipis otot longitudinal pada bagian luar.
Tunika serosa merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari jaringan ikat longgar, jaringan lemak, dan pembuluh darah. Suwiti et al. (2010), pada sapi bali, dan Kadam et al. (2007), pada kambing menemukan komponen yang sama pada tunika muskularis dan serosa sapi aceh, namun berbeda dengan yang dilaporkan Singh et al. (2012), pada kerbau yang menyatakan bahwa pada tunika muskularis sekum kerbau hanya terdapat otot polos transversal.
Berdasarkan hasil pengukuran histomorfometri sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex diperoleh rata-rata ketebalan tunika mukosa pada daerah basis, corpus dan apex berturut-turut adalah 376,87±34,411μm, 380,36±51,501μm, dan 407,05±63,902μm. Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (P>0,05) antara bagian basis dengan corpus dan apex, begitu pula pada bagian corpus dengan apex. Tidak adanya perbedaan ketebalan ini disebabkan oleh permukaan epitel yang terlihat merata pada tunika mukosa sekum bagian basis, corpus dan apex. Suwiti et al. (2010) melaporkan bahwa pada sekum biasanya tidak dijumpai sel paneth, tidak memiliki plika maupun villi, sehingga epitelnya tampak lebih rata jika dibandingkan dengan usus halus.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa tunika submukosa sekum sapi bali pada
bagian basis, corpus dan apex ditemukan banyak mengandung nodulus limfatikus (peyer patche’s) yang tersebar luas dan jaringan ikat longgar. Jung et al. (2010) mengatakan bahwa (peyer patche’s) dapat dianggap sebagai sensor kekebalan usus yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap pathogen.
Rata-rata ketebalan tunika submukosa pada bagian basis, corpus dan apex berturut-turut adalah 1508,73±349,022μm, 739,28±129,371μm, dan 615,57±205,736μm. Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) dalam ketebalan tunika submukosa antara bagian basis dengan corpus dan apex. Sementara itu tidak ada perbedaan yang signifikan (P>0,05) antara bagian corpus dengan apex. Perbedaan ketebalan tunika submukosa sekum pada bagian basis, corpus dan apex dipengaruhi oleh komponen penyusun tunika submukosa itu sendiri, seperti jaringan ikat longgar, fibroblas, sel lemak, dan pembuluh darah. Komponen penyusun submukosa pada sekum sapi bali juga ditemukan pada submukosa sekum sapi aceh oleh (Resti et al., 2019).
Tunika muskularis pada bagian basis, corpus dan apex teramati tersusun atas dua lapisan otot polos yang tersusun memanjang (longitudinal) di bagian luar yang berukuran tipis, dan melingkar (sirkuler) di bagian dalam yang berukuran lebih tebal. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh suatu jaringan ikat berisi pleksus saraf parasimpatis yang disebut plexus Mienterikus atau Auerbach’s plexus dan pembuluh darah. Igwebuike dan Eze (2010) menyatakan bahwa perpaduan antara otot dan saraf ini akan menyebabkan terjadinya aktivitas kontraksi dari serat otot polos tunika muskularis yang bertanggung jawab untuk gerak peristaltic.
Rata-rata ketebalan tunika muskularis pada bagian basis, corpus dan apex berturut-turut adalah 2767,76±609,698μm, 2287,66±303,987μm, dan
2730,51±332,044μm. Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) dalam ketebalan tunika muskularis antara bagian corpus dengan basis dan apex. Sementara itu tidak ada perbedaan yang signifikan (P>0,05) antara bagian basis dengan apex. Rata-rata ketebalan tunika serosa pada bagian basis, corpus dan apex berturut-turut adalah 199,95±21,502μm, 328,19±77,468μm, dan 297,82±51,211μm. Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (P>0,05) antara bagian basis dengan corpus dan apex, begitu pula pada bagian corpus dengan apex. Ketebalan tunika serosa diukur pada daerah yang memiliki lapisan tipis dengan jaringan ikat longgar setelah melewati tunika muskularis yang tersusun oleh otot polos.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa struktur histologi sekum sapi bali pada bagian basis, corpus dan apex terdiri dari tunika mukosa, submukosa, muskularis dan serosa. Histomorfometri tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tunika mukosa bagian basis, corpus dan apex, ketebal tunika submukosa bagian basis lebih tebal dibandingkan dengan bagian corpus dan apex, ketebal tunika muskularis bagian basis dan apex lebih tebal dibandingkan dengan bagian corpus, pada tunika serosa bagian basis, corpus dan apex tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian anatomi makro dan mikro terhadap usus besar sapi bali dengan memperhatikan manajemen pemeliharaan, membedakan umur, jenis kelamin, dan melakukan pewarnaan khusus.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Balai Besar Veteriner (BBVET) dan Rumah Pemotongan Hewan
Pesanggaran yang telah memfasilitasi penelitian ini. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z. 2002. Penggemukan sapi potong. Agro Media Pustaka. Jakarta
Akoso BT. 2002. Kesehatan unggas.
Kanisius. Yogyakarta.
Althnaian TA, Alkhodair KM, Albokhadaim IF, Abdelhay MA, Homeida AM, El Bahr SM. 2013. Histological and histochemical
investigation on duodenum of dromedary camels (camelus
dromedarius). Sci. Int. 1(6): 217-221.
Bello A, Danmaigoro A. 2019.
Histomorphological observation of the small intestine of red sokoto goat. MOJ Anatomy Physiol. 6(3) 80-84
Dellman HD, Brown EM. 1987. Textbook of veterinary histology. 3rd Ed. Philadelphia: Lea & Febiger.
Deplancke B, Gaskins HR. 2001.
Microbial modulation of innate defense: goblet cells and the intestinal mucus layer. Am. J. Clin. Nut. 73: 1131S-
141S.
DGLS (Directorate Generale of
Livestock). 2003. National report on animal genetic resources Indonesia. Directorate Generale of Livestock Services, Directorate of Livestock Breeding. Indonesia.
Eroschenko VP. 2015. Atlas histologi difiore dengan korelasi fungsional (diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit). Edisi 12. EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Firmansyah A, Masyitha D, Zainuddin, Fitriyani, Balqis U, Gani FA, Azhar.
2019. Histological study small intestine of Aceh Cattle. JIMVET. 3(4):189-196.
Greenwood B, Davison JS. 1987. The relationship between gastrointestinal motility and secretion. Am. J. Physiol. 252: G1–G7.
Hall JB. 2009. Nutrition and feeding of the cow-calf herd: digestive system of the cow. Virginian Polytechnik Institute And State University, Petersburg.
Igwebuike UM, Eze UU. 2010. Morphological characteristics of the small intestine of the african pied crow (corvus albus). Anim. Res. Int. 7(1): 1116-1120.
Jacob J, Pescatore T, Cantor A. 2011. Avian digestive system. Lexington
(US): Cooperative Extention Service, University of Kentucky.
Janqueire LC, Carneiro J, Kelly RO. 2005. Histologi dasar. (Diterjemahkan oleh Jan Tambayong). Edisi 8. EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Jung C, Hugot JP, Barreau F. 2010. Peyer’s patches: the immune sensors of the intestine. Int. J. Inflam. 2010: 823710.
Kadam SD, Bhosale NS, Kapadnis PJ. 2007. Study of histoarchitecture of large intestinum in goat. Indian J. 41(3): 196-199.
King CE, Robinson MH. 1945. The nervous mechanisms of the muscularis mucosae. Am. J. Physiol. 143: 325–335.
Kiernan JA. 2015. Histological and histochemical methods: theory and practice. 5th.edition, Scion
Publishing, Banbury –United King. Pp. 330-334.
Marshall WS, Grosell M. 2005. Ion transport, osmoregulation, and acidbase balance in the physiology of fishes. Taylor and Francis Group.
Purbowati E, Rianto E, Dilaga WS, Lestari CMS, Adiwinarti R. 2014. Bobot dan panjang saluran pencernaan sapi jawa dan sapi peranakan ongole di brebes. J. Pet. Indon. 16(1): 15-17.
Resti AP, Dian M, Zainuddin, Fitriani, Nazaruddin, Fadl A, Gani, Ummu B. 2019. Studi histologis usus besar sapi aceh. JIMVET. 3(2): 62-70.
Saputra DA, Maskur, Rozi T. 2019.Karakteristik morfometrik
(ukuran linier dan lingkar tubuh) sapi Bali yang dipelihara secara semi intensif di kabupaten Sumbawa (Morphometric characteristics (linear size and body circle) of Bali cattle that are raised semiintensively in Sumbawa Regency) J. Ilmu Teknol. Pet. Indon. 5: 67-75.
Singh O, Roy KS, Sethi RS, Kumar A. 2012. Development of large intestine of buffalo. Indian J. Anim. 82(10): 12001202.
Soeharsono. 2010. Fisiologi ternak. Widya Padjadjaran, Bandung.
Suwiti NK, Setiasih NLE, Suastika IP, Piraksa IW, Susari NNW. 2010. Studi histologi usus besar sapi bali. Bul. Vet. Udayana. 2(2): 101-107.
Usman Y. 2013. Pemberian pakan serat sisa tanaman pertanian (jerami kacang tanah, jerami jagung, pucuk tebu) terhadap evolusi Ph, N-NH3 dan VFA di dalam rumen sapi. Agripet. 13(2): 53-58.
Varol C, Vallon-Eberhard A, Elinav E, Aychek T, Shapira Y, Luche H, Berdesir H, Jörg, Hardt WD, Shakhar G, Jung S. (2009). Subset sel dendritik lamina propria usus memiliki asal dan fungsi yang berbeda. Kekebalan. 31 (3): 502-512.
Gambar 1. Struktur histologi sekum sapi bali. TMK = tunika mukosa, TSM = tunika submukosa, TMU = tunika muskularis, TSR = tunika serosa, OS = otot sirkuler, OL = otot
longitudinal. (HE, 40X).
Gambar 2. Tunika mukosa sekum sapi bali pada bagian basis (A), corpus (B) dan apex (C). TMK = tunika mukosa, LMM = lamina muskularis mukosa, tanda panah merah = lamina propria, tanda panah kuning = kripta Liberkuhn, (HE, 100X).
Tabel 1. Representasi Komparatif Berbagai Parameter pada Bagian Basis, Corpus, Apex pada Sekum (Mean ± SD)
Parameter |
Bagian Sekum | ||
Basis |
Corpus |
Apex | |
Tunika mukosa (μm) Tunika submukosa |
376,87±34, 411a |
380,36±51,501a 739,28±129,371b |
407,05±63,902a 615,57±205,736b |
(μm) |
1508,73±349,022a | ||
Tunika muskularis (μm) |
2767,76±609,698a |
2287,66±303,987b |
2730,51±332,044a |
Tunika serosa(μm) |
199,95±21,502a |
328,19±77,468a |
297,82±51,211a |
Gambar 3. Tunika mukosa sekum sapi bali. KL = Kripta Liberkuhn, LP = lamina proparia. tanda panah kuning = sel goblet, tanda panah merah = epitel silindris selapis. (HE, 400X)
Gambar 4. Tunika submukosa sekum sapi bali pada bagian basis (A), corpus (B) dan apex (C). TSM = tunika submukosa, tanda panah kuning = vena, tanda panah merah = arteri, tanda panah biru = jaringan lemak. (HE, 100X)
TSR
40X
TSR
40X
40X
TMU
OS
OL
TSR
Gambar 5. Tunika muskularis dan serosa sekum sapi bali pada bagian basis (A), basis (B) dan apex (C). tanda panah merah (D) = plexus Mienterikus atau Auerbach’s plexus.TMU= tunika muskularis. OS= otot sirkuler, OL=otot longitudinal, TSR = tunika serosa, (HE, 40X dan 100X)
221
Discussion and feedback