Volume 15 No. 3: 423-429

Juni 2023

DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i03.p10

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Pola Kepekaan E. Coli yang Diisolasi dari Kloaka Ayam Petelur Diare pada Berbagai Kelompok Umur Terhadap Streptomisin, Kanamisin, dan Doksisiklin

(SENSITIVITY PATTERN OF E. COLI ISOLATED FROM CLOACA OF LAYING HENS WITH DIARRHEA AGAINTS STREPTOMISIN, KANAMISIN AND DOKSISIKLIN)

I Made Adhi Kusuma Dwipayana1*, Ketut Tono PG2, I Gusti Ketut Suarjana3

1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali, Indonesia, 80234;

2Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

*Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepekaan bakteri E. coli yang diisolasi dari swab kloaka ayam petelur diare pada berbagai terhadap streptomisin, kanamisin dan doksisiklin. Sebanyak 16 sampel digunakan yang berasal dari peternakan di desa Utu (Tabanan), Perean (Tabanan), Demulih (Bangli) dan Pasedahan (Karangasem). Uji kepekaan bakteri E. coli menggunakan metode difusi cakram dari Kirby Bauer. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan metode cross tabulation. Hasil penelitian dari 16 isolat E. coli yang terbagi menjadi 4 kelompok umur diisolasi dari swab kloaka ayam petelur menunjukan pola kepekaan terhadap streptomisin resisten 62,5%, intermediet 18,75% dan sensitif 18,75%. Pola kepekaan terhadap kanamisin menunjukan intermediet 6,25% dan hasil sensitifnya sebesar 93,75%. Terhadap doksisiklin resisten 50%, intemediet 18,75% dan sensitif 31,25%. Adanya peningkatan resistensi E. coli terhadap antibiotik streptomisin pada umur >4 bulan sedangkan doksisiklin pada umur 2-4 bulan dan semakin meningkat pada umur >4 bulan Kata kunci: Antibiotika; ayam petelur; E. coli; pola kepekaan

Abstract

The aim of this study was to determine the sensitivity of E. coli bacteria isolated from cloacal swabs of laying hens with diarrhea to streptomycin, kanamycin and doxycycline. A total of 16 samples were used from farms in the villages of Utu (Tabanan), Perean (Tabanan), Demulih (Bangli) and Pasedahan (Karangasem). The sensitivity test of E. coli bacteria used the disc diffusion method from Kirby Bauer. Data analysis was carried out descriptively with the cross tabulation method. The results of 16 isolates of E. coli which were divided into 4 age groups isolated from laying hens cloacal swabs showed a pattern of sensitivity to streptomycin 62.5% resistant, 18.75% intermediates and 18.75% sensitive. The pattern of sensitivity to kanamycin showed an intermediate 6.25% and the sensitivity result was 93.75%. To doxycycline resistance 50%, intermediate 18.75% and sensitive 31.25%. There is an increase in E coli resistance to streptomycin at >4 months of age, while doxycycline at 2-4 months of age and increasing at >4 months of age.

Keywords: Antibiotics; E. coli; laying hens; patterns of sensitivity

PENDAHULUAN

Ayam petelur merupakan salah satu ternak unggas yang cukup potensial di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (2021) dalam kurun waktu 20192021 populasi ayam ras di Indonesia

mengalami peningkatan dari 263.918.004 ekor menjadi 368.191.874 ekor. Khususnya di Bali terjadi peningkatan dari 10.344.362 ekor menjadi 13.532.565 ekor. Dengan adanya peningkatan populasi ayam akan berdampak pada peningkatan penggunaan antibiotika.

Hambatan peternak dalam memelihara ayam petelur adalah penyakit infeksius dan non infeksius. Penyakit infeksius disebabkan oleh virus, bakteri maupun parasit tersebut dapat menginfeksi saluran pencernaan, sistem pernafasan, dan juga sistem saraf. Penyakit infeksius bakterial yang cukup merugikan bagi peternak ayam petelur contohnya antara lain Chronic Respiratory Disease (CRD), Snot, Fowl cholera, Pullorum dan Colisepsticemia (Pudjiatmoko, 2014). Colisepticemia disebabkan E. coli (Escherichia coli) yang merupakan bakteri Gram negatif bersifat anaerob fakultatif dan tidak dapat membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup pada berbagai substrat dengan melakukan fermentasi anaerobik menghasilkan asam laktat, suksinat, asetat, etanol, dan karbondioksida.       Escherichia coli

termasuk family Enterobacteriaceae, bentuknya batang atau koma, terdapat tunggal atau berpasangan dalam rantai pendek. (Whittam et al., 2011).

Untuk menekan angka kerugian dari infeksi bakteri maka perlu diberikan pengobatan dengan menggunakan antibiotik yang tepat, sehingga untuk kedepannya dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan (Handriana et al., 2015). Antibiotik bekerja secara sitostatik atau sitotoksik     untuk     menghilangkan

mikroorganisme. Antibiotik mempunyai mekanisme kerja menghambat proses sintesis protein sel bakteri, asam deoksiribonukleat/DNA dan ribonukleat asam/RNA (Zaman et al., 2017). Namun dalam penggunaan dilapangan sering terjadinya penyalahgunaan antibiotik yang menyebabkan resistensi. Menurut Besung et al. (2019) terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik, karena bakteri sering terpapar oleh antibiotik sehingga bakteri mempunyai kemampuan untuk mencegah pengaruh antibiotik dengan jalan membentuk selaput sel yang dapat menghambat masuknya antibiotik ke dalam sel bakteri. Perubahan sifat bakteri menjadi resisten akan makin meningkat seiring dengan penggunaan antibakteri

yang tidak terkontrol seperti dosis tidak tepat, lama pemberian, dan salah memilih obat.

Hasil laporan Jiang et al.  (2009)

menunjukkan sifat resisten E. coli terhadap antibiotika doksisiklin 18,5% dan streptomisin 54,7%. Escherichia coli dilaporkan resisten 25% terhadap antibiotika doksisiklin (Barus et al., 2013). Penelitian yang dilakukan Masruroh et al. (2016) melaporkan bahwa E. coli resisten 6,25% terhadap kanamisin. Suardana et al. (2014) melaporkan bahwa tingkat pola resistensi berganda dapat berasal dari feses ayam. Laporan ini menunjukkan tingkat resisten resisten bakteri E. coli sebesar 85,7% resisten terhadap antibiotik metisilin, 71,4% resistensi terhadap antibiotik penisilin G, serta 42,9% resistensi terhadap antibiotik doksisiklin hidroklorida dan streptomisin.

Pada saat ini dunia sedang fokus mangamati    adanya    Antimicrobial

Resistance (AMR) yang dapat menimbulkan dampak negatif kepada manusia terutama akibat konsumsi produk pangan asal ayam (Tyasningsih et al., 2020). Maka dari itu, sangat perlu dilakukannya pengujian kepekaan bakteri terhadap beberapa jenis antibiotik seperti streptomisin, doksisiklin, dan kanamisin guna mendapatkan obat yang tepat dalam penanganan infeksi bakteri E. coli yang berpotensi patogen maupun patogen oportunistik pada ayam petelur.

METODE PENELITIAN

Uji kepekaan antibiotik dilakukan dengan metode difusi cakram menurut Kirby Bauer (Bauer et al., 1966) dengan modifikasi sebagai berikut.

Persiapan Inokulum

Koleksi bakteri pada media Eosin Methylene Blue Agar disubkultur kembali di Eosin Methylene Blue Agar, tujuannya untuk mengambil 2 - 3 koloni yang akan digunakan sebagai inokulum dalam uji kepekaan. Setelah itu, 2 - 3 koloni E. coli tersebut dimasukkan ke dalam tabung

reaksi yang berisi 4 - 5 ml boullion atau media cair. Selanjutnya dilakukan inkubasi inokulum pada suhu 35 - 37oC selama 2 – 5 jam dan setiap 15 menit mecocokkan dengan standar Mc Farland 0,5 atau kekeruhan inokulum sebesar108 CFU/ml.

Kultur pada Mueller-Hinton Agar

Menanam inokulum menggunakan metode sebar dengancotton swab steril pada media Mueller Hinton Agarsebanyak ± 0,5 mLsecara merata pada tiap permukaan agar. Tunggu sekitar 5 - 15 menit sampai permukaan agar sedikit kering dengan tujuan adanya waktu peresapan bakteri terhadap media.

Penempelan Cakram Antibiotika

Menempelkan ketiga cakram antibiotika yaitu streptomisin, kanamisin dan doksisiklin ke permukaan Mueller Hinton Agar dengan jarak minimal 15 mm dari pinggiran petri dan 20 mm untuk masing -masing cakram antibiotika. Inkubasikan selama semalam atau 24 jam pada suhu 35 - 37oC.

Mengamati Diameter Hambat

Setelah diinkubasikan selama 24 jam, kemudian mengukur dengan penggaris diameter hambat (killing zone) pada masing - masing antibiotik dan mencocokkannya dengan standar yang ada.

Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dengan metode cross tabulation dan mencatat presentase bakteri yang tergolong resisten, intermediet dan sensitif terhadap antibiotika streptomisin, doksisiklin dan kanamisin sesuai dengan standar tabel antibiotika yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Isolat bakteri E coli yang berjumlah 16 diperoleh dari 4 peternakan berbeda diuji kepekaannya terhadap streptomisin, kanamisin dan doksisiklin diperoleh hasil dan sudah disesuaikan dengan standar antibiotika (CLSI 2020) sebagai berikut.

Diagram diatas (gambar 1) menunjukan bahwa bakteri E. coli yang diisolasi dari peternakan ayam petelur pada berbagai kelompok umur diisolasi dari swab kloaka ayam petelur menunjukan pola kepekaan terhadap streptomisin resisten 62,5%, intermediet 18,75% dan sensitif 18,75%. Pola kepekaan terhadap kanamisin menunjukan intermediet 6,25% dan hasil sensitifnya sebesar 93,75%. Terhadap doksisiklin resisten 50%, intemediet 18,75% dan sensitif 31,25%.

Berdasarkan diagram diatas pola kepekaan E. coli terhadap antibiotik streptomisin, kanamisin dan doksisiklin menunjukan bahwa adanya kenaikan resistensi E. coli terhadap antibiotik streptomisin pada umur >4 bulan sedangkan doksisiklin pada umur 2-4 bulan dan semakin meningkat pada umur >4 bulan.

Pembahasan

Mekanisme kerja streptomisin yaitu menghambat sintesa protein bakteri dengan pengikatan pada sub unit ribosom 30S dan 16S RNA bakteri. Terjadinya ikatan tersebut dapat mengganggu pembentukan asam amino oleh mRNA sehingga urutan asam amino pada polipepida bakteri tidak sesuai yang menyebabkan pembentukan peptida nonfungsional atau toksik pada sel bakteri (Hardjosaputra, 2008). Kanamisin mempunyai sifat bakterisida dengan cara berdifusi pada membran sel bakteri dan masuk ke dalam sel bakteri (Widyasari, 2013). Setelah itu akan terikat pada ribosom yang menyebabkan salah baca dalam menterjemahkan mRNA (Bhaskara et al., 2012). Penghambatan translokasi juga menyebabkan terjadinya insersi asam amino yag salah pada peptida sehingga menghasilkan protein yang belum lengkap. Akibat akhirnya menyebabkan pecahnya polisom menjadi monosom yang tidak mampu mensintesis protein. (Fransiska, 2019). Antibiotik ini mempunyai efek bakterisidal yang cepat, stabil secara kimia, sinergis dengan antibiotik golongan beta-lactam, serta memiliki tingkat

resistansi yang rendah (Purnasari et al., 2018).    Streptomisin dan kanamisin

termasuk golongan aminoglikosida diindikasikan terutama untuk bakteri aerob dan anaerob fakultatif basil Gram negatif seperti bakteri Enterobacterceae (E. coli, Proteus       mirabillis,       Klebsiella

Pneumoniae), Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter, Haemophilus influenza (Frans, 2012). Doksisiklin memiliki aktivitas spektrum kerja yang luas terhadap bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif (aerobik dan anareobik), Rickettsiae, Chlamydiae, Mycoplasma dan beberapa protozoa. Doksisiklin banyak digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi diantaranya adalah Chronic Respiratory      Disease       (CRD),

Colibacillosis, Coryza, Fowl Cholera dan infeksi bakteri lainnya (Werdiningsih et al., 2014).

Resistensi pada umumnya terjadi karena adanya perubahan genetik atau mutasi genetik. Perubahan genetik dapat menularkan resistensi dari satu bakteri kepada bakteri lain melalui beberapa mekanisme seperti: (a) Mutasi spontan (resistensi kromosomal) yang terjadi sebagai akibat mutasi spontan pada suatu lokus DNA yang mengendalikan kepekaan terhadap suatu antibiotika. Adanya antibiotika bertindak sebagai mekanisme selektif yakni membunuh bakteri yang peka dan membiarkan tumbuh bakteri yang resisten. (b) Resistensi disebabkan adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstra-kromosomal) yang dimana bakteri mengandung unsur - unsur genetik     ekstra-kromosomal     yang

dinamakan plasmid R disebut juga plasmid penular (infectious plasmids) yang membawa gen resistensi terhadap satu atau beberapa antibiotika. Masing - masing unit-R membawa sifat resistensi terhadap satu antibiotika. Dengan demikian berbagai unit-R pada plasmid faktor R membawa sifat resistensi terhadap berbagai antibiotika sekaligus. Faktor R ini ditularkan     terutama     di     antara

enterobakteria. Gen plasmid untuk

resistensi     antibiotika     mengontrol

pembentukan enzim yang mampu merusak obat antibiotika. (Wattimena et al., 1987)

Ternak ayam komersial di Kabupaten Blitar menunjukkan adanya resistensi E . coli terhadap golongan beta lactam (79,4%), golongan aminoglikosida (69%), golongan makrolida (73,9%), golongan tetrasiklin (45,8%), dan golongan sulfonamide potensial (67%) (Wibisono et al., 2020). Resistensi antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari peternakan ayam pedaging di Jawa Barat yang paling umum adalah terhadap tetrasiklin 97,3%, sulfamonomethaxazol 87,8%, trimethoprim 74,3%, ampisilin 68,9%, asam nalidiksat 64,8%, ciprofloxacin 45,9%, enrofloxacin 40,5%, gentamisin 28,4%, dan chloramphenicol 10,8%. (Niasono et al., 2019). Kejadian resistensi antibiotik pada E. coli yang ditemukan pada unggas di Mesir menunjukkan angka yang tinggi, dimana isolat resisten terhadap amoksisilin (87,8%),      enrofloxacin      (72,2%),

doxycycline (98,3%), ampisilin (84,5%), neomysin (75%), asam nalidiksat (96,7%), dan     trimethoprim-sulfamethoxazolone

(82,20%) (Messaiuml et al., 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pola kepekaan bakteri E. coli yang diisolasi dari kloaka ayam petelur terhadap streptomisin resisten 62,5%, Intermediet 18,75% dan sensitif 18,75%. untuk kanamisin, intermediet 6,25% dan hasil sensitifnya sebesar 93,75% dan terhadap doksisiklin resisten 50%, intemediet 18,75% serta sensitif 31,25%. Pada berbagai kelompok umur ayam petelur terjadi peningkatan resistensi E. coli terhadap antibiotik streptomisin dan kanamisin pada umur >4 bulan sedangkan doksisiklin pada umur 2-4 bulan dan semakin meningkat pada umur >4 bulan

Saran

Sebaiknya penggunaan antsibiotik streptomisin dan doksisiklin di peternakan

ayam petelur harus mulai dikurangi dan beralih menggunakan antibiotik kanamisin. Serta perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan antibiotika jenis lain secara periodik guna mendapatkan hasil kepekaan bakteri yang optimal.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan Kepala Laboraotirum Bakteriologi dan Mikologi FKH UNUD Denpasar atas izin dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian serta semua pihak yang telah terlibat membantu selama penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik 2021. Populasi ayam ras petelur menurut provinsi tahun 2019-2021.

https://www.bps.go.id/indicator/24/477/ 1/populasi-ayam-ras-petelur-menurut-provinsi.html

Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, Turck M.     1966.    Antibiotic

susceptibility testing by a stan-dardized single disc method. Am. J. Clin. Pathol. 45(4): 493-496.

Besung INK, Suarjana IGK, Gelgel KTP.

2019. Resistensi antibiotik pada E. coli yang diisolasi dari ayam petelur. Bul. Vet. Udayana. 11(1): 28-32.

Bhaskara IBM, Budiasa K, Gelgel KTP.

  • 2012.    Uji kepekaan E. coli sebagai penyebab kolibasilosis pada babi muda terhadap antibiotika oksitetrasiklin, streptomisin, kanamisin dan gentamisin. Indon. Med. Vet. 11(1): 66-75.

Barus DO, Gelgel KTP, Suarjana IGK.

  • 2013.    Uji kepekaan bakteri E. coli asal ayam pedaging terhadap antibiotik doksisiklin, gentamisin dan tiamfenikol. Indon. Med. Vet. 2(5): 538-545.

Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI). 2020. Performance standards for antimicrobial susceptibility testing.

30th edition; Thirty Informational

Suppletment M100. Clinical and Laboratory Standard Institute. USA

Frans JVP. 2012. Antibiotics. Peranan aminoglikosida dalam mengatasi infeksi serius. MEDICINUS Sci. J. Pharm. Dev. Med. Appl. 25(2): 190-195.

Fransiska.       2019.       Ototoksisitas

aminoglikosida. Keluwih. 1(1): 37-47.

Handriana IKJ, Gelgel KTP, Suarjana IGK. 2015. Pola kepekaan E. coli yang diisolasi dari feses burung kicau penderita diare terhadap antibiotik sulfametoksazol, ampisilin, dan oksitetrasiklin. Bul. Vet. Udayana. 7(2): 157-163.

Hardjosaputra SL. 2008. Data obat di Indonesia. PT. Muliapurna Jayaterbit, Jakarta. Pp. 299, 444.

Jiang HX, Lu DH, Chen ZL, Wang XM, Chen JR, Liu YH, Liao XP, Liu JH, Zeng ZL. 2009. High prevalence and widespread       distribution       of

multiresistant E. coli Isolates in pigs and poultry in China. Vet. J. 187(1): 99103.

Masruroh CA, Sudarwanto, Mirnawati B, Latif, Hadri. 2016. Tingkat kejadian E. coli penghasil extended spectrum B-lacktamase pada feses ayam pedaging di Kota Bogor. J. Sain Vet. 34(1): 4249.

Messaiuml C, Boukhors K, Khelef, Hamdi H. 2013. Antimicrobial susceptibility of Escherichia coli strains isolated from broiler chickens affected by colibacillosis in Setif. J. Microbiol. Res. 7(21): 2668-2672.

Niasono AB, Latif H, Purnawarman T. 2019. Resistensi antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari peternakan ayam pedaging di Kabupaten Subang, Jawa Barat. J. Vet. 20(2): 187-195.

Pudjiatmoko. 2014. Manual penyakit unggas. Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan hewan Direktorat jenderal Peternakan dan Kesehatan hewan Kementerian Pertanian, Jakarta. Pp. 103-153.

Purnasari C, Manggau MA, Kasim H. 2018. Studi pengaruh dosis dan lama penggunaan terapi aminoglikosida terhadap fungsi ginjal. Maj. Farm. Farmakol. 22(3): 76-80.

Suardana IW, Utama IH, Putriningsih PAP, Rudyanto MJ. 2014. Uji kepekaan antibiotika Isolat Escherichia coli O157:H7 asal feses ayam. Bul. Vet. Udayana. 6(1): 19-27.

Tyasningsih W, Yutianti Y, Rahmani J, Setiawan B, Harijani N, Budiarto, Effendi MH, Salamah, Witaningru AM. 2020. Antimicrobial resistance profile of Escherichia Coli bakteria collected from cloaca swab of broiler chicken at Surabaya     Tradisional     Market,

Indonesia. Pollut. Res. 40(1): 317-321.

Wattimena JR, Sugiarso NC, Sukandar EY, Widianto MB, Soemardji AA, Setiadi AR. 1987. Farmakodinamika

dan terapi antibiotika edisi 1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pp. 128-129.

Werdiningsih S, Yulianti NT, Nurhidayah, Nugraha E, Patriana U, Sari RA, Widyarimbi D, Rusmiati E, Ishrianti NMR. 2014. Profil distribusi beberapa

sediaan doksisiklin pada organ/jaringan ayam broiler. Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan. Bogor. Bul. Pengujian Mutu Obat Hewan. 21(4): 4-7.

Whittam TS, Donnenberg MS. 2011. Pathogenesis and evolution of virulence in        enteropathogenic        and

enterohemorrhagic E. Coli. J. Clin. Invest. 107(5): 539-548.

Wibisono FJ, Sumiarto B, Untari T, Effendi MH, Permatasari DA, Witaningrum AM. 2020. Prevalensi dan analisis faktor risiko multidrug resistance bakteri Escherichia coli pada ayam komersial di Kabupaten Blitar jurnal ilmu peternakan dan veteriner tropis. J. Trop. Anim. Vet. Sci. 10(1): 15-22.

Widyasari EM, Misyetti HAW, Teguh, Witri. 2013. Karakteristik fisikokimia kit kering kanamycin. Indon. J. Nucl. Sci. Technol. 43(2): 117-126.

Zaman S, Hussain M, Nye R, Mehta V, Mamun KT, Hossain N. 2017. A review on antibiotic resistance: alarm bells are ringing. Cureus. 9(6): 1-9.

Tabel 1. Standar resistensi antibiotika

Jenis Obat

Resisten (mm)

Intermediet (mm)

Sensitif(mm)

Streptomisin

≤11

12-14

≥15

Kanamisin

≤13

14-17

≥18

Doksisiklin

≤14

15-18

≥19

Sumber: CLSI standards of antibiotics inhibition zone diameter measurement (2020)

100

80

60

40

20

0

Streptomisin            Kanamisin            Doksisiklin

■ Sensitif ■ Intermediet ■ Resisten


Gambar 1. Hasil keseluruhan pola kepekaan antibiotik pada E. coli yang telah disesuiakan dengan standar CLSI (2020).

Gambar 2. Hasil persentase kepekaan antibiotik pada E. coli menurut kelompok umur yang telah disesuaikan dengan standar CLSI (2020).

429