Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 15 No. 5: 809-814

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                            Oktober 2023

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                   https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i05.p15

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Kadar Albumin Serum Sapi Bali Pasca Transportasi di Rumah Potong Hewan Denpasar

(ALBUMIN SERUM LEVEL OF BALI CATTLE POST TRANSPORTATION IN SLAUGHTERHOUSE DENPASAR)

Kadek Chindy Budiartami1*, Iwan Harjono Utama2, I Nyoman Sulabda3

  • 1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Biokimia Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 3Laboratorium Fisiologi, Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.

*Corresponding author email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar albumin serum sapi bali pascatransportasi di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar. Transportasi menyebabkan ternak menjadi stres. Faktor yang paling umum penyebab stres yaitu kepadatan ternak saat transportasi, jarak tempuh, penanganan yang buruk, dehidrasi dan suhu. Dalam proses transportasi, faktor kesrawan perlu dikendalikan agar sapi tetap dalam keadaan sehat dan nyaman. Diperlukan pengujian biokimia klinik darah untuik menilai kesejahteraan hewan selama transportasi. Uji biokimia pada penelitian ini untuk mengetahui kadar albumin serum sapi bali yang akan memberikan informasi berharga mengenai status nutrisi dan faktor lingkungan mempengaruhi kesehatan hewan. Pada penelitian ini menggunakan sapi bali jantan dengan umur 3 – 5 tahun sebanyak 20 ekor yang belum diistirahatkan di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar. Darah diambil melalui vena jugularis sebanyak 3 ml menggunakan jarum venoject ukuran 21 G, kemudian darah di tampung ke dalam tabung vacutainer tanpa zat additive. Selanjutnya sampel dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali untuk diperiksa kadar albumin pada sampel darah yang menggunakan mesin Photometer 5010V5+. Kadar albumin serum sapi bali yang diperiksa memiliki rata rata sebesar 4,6 ± 1,19 g/dL.

Kata kunci: kadar albumin; serum sapi bali; stres; transportasi

Abstract

This research aimed to determine serum albumin levels in Bali cattle after transportation at the Pesanggaran Slaughterhouse Denpasar. Transportation caused livestock to become stressed. The most common factors causing stress were livestock density during transportation, distance traveled, poor handling, dehydration, and temperature. In the transportation process, animal welfare factors need to be controlled so the cattle remained healthy and comfortable. Clinical biochemical testing of blood was required to assess animal welfare during transport. The biochemical test in this research was to determine serum albumin levels in Bali cattle which provided valuable information regarding the nutritional status and environmental factors affecting animal health. This research used 20 male Bali cattle aged 3-5 years that had not been rested at the Pesanggaran Slaughterhouse Denpasar. Blood was taken through the jugular vein as much as 3 ml using a 21 G venoject needle, then the blood was accommodated into a vacutainer tube without additives. The samples were then taken to the Bali Provincial Health Laboratory to be examined for albumin levels in blood samples using a 5010V5+ Photometer machine. The albumin level of serum of Bali cattle examined had an average of 4.6 ± 1.19 g/dL.

Keywords: albumin levels; serum of bali cattle; stress; transportation

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali yang memiliki banyak keunggulan, sehingga banyak dipelihara oleh peternak (Saputra et al., 2019). Sapi bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya antara lain mempunyai jumlah pertumbuhan yang cepat, adaptasi dengan lingkungan yang baik, dan penampilan reproduksi yang baik. Selain itu, sapi bali merupakan sapi potong lokal asli Indonesia, yang terbentuk dari banteng (Bibos banteng) (Wahyuni, 2015). Di sisi lain, kebutuhan daging sapi terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Upaya yang harus dilakukan dalam memenuhi kebutuhan akan protein hewani, maka didatangkan sapi dari berbagai lokasi. Perbedaan populasi sapi bali antar lokasi, peternak membutuhkan sapi dari peternak lain dengan cara transportasi. Oleh karena itu, peternak sapi dapat menggunakan transportasi untuk jual beli sapi antar daerah.

Kegiatan transportasi ternak dari tempat pemeliharaannya ke tempat lain sering dilakukan. Dalam transportasi perlu dilakukan persiapan rute yang baik sebab pemilihan rute yang kurang tepat akan menyebabkan munculnya keadaan yang tidak terduga sebelumnya (Simova, 2016). Menurut (Lama et al., 2011) jalan rusak akan menyebabkan guncangan yang akan memberikan pengaruh lebih besar terhadap tingkat stres pada ternak dibandingkan jika melewati rute dengan kondisi jalan yang baik. Stres yang dialami ternak yang dipindah habitatkan dapat dibagi atas tiga fase yaitu sebelum transportasi, saat transportasi dan setelah sampai tujuan, sehingga ternak yang ditransportasikan beresiko terjadinya gangguan fisik dan psikis. Dalam proses transportasi ternak harus diperhatikan, karena akan berpengaruh besar terhadap kualitas daging, dan kesehatan ternak yang akan dikirim ke rumah Potong hewan.

Sapi yang berada di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar merupakan sapi dari pasar hewan beringkit melalui proses jual beli. Sapi dikirim menggunakan truk dari pasar hewan Beringkit menuju Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar. Dalam proses transportasi, faktor kesrawan perlu dikendalikan agar sapi tetap dalam keadaan sehat dan nyaman. Menilai kesejahteraan hewan selama transportasi, diperlukan melakukan pengujian biokimia klinik darah. Pemeriksaan darah dan penentuan nilai biokimia dari konstituen serum dapat memberikan informasi berharga mengenai status nutrisi dan faktor lingkungan yang memengaruhi kesehatan hewan (Al-Fartosi et al., 2010). Peningkatan atau penurunan dalam sirkulasi darah dipengaruhi oleh konsentrasi albumin atau globulin atau keduanya (Lassen, 2004).

Selama ini belum pernah di laporkan sebuah penelitian tentang kadar albumin serum sapi bali pascatransportasi yang diduga berpengaruh terhadap kesehatan sapi bali, oleh karena itu penelitian tentang kadar albumin serum sapi bali (Bos sondaicus) pascatransportasi di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar sampai dilakukan.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek penelitian ini menggunakan sapi bali berjenis kelamin jantan yang belum diistirahatkan pascatransportasi sebanyak 20 ekor di Rumah Potong Hewan, Pesanggaran, Denpasar. Penelitian ini menggunakan sapi bali jantan umur 3 – 5 tahun yang berasal dari jarak transportasi yang sama.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional-exploratif dengan rancangan cross – sectional study. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan purposive sampling.

Prosedur Penelitian

Sapi bali jantan di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar baru di turunkan dari truk yang belum diistirahatkan, kemudian dilakukan pengambilan darah melalui vena jugularis. Sebelum dilakukan pengambilan darah pada sapi, dilakukan restrain terlebih dahulu dengan menarik tali telusuk sapi dan menutup matanya agar sapi lebih tenang dan tidak berontak pada proses pengambilan darah. Selanjutnya dilakukan pembendungan darah pada vena jugularis bagian ventrolateral leher, bersihkan dengan alkohol 70% pada bagian yang akan di tusuk. Pengambilan sampel darah pada vena jugularis dilakukan sebanyak 3 ml per ekor menggunakan venoject dengan jarum berukuran 21G, kemudian darah ditampung ke dalam tabung vacutainer tanpa zat additive. selanjutnya sampel dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali untuk diperiksa kadar albumin pada sampel darah yang menggunakan    mesin    Photometer

5010V5+.

Analisis Data

Setelah mendapatkan hasil kadar albumin dari semua sampel darah sapi bali, selanjutnya akan di analisis secara deskriptif, dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk rataan dan simpangan baku.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Rumah Potong Hewan Pesangaran Denpasar, dan penghitungan kadar albumin dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali. Penelitian ini dilaksanakan ± 1 bulan yaitu pada bulan Juni tahun 2022.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sampel darah sapi bali jantan pascatransportasi diambil sebanyak dua puluh ekor dengan rataan umur 3 - 5 tahun yang berasal dari Pasar hewan Beringkit menuju ke Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar. Kondisi sapi bali

pascatransportasi terlihat lemas, kelelahan, kepanasan, dan dehidrasi. Hasil pemeriksaan kadar albumin serum sapi bali jantan pascatransportasi di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar dapat dilihat pada Gambar 1.

Rata-rata kadar albumin pada serum darah sapi bali pascatransportasi di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar adalah 4,6±1,19.

Pembahasan

Dalam penelitian ini di dapatkan rata-rata kadar albumin sapi bali jantan yaitu 4,6 ± 1,19 g/dL. Hal ini dapat dilihat bahwa hasil rataan kadar albumin lebih tinggi dari normal karena menurut laporan Tombuku et al. (2017), kadar albumin sapi bali betina normal adalah 4,44 g/dL. Konsentrasi albumin dapat meningkat disebabkan oleh dehidrasi ringan, gagal dalam penggunaan perombakan protein, kelebihan hormon glukokortikoid (kaslow, 2010). Menurut Mushtaq et al. (2013), pernyataan dari beberapa hasil penelitian menunjukkan peningkatan albumin serum karena ketidakseimbangan elektrolit mineral dan terjadi cekaman panas selama transportasi. Transportasi yang buruk dapat memiliki efek serius pada kesejahteraan ternak berakibat kerugian yang signifikan dari kualitas dan produksi (Chambers dan Grandin, 2001). Menurut Fazio dan Ferlazzo (2003), transportasi yang buruk berpotensi menyebabkan stres pada ternak. Faktor terjadinya stres selama pengangkutan dipengaruhi oleh jarak tempuh, lama perjalanan, tingkah laku ternak, tingkat kepadatan saat pengangkutan, kondisi jalan, penanganan pada saat perjalanan, dan suhu (Fernandez et al., 1996).

Kondisi jalan pada siang hari sangat padat dengan aktivitas kendaraan mulai dari kendaran pekerja, siswa-siswi yang pulang sekolah, bahkan karyawan-karyawan kantor yang memadati jalan untuk mencari makan siang, hal tersebut sangat mengganggu kelancaran dalam melakukan pengangkutan ternak (Marzuki et al., 2015). Pengangkutan ternak yang

dilakukan pada siang hari memperoleh waktu perjalanan terlama yaitu 2 jam dari Pasar Beringkit menuju Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar. Kepadatan yang terlalu tinggi selama proses transportasi mengakibatkan stres dan meningkatkan ketegangan antar ternak sehingga akan menurunkan bobot badan sapi selama pengiriman (Lampworth, 2002). Suhu selama transportasi yang dilakukan pada siang hari mempengaruhi temperatur di dalam alat transportasi menjadi tinggi akibat radiasi matahari, sehingga menyebabkan ternak mengalami stres yang dapat mengganggu kondisi fisiologis tubuh.

Ternak yang mengalami stres akan meningkatkan frekuensi nafas dan denyut nadi, serta pada tingkatan yang berat akan terjadi peningkatan temperatur tubuh ternak (Collier et al., 2007). Temperatur tubuh ternak sapi setelah dilakukan transportasi   mengalami peningkatan

(P<0,05)     sebesar     0,600C     dari

39,08±0,630C menjadi   39,68±0,470C

(Anton et al.,   2016). Peningkatan

temperatur ini tergolong relatif tinggi menurut Jackson dan Cockcroft (2002), karena kisaran normal temperatur tubuh sapi saat transportasi berkisar antara 38,0 -39,30C. Sporer et al.  (2014), juga

melaporkan bahwa ternak sapi yang di transportasikan selama 9,75 jam, temperatur tubuh ternak meningkat sebesar 0,1300C dari 38,73±0,0600C menjadi 38,86±0,0500C.

Stres dapat disebabkan oleh suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin selama transportasi (Forrest et al., 1975). Suhu yang meningkat menyebabkan ternak mengalami cekaman panas yang ditandai dengan meningkatnya profil albumin dalam darah. Ternak sapi akan mengalami stres terkait dengan meningkatnya pembentukan hormon glukokortikoid. Menurut Kadir (2001), pada stres (cekaman panas) akan segera direspon oleh hipotalamus untuk memebentuk Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) dan hormon ini akan menstimulasi

pembentukan        Adrenocorticotropic

Hormone (ACTH) pada hipofisa anterior, yang kemudian ACTH ini menginduksi pembentukan glukorkotikoid pada kelenjar adrenal korteks. Konsentrasi hormon glukokortikoid yang meningkat merupakan salah satu penyebab profil albumin meningkat. Hal tersebut dikarenakan hormon glukokortikoid dibawa oleh albumin. Menurut Roche et al. (2008)

peningkatan     konsentrasi     albumin

umumnya disebabkan oleh naik - turunnya volume darah. Pelepasan hormon glukokortikoid menimbulkan efek terhadap pertahanan immunitas (Sugito dan Delema, 2009).

Transportasi hewan merupakan proses perpindahan ternak oleh satu atau lebih alat transportasi termasuk pemuatan (loading), pergerakan, istirahat, sampai penurunan (unloading) hewan di tempat tujuan (Adenkola, 2010). Sebelum melakukan transportasi, sebaiknya ternak diperlakukan secara baik dengan diberikan makanan, air minum yang cukup supaya tidak terjadinya dehidrasi, suhu selama transportasi harus diperhatikan agar sapi tidak mengalami stres yang berpengaruh terhadap kesehatan hewan. Penanganan hewan selama transportasi sampai Rumah Potong Hewan di harapkan dapat memberikan perlakuan animal welfare karena dapat mempengaruhi tingkat stres (Gallo dan Huertas, 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar albumin serum sapi bali jantan pascatransportasi di Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar yaitu 4,6 ± 1,19 g/dL.

Saran

Diperlukan perhatian kondisi ternak sapi sebelum proses transportasi menuju ke Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar seperti pemberian makanan dan minum yang cukup, memilih rute jalan yang baik, memperhatikan suhu selama

perjalanan agar ternak sapi tidak mengalami stres yang berpengaruh terhadap kesehatan ternak.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ketua pengelola Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar dan pegawai yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sapi bali sebelum dilakukan Potong.

DAFTAR PUSTAKA

Adenkola AY, Ayo JO. 2010. Physiological     and behavioural

responses    of   livestockto road

transportation stress: a review. African J. Biotechnol. 9(31): 4845-4856.

Al-Fartosi KG, Talib YJ, Ali SH. 2010. Comparative study of some serum biochemical parameters of cattle and sheep of the marshes in the south of Iraq. Al-Qadisiya J. Vet. Med. Sci. 9(2): 78-84.

Anton AL, Kasip M, Wirapribadi L, Depamede SN, Asih ARS. 2016. Perubahan status fisiologis dan bobot badan sapi bali bibit yang diantarpulaukan dari Pulau Lombok ke Kalimantan Barat. J. Ilmu Teknol. Peternakan Indon. 2(1): 86-95.

Chambers PG, Grandin T. 2001. Guidelines for humane handling, transport and slaughter of livestock. Humane Society International, Food and Agriculture Organization of The United Nation Regional Office for Asia and The Pacific. Pp. 1-91.

Collier RJ, Hall LW, Rungruang S, Zimbleman RB. 2007. Quantifying heat stress and its impact on metabolism    and    performance.

Department of Animal Sciences. The University of Arizona. Pp. 74-84.

Fazio E, Ferlazzo A. 2003. Evaluation of stress during transport. Vet. Reas. 27(1): 519-524.

Fernandez X, Monin G , Culioli J, Legrand I, Quilichini Y. 1996. Effect

of duration of feed withdrawal and transportation time on muscle characteristic and quality in Friesian Holstein calves. J. Anim. 74(7): 15761783.

Forrest GJ, Aberle HB, Hendrick MD, Judge, Merkel RA. 1975. Principles of meat science. WH. Freeman and Company, San Francisco. Pp. 417.

Gallo CB, Huertas SM. 2014. Main animal welfare problems in ruminant livestock     during     preslaughter

operations: a South American view. Cambridge J. 1(2): 1-8.

Jackson PGG, Cockcroft PD. 2002. Clinical examination of farm animals. Wiley- Blackwell. Pp. 313.

Kadir A. 2001. Perubahan hormon terhadap stress. J. Ilmiah Ked. Wijaya Kusuma. 2(1): 88-97.

Kaslow JE. 2010. Analysis of serum protein. Santa Ana : 720 North Tustin Avenue Suite. Pp. 104.

Lassen ED. 2004. Laboratory evaluation of plasma and serum protein. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Lippincott Williams and Wilkins. Maryland. Pp. 401-402.

Marzuki A, Udin ARA, Arifin J. 2015. Manajemen waktu pengangkutan dalam meminimalisir penyusutan bobot badan ayam broiler. J. Ilmiah Inovasi. 15(1): 14-19.

Miranda-de la Lama, Monge GC, Villarroel R, Oileta M, Garcia-Belenguer JL, Maria GA. 2011. Effects of road type during transport on lamb welfare and meat quality in dry hot climates. Trop. Anim. Health Prod. 43: 915-922.

Mushtaq MMH, Pasha TN, Akram M, Mushtaq T, Parvin R, Choi HC, Hwangbo J, Kim JH. 2013. Growth performance, carcass characteristics and plasma mineral chemistry as affected by dietary chloride and chloride salts fed to broiler chickens reared under phase feeding system. Asian Australas. J. Anim. 26(6): 845855.

Roche M, Rondeau P, Singh NR, Tarnus E, Bourdon E. 2008. The antioxidant propertis of serum albumin. Laboratoire de Biochimie et Ge ne tique Mole culaire (LBGM), Universite de La Reunion, Saint Denis de La Reunion, France. 82: 1783-1787.

Saputra DA, Maskur, Rozi T. 2019. Karakteristik morfometrik (ukuran linier dan lingkar tubuh) sapi Bali yang dipelihara secara semi intensif di kabupaten Sumbawa. J. Ilmu Teknol. Peternakan Indon. 5(1): 17- 26.

Simova V, Vecerek V, Passantino A, Voslarova  E. 2016. Pre-transport

factors affecting the welfare of cattle during road transport for slaughter - A review. Acta. Vet. Brno. 85: 303-318.

Sporer KRB, Weber PSD, Burton JL, Earley B, Crowe MA. 2014.

Transportation of young beef bulls alters circulating physiological parameters that may be effective biomarkers of stress. J. Anim. Sci. 86: 1325-1334.

Sugito M, Delima. 2009. Dampak cekaman panas terhadap pertambahan bobot badan, rasio heterofil:limfosit dan suhu tubuh ayam broiler. J. Ked. Hewan. 3(1): 218-226.

Tombuku AT, Widayati DT, Maharani D. 2017. Blood biochemical profile of bali cattle with repeated breeding condition. Proc. The 7th Int. Sem. Trop. Anim. Prod. Pp. 840-843.

Wahyuni R. 2015. Struktur penguasaan sumber daya lahan dan kontribusi usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan rumah tangga petani. J. Widyariset Peternakan. 18(3): 79-90.

Gambar 1. Grafik kadar albumin sapi bali jantan di Rumah Potong Hewan Denpasar.


814