THE LEVEL OF CONTAMINATION OF COLIFORM BACTERIA IN PORK AT TRADITIONAL MARKETS KUTA SELATAN SUB-DISTRICT BADUNG REGENCY
on
Volume 15 No. 3: 361-368
Juni 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i03.p03
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Tingkat Cemaran Bakteri Coliform pada Daging Babi yang Dijual di Pasar Tradisional Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung
(THE LEVEL OF CONTAMINATION OF COLIFORM BACTERIA IN PORK AT TRADITIONAL MARKETS KUTA SELATAN SUB-DISTRICT BADUNG REGENCY)
Ni Kadek Deasy Pitriyawati1*, Ida Bagus Ngurah Swacita2, Romy Muhammad Dary Mufa2
1Mahasiswa Pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.
*Email: [email protected]
Abstrak
Kebersihan kios daging babi di pasar tradisonal dapat berpengaruh terhadap cemaran mikroba pada daging babi yang dijual di pasar tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri Coliform pada daging babi yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Kuta Selatan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 23 sampel daging babi masing-masing 100 gram diambil secara acak dari beberapa pasar tradisional di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung untuk diuji jumlah cemaran bakteri Coliformnya dengan metode tuang menggunakan media Eosine Methylene Blue Agar (EMBA). Data tingkat cemaran bakteri Coliform pada daging babi dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat bakteri Coliform pada sampel daging babi yang dijual di pasar tradisional Kuta Selatan. Dapat disimpulkan bahwa cemaran bakteri Coliform pada sampel daging babi yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Kuta Selatan sebanyak 95,65% (22/23) sudah sesuai SNI Nomor 7388:2009, sementara 4,35% (1/23) tercemar di atas 100 cfu/g. Disarankan untuk meningkatkan sanitasi dan higienis di pasar tradisional tersebut.
Kata kunci: Daging babi; koliform; pasar tradisional
Abstract
The cleanliness of pork stalls in traditional markets can affect the microbial contamination of pork that sold in these markets. The purpose of this study was to determine the level of Coliform bacteria contamination in pork sold in the traditional market of South Kuta. The number of samples used in this study were 23 samples of pork 100 grams each taken from several traditional markets in South Kuta, Badung Regency to be tested for the amount of Coliform bacterial contamination by pouring method using Eosine Methylene Blue Agar (EMBA) media. Data on the level of Coliform bacteria contamination in pork were analyzed descriptively and displayed in the form of tables or graphs. The results showed that there was Coliform bacteria in the pork samples sold in the traditional market of South Kuta. It can be concluded that 95,65% (22/23) were in accordance with SNI Number 7388:2009, while 4.35% (1/23) were contaminated above 100 cfu /g. It is recommended to improve sanitation and hygiene in these traditional markets.
Keywords: Coliform; pork; traditional market
PENDAHULUAN
Bakteri Coliform dalam jumlah tertentu merupakan suatu indikator kondisi yang berbahaya dengan adanya kontaminasi bakteri patogen. Bakteri Coliform dapat
mencemari dan menyebabkan pembusukan bahan makanan yang penyimpanannya tidak cukup baik, adanya kandungan gizi dan pH yang mendekati netral merupakan medium yang baik untuk pertumbuhannya
seperti pada daging dan makanan jajanan serta dapat menyebabkan intoksikasi (BPOM RI, 2008; Yulistiani, 2010). Intoksikasi yang disebabkan oleh golongan bakteri Coliform memiliki beberapa gejala pada gangguan saluran pencernaan manusia seperti diare, muntah-muntah, dan demam (Porotu’o et al., 2015). Penyebab intoksikasi dapat terjadi karena mengkonsumsi bahan makanan yang telah tercemar oleh bakteri golongan Coliform.
Menurut Soeparno (2009) jumlah dan jenis mikroba yang mencemari permukaan daging ditentukan oleh penanganan sebelum disembelih, tingkat pengendalian higienis dan sistem sanitasi yang baik selama penanganan pengolahan hingga dikonsumsi. Besarnya kontaminasi mikroba pada daging menentukan kualitas dan masa simpan daging. Badan Standarisasi Nasional (2009) menyatakan bahwa syarat mutu mikrobiologis daging terdapat Total Mikroba maksimal 1x106 cfu/g, Coliform maksimal 1 x 102 cfu/g dan Escherichia coli maksimal adalah 1x101 cfu/g. Untuk menghasilkan daging yang berkualitas baik, faktor pakan dan metode pemberian pakan merupakan hal yang dapat mempengaruhi kualitas sensori dan fisik daging babi, diantaranya warna, keempukan, dan oksidasi lemak yang berhubungan dengan masa simpan daging, sehingga berpengaruh terhadap daya terima konsumen (Kandeepan et al., 2009).
Bagian daging yang paling sering terkontaminasi bakteri adalah bagian paha. Hal ini disebabkan karena bagian paha pada daging babi sangat mudah mengalami kontaminasi silang, seperti pada saat penanganan karkas karena bagian paling sering dipegang adalah pada bagian paha. Selain itu, bagian paha daging babi letaknya berdekatan dengan tempat saluran pencernaan (anus) sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi sangat besar. Penggunaan peralatan yang kurang bersih serta pekerja yang terlihat langsung di dalam penanganan akan menyebabkan terjadinya kontaminasi
silang yang nantinya dapat berpengaruh terhadap penyebaran bakteri pada daging babi. Bakteri Coliform merupakan indikator adanya kontaminasi silang pada daging babi dimana tumbuh secara optimal pada suhu 30oC (Jay, 1992).
Umumnya pasar tradisional meskipun saat ini secara fisik telah dilakukan penataan dan memiliki kiosnya masing-masing, namun para pedagang babi belum memperhatikan syarat-syarat kebersihan daging babi serta kondisi pasar tradisional yang umumnya masih sangat rendah tingkat sanitasinya. Adanya interval waktu penanganan daging dari tempat pemotongan hewan sampai di kios daging yang relatif lama akan dapat mendukung tingginya tingkat pertumbuhan bakteri Coliform dan patogen daging. Penelitian sebelumnya tentang tingkat cemaran bakteri pada daging sapi, ayam, ikan dan babi diperoleh bahwa tingkat cemaran bakteri di pasar tradisional lebih tinggi daripada di Rumah Pemotongan Hewan. Dimana hasil yang diperoleh untuk di pasar tradisional yaitu pada daging sapi diperoleh tingkat cemaran untuk bakteri Coliform sebesar (4,4 ± 9,9)x105
(Arpandy, 2003), pada daging ayam sebesar (1,9 ± 2,7)x104 (Irawaty, 2003), sedangkan pada ikan diperoleh 2,6x108 (Febrianto, 2003) dan pada daging babi sebesar (1,1 ± 0.1)x104 (Antara et al.,
2008). Pemilihan pasar tradisional di Kecamatan Kuta Selatan sebagai tempat penelitian karena Kuta Selatan merupakan salah satu daerah pariwisata yang berada Kabupaten Badung, sedangkan memilih pasar tradisional karena masyarakat khususnya penjual makanan khas Bali mendapatan bahan baku daging babi untuk dimasak umumnya dari pasar-pasar tradisional yang berada di wilayahnya. Begitu pula penjual makanan khas Bali di wilayah Kuta selatan memperoleh daging babi dari pasar tradisional di wilayahnya masing-masing. Hal ini yang menjadi dasar untuk melakukan penelitian tentang tingkat cemaran bakteri Coliform pada daging babi bagian paha mengingat tingkat
konsumsi daging babi di Bali sangat tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri Coliform pada daging babi yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Kuta Selatan.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan adalah daging babi bagian paha (Musculus gluteus) yang diambil dari beberapa pasar tradisional yang ada di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 23 sampel.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dimulai dari pengambilan sampel melalui pengambilan data terlebih dahulu di beberapa pasar di Kecamatan Kuta Selatan. Masing-masing pasar dilakukuan pengambilan data pada beberapa pedagang yang menjual daging babi. Dari setiap pasar tradisional dilakukan pengambilan sampel daging babi masing-masing sebanyak 100 gram. Pengambilan sampel berupa daging babi yang dilakukan secara aseptis, kemudian dimasukkan ke dalam plastik bersih dan selanjutnya diberi label asal tempat pengambilan daging babi untuk setiap sampel. Semua sampel yang sudah diambil dimasukkan ke dalam coolbox yang berisi es kristal. Sampel yang telah terkumpul kemudian diperiksa cemaran bakteri Coliformnya di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Isolasi dan Identifikasi Cemaran Bakteri
Sampel daging babi ditimbang sebanyak 5 gram, dimasukkan ke dalam mortir yang sudah disterilkan dan ditambah NaCl 0,9 % steril sebanyak 5 ml, kemudian digerus sampai hancur. Sampel dipisahkan antara ampas daging dengan larutan/ekstrak daging yang diperoleh, kemudian ekstrak daging dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) ditimbang
sebanyak 37,5 g kemudian dimasukkan ke dalam panci aluminium pemasak media, ditambahkan akuades steril 1000 mL. Media EMBA dimasak sampai matang (mendidih) 100oC. Media EMBA yang sudah matang langsung dituangkan ke dalam cawan petri steril masing-masing sebanyak 20 ml. Media EMBA dibiarkan memadat pada suhu ruang. Setelah media padat bisa langsung disimpan pada inkubator suhu 37oC untuk uji sterilitas. Media EMBA yang sudah steril dalam cawan petri, ditanami bakteri Coliform yang terdapat dalam ekstrak daging sebanyak 0,1 mL, diratakan dengan gelas bengkok secara hati-hati, setelah itu cawan petri diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-36 jam. Setelah diinkubasikan selama 24-36 jam, cawan petri dikeluarkan dari inkubator dan dihitung jumlah koloni Coliform yang tumbuh. Koloni Coliform terdiri atas tiga jenis yaitu koloni bulat yang berwarna hijau metalik dengan kilatan seperti logam adalah bakteri E. coli, koloni bulat berwarna pink adalah bakteri Enterobacter, sedangkan koloni berwarma putih adalah bakteri Klebsiella. Untuk menghitung ketiga bateri ini dapat menggunakan rumus menurut Fardiaz (1993).
Analisis Data
Data tingkat bakteri Coliform pada daging babi dari masing-masing pasar dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah bakteri Coliform antar-pasar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pada umumnya pasar-pasar yang berada di Kecamatan Kuta Selatan secara fisik telah dilakukan penataan untuk setiap pedagang dan memiliki kios-kios tersendiri, namun kesadaran pedagang masih rendah akan sanitasi dan higienis. Di pasar para pedagang daging babi menjual dagangannya tidak pada kondisi sanitasi yang baik, dimana daging babi
yang dijual diletakkan begitu saja tanpa diberi alas. Di beberapa pasar yang berada di Kuta Selatan para pedagang daging babi meletakan daging babinya bervariasi, seperti: ada yang di atas keramik, beralasan karpet plastik, diletakkan di dalam wadah atau nampan, bahkan ada yang hanya beralasan kardus.
Pedagang pengencer daging babi yang terdapat di pasar tradisional Kecamatan Kuta Selatan memperoleh daging babi dari dalam dan luar daerah untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi daging babi. Di Kuta Selatan memiliki 11 pasar tradisional yang menjual daging babi, dimana setiap pasar memiliki pedagang pengencer daging babi diantaranya yaitu: di pasar tradisional Alas Kusuma memiliki 2 pedagang, di pasar Ampera 1 pedagang, di pasar desa adat Pecatu 3 pedagang, di pasar desa adat Ungasan 2 pedagang, di pasar desa adat Kampial 1 pedagang, di pasar Kori Nuansa Utama 2 pedagang, di pasar Taman Griya 3 pedagang, di pasar Taman Giri 2 pedagang, di pasar desa adat Jimbaran 4 pedagang, di pasar desa adat Bualu 2 pedagang, dan di pasar pakraman Tanjung Benoa memiliki 1 pedagang.
Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis dari 23 pedagang daging babi yang ada di pasar Kecamatan Kuta Selatan.Pemeriksaan bakteri Coliform dari setiap sampel menggunakan metode sebar pada media Eosin Methylene Blue Agar, dilakukan melalui uji penduga terhadap E. coli, Enterobacter, dan Klebsiella. Hasil positif yang didapat berdasarkan pertumbuhan koloni, Escherichia coli dengan ciri-ciri koloni bulat berwarna hijau metalik dengan kilatan seperti logam serta titik hitam pada bagian tengahnya. Sedangkan koloni bulat berwarna pink adalah bakteri Enterobacter. Berdasarkan uji penduga pada media EMBA, diperoleh ke 23 sampel daging babi yang diperiksa tercemar bakteri Coliform.
Berdasarkan pada Tabel 1, maka diketahui bahwa sampel C1 dan G3 menunjukkan bakteri Coliformnya hasil paling rendah di bawah standar maksimum
cemaran mikroba menurut SNI Nomor 7388:2009. Sedangkan pada sampel G1 tidak memenuhi syarat kesehatan mutu mikrobiologis daging menurut SNI Nomor 7388:2009 tentang batas cemaran mikroba Coliform maksimal 1 x 102 cfu/g. Pada Tabel 2, diketahui bahwa di pasar Taman Griya menunjukkan rataan bakteri Coliform paling banyak (63,33 cfu/g) dan yang banyak sedikit terdapat di pasar Kori Nuansa Utama (50 cfu/g).
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan total Coliform sampel daging babi berkisar 30125 cfu/g, di mana terjadi pencemaran bakteri Coliform di pasar-pasar yang ada di Kecamatan Kuta Selatan di bawah standar maksimum cemaran mikroba menurut SNI Nomor 7388:2009. Hasil uji menggunakan metode sebar pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), menunjukkan sebanyak 4,35% (1/23)
memiliki total bakteri di atas batas maksimum cemaran mikroba, sedangkan sebanyak 95,65% (22/23) memiliki total bakteri Coliform di bawah standar. Dari hasil sampel yang menggunakan metode sebar pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), dilakukan melalui uji penduga (presumptive test) pada bakteri Coliform yang tertinggi terdapat pada pasar Taman Griya pedagang 1, ini dapat terjadi karena pada saat penanganan daging menggunakan peralatan dan kondisi lingkungan yang tidak higienis. Di mana daging babi dapat terkontaminasi selama proses pemotongan, kontaminasi langsung dengan tanah (lantai), adanya interval waktu penanganan daging dari tempat pemotongan hewan sampai di kios pedagang daging babi yang relatif lama akan mendukung tingkat pertumbuhan bakteri Coliform. Para pedagang daging babi di pasar tempat pengambilan sampel terlihat kurang memperhatikan sanitasi dan higienis, dimana pencermaran dapat terjadi melalui tangan, pakaian, peralatan yang digunakan oleh para pedagang, serangga serta lingkungan pasar tempat penjual daging babi tersebut. Nilai yang tinggi dari
standar diketahui berkaitan dengan lingkungan yang tidak higienis serta dapat menimbulkan adanya mikroorganisme patogen dalam daging (Hassan et al., 2010). Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa pedagang 1 di pasar Taman Griya melakukan penanganan atau penjual daging babi dengan beralasan kardus bekas. Selain itu warna daging babi di pasar ini yang seharusnya putih pucat berganti menjadi merah. Menurut Ladikos and Wedzicha, (1988), warna merah pada daging babi disebabkan kandungan myoglobin yang relatif lebih tinggi. Warna daging merupakan indikator kualitas utama dari daging mentah atau olahan. Intensitas warna dapat digunakan untuk mengevaluasi umur hewan. Daging dari hewan tua mengandung myoglobin lebih banyak sehingga berwarna lebih gelap. Biasanyan warna kusam, tidak rata dan coklat menunjukkan pertumbuhan mikrobiologi atau daging telah mulai mengalami pembusukan.
Cara penanganan daging babi yang kurang tepat terlihat dari pedagang menempatkan daging babi dalam keadaan terbuka dan pada suhu kamar, pembeli diizinkan bebas memegang daging babi dan pedagang tidak meletakkan daging secara terpisah dengan bagian daging babi yang lainnya, seperti daging babi bagian paha tidak diletakan terpisah dengan daging babi bagian punggung. Selain itu, peralatan yang digunakan para pedagang untuk memotong daging babi kurang bersih, pedagang tidak menggunakan sarung tangan serta hampir sebagian para pedagang di pasar-pasar yang ada di Kuta Selatan tidak menggunakan celemek. Menurut Lauraa et al. (2014) penjual daging babi menggunakan peralatan yang tidak bersih dan penggunaan berulang serta hanya disimpan di ruang terbuka dapat memacu terjadinya kontaminasi mikroba. Pernyataan ini didukung oleh Sasraningrat et al. (2007) bahwa kotoran yang tertinggal pada peralatan yang tidak bersih, berasal dari sisa-sisa daging yang masih menempel dan debu dari polusi
udara akibat penyimpanan peralatan pada ruang terbuka.
Pengetahuan higienis dan sanitasi dalam penjualan daging babi merupakan suatu komponen penting untuk menunjang terlaksananya penerapan tindakan higienis dan sanitasi produk asal hewan pada lingkungan pasar tradisional. Menurut Mallhi et al. (2018) dan Yenealem et al. (2020) pengetahuan yang buruk atau kurang tentang higine dan sanitasi penjual daging dapat berpengaruh terhadap buruknya tindakan higienis dan sanitasi serta berdampak juga pada tingginya cemaran mikroba pada daging berdasarkan standar WHO. Pengetahuan higienis dan sanitasi penjual daging di pasar tradisional umunya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, tingkat pendidikan, pengalaman berdagang, dan sosialisasi (Sidabalok et al., 2015). Tindakan higienis dan sanitasi terhadap bahan pangan asal hewan yang benar dapat mencegah kontaminasi daging babi dari mikroba dan bahan kimia yang menjadi masalah kesehatan (WHO, 2015). Menurut Meyer et al. (2010), selama proses berjualan daging kontaminasi dapat terjadi melalui kontak dengan peralatan seperti meja, pisau, talenan, serangga, udara, dan konsumen. Tindakan penanganan daging yang benar oleh pedagang merupakan peran yang penting dalam mengendalikan patogen yang ditularkan dari peralatan yang terkontaminasi bakteri patogen yang lain (Hennekinne et al., 2012).
Bakteri Coliform dapat mencemari dan menyebabkan pembusukan bahan makanan yang penyimpanannya tidak cukup baik, adanya kandungan gizi dan pH yang mendekati netral merupakan media yang baik untuk pertumbuhannya seperti pada daging babi dapat menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi yang disebabkan oleh golongan bakteri Coliform memiliki beberapa gejala pada gangguan saluran pencernaan manusia seperti diare, muntah-muntah, dan demam. Penyebabnya terjadi karena mengkonsumsi bahan makanan yang telah tercemar oleh bakteri golongan
Coliform. Dengan tingginya tingkat cemaran bakteri Coliform pada daging babi dapat dikatakan bahwa kondisi sanitasi pada daging babi tersebut sangat berpengaruh. Menurut Fardiaz (1989), Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap produk pangan. Dikatakan juga bahwa keadaan lingkungan yang kurang bersih akan menjadi sumber kontaminasi silang terhadap bahan pangan melalui udara sekitarnya (Buckle et al., 1987). Tingginya jumlah Coliform sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu yang tinggi (>15oC) dan kondisi sanitasi dan tata cara penjualan daging babi, kurangnya sanitasi menyebabkan semakin tinggi jumlah bakteri pada daging babi (Manios et al., 2015). Bakteri Coliform yang melebihi standar pada penelitian ini merupakan indikator kurangnya kualitas kebersihan dan sanitasi penjual daging babi. Bakteri Coliform dengan jumlah di atas standar dilaporkan menjadi peluang terjadinya foodborne disease dan munculnya flora bakteri patogen lainnya (Oswar et al., 2014). Adanya bakteri Coliform sebagai indikasi bahwa terjadi kontaminasi dengan lingkungan sekitar (Martin et al., 2016).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat cemara bakteri Coliform pada sampel daging babi yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Kuta Selatan sebanyak 95,65% (22/23) sudah sesuai
SNI Nomor 7388:2009, sementara 4,35% (1/23) tercemar di atas 100 cfu/g.
Saran
Sangat penting untuk menjaga kebersihan pasar dan peralatan yang digunakan seperti pisau, menggunakan alas nampan yang bersih untuk meletakkan daging babi, menggunakan celemek dan selalu mencuci peralatan setelah digunakan agar tidak terjadinya
kontaminasi mikroba.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan dan Kepala Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan yang telah memberikan izin serta sarana dan prasarana selama penulis melakukan penelitian sehingga penelitian ini dpat terselesaikan dengan baik. Serta semua pihak yang membantu dalam penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Antara NS, Dauh IBDU, Utami NMIS, 2008. Tingkat cemaran bakteri coliform, salmonella sp dan staphylococcus aureus pada daging babi. Agrotekno. 14(2): 51-55.
Arpandy W. 2003. Tingkat cemaran bakteri coliform, salmonella sp dan staphyloceccus aureus pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota Denpasar. Skripsi. Bali: Universitas Udayana.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Syarat mutu mikrobiologis daging babi. SNI 08.1.1- 7388-2009.
BPOM RI. 2008. Pengujian mikrobiologi makanan infoPOM Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Vol. 9, No. 2. Maret 2008.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu pangan. Jakarta:UI-Press.
Fardiaz S. 1989. Analisis mikrobiologi industri (petunjuk laboratorium). Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S. 1993. Analisis mikrobiologi pangan. Edisi pertama. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Febrianto NA. 2003. Mempelajari tingkat cemaran beberapa bakteri patogen pada
ikan dan udang yang dijual di pasar tradisional Kota Denpasar. Skripsi. Bali: Universitas Udayana.
Hassan AN, Farooqui A, Khan A, KhanAY, Kazmi SU. 2010. Microbialcontamination of raw meat and its environment in retail shops in Karachi, Pakistan. J. Infect. Develop. Count. 4(6): 382–388.
Hennekinne JA, De Buyser ML, Dragacci S. 2012. Staphylococcus aureus and its food poisoning toxins: characterization and outbreak investigation. FEMS Microbiol. Rev. 36: 815–836.
Irawaty D. 2003. Tingkat cemaran bakteri coliform, salmonella sp dan staphyloceccus aureus pada daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Kota Denpasar. Skripsi. Bali: Universitas Udayana.
Jay JM. 1992. Modern food microbiology. 4th edition. New York: Chapman and Hall. p. 38-77, 147-150, 201-256, 413426, 553-575.
Kandeepan G, Anjaneyulu ASR, Rao VK, Pal UK, Mondal PK Mondal, Das CK. 2009. Feeding regimens affecting meat quality characteristics. Meso.11(4):240-249.
Ladikos D, Wedzicha BL. 1988. The chemistry and stability of the haemprotein complex in relation to meat. Food Chem. 29:143.
Lauraa LFH, Loho HJ, Mewengkang HW. 2014. Identifikasi bakteri Escherichia pada ikan selar (Selaroides sp.) bakar di beberapa reto di Kota Manado. J. Med. Teknol. Hasil Perikanan. 2(1): 5-8.
Mallhi IY, Sohaib M, Khan AU, Nawaz M, Abdullah. 2018. Evaluating food safety know ledge, practices, and microbial profile of meat in abattoirs and butchery shops in Lahore, Pakistan. J. Food Safety. 39(2): 1-7.
Manios SG, Grivokostopoulos NC, Bikoili VC, Doultsos DA, Zilelidou EA, Gialitako MA, Skandamis PN. 2015. A3-year hygiene and safety monitoring
ofa meat processing plant which uses rawmaterials of global origin. Int. J. Food Microbiol. 20(9): 60-69.
Martin NH, Trmcˇic ́ A, Hsieh T, Boor KJ,Wiedmann M. 2016. Front Microbiol. 7(1549): 1-8.
Meyer C, Thiel S, Ullrich U, Stolle A. 2010. Salmonella in raw meat and byproducts from pork and beef. J. Food Prot. 73(10): 1780–1784.
Oswar JA, Kikuvi G, Kariuki JN, KariukiS. 2014. A cross-sectional study on the microbiological quality and safety ofraw chicken meats sold in Nairobi, Kenya. BMC Res. Notes. 7(627): 1-8.
Porotu’o, Andreano CH, Buntuan V, Fredine R. 2015. Identifikasi bakteri aerob pada makanan jajanan jagung bakar di pinggiran jalan Ring Road Manado. J. e-Biomed. (eBm). 3(1): 1.
Sasraningrat RF, Hafiluddin, Anshari M. 2007. Analisis jumlah bakteri dan keberadaan escherichia coli pada pengolahan ikan teri nasi di PT. Kelola Mina Laut Unit Sumenep. Embryo. 4(2): 94-106.
Sidabalok HA, Lukman DW,
Purnawarman T. 2015. Karakteristik dan pengetahuan higienis sanitasi pedagang daging ayam di pasar tradisional di Kota Jakarta. J. Ked. Hewan. 9(1): 61-63.
Soeparno. 2009. Ilmu dan teknologi daging, cetakan kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press.
WHO (World Health Organization). 2015. Food safety: what you should know. https://apps.who.int/iris/handle/10665/1 60165. Diakses tanggal 5 Mei 2020.
Yenealem DG, Yallew WW, Abdulmajid S. 2020. Food safety practice and associated factors among meat handlers in gondar town: a cross-sectional study. J. Environ. Pub. Health. 2020: 1-7.
Yulistiani R. 2010. Studi daging ayam bangkai: perubahan organoleptik dan pola pertumbuhan bakteri. J. Teknol. Pertanian. 4(1): 27-36.
Tabel 1 Rataan Jumlah Bakteri Coliform pada Media EMBA | |||
Nama Sampel |
Jumlah Bakteri pada |
Rataan | |
(Kode Pasar) |
Media EMBA |
Coliform | |
Petri 1 |
Petri 2 |
(cfu/g) | |
A1 |
90 |
60 |
75 |
A2 |
90 |
70 |
80 |
B1 |
70 |
60 |
65 |
C1 |
50 |
10 |
30 |
C2 |
30 |
60 |
45 |
C3 |
100 |
80 |
90 |
D1 |
30 |
60 |
45 |
D2 |
80 |
60 |
70 |
E1 |
90 |
40 |
65 |
F1 |
40 |
80 |
60 |
F2 |
20 |
60 |
40 |
G1 |
50 |
200 |
125 |
G2 |
20 |
50 |
35 |
G3 |
20 |
40 |
30 |
H1 |
70 |
50 |
60 |
H2 |
70 |
70 |
70 |
I1 |
60 |
40 |
50 |
I2 |
20 |
100 |
60 |
I3 |
60 |
40 |
50 |
I4 |
90 |
90 |
90 |
J1 |
50 |
70 |
60 |
J2 |
70 |
60 |
65 |
K1 |
70 |
30 |
50 |
Tabel 2 Rataan Jumlah Coliform
Kode Pasar |
Rataan Coliform cfu/g | |
A |
77,5 |
Keterangan: |
B |
65 |
A= Pasar tradisional Alas Kusuma |
C |
55 |
B= Pasar Ampera |
D |
57,5 |
C= Pasar desa adat Pecatu |
E |
65 |
D= Pasar desa adat Ungasan |
F |
50 |
E= Pasar desa adat Kampial |
G |
63,33 |
F= Pasar Kori Nuansa Utama |
H |
65 |
G= Pasar Taman Griya |
I |
62,5 |
H= Pasar Taman Giri |
J |
62,5 |
I= Pasar desa adat Jimbaran |
K |
50 |
J= Pasar desa adat Bualu |
K= Pasar pakraman Tanjung Benoa
368
Discussion and feedback