Volume 15 No. 3: 369-376

Juni 2023

DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i03.p04

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Laporan Kasus: Penanganan Canine Transmissible Venereal Tumor pada Labrador Retriever Betina dengan Eksisi dan Kemoterapi

(TREATMENT OF CANINE TRANSMISSIBLE VENEREAL TUMOR IN FEMALE LABRADOR RETRIEVER WITH EXCISION AND CHEMOTHERAPY: A CASE REPORT)

Nadia Eprillia Sary Darma Ni Komang1*, I Gusti Agung Gede Putra Pemayun2

  • 1Sundara Vet Bali. Jl. Pratu Made Rambug No.2, Batubulan, Kec. Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, Indonesia, 80237;

  • 2Laboratorium Ilmu Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.

*Email: [email protected]

Abstrak

Canine transmissible venereal tumor (CTVT) atau dikenal sebagai infeksius sarcoma, merupakan tumor kelamin yang menular melalui kontak seksual, gigitan ataupun jilatan pada daerah lesi tumor. Seekor anjing Labrador Retriever betina berusia 7 tahun dengan bobot badan 40 kg diperiksa dengan keluhan adanya massa menyerupai kembang kol pada bagian vulva disertai leleran berupa darah segar. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya sel tumor yang teridentifikasi sebagai CTVT dengan karakteristik berbentuk homogen polyhedral dan tersusun dalam stroma. Penanganan dilakukan dengan melakukan eksisi massa tumor. Sebelum pembedahan diberikan premedikasi atropine sulfate (0.02 mg/kg) secara intramuskuler dan 15 menit kemudian diinduksi menggunakan kombinasi xylazine (1 mg/kg) dan ketamin (10 mg/kg). Pasca operasi diberikan injeksi antibiotik amoxicillin (7 mg/kg) secara intramuskuler dan antibiotik amoxicillin 500 mg (15 mg/kg) pada hari kedua pasca operasi, diberikan secara per oral tiga kali sehari selama lima hari. Pada hari ke-5 pasca operasi, luka insisi tumor sudah mengering serta bengkak pada vulva sudah jauh berkurang, namun masih terdapat leleran darah menandakan masih adanya sel venereal yang tertinggal. Kemoterapi dosis pertama menggunakan vincristine sulfate (0.025 mg/kg) diberikan pada hari ketujuh pasca operasi dengan interval waktu satu minggu sekali. Leleran darah sudah tidak ada pada hari ke 7 pasca kemo pertama. Dengan ini disimpulkan bahwa penanganan kasus CTVT dengan metode eksisi disertai kemoterapi memberikan hasil yang baik terhadap kesembuhan pasien. Disarankan untuk melakukan tes hematologi dan ekokardiografi sebelum melakukan kemoterapi untuk memastikan kondisi pasien dalam keadaan stabil.

Kata kunci: Eksisi; kemoterapi; transmissible venereal tumor; vincristine sulfate

Abstract

Canine transmissible venereal tumor (CTVT) or known as infectious sarcoma, is a genital tumor that is transmitted through sexual contact, bites or licks on the tumor lesion area. A 7-year-old Labrador Retriever with 40 kg of body weight was examined with a complaint of a mass on the vulva with blood discharge. Histopathological examination showed the presence of CTVT tumor cells with homogeneous polyhedral cells and arranged in stroma. Treatment is done by excision of the tumor mass. Premedication was given atropine sulfate (0.02 mg/kg) intramuscularly and 15 minutes later was induced by combination xylazine (1 mg/kg) and ketamin (10 mg/kg) intramuscularly. Postoperatively, the antibiotic amoxicillin (7 mg/kg) was administered intramuscularly and the antibiotic amoxicillin 500 mg (15 mg/kg) was administered on the second postoperative day, given orally three times a day for five days. On the 5th postoperative day, the tumor incision wound had dried up and the swelling of the vulva was much reduced, but there was still blood discharge indicating the presence of venereal cells that were left behind. The first dose of chemotherapy using vincristine sulfate (0.025 mg/kg) was given on the seventh postoperative day with one-week interval. The blood discharge was gone on the 7th day after the first chemo. The conclusion is, the treatment of

CTVT cases with excision method accompanied with chemotherapy gives good results on patient’s recovery. It’s recommended to perform hematology and echocardiography test before chemotherapy to ensure the patient is in stable condition

Keywords: Excision; chemotherapy; transmissible venereal tumor; vincristine sulfate

PENDAHULUAN

Tumor adalah penyakit genetik dengan ciri umum adanya kerusakan pada genom sel dan hal ini umum dijumpai pada sebagian besar neoplasma. Neoplasma dapat muncul di berbagai jaringan dengan agen penyebab yang beragam, seperti virus, radiasi serta bahan kimia yang bersifat mutagenic (Donald, 2002). Canine transmissible venereal tumor (CTVT) atau dikenal sebagai Sticker’s sarcoma (Abeka, 2019), merupakan tumor kelamin yang menular akibat adanya kontak seksual dengan anjing yang positif menderita CTVT. Tidak seperti tumor infeksius lainnya, CTVT tidak disebabkan oleh agen infeksius tetapi akibat transfer alogenik sel tumor (Strakova, 2015).

Massa tumor umumnya teramati pada permukaan mukosa eksternal genitalia pada anjing jantan dan betina (Hiblu et al., 2019), disertai dengan discharge darah. CTVT tidak hanya melalui kontak seksual, tetapi juga menular melalui gigitan, jilatan atau saat anjing mengendus area yang terinfeksi tumor (Ostrander et al., 2016). Sehingga, walaupun lesi primernya terdapat pada organ genitalia, namun beberapa kasus menunjukkan adanya lesi ekstragenital baik pada jaringan oral dan nasal, termasuk mukosa konjungtiva yang berdekatan dengan jaringan tersebut (Ferreira et al, 2000). Metastasis TVT sangat jarang terjadi namun dapat terjadi pada anjing dengan gangguan imunitas. Ferreira (2000) menyatakan, terdapat beberapa literature yang melaporkan kasus metastasis TVT pada sistem saraf pusat.

Kasus CTVT dijumpai diberbagai benua, yakni Asia, Amerika, Afrika dan Australia (Abeka, 2019). Penyakit ini tersebar secara global di negara tropis dan sub-tropis. Beberapa laporan kasus terjadi di Utara, Tengah dan Selatan Amerika,

Eropa, Timur Tengah, Asia dan sebagian di Afrika (Kabuusu et al., 2010). Karena peningkatan populasi yang tidak terkendali disertai kurangnya perawatan kesehatan terhadap anjing liar, menjadikan TVT endemis di negara tropis dan sub-tropis (Das dan Das., 2000). Anjing dengan berbagai ras, umur dan jenis kelamin memiliki resiko yang sama untuk terjangkit CTVT, terutama pada anjing yang aktif secara seksual (Das dan Das, 2000).

Diagnosa definitif kasus CTVT berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang (Scarpelli et al., 2010) seperti sitologi dengan cara koleksi sampel menggunakan Fine-needle Aspiration, metode swab vagina, atau pembuatan preparat histopatologi menggunakan massa yang diambil pasca pembedahan eksisi tumor. Secara morfologi, sel tumor berbentuk bulat atau oval dengan nucleus yang besar dan merupakan tumor asal mesenkim (Pashkevych et al., 2018).

Terdapat beberapa penanganan dalam kasus TVT, yakni pembedahan, radioterapi dan immunoterapi (Abeka, 2019). Kombinasi yang umum dan efektif diberikan dalam penanganan TVT yakni pembedahan disertai kemoterapi (Liu et al., 2008). Pembedahan komplit untuk mengangkat jaringan tumor lokal tanpa metastasis memberikan presentasi kesembuhan yang tinggi (Abeka, 2019). Meskipun demikian, penting melakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya tumor kembali akibat sel tumor yang tertinggal pada saat eksisi massa tumor. Kemoterapi dilakukan menggunakan obat-obatan anti mitotik seperti cyclophosphamide, methotrexate, vincristine, vinblastine atau doxorubicin. Vincristine adalah obat kemoterapi yang paling sering digunakan (Nak et al., 2005).

METODE PENELITIAN

Sampel Kasus

Seekor anjing Labrador Retriever betina berusia 7 tahun, dengan bobot badan 40 kg, datang dengan keluhan adanya massa pada bagian vagina disertai discharge berupa darah yang timbul sejak 6 bulan lalu. Pemilik menjelaskan bahwa anjing dipelihara tanpa dikandangkan serta diketahui pernah kawin dengan anjing liar di lingkungan tempat tinggal. Anjing belum pernah dikawinkan sebelumnya, sehingga kecurigaan tinggi terhadap anjing liar tersebut sebagai pembawa CTVT. Anjing kasus masih memiliki nafsu makan yang baik, tidak mengalami gangguan pada urinasi dan defekasi.

Pemeriksaan Fisik dan Tanda Klinis

Pada pemeriksaan inspeksi, anjing lebih sering berbaring, cuping hidung lembab, membrane mukosa tampak berwarna merah muda. Pada palpasi limfonodus tidak terdapat pembengkakan, turgor kulit elastis dan Capillary Refill Time (CRT) tidak lebih dari dua detik. Pada pemeriksaan auskultasi di toraks, suara jantung terdengar ritmis serta tidak terdengar adanya suara murmur jantung. Auskultasi abdomen tidak terdengar adanya peningkatan suara peristaltik usus yang menandakan pencernaan anjing kasus dalam kondisi yang cukup baik. Hal ini didukung dengan tidak adanya gejala mencret dan nafsu makan yang baik. Hasil pemeriksaan status present anjing sebagai berikut:  suhu tubuh anjing 39,20C,

frekuensi denyut jantung 104 kali/menit, frekuensi respirasi 45 kali/menit dan nilai capillary refill time kurang dari dua detik.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni hematologi rutin, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan hematologi rutin anjing kasus dilakukan sebelum operasi pengangkatan tumor dilakukan untuk mengetahui nilai total eritrosit, nilai total leukosit, hemoglobin, dan trombosit. Hasil

pemeriksaan hematologi rutin disajikan pada Tabel 1.

Diagnosa dan Prognosa

Berdasarkan sinyalemen, anamnesis, serta didukung dengan pemeriksaan penunjang yakni hematologi, histopatologi dan sitologi, anjing kasus didiagnosa menderita Canine transmissible venereal tumor. Prognosis untuk kasus ini adalah fausta karena lokasi pertumbuhan dan diameter tumor yang tidak terlalu besar sehingga diperkirakan masih dalam tahap awal.

Penanganan

Anjing kasus yang akan melakukan operasi pengangkatan tumor, diberikan premedikasi atropine sulfat (0.02 mg/kg) secara intramuskuler, lalu 15 menit kemudian hewan diinduksi dengan kombinasi xylazine (1 mg/kg) dan ketamin (10 mg/kg) secara intramuskuler. Anjing kasus diberikan terapi cairan NaCl selama operasi berlangsung hingga anjing sadar dari pengaruh anestesi.

Pembedahan dilakukan dengan eksisi massa tumor pada vulva secara total. Pendarahan yang terjadi diatasi dengan memanaskan pembuluh darah kapiler menggunakan cauter, sedangkan pada pembuluh darah yang cukup besar diligasi menggunakan benang chronic cat gut ukuran 2.0, serta obat homeostatis yakni epinefrin secara topical, serta injeksi asam traneksamat (10 mg/kg) (Kalbe Farma, Indonesia) secara intravena. Setelah operasi, hewan diberikan injeksi antibiotik Amoxycillin (7 mg/kg.) (CEVA, Malaysia) secara intramuskuler.

Penanganan pasca operasi dilakukan dengan pembersihan daerah pengangkatan tumor menggunakan povidone iodine. Antibiotik amoxycillin (R/Amoxan 500 mg) diberikan secara per-oral (15 mg/kg. q8h.) (Caprifarmindo, Indonesia) selama lima hari berturut-turut. Antibiotik oral diberikan keesokan hari pasca operasi. Pasca operasi eksisi tumor venereal tumor, urinasi, defekasi serta nafsu makan anjing kasus tampak normal. Hasil pengamatan

pasca operasi anjing kasus tertera pada Tabel 2.

Meski tampak sepenuhnya massa tumor terangkat, namun masih ada kemungkinan tertinggalnya sel-sel venereal. Untuk mencegah resiko pertumbuhan tumor kembali, maka dilakukan kemoterapi sebanyak tiga kali. Dosis pertama diberikan tujuh hari pasca operasi menggunakan Vincristine Sulfate (0.025 mg/kg.) (Kalbe Farma, Indonesia) secara intravena, sedangkan dosis berikutnya diberikan dengan interval seminggu. Respon hewan terhadap kemoterapi cukup baik. Setelah menjalani dua kali kemoterapi, hasil evaluasi akhir tidak ditemukan discharge darah. Akan dilakukan evaluasi kembali untuk dilakukan kemoterapi ketiga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, ditemukan adanya massa abnormal pada organ genitalia. Tanda klinis yang teramati dengan jelas adalah massa menyerupai kembang kol (cauliflower like mass) yang berwarna kemerahan pada superficial vulva. Massa berukuran sedang dengan diameter ± 3 cm serta terdapat discharge darah saat dilakukan manipulasi (Gambar 1).

Sampel massa yang dapat diambil kemudian disimpan dalam larutan Neutral Buffered Formalin dan dibawa ke Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi.     Hasil     pemeriksaan

histopatologi menunjukkan sel-sel tumor berupa sel limfoblas dengan karakteristik berbentuk homogen polyhedral dan tersusun dalam stroma. Hasil pemeriksaan sitologi dengan metode pengambilan sampel menggunakan teknik fine needleaspiration,     menunjukkan     adanya

sitoplasma yang mengalami vakuolasi yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Pengamatan pasca operasi anjing kasus dilakukan pada hari ke-0 sampai hari ke 14 yang tertera pada Tabel 2.

Pembahasan

Tumor atau neoplasma merupakan kondisi sel yang mengalami proliferasi dengan tidak terkontrol. CTVT dapat menular dari hewan ke hewan saat kopulasi, sehingga sel tumor dapat tumbuh di organ genitalia eksterna hingga genitalia interna (Abeka, 2019). Pada kasus ini, massa tumor ditemukan pada daerah superficial vulva vagina dengan diameter diperkirakan sekitar 3 cm disertai discharge darah dan telah terjadi kurang lebih selama 6 bulan. CTVT umum terjadi pada daerah dengan tingkat populasi anjing liar yang kurang terkontrol (Abeka, 2019), hal ini sejalan dengan keterangan pemilik bahwa anjing kasus pernah kawin dengan anjing liar di lingkungan tempat tinggal pemilik. Anjing jantan karena bersifat reseptif secara seksual, memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk menularkan kepada anjing betina lain. Itu sebabnya anjing betina lebih dominan terinfeksi TVT (Gonzalez et al., 1997). Selain itu, kebiasaan anjing untuk menggigit, menjilat dan mengendus alat kelamin menjadi faktor predisposisi tumbuhnya tumor pada daerah selain organ genitalia (Ganguly et al., 2016).

Hasil pemeriksaan darah anjing kasus (Tabel 1) menunjukkan bahwa red blood cell (RBC) dan hemoglobin berada pada rentang normal, sehingga mengindikasikan tidak adanya anemia. Pada pemeriksaan white blood cell juga berada pada rentang normal, sehingga tidak dicurigai adanya infeksi agen lain baik virus ataupun bakteri. Pada pemeriksaan platelet darah, menunjukkan adanya penurunan jumlah dibawah normal yang mengarah pada trombositopenia. Berkurangnya produksi trombosit umumnya akibat kelainan sumsum tulang atau akibat konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat kemoterapi (Khorana et al., 2008). Namun karena pemeriksaan darah dilakukan sebelum

pembedahan, maka dicurigai apakah anjing kasus terinfeksi parasit darah atau bahkan pseudotrombositopenia, menimbang belum jelasnya penyebab trombositopenia terhadap anjing kasus.

Pseudotrombositopenia merupakan artefak in vitro yang dihasilkan dari proses aglutinasi trombosit melalui antibody, saat kadar kalsium berkurang dalam proses penampungan darah dalam tabung EDTA. Karenanya, untuk melakukan penghitungan jumlah trombosit hendaknya darah ditampung idealnya dalam tabung tanpa antikoagulan (Khasraw et al., 2010).

Dalam artikel ini, penulis melakukan metode pembedahan disertai kemoterapi menggunakan vincristine sulfat dalam penanganan CTVT. Pembedahan dilakukan untuk mengangkat massa tumor yang belum mengalami metastasis, umumnya pada tumor derajat I (Abeka, 2019). Pembedahan massa tumor komplit sulit untuk dilakukan jika tumor terlalu besar atau tumbuh di lokasi anatomis yang sulit untuk dilakukan pengangkatan total, sehingga perawatannya dapat dilakukan dengan kombinasi kemoterapi.

Pengobatan yang tepat dapat mempercepat proses kesembuhan luka (Hasamnis et al., 2010). Pengobatan pasca operasi menggunakan antibiotik amoxicillin (R/Amoxan 500 mg) yang diberikan secara per oral, serta dilakukan pembersihan daerah yang dilakukan insisi tumor dan sekitarnya menggunakan povidone iodine. Amoxicillin merupakan antibiotik broad spectrum dengan daya kerja bakterisida, yakni bekerja dengan cara membunuh bakteri. Peradangan pasca operasi mulai jauh berkurang pada hari ke-5 dan sudah tidak tampak adanya peradangan pada hari ke-7, namun masih adanya discharge darah berupa flek yang muncul mengindikasikan masih adanya sel-sel venereal yang tertinggal.

Penanganan kasus CTVT dengan pembedahan disertai dengan kemoterapi dapat meminimalisir efek samping yang ditimbulkan akibat obat-obatan kemoterapi (Athar et al., 2001). Kemoterapi adalah

salah satu prosedur pengobatan menggunakan bahan kimia bersifat antimitotic yang bertujuan untuk menghentikan pertumbuhan sel tumor. Abeka (2019) menyatakan, bahwa kemoterapi secara praktiknya menunjukkan hasil yang sangat efektif untuk mengatasi sel tumor yang tidak sepenuhnya terangkat pasca operasi. Agen terapi tunggal dengan vincristine sulfat sangat efektif dan aman digunakan pada pasien dengan venereal sarcoma eksterna genitalia yang mengalami metastatis (Martins et al., 2005).

Vincristine sulfat merupakan agen kemoterapi tunggal dengan tingkat efektivitas lebih dari 90%, tetapi tetap ada resiko resisten dalam penggunaannya (Setthawongsin et al., 2019), juga dapat menghambat aktivitas sumsum tulang atau myelosupresi. Penggunaan vincristine sulfat umumnya dilakukan selama empat hingga delapan kali, namun tergantung pada derajat keparahan tumor dan ketahanan anjing terhadap kemoterapi (Das dan Das., 2000) dengan interval waktu satu minggu. Penulis melakukan kemoterapi sebanyak 3 kali, dengan interval waktu 1 minggu. Efek samping vincristine sulfat yang dapat timbul adalah anemia, leukopenia, trombositopenia, konstipasi, mual, muntah dan anoreksia (Dar et al., 2017) sedangkan yang muncul pada anjing kasus adalah mual, muntah dan anoreksia. Vincristine sulfat dapat Tidak diketahui perubahan pada nilai hematologi karena tidak dilakukan pemeriksaan hematologi rutin pasca kemoterapi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Canine transmissible venereal tumor yang diderita oleh anjing kasus ditangani dengan operasi pengangkatan massa tumor serta dilanjutkan dengan kemoterapi menggunakan Vincristine sebanyak dua kali. Pasca kemoterapi pada anjing kasus menunjukkan hasil yang baik ditandai dengan tidak adanya discharge darah.

Saran

Setiap sebelum dan sesudah melakukan kemoterapi disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah dan tes fungsi jantung (EKG). Selain itu perlu dilakukan ovariohisterektomi pada anjing betina dan kastrasi pada anjing jantan agar tidak terjadi kasus berulang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Ilmu Bedah dan Radiologi Veteriner dalam memberikan bimbingan, fasilitas, serta dukungan secara moril sehingga penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abeka YT. 2019. Review on Canine Transmissible    Venereal    Tumor

(CTVT). Can. Ther. Oncol. Int. J. 14(4): 1-9.

Athar M, Suhail A, Muhammad G, Shakoor A, Azim F. 2001. Clinico-therapeutic      studies      oncanine

transmissible venereal tumour. Pak. Vet. J. 21(1): 39-43.

Dar RR, Sheikh TS, Abdul R, John MW, Pooja D, Amir AS, Rohini G, Neeti L, Ganaie MY. 2017. Cytological diagnosis and treatment of transmissible venereal tumor in dog. A case study. Int. J. Cur. Microbiol. Appl. Sci. 6(10): 1365-1369.

Das U, Das A. 2000. Review of canine transmissible venereal sarcoma. Vet. Res. Com. 24: 545-556.

Donald M. 2002. Tumors in domestic animals. 4th edn. America: Lowa State Press.

Ferreira AJ, Jaggy A, Varejao AP, Ferreire MLP, Correia JMJ, Mulas JM, Almeida O, Oliveira P, Prada J. 2000. Brain and ocular metastases from a transmissible venereal tumor in a dog. J. Small Anim. Pract. 41: 165-168.

Ganguly B, Das U, Das AK. 2016. Canine transmissible venereal tumor: a review. Vet Comp Oncology. 14: 1-12.

Gonzalez C, Sanchez B, Velez H, Buen D. 1997. Neoplasms of the reproductive system in bitches: Retrospective study over 6 years. Vet. Mex. 28: 31-34.

Hasamnis    AA,    Mohanty    BK,

Muralikrishna PS. 2010. Evaluation of wound healing effect of topical phenytoin on excisional wound in albino Rats. J. Young. Pharm. 2(1): 5962.

Hiblu MA, Khabuli NM, Gaja AO. 2019. Canine transmissible venereal tumor: First report of three clinical cases from Tripoli, Libya. Oper. Vet. J. 9(2): 103105.

Kabuusu R, Stroup D, Fernandez C. 2010. Risk factors and characteristic of canine transmissible venereal   tumors in

Grenada West Indies.  Vet. Comp.

Oncol. 8(1): 50-55.

Khasraw M, Faraj H, Sheikha A. 2010. Thrombocytopenia in solid tumor. Eur. J. Clin. Med. Oncol. 2(2): 89-92.

Khorana AA, Kuderer NM, Culakova E, Lyman GH, Francis CW. 2008. Development and validation of a predictive model for chemotherapy associated thrombosis. Blood. 111(10): 4902-4907.

Liu C, Wang Y, Lin C, Chuang T, Liao K. 2008. Transient down regulated on of monocyte-derived dendritic cell differentiation, function, and survival during tumor progression and regression in an in vivo canine model of transmissible venereal tumor. Can. Immunol. 57(4): 479-491.

Martins M, De-Souza M, Ferreira F, Gobello C. 2005. Canine transmissible venereal tumor: etiology, pathology, diagnosis and treatment. England, 25 Mei 2006. Pp. 1-8.

Nak D, Nak Y, Cangul IT, Tuna B. 2005. A clinic-pathological study on the effect of vincristine on transmissible venereal tumor in the dog. J. Vet. Med. 52(7): 366-370.

Ostrander EA, Davis BW, Ostranser GK. 2016 Transmissible tumors: breaking

the cancer paradigm. Trends. Genet. 32: 1-15.

Pashkevych I, Stybel V, Soroka N. 2018. Diagnostik method of canine transmissible venereal sarcoma. Health Sci. (3): 67-76.

Setthawongsin C, Teewasutrakui P, Sirikachorn T, Techangamsuwan S, Rungsipipat A. 2019. Conventional-vincristine sulfate vs modified protocol

of vincristine sulfate and L-asparaginase in Canine Transmissible Venereal Tumor. Front. Vet. Sci. 6:112.

Strakova A, Murchison EP. 2015. The cancer which survived: Insights from the genome of an 11000-year-old cancer. Cur. Opin. Genet. Dev. 30: 4955.


Gambar 1. Teramati massa abnormal menyerupai kembang kol (cauliflower like mass) yang mengeluarkan discharge darah segar pada bagian superficial vulva.


Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin pada Anjing Kasus

Parameter

Nilai Normal

Hasil

RBC (1012/l)

5.50-8.50

7.62

WBC (109/l)

6.00-17.00

12.83

HGB (g/dl)

12.0-18.0

17.5

PLT (109/l)

165-500

57*

Keterangan: *Trombositopenia

Gambar 2. Tanda panah menunjukkan sel tumor TVT dengan inti sel berbentuk oval serta sitoplasma yang mengalami vakuolasi (H&E: 1000x).

Tabel 2. Hasil pengamatan pasca operasi anjing kasus

Pengamatan Pasca Operasi

Hasil Pengamatan                  Terapi

Hari ke-0

Anjing pasca operasi lebih banyak Diberikan injeksi antibiotik berbaring, nafsu makan dan minum baik, amoxicillin (7 mg/kg) urinasi dan defekasi normal, terdapat discharge    darah,     serta    vulva

membengkak.

Hari ke-2

Anjing mulai tampak aktif, terdapat Diberikan       antibiotik

discharge darah, serta kondisi vulva amoxicillin            oral

masih membengkak.                  (R/Amoxan 500 mg) (15

mg/kg, q8h)

Hari ke-5

Luka insisi mengering, bengkak pada Diberikan       antibiotik

vulva jauh berkurang, masih terdapat amoxicillin           oral

discharge darah.                        (R/Amoxan 500 mg) (15

mg/kg, q8h)

Hari ke-7

Sudah tidak tampak kebengkakan pada Vincristine sulfate (0.025 vulva, masih terdapat discharge darah     mg/kg)   dosis   pertama

diinjeksi melalui intravena

Hari ke-14

Sudah tidak ada discharge darah, nafsu Vincristine sulfate (0.025 makan dan minum normal, defekasi dan mg/kg) dosis kedua urinasi normal diinjeksi melalui intravena

376