EVALUATION OF THE QUALITY OF MEAT AND PROCESSED MEAT PRODUCTS FROM KUMBASARI TRADITIONAL MARKET AND COKROAMINOTO MARKET, DENPASAR CITY, BALI
on
Volume 15 No. 2: 222-241
April 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p09
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Evaluasi Kualitas Daging dan Produk Olahan Daging dari Pasar Tradisional Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto, Kota Denpasar, Bali
(EVALUATION OF THE QUALITY OF MEAT AND PROCESSED MEAT PRODUCTS FROM KUMBASARI TRADITIONAL MARKET AND COKROAMINOTO MARKET, DENPASAR CITY, BALI)
Nelci Elisabeth Bolla1*, I Made Mahaputra1, I Made Robi1, Wieke Sri Juniartini1, Agustina Lesmauli Nazara1, Ida Bagus Ngurah Swacita2
-
1Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
-
2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234.
*Email: [email protected]
Abstrak
Pengamanan kualitas daging mutlak perlu dilakukan untuk menjamin masyarakat sebagai konsumen mendapatkan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal untuk dikonsumsi. Pengujian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas daging dan produk olahan daging yang ditinjau dari uji subjektif dan uji objektif. Sampel yang digunakan dalam pengujian ini yaitu daging sapi, babi, ayam, dan ikan serta produk olahan daging berupa bakso dan sosis ayam, sapi, babi, dan ikan dari Pasar Tradisional Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto Kota Denpasar, Bali. Semua sampel daging diuji kualitasnya secara subjektif meliputi warna, bau, konsistensi dan tekstur, keadaan tenunan pengikat, kepualaman daging dan secara objektif meliputi pH, daya ikat air, kadar air, cemaran mikroba. Pada produk olahan daging, uji subjektif yang dilakukan hanya warna, aroma, konsistensi, tekstur, cita rasa dan uji objektif dengan pemeriksaan pH. Hasil pengujian terhadap daging dan produk olahan daging yang telah dilakukan baik secara uji subjektif maupun uji objektif menunjukkan bahwa daging sapi, babi, ayam serta bakso dan sosis sapi, babi, ayam dan ikan memiliki kualitas yang baik. Akan tetapi pada pengujian daging ikan memiliki tekstur yang sudah lembek, bau yang amis bercampur bau busuk (tidak berbau darah segar) dan cemaran mikroba melewati batas maksimal. Dapat disimpulkan bahwa daging sapi, babi, ayam, produk olahan daging dan produk olahan ikan dari Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto layak untuk dikonsumsi. Sedangkan, daging ikan dari Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto yang diujikan tidak layak dikonsumsi. Penyimpanan daging dan produk olahannya merupakan salah faktor yang mempengaruhi kualitas daging. Oleh karena itu harus disimpan dengan benar sebelum dikonsumsi agar terhindar dari kontaminasi oleh mikroorganisme yang akan mempercepat rusak dan menurunnya kualitas dari daging dan produk olahannya.
Kata kunci: Daging; kualitas; produk olahan daging; uji objektif; uji subjektif
Abstract
Meat quality security is absolutely necessary to ensure that the public as consumers get meat that is safe, healthy, whole, and halal for consumption. This test aims to evaluate the quality of meat and processed meat products in terms of subjective and objective tests. The samples used in this test were beef, pork, chicken, and fish as well as processed meat products in the form of meatballs and sausages from chicken, beef, pork, and fish from Kumbasari Traditional Market and Cokroaminoto Market, Denpasar City, Bali. All meat samples were tested for quality subjectively including color, odor, consistency and texture, state of the weave binder, marbledness of meat and objectively covering pH, water holding capacity, moisture content, microbial contamination. In processed meat products, subjective tests are carried out only for color, aroma, consistency, texture, taste and objective tests with pH checks. The results of tests on meat and processed meat products that have been carried out both subjectively and objectively show that beef, pork, chicken and meatballs and beef, pork, chicken
and fish sausages have good quality. However, in testing the fish meat has a soft texture, a fishy smell mixed with a foul odor (no smell of fresh blood) and microbial contamination that exceeds the maximum limit. It can be concluded that beef, pork, chicken, processed meat products and processed fish products from Kumbasari Market and Cokroaminoto Market are suitable for consumption. Meanwhile, the fish meat from the Kumbasari Market and Cokroaminoto Market that were tested were not suitable for consumption. Storage of meat and its processed products is one of the factors that affect the quality of meat. Therefore, it must be stored properly before consumption to avoid contamination by microorganisms which will accelerate the deterioration and decrease the quality of meat and its processed products.
Keywords: Meat; objective test; processed meat products; quality; subjective test
PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat akan daging yang semakin meningkat menuntut adanya produksi yang lebih untuk menjangkau banyak konsumen di berbagai daerah. Hal ini menyebabkan produsen daging harus lebih memperhatikan kualitas daging yang siap dipasarkan sehingga daging menjadi aman, sehat, utuh, dan halal saat dikonsumsi. Penjaminan terhadap kualitas daging menjadi salah satu upaya untuk menjaga rasa aman dan nyaman dalam konsumsi bahan produk asal hewan agar mencakup standar keamanan pangan (food safety). Jumlah daging dan kualitas daging menjadi faktor penting yang menentukan nilai karkas. Faktor kualitas daging meliputi warna, konsistensi dan tekstur, aroma, dan cita rasa. Selain itu kadar air, daya ikat air, dan pH daging ikut menentukan kualitas daging (Anil et al., 2002; Fikri et al., 2017).
Daging mengandung zat gizi yang tinggi terutama proteinnya dengan komposisi asam amino yang seimbang dan bermanfaat bagi tubuh. Daging merupakan sumber gizi bagi manusia dan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam daging dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan sehingga bahan pangan menjadi tidak layak dikonsumsi. Kandungan gizi yang tinggi menyebabkan daging mempunyai sifat mudah rusak karena mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang baik. Salah satu perhatian masyarakat dalam keamanan pangan daging adalah dari segi kualitas mikrobiologisnya. Selain itu,
daging secara normal memiliki pH asam yang mempermudah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak kualitas daging. Penurunan kualitas daging dapat diketahui secara fisik dan kimiawi melalui beberapa metode pengujian diantaranya uji organoleptik, pH, kadar air, daya ikat air, dan penetapan jumlah mikroba (Cheng dan Sun, 2008).
Produk olahan asal hewan memiliki nilai dan kualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang tidak dapat diganti oleh protein nabati. Namun demikian, produk olahan asal hewan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) dan memiliki potensi bahaya bagi makhluk hidup dan lingkungan (hazardous food) karena mudah tercemar secara fisik, kimiawi, dan biologis. Sejalan dengan perkembangan teknologi pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan menyebabkan pengolahan daging tidak hanya bertujuan untuk mengawetkan tetapi juga untuk meningkatkan cita rasa, kepraktisan, dan untuk mendapatkan nilai tambah. Pengolahan daging yang cukup dikenal dan berkembang luas di Indonesia berupa bakso dan sosis. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pengawasan terhadap unit usaha produk hewan dan pengawasan peredaran produk olahan asal hewan (Zurriyati, 2011; Maarif, 2018). Tujuan pengujian ini yaitu untuk mengevaluasi kualitas daging yang diperiksa secara subjektif dan secara objektif terhadap daging sapi, daging babi, daging ayam, dan ikan serta produk olahannya di Pasar
Tradisional Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto Kota Denpasar, Bali.
METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek atau sampel penelitian yang digunakan yaitu daging ayam, daging sapi, daging babi, dan daging ikan dari Pasar tradisional Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto, serta produk olahan bakso dan sosis ayam, sapi, babi, dan ikan dari pasar tradisional Kumbasari dan Cokroaminoto.
Metode Evaluasi Kualitas Daging
Metode evaluasi kualitas daging dan produk olahan daging dilakukan dengan pemeriksaan secara subjektif dan objektif. Pemeriksaan subjektif daging berupa pemeriksaan warna dengan prosedur daging diiris setebal 1 cm pada permukaan segar, lalu amati warna daging. Selanjutnya pemeriksaan bau, uji dilakukan dengan cara penciuman terhadap sampel daging. Nyatakan bau daging seperti bau yang pernah dikenal (bau darah segar, ammonia, H2S, dan lainnya). Pemeriksaan konsistensi dan tekstur, uji dilakukan dengan cara melakukan perabaan terhadap sampel daging. Konsistensi dinyatakan dengan: liat, lembek, kering atau berair. Tekstur dinyatakan dengan halus atau kasar. Pemeriksaan subjektif yang dilakukan terhadap produk olahan berupa bakso dan sosis ayam, sapi, babi, ikan yaitu warna, bau, konsistensi dan tekstur, serta cita rasa.
Pemeriksaan Subjektif Daging
Pemeriksaan terhadap keadaan tenunan pengikat, uji dilakukan dengan mengamati penampang melintang daging, dan diamati ada tidaknya jaringan ikat. Pemeriksaan keadaan tenunan pengikat berdasarkan acuan peraturan Direktorat Jenderal Peternakan Republik Indonesia,
dikategorikan menjadi Mutu I dan Mutu II. Mutu I apabila daging yang dilihat secara visual tidak mengandung jaringan ikat, sedangkan kategori Mutu II apabila daging yang dilihat secara visual mengandung
jaringan ikat. Pemeriksaan kepualaman daging, uji dilakukan dengan mengamati penampang melintang daging, dan perhatikan adanya bintik lemak diantara serat daging (intramuskuler). Kepualaman daging diberikan skor sesuai dengan Swacita et al. (2017), yaitu 0 = bintik lemak absen (0% dari penampang melintang permukaan), 1 = bintik lemak absen (10% dari penampang melintang permukaan), 2 = bintik lemak absen (20% dari penampang melintang permukaan), 3 = bintik lemak absen (30% dari penampang melintang permukaan), 4 = bintik lemak absen (40% dari penampang melintang permukaan), 5 = bintik lemak absen (50% dari penampang melintang permukaan).
Pemeriksaan Objektif Daging
Pemeriksaan secara objektif yaitu penetapan pH, daging sebanyak 10 gram dilumatkan dalam mortir, ditambahkan aquades 10 ml dan dipisahkan antara ekstrak daging dan ampasnya. Dicelupkan pH meter digital ke dalam ekstrak daging, dan dibaca nilai pH yang tertera. Penetapan daya ikat air (water holding capacity/WHC) dengan metode Hamm/penekanan, daging segar ditimbang sebanyak 5 gram, ditempatkan potongan daging dalam kertas yang menyerap air, kemudian dipres dalam dua lempengan kaca. Ditekan dengan beban seberat 35kg selama 10 menit, kemudian daging dilepaskan dan ditimbang beratnya.
Pemeriksaan secara objektif terhadap produk olahan daging yaitu dengan pemeriksaan pH, sampel masing-masing produk olahan ditimbang sebanyak 10gram lalu dilumatkan menggunakan mortir. Ditambahkan 10ml aquades dan pisahkan bagian ekstrak dengan ampasnya. Selanjutnya dicelupkan pH meter digital ke dalam esktrak produk daging, dan dibaca nilai pH yang tertera disana.
Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan cara sebagai berikut: cawan pengering dan tutupnya dimasukkan ke dalam forced
draft oven suhu 105˚C selama 15 menit. Cawan yang masih panas dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan, kemudian ditimbang beratnya. Selanjutnya dimasukkan daging sekitar 5gram ke dalam cawan pengering dan ditimbang cawan beserta isinya. Dikeringkan daging di dalam oven selama ± 4 jam.
Uji Cemaran Mikroba Daging
Penetapan cemaran mikroba diawali dengan pembuatan media EMBA. Media EMBA ditimbang sebanyak 5gram dan ditambahkan aquades sebanyak 175 ml dimasak hingga mendidih, didiamkan sekitar 2 menit lalu dituangkan ke dalam 8 buah cawan petri dengan volume 20ml/petri dan didiamkan pada suhu ruangan hingga padat. Pembuatan inokulum, cairan ekstrak daging dari pemeriksaan pH daging dimasukkan ke dalam tabung eppendorf sebanyak 0,51,0ml untuk dilakukan penanaman bakteri coliform pada media EMBA. Penanaman bakteri coliform dilakukan dengan cara ekstrak daging diambil menggunakan mikropipet lalu diteteskan menyebar pada permukaan media EMBA pada cawan petri. Dibiarkan pada suhu ruang sebentar, kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37˚C selama 24 jam.
Angka Lempeng Total Bakteri
Penetapan cemaran angka lempeng total bakteri (ALTB) diawali dengan pembuatan media NA. Media NA ditimbang sebanyak 5gram dan ditambahkan aquades sebanyak 175ml dimasak hingga mendidih, didiamkan pada suhu ruang sampai siap digunakan. Pembuatan pengenceran ekstrak daging 1000x secara berseri. Ekstrak daging yang telah dimasukkan ke tabung eppendorf sebelumnya, diambil sebanyak 0,1ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang berisi aquades 0,9ml sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Dari pengenceran 10-1 diambil sebanyak 0,1ml kemudian dimasukkan ke dalam pada tabung eppendorf yang berisi akuades 0,9ml sehingga diperoleh pengenceran 10-2.
Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3. Penanaman cemaran ALTB dilakukan dengan menuangkan inokulum yang telah diencerkan 10-3 sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri dan ditambahkan media NA dengan suhu 45-50˚C sebanyak ± 20 ml. Dihomogenkan dengan cara memutar-mutar cawan petri beberapa kali. Didiamkan beberapa saat pada suhu ruang sampai media menjadi padat. Kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37˚C dalam posisi terbalik selama 24 jam.
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif, dan disajikan dalam bentuk tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Evaluasi kualitas daging segar dilakukan dengan uji subjektif dan uji objektif. Daging yang digunakan dalam sampel uji berupa daging ayam, daging sapi, daging babi dan daging ikan. Keempat sampel yang digunakan diambil dari dua pasar tradisional, yaitu pasar tradisional Kumbasari dan pasar tradisional Cokroaminoto. Total jumlah sampel daging segar yang diuji adalah 8 sampel.
Pembahasan
Uji Subjektif Kualitas Daging
Penjaminan terhadap kualitas daging menjadi salah satu upaya untuk menjaga rasa aman dan nyaman dalam konsumsi bahan produk asal hewan agar mencakup standar keamanan pangan (food safety). Faktor kualitas daging meliputi warna, keempukan dan tekstur, aroma, citarasa dan jus daging (juiciness) (Fikri et al., 2017). Pemeriksaan terhadap faktor kualitas daging dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara subjektif, dimana pemeriksaan ini dilakukan secara sederhana dengan menggunakan panca indera.
Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan terhadap warna dan
bau atau aroma daging. Pemeriksaan subjektif terhadap warna daging mengacu pada standar warna sesuai dengan Photographic Calour Standard for Muscle Department of Agriculture Western Australia (1982), terdapat 6 standar warna, yakni skor 1 (warna cokelat muda), skor 2 (warna cokelat), skor 3 (warna cokelat kemerahan), skor 4 (warna cokelat merah cerah), skor 5 (warna cokelat tua), dan skor 6 (warna cokelat gelap). Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapatkan hasil bahwa daging sapi yang dibeli di pasar tradisional Kumbasari memiliki warna merah bata, daging ayam berwarna coklat kekuningan, daging babi berwarna merah pucat, daging ikan berwarna merah pucat. Sedangkan daging sapi yang dibeli di pasar Cokroaminoto memiliki warna merah pucat, daging babi berwarna coklat kemerahan, daging ayam berwarna coklat kekuningan dan daging ikan berwarna merah pucat.
Menurut Hughes (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi warna daging pada penilaian karkas adalah faktor pra-penyembelihan ternak seperti penanganan ternak, kematangan ternak, dan cara pemberian pakan. Penanganan ternak saat pemotongan di RPH berkaitan dengan persepsi tingkat stress yang dialami oleh hewan sehingga berdampak terhadap warna daging yang dihasilkan. Pada ternak yang stress saat dipotong daging menjadi berwarna gelap. Menurut Priyanto et al. (2015), sapi potong yang diberikan pakan berenergi rendah menghasilkan daging dengan warna cenderung merah agak kegelapan, sebaliknya ternak yang diberikan pakan berenergi sedang dan tinggi menghasilkan daging dengan warna merah cerah. Pemeriksaan warna daging sapi menunjukkan warna merah pucat yang diduga karena sapi yang dipotong berumur lebih tua, hal ini karena semakin bertambah umur ternak maka akan menyebabkan konsentrasi mioglobin semakin meningkat juga walaupun peningkatannya tidak konstan (Tahuk et al., 2020). Tampilan warna yang ada pada
daging ayam disebabkan keberadaan provitamin A yang terdapat pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin (Cross, 1988). Pigmen oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar, pigmen ini hanya terdapat di permukaan saja dan menggambarkan warna daging yang diinginkan konsumen (Lawrie, 2003). Pada pemeriksaan warna daging menunjukkan bahwa keempat jenis daging tersebut masih segar dan dapat dikonsumsi.
Pemeriksaan subjektif terhadap bau (aroma) daging sapi, babi dan ayam didapatkan berbau khas daging yaitu darah segar. Sedangkan pada daging ikan berbau amis. Bau daging disebabkan oleh fraksi yang mudah menguap dimana pada jaringan otot yang masih hidup mengandung adenosin-5-trifosfat yang dikonversi setelah penyembelihan menjadi inosin-5-monofosfat. Daging yang masih segar berbau seperti darah segar (Arka et al., 1998). Ciri-ciri bau daging yang baik secara spesifik yaitu tidak berbau amis, tidak menyengat dan tidak berbau busuk. Sedangkan bau busuk pada daging disebabkan karena adanya aktivitas bakteri dalam proses pembusukan pada daging. Daging yang telah mengalami pembusukan, terutama pada daging merah, disebabkan oleh pengaruh campuran dari aktivitas enzim lipolitic triasilgliserol, ketengikan oksidatif asam lemak tak jenuh serta produk degradasi protein yang terakumulasi dalam jaringan lemak (adipose). Produk degradasi protein daging dapat diketahui dari pelepasan gas-gas ammonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) serta Metil Merkaptan yang berbau busuk. Pelepasan gas-gas ini bersumber dari asam-asam amino penyusun protein daging yang mengandung gugus NH, gugus S dan gugus CH3 dalam kombinasinya dengan senyawa lain (Suardana dan Swacita, 2009).
Pada pemeriksaan kualitas konsistensi dan tekstur daging sapi, ayam, babi dari kedua pasar tradisional yaitu pasar Kumbasari dan pasar Cokroaminoto,
daging memiliki konsistensi yang liat dan berserat, sedangkan konsistensi daging ikan memiliki konsistensi lembek. Konsistensi daging ditentukan oleh banyak sedikitnya jaringan ikat yang menyusun otot tersebut. Konsistensi daging biasanya dinyatakan dengan: liat (firmness), lembek (softness), dan berair (juiceness). Daging yang segar terasa liat, sedangkan daging yang mulai membusuk terasa berair. Hasil uji tekstur menunjukkan bahwa daging ayam, babi dan ikan cenderung memiliki tekstur halus, sementara daging sapi memiliki tekstur yang lebih kasar. Tekstur umumnya bervariasi antar spesies ternak, ternak dalam spesies yang sama, potongan karkas dan diantara otot serta otot yang sama. Penilaian terhadap tekstur daging sapi mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yakni SNI 3932-2008 tentang Standar Karkas dan Daging Sapi, dimana dijelaskan bahwa standar tekstur daging sapi terdiri atas tiga skor yaitu halus, sedang dan kasar. Konsistensi daging sapi yang lembek dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti waktu pemotongan hewan yang sudah lama, atau dikarenakan umur sapi yang dipotong belum mencukupi. Menurut Suwiti (2008), pada daging anak sapi umumnya agak pucat, kelabu putih sampai merah pucat dan menjadi tua, serabutnya lebih halus daripada daging sapi dewasa,
konsistensinya agak lembek. Berdasarkan hasil pemeriksaan daging sapi memiliki konsistensi yang liat dan tekstur yang halus. Daging yang segar dan sedikit mengandung jaringan ikat memiliki tekstur yang halus, sedangkan daging yang mengandung banyak jaringan ikat, teksturnya akan lebih kasar (Swacita et al., 2017).
Pemeriksaan pada daging babi yang dibeli di pasar Tradisional Kumbasari dan pasar Cokroaminoto memiliki konsistensi yang liat dan tekstur halus, hal ini menadakan daging memiliki kualitas yang baik. Daging babi yang berkualitas tinggi adalah daging yang berkembang penuh
dan baik, konsistensi kenyal, tekstur halus, warna terang dan marbling yang cukup (Susilo, 2007). Hal yang sama ditunjukkan oleh daging ayam, dimana daging ayam dari kedua pasar memiliki konsistensi yang liat dan tekstur yang halus. Hal ini sejalan dengan pendapat Akmal et al., (2019) yang menyatakan bahwa pada daging ayam yang memiliki marbling cukup, konsistensi kenyal, warna terang dan tekstur halus merupakan daging yang berkualitas tinggi. Dari pemeriksaan terhadap tekstur daging ayam, dapat diketahui bahwa daging ayam berasal dari ayam yang dipotong pada umur yang tepat (bukan ayam dengan umur yang muda) karena menghasilkan tekstur yang halus. Nasution et al., (2016) menjelaskan bahwa tingkat kekasaran tekstur meningkat dengan bertambahnya umur. Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori, tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar dan tekstur halus dengan ikatan serabut yang kecil (Nasution et al., 2016). Pemeriksaan terhadap daging ikan, memiliki konsistensi yang lembek dan tekstur yang halus. Daging ikan yang baik adalah daging ikan yang memiliki konsistensi yang kenyal dan memilki tekstur yang halus (Poernomo et al., 2007). Hal ini menunjukkan bahwa daging ikan sudah mulai mengalami pembusukan yang ditandai dengan konsistensi yang mulai lembek dan bau yang sudah amis, dan tidak berbau darah segar.
Tekstur daging pada setiap jenis daging berbeda-beda meskipun berasal dari spesies, bangsa, ternak dalam spesies yang sama. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur daging digolongkan menjadi faktor ante-mortem seperti genetik dan termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur, managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor post-mortem antara lain meliputi metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan pembekuan termasuk faktor lama dan temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode pemasakan dan
penambahan bahan pengempuk (Merthayasa et al., 2015).
Pemeriksaan kepualaman pada daging dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas mutu daging. Kepualaman daging dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan subjektif secara visual terhadap adanya bintik-bintik berupa lemak yang terdapat di antara serat otot daging. Teknik memeriksanya dapat dilakukan dengan mengiris atau membelah daging menjadi dua bagian yang tampak melintang kemudian perhatikan serat dagingnya. Bintik lemak yang terdapat di antara serat daging memiliki warna putih kekuningan yang memiliki sifat lemak dan disebut juga sebagai marbling. Biasanya bintik lemak (marbling) ini dapat ditemukan di bagian otot longissimus dorsi (ElMasry et al., 2012). Berdasarkan hasil pemeriksaan kepualaman daging yang dibeli di pasar tradisional, diketahui bahwa tingkat kepualamannya yaitu mendapatkan skor beragam mulai dari 0 sampai 4 untuk semua jenis daging menurut standar. Semakin tinggi skor kepualamannya (skor 0-5) berarti keberadaan 30 bintik lemak yang ditemukan pada penampang melintang antar serat daging semakin banyak juga. Marbling daging dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang meliputi jenis ras, jenis kelamin, makanan yang diberi terhadap hewan ternak, umur, dan juga berat saat hewan dipotong. Hewan yang memiliki banyak lemak seperti babi biasanya mendapatkan skor kepualaman tinggi, hal ini sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan pada daging babi dari kedua pasar. Jumlah bintik lemak yang menentukan tingkat kepualaman daging memengaruhi persepsi konsumen dalam menentukan konsumsi daging sehingga beberapa negara menentukan kepualaman merupakan salah satu pemeriksaan yang tidak boleh dilewatkan karena dapat berpengaruh terhadap harga jual di pasaran (Cheng et al., 2015)
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, sampel daging ayam yang didapatkan dari Pasar Kumbasari
menunjukkan skor 1, daging babi menunjukkan skor 4, daging sapi menunjukkan skor 3, dan daging ikan menunjukkan skor 0, sedangkan yang didapatkan dari pasar Cokroaminoto, daging ayam menunjukkan skor 1, daging babi menunjukkan skor 4, daging sapi menunjukkan skor 3 dan daging ikan menunjukkan skor 0. Secara umum, semakin tinggi kandungan lemak di dalam otot semakin tinggi pula kualitas daging secara keseluruhan, karena standar kualitas terutama di tentukan oleh kandungan lemak intramuscular (Merthayasa et al., 2015). Menurut Suryani (2006), kepualaman (marbling) mempunyai pengaruh lebih kuat terhadap kegurihan dan aroma daging, sedangkan keempukan yang ditimbulkannya adalah keempukan semu. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi poin kepualaman suatu daging maka semakin baik mutu atau kualitas daging tersebut. Karkas dengan skor kepualaman “slight” banyak digunakan sebagai bahan baku industri steak (Suryani, 2006).
Salah satu indikator untuk mengetahui mutu atau kelas daging yang ada di pasar yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap keadaan tenunan pengikatnya. Semakin banyak tenunan pengikat yang ditemukan pada daging maka tingkat keempukan daging tersebut biasanya akan sedikit dibandingkan dengan daging yang tenunan pengikatnya sedikit. Tenunan pengikat daging diperiksa dengan melakukan irisan melintang menggunakan pisau di permukaan daging sehingga bagian dalamnya terlihat. Pada daging yang memiliki jaringan ikat lebih sedikit dapat dikategorikan sebagai daging dengan mutu kelas I, sedangkan daging dengan penampang jaringan ikat yang banyak dapat digolongkan sebagai mutu kelas II. Pemeriksaan tenunan pengikat tidak dilakukan terhadap produk olahan daging sosis dan bakso melainkan hanya terhadap keempat jenis daging dari dua pasar berbeda. Pada hasil pemeriksaan terhadap daging yang berasal dari kedua pasar
tradisional untuk mengetahui keadaan tenunan pengikatnya diketahui mutu daging yaitu daging ayam mutu kelas I, daging babi mutu kelas II, daging sapi mutu kelas II, dan daging ikan mutu kelas I. Daging dengan mutu kelas I biasanya lebih empuk karena jumlah tenunan pengikatnya sedikit (Somanjaya, 2013) sehingga banyak diminati masyarakat.
Uji Objektif Kualitas Daging
Selain dengan pemeriksaan subjektif, kualitas daging juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan daging secara objektif yang meliputi, pemeriksaan pH, kadar air, daya ikat air, dan cemaran mikroba. Pasar tradisional merupakan salah satu tempat yang memiliki kemungkinan kontaminasi dan tempat perkembangbiakan mikroba yang tinggi. Pasar tradisional biasanya identik dengan tempat yang kotor, tidak teratur, dan daging ayam yang dijual biasanya di letakkan begitu saja tanpa ada alas sehingga memudahkan kontaminasi bakteri (Maulitasari, 2014). Kurangnya kesadaran pedagang mengenai daging yang aman dan sehat dapat mengakibatkan daging broiler yang ada di pasar tersebut terkontaminasi bakteri sehingga jika tidak ditangani dengan baik berakibat buruk pada kesehatan manusia sehingga pengawasan cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan sangat penting terutama dalam kaitannya dengan perlindungan kesehatan dan keamanan konsumen. Kualitas daging dapat dilihat dengan mengetahui pH, daya ikat air, kadar air, dan cemaran mikroba. Nilai pH diharapkan dapat mendekati pH normal yaitu 5,3 – 5,9 (Laack et al., 2000).
Apabila nilai pH terlalu tinggi maka kualitas semakin menurun. Kualitas daging dipengaruhi oleh nilai pH daging. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Lukman (2010), bahwa daging dengan pH akhir yang tinggi (penurunan pH yang lambat) akan menghasilkan daging Dark Firm and Dry (DFD). Sedangkan daging dengan pH akhir rendah (penurunan pH yang cepat)
akan menghasilkan daging PSE (Pale Soft and Exudative).
Berdasarkan hasil pemeriksaan pH pada daging ayam yang dibeli di pasar Tradisional Kumbasari, didapatkan hasil bahwa tingkat keasamannya adalah 5,9, pada daging babi tingkat keasamannya adalah 5,4, pada daging sapi tingkat keasamannya adalah 5,7, pada daging ikan tingkat keasamannya adalah 5,9. Sedangkan daging ayam yang dibeli dipasar Cokroaminoto didapatkan hasil bahwa tingkat keasamannya adalah 5,7 pada daging babi tingkat keasamannya adalah 5,5, pada daging sapi tingkat keasamannya adalah 6,0, pada daging ikan tingkat keasamannya adalah 5,8. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pH semua daging yang diuji berada diatas batas normal. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya rangsangan dan aktivitas bakteri yang menyebabkan pH akhir yang tinggi, terutama di bagian karkas yang lebih dalam, lambat menjadi dingin, menyebabkan bone taint daging menjadi cacat atau terinfeksi. Selain itu juga dapat disebabkan karena hewan sakit atau yang memperlihatkan penyimpangan maka dalam waktu 48-72 jam sesudah penyembelihan tidak terlihat adanya penurunan pH. Keadaan pH akhir setelah proses glikolisis selesai dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain keadaan keletihan dan stress. Hewan yang mengalami cekaman dan keletihan setelah pengangkutan ke RPH menyebabkan kadar glikogen otot menjadi rendah. Apabila hewan ini tidak diistirahatkan tetapi langsung disembelih maka pH minimum yang dicapai hanya sekitar 6-7. Pada sapi, biri-biri, babi setelah tiba di pengangkutan, kadar glikogen ototnya akan normal kembali setelah istirahat minimal 18-24 jam (Lukman, 2010).
Daya ikat air (DIA) didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan atau mengikat airnya sendiri karena pengaruh tekanan atau kekuatan dari luar seperti pemotongan, pemanasan dan penggilingan. Daya ikat air dapat
ditentukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan metode Hamm, yaitu dengan membebani atau mengepres kurang lebih 5gram sampel daging dengan beban 35kg pada suatu kertas saring diantara dua plat kaca selama 10 menit. Menurut Suardana dan Swacita (2009), daya ikat air daging baik yang di atas 75%. Berdasarkan hasil pemeriksaan, daya ikat air dari semua daging yang diujikan memiliki daya ikat air di atas 75%. Hal ini menunjukkan kualitas daging masih baik. Struktur protein pada daging berfungsi mengikat air yang terdapat pada daging. Untuk daging yang masih segar, struktur proteinnya masih utuh sehingga memiliki kemampuan untuk mengikat air dengan baik. Sebaliknya untuk daging yang sudah busuk, struktur proteinnnya sudah rusak sehingga tidak punya kemampuan mengikat air lagi sehingga daya ikat airnya rendah (Suardana dan Swacita, 2009). Menurut Riyanto (2001), daya ikat air akan meningkat jika nilai pH daging meningkat. Hal ini disebabkan pada pH daging yang rendah maka struktur daging terbuka sehingga menurunkan daya ikat air dan tingginya nilai pH daging mengakibatkan struktur daging tertutup sehingga daya ikat air tinggi. Akan tetapi terdapat pula faktor lain yang menyebabkan bervariasinya daya ikat air oleh protein daging sehingga menyebabkan terjadinya variasi daya ikat air oleh daging, hal tersebut antara lain faktor pH, perlakuan maturasi, pemasakan atau pemanasan, dan biologik (otot, jenis, ternak, jenis kelamin, dan umur ternak). Demikian pula dengan faktor pakan, transportasi, suhu, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan, dan lemak intramuscular. Penurunan daya ikat air dapat diketahui dengan adanya eksudasi cairan yang disebut drip pada daging mentah (Soeparno, 2011). Menurut Suardana dan Swacita (2009), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air antara lain nutrisi ternak, pH daging, ikatan aktomyosin, penyimpanan dan
pengawetan, jenis otot, kadar lemak, dan protein daging. Daging yang memiliki daya ikat air yang rendah banyak kehilangan cairan sehingga akan terjadi kehilangan berat daging (Lapase et al., 2016).
Kualitas daging salah satunya dapat dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam daging seperti tingkat kebasahan daging (juiceness), keempukan, warna, dan cita rasa daging. Daging yang bagus ditandai dengan memiliki kadar air yang cukup. Namun kadar air yang terlalu tinggi akan memdahkan bakteri untuk tumbuh sehingga berkolerasi terhadap potensi terjadinya kebusukan daging menjadi lebih cepat. Selain itu, daging dengan kadar air teralu tinggi berpengaruh terhadap daya ikat air sehingga jika didiamkan dalam waktu lama menyebabkan penurunan kualitas protein sehingga daya ikatnya ikut menurun. Daging yang baik memiliki kadar air yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi sehingga daging tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama (Amertaningtyas, 2012). Menurut Lawrie (2003) kadar air pada daging segar 75% dengan batas normal 65-80%. Pada hasil pemeriksaan kadar air yang dilakukan terhadap keempat jenis daging dari pasar tradisional yang dipanaskan di dalam microwave selama empat jam menunjukkan bahwa daging memiliki kadar air berkisar antara 65-75%. Kadar air yang tinggi dapat disebabkan oleh umur ternak yang masih muda karena pembentukan protein dan lemak daging belum sempurna, peningkatan umur dapat meningkatkan proporsi bahan kering sehingga menurunkan kadar air (Hernando et al., 2015). Kadar air yang meningkat dipengaruhi oleh jumlah air bebas yang terbentuk sebagai hasil samping dari aktivitas bakteri (Kasmadiharja, 2008). Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut maka kadar air daging yang diperiksa masih bagus dan dalam kisaran normal.
Pemeriksaan cemeran mikroba merupakan pemeriksaan kualitas daging
yang sangat penting. Daging yang memiliki standar Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) di bawah batasan SNI merupakan daging dengan kualitas yang baik. Daging ini memiliki tingkat cemaran terhadap mikroba yang rendah sehingga dapat mencegah konsumen dari penularan penyakit food borne disease. Kualitas daging yang baik dapat diperoleh jika Rumah Pemotongan Hewan (RPH) atau Rumah Pemotongan Unggas (RPU) memiliki sanitasi yang baik. Proses penyimpanan dan pendistribusian daging juga memiliki andil terhadap terjadinya cemaran mikroba.
Pada pemeriksaan sampel daging ayam, babi, sapi dan ikan pada kedua tempat tersebut diketahui bahwa uji ALTB telah sesuai SNI dengan total bakteri diharapkan tidak melebihi Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7388:2009, yaitu maksimum 1 x 106 CFU/g. Pada uji cemaran mikroba coliform sampel ayam dari pasar Cokroaminoto, sampel sapi dari kedua pasar dan sampel ikan dari Pasar Kumbasari tidak melebihi SNI yakni batas maksimumnya adalah 1 x 102 CFU/g sedangkan sampel daging yang lain berdasarkan tabel 4.8 melebihi batas maksimum cemaran mikroba coliform.
Cemaran mikroba pada penjualan daging dapat berasal dari kontaminasi peralatan maupun pada tempat penjualan. Cemaran tersebut juga dapat berasal dari alat laboratorium yang kurang steril maupun proses pengerjaan yang kurang aseptis. Koloni yang terlihat pada sampel yang positif tidak dapat dihitung karena bentuk koloni nya yang tidak sempurna. Media EMBA merupakan termasuk media selektif differensial untuk menumbuhkan bakteri Gram negatif dari golongan Enterobacter. Media EMBA dijadikan standar untuk mendeteksi dan membedakan mikroorganisme dari kelompok bakteri coliform, khususnya coliform fecal. Bakteri E. coli yang tumbuh pada media EMBA akan berwarna hijau metalik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme pada daging meliputi temperatur, ketersediaan air, tekanan osmose, pH, dan potensial oksidasi reduksi (Harijani et al., 2013).
Uji Subjektif Produk Olahan Daging
Pada pemeriksaan subjektif terhadap produk olahan daging menunjukkan pada pemeriksaan bau tidak ditemukan adanya kelainan seperti bau busuk ataupun bau amis. Semua produk olahan daging tersebut menunjukkan bau khas dari bahan dasarnya yang berupa daging sapi, ayam, dan babi. Bau tambahan berupa bumbu merupakan bahan penyedap yang dapat meningkatkan cita rasa dari produk olahan daging tersebut. Cita rasa dari setiap produk juga berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan bahan tambahan yang terkandung didalam produk tersebut seperti misalnya bumbu, perasa, atau bahkan tidak sama sekali. Melalui pemeriksaan cita rasa ini, secara umum seluruh produk masih dalam keadaan baik dan layak untuk dikonsumsi, namun pada beberapa produk perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut seperti penggorengan dan lain sebagainya.
Warna produk olahan daging terlihat berbeda diakibatkan karena pemakaian bahan pewarna yang berbeda pula, baik pewarna yang diakibatkan pewarna yang diakibatkan pewarna buatan melalui proses sintesis kimia yang mempergunakan bahan-bahan kimia, atau pewarna alami melalui proses ekstraksi secara kimiawi. Berdasarkan tekstur dan kekenyalan didapatkan hasil normal hal ini dikarenakan pada proses pengolahan daging juga ditambahkan garam dapur yang berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air dari protein. Kekenyalan dari bakso dipengaruhi oleh daya mengikat air dari daging yang tinggi.
Uji Objektif Produk Olahan Daging
Perbedaan hasil pengukuran pH dipengaruhi oleh bahan dasar yang digunakan yaitu daging dan tepung, mengakibatkan perubahan nilai pH pada produk olahan. Hal ini terjadi akibat
adanya perubahan keseimbangan hidrogen pada olahan sebagai pengaruh dari nilai pH bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan olahan, pencampuran bahan-bahan membuat titik keseimbangan hidrogen yang baru pada produk olahan (Suwarno et al., 2015). Pearson dan Dutson (1994), menyatakan bahwa perubahan susunan struktur pada daging restrukturisasi dalam fungsinya sebagai protein daging telah terbukti mempengaruhi pH produk yang dihasilkan. Menurut Yashari et al., (2019), nilai pH adonan daging dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan, terutama pH daging yang digunakan. Jika pH adonan tinggi, adonan akan menjadi padat, kenyal dan elastis. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0 - 8,0. Makanan yang mempunyai pH rendah di bawah 4,5 biasanya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri, tetapi dapat menjadi rusak oleh pertumbuhan khamir dan kapang. Oleh karena itu makanan yang mempunyai pH rendah relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH netral atau mendekati netral (Suardana dan Swacita, 2009). Hasil pemeriksaan sampel olahan daging pada bakso dan sosis tergolong normal. Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), pH bakso berkisar antara 6-7, sehingga produk olahan daging sosis maupun bakso yang diperiksa secara uji subyektif dan uji obyektif dapat dikonsumsi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian terhadap daging dan produk olahan daging yang telah dilakukan baik secara uji subjektif maupun uji objektif, dapat disimpulkan bahwa daging sapi, babi, ayam dan produk olahan daging yang berasal dari Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto layak untuk dikonsumsi. Sedangkan daging ikan dari Pasar Kumbasari dan pasar Cokroaminoto yang diujikan tidak layak dikonsumsi karena memiliki tekstur yang
sudah lembek, bau yang amis bercampur bau busuk (tidak berbau darah segar) dan penetapan cemaran bakteri melewati batas normal, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
Saran
Penyimpanan daging dan produk olahannya merupakan salah faktor yang mempengaruhi kualitas daging. Oleh karena itu harus disimpan dengan benar sebelum dikonsumsi agar terhindar dari kontaminasi oleh mikroorganisme yang akan mempercepat rusak dan menurunnya kualitas dari daging dan produk olahannya. Perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat sebagai penjual dan konsumen dalam menjaga kualitas daging melalui sanitasi dan cara mengelolah daging yang baik untuk mendapatkan panganan yang berkualitas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Kepala
Laboratorium Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Dosen pembimbing di Laboratorium Kesehatan Masyarakat
Veteriner Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal Y, Suryani S, Yulidar Y. 2019. Sifat organoleptik daging ayam broiler yang diberikan pakan terfermentasi neurospora crassa. J. Ilmu Teknol. Pet. Trop.. 6(2): 154.
Amertaningtyas D. 2013. Kualitas daging sapi segar di Pasar Tradisional Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. J. Ilmu Teknol. Hasil Ternak. 8(2): 27-31.
Anil MH, Love S, Helps CR, Habour DA.
2002. Potential for carcass
contamination with brain tissue following stunning and slaughter in cattle and sheep. Food Control. 13: 431-436.
Arka IB. 1988. Peranan ilmu kesehatan masyarakat veteriner dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia. Pidato Guru Besar PSKH UNUD.
Cheng QF, Sun DW. 2008. Factors affectig the water holding capacity of red meat products: a review of recent research advances. Crit. Rev. Food Sci. Nut. 48(2): 137-159.
Cheng W, Cheng JH, Sun DW, Pu H. 2015. Marbling analysis for evaluating meat quality: methods and techniques. Comp. Rev. Food Scci. Food Safety. 14: 523-535.
Cross HR. 1998. Carcass science, milk science and technology. Elsevier Sceince Publisher. New York.
ElMasry G, Barbin DF, Sun DW, Allen P. 2012. Meat quality evaluation by hyperspectral imaging technique: an overview. Crit. Rev. Food. Sci. Nutr. 52(8): 689–711.
Fikri F, Hamid IS, Purnama MTE. 2017. Uji organoleptis, pH, uji eber dan cemaran bakteri pada karkas yang diisolasi dari kios di Banyuwangi. J. Med. Vet. 1(1): 23-27.
Harijani N, Rahadi USE, Nazar DS. 2013. Isolasi Escherichia coli pada daging yang diperoleh dari beberapa pasar tradisional di Surabaya Selatan. Vet. Med. 6(1): 39-44.
Hernando D, Septinova D, Adhianto K. 2015. Kadar air dan total mikroba pada daging sapi di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Bandar Lampung. J. Ilmiah Pet. Terpadu. 3(1): 61-67.
Hughes JM, Kearney G, Warner RD. 2014. Improving beef meat colour scores at carcass grading. Anim. Prod. Sci. 54: 422–429.
Kasmadiharja H. 2008. Kajian penyimpanan sosis, naget ayam dan daging ayam berbumbu dalam kemasan polipropilen rigid. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Laack RV, Liu CH, Smith M, Loveday H. 2000. Characteristics of pale, soft,
exudative broiler breast meat. Poult Sci. 79(7): 1057-1061.
Lapase OA, Gumilar J, Tanwiriah W. 2016. Kualitas fisik (daya ikat air, susut masak, dan keempukan) daging paha ayam sentul akibat lama perebusan. J. Kes. Mas. 2(2): 127-131.
Lawrie RA. 2003. Ilmu daging. Parakkasi A: penerjemah. UI Press. Jakarta.
Terjemahan dari: Meat Science.
Lukman DW. 2010. Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging sapi dan daging kerbau pada lama postmortem yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Maarif S. 2018. Pedoman pengawasan kesehatan masyarakat veteriner. Direktorat Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian Indonesia.
Maulitasari SS. 2014. Identifikasi cemaran staphylococcus aureus pada daging ayam yang di jual di pasar tradisional dan modern di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor. Tesis. Fakultas
Kedokteran. Institut Pertanian Bogor.
Merthayasa JD, Suada IK, Agustina KK. 2015. Daya ikat air, pH, warna, bau dan tekstur daging sapi bali dan daging wagyu. Indon. Med. Vet. 4(1): 16-24.
Nasution AF, Dihansih E, Anggraeni. 2016. Pengaruh substitusi pakan komersil dengan tepung ampas kelapa terhadap sifat fisik dan organoleptik daging ayam kampung. J. Pert. 7(1): 14-22.
Pearson AM, Dutson TR. 1994. Advance in meat research series volume 9: quality atributes and their
measurements in meat, poultry and fish product. Blackie Academic and Professional an Imprint of Chapman and Hall. London.
Poernomo D, Mala N, Tri PS. 2007. Hubungan cara mati ikan patin terhadap kemunduran mutu kesegaran pada penyimpanan suhu ruang. Prosiding. 4(2): 12-23.
Priyanto RAM, Fuah EL, Aditia M, Ismail M. 2015. Peningkatan produksi dan kualitas daging sapi lokal melalui penggemukan berbasis serealia pada taraf energi yang berbeda. J. Ilmu Pert. Indon. 20(2): 108-114.
Riyanto J. 2001. Karakteristik kualitas fisik dan nutrisi daging sapi PO pada berbagai macam otot. Buletin Peternakan. Edisi Tambahan. Pp. 232– 240.
Soeparno. 2011. Ilmu nutrisi dan gizi daging. Gajah Mada Universiti Press. Yogyakarta.
Somanjaya R. 2013. Pengaruh enzim papain terhadap keempukan daging. J. Ilmu Pert. Pet. 1(2): 100-108.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Standar Nasional Indonesia 01338181995 tentang bakso daging sapi. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional
Suardana IW, Swacita IBN. 2009. Higiene makanan: kajian teori dan prinsip dasar. Bali: Udayana University Press.
Suryani NS, Susilowati S, Dinasari IR. 2006. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi larutan jahe merah (zingiberofficinale var rubrum rhizoma)
terhadap keempukan dan pH daging sapi perah afkir. J. Dinamika Rekasatwa. 2(2): 1-5.
Susilo A. 2007. Karakteristik fisik daging beberapa bangsa babi. J. Ilmu Teknol. Hasil Ternak. 2(2): 42-51.
Suwarno G, Rosyidi D, Thohari I. 2015. Kualitas fisik (pH, WHC, susut masak, tekstur) dan organoleptik bakso daging kalkun. Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya, Malang.
Suwiti NK. 2008. Identifikasi daging sapi bali dengan metode histologis. Maj. Ilm. Pet. 11(1): 31-35.
Swacita IBN. 2017. Pemeriksaan kesehatan ternak setelah dipotong.
Denpasar: Universitas Udayana.
Swacita IBN, Suardana IW, Suada IK, Sukada IM, Agustina KK, Rudyanto MD. 2017. Penuntun praktikum kesmavet II (higiene makanan). Denpasar: Universitas Udayana. Pp. 5.
Tahuk PK, Dethan AA, Sio S. 2020. Karakteristik warna daging dan lemak sapi bali jantan yang digemukkan dengan hijauan di peternakan rakyat. J. Trop. Anim. Sci. Technol. 2(2): 17-25.
Yashari R, Intan DN. 2019. Uji organoleptik dan nilai pH bakso daging kerbau yang ditambahkan karagenan (eucheuma cottonii). Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan Teknol. 3(2): 323-333.
Zurriyati Y. 2011. Palatabilitas bakso dan sosis sapi asal daging segar, daging beku dan produk komersial. J. Pet. 8(2): 49-57.
Buletin Veteriner Udayana pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet |
Volume 15 No. 2: 222-241 April 2023 DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p09 | |||||
Tabel 1. Hasil uji subjektif sampel daging segar pasar tradisional Kumbasari dan Pasar Tradisional Cokroaminoto | ||||||
Parameter Penilaian Kualitas Daging | ||||||
Sampel |
Warna |
Bau |
Konsistensi |
Tekstur |
Kepualaman |
Keadaan Tenunan Pengikat |
A-K |
Coklat Kekuningan |
Darah segar |
Liat |
Halus |
1 |
I |
B-K |
Merah pucat |
Darah |
Liat |
Halus |
4 |
II |
segar | ||||||
S- K |
Merah Bata |
Darah |
Berserat |
Kasar |
3 |
II |
segar | ||||||
I-K |
Merah Pucat |
Amis |
Lembek |
Halus |
0 |
I |
A-C |
Coklat kekuningan |
Darah segar |
Liat |
Halus |
1 |
II |
B-C |
Coklat kemerahan |
Darah segar |
Liat |
Halus |
4 |
II |
S-C |
Merah pucat |
Darah |
Berserat |
Kasar |
3 |
II |
segar | ||||||
I-C |
Merah Pucat |
Amis |
Lembek |
Halus |
0 |
I |
Keterangan: Kode sampel A (Ayam), B (Babi), S (Sapi), dan I (Ikan). Kode Sampel K (Pasar Kumbasari) dan C (Cokroaminoto). |
Tabel 2. Hasil uji objektif sampel daging segar pasar tradisional Kumbasari dan Pasar Tradisional Cokroaminoto
Sampel |
pH |
WHC/DIA (%) |
Kadar Air (%) |
Pertumbuhan Bakteri | |
ALTB (CFU/g) |
Coliform (CFU/g) | ||||
A-K |
5,9 |
78,17 |
74,22 |
43 x 103 |
138 |
B-K |
5,4 |
78,55 |
75,80 |
92 x 103 |
114 |
S-K |
5,7 |
80,76 |
66,67 |
176 x 103 |
86 |
I-K |
5,9 |
79,52 |
71,45 |
144 x 103 |
64 |
A-C |
5.7 |
77,56 |
75,35 |
144 x 103 |
78 |
B-C |
5,5 |
75,00 |
74,41 |
100 x 103 |
115 |
S-C |
6,0 |
77,02 |
75,26 |
41 x 103 |
15 |
I-C |
5,8 |
80,63 |
75,35 |
128 x 103 |
144 |
Keterangan: Kode sampel A (Ayam), B (Babi), S (Sapi), dan I (Ikan). Kode Sampel K (Pasar Kumbasari) dan C (Cokroaminoto).
Tabel 3. Hasil uji subjektif terhadap warna dan bau daging segar Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto.
Jenis Daging |
Pemeriksaan Secara Subjektif | ||
Warna |
Bau/Aroma | ||
Ayam |
Sampel I (Pasar Kumbasari) Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
Coklat kekuningan Coklat kekuningan |
Khas Ayam Khas Ayam |
Babi |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
Merah pucat |
Khas Babi |
Sampel II |
Coklat kemerahan |
Khas Babi | |
(Pasar Cokroaminoto) | |||
Sapi |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
Merah Bata |
Khas Sapi |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
Merah Pucat |
Khas Sapi | |
Sampel I |
Merah Pucat |
Amis | |
Ikan |
(Pasar Kumbasari) | ||
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
Merah pucat |
Amis |
Tabel 4. Hasil Uji Subjektif Terhadap Konsistensi dan Tekstur Daging Segar Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto
Pemeriksaan Secara Subjektif Jenis Daging Konsistensi Tekstur | |
Ayam |
Sampel I Liat Halus (Pasar Kumbasari) Sampel II Liat Halus (Pasar Cokroaminoto) |
Babi |
Sampel I Liat Halus (Pasar Kumbasari) Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
Sapi |
Sampel I Berserat Kasar (Pasar Kumbasari) Sampel II Berserat Kasar (Pasar Cokroaminoto) |
Ikan |
Sampel I Lembek Halus (Pasar Kumbasari) Sampel II Lembek Halus (Pasar Cokroaminoto) |
Tabel 5. Hasil Uji Subjektif Terhadap Kepualaman dan Keadaan Tenunan Pengikat Daging
Segar Pasar Tradisional Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto
Pemeriksaan Secara Subjektif Jenis Daging Kepualaman Keadaan Tenunan Pengikat | |
Ayam |
Sampel I (Pasar Cokroaminoto) Sampel II (Pasar Kumbasari) |
Babi |
Sampel I (Pasar Cokroaminoto) Sampel II (Pasar Kumbasari) |
Sapi |
Sampel I (Pasar Cokroaminoto) Sampel II (Pasar Kumbasari) |
Ikan |
Sampel I (Pasar Cokroaminoto) Sampel II (Pasar Kumbasari) |
Tabel 6. Hasil Uji Objektif Terhadap pH Daging Segar Pasar Tradisional Cokroaminoto dan Pasar Kumbasari
Jenis Daging |
Pemeriksaan Secara Objektif | |
pH | ||
Sampel I |
5,9 | |
(Pasar Kumbasari) | ||
Ayam |
Sampel II |
5,6 |
(Pasar Cokroaminoto) | ||
Sampel I |
5,4 | |
Babi |
(Pasar Kumbasari) | |
Sampel II |
5,5 | |
(Pasar Cokroaminoto) | ||
Sampel I |
5,7 | |
(Pasar Kumbasari) | ||
Sapi |
Sampel II |
6,0 |
(Pasar Cokroaminoto) | ||
Sampel I |
5,9 | |
Ikan |
(Pasar Kumbasari) | |
Sampel II |
5,8 | |
(Pasar Cokroaminoto) |
Tabel 7. Hasil Uji Objektif Terhadap Daya Ikat Air dan Kadar Air Daging Segar Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto
Jenis Daging |
Pemeriksaan Secara Objektif | ||
Daya Ikat Air (DIA) (%) |
Kadar Air Daging (%) | ||
Ayam |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
78,17 |
74,22 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
77,56 |
75,35 | |
Babi |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
78,55 |
75,80 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
75,00 |
74,41 | |
Sapi |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
80,76 |
66,67 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
77,02 |
75,26 | |
Ikan |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
79,52 |
71,45 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
80,63 |
75,35 | |
Tabel 8. Hasil Uji Objektif Terhadap Pertumbuhan Bakteri Daging Segar Pasar Tradisional Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto | |||
Jenis Daging |
Pertumbuhan Bakteri | ||
ALTB (CFU/g) |
Coliform (CFU/g) | ||
Ayam |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
43x103 |
138 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
144 x103 |
78 | |
Babi |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
92 x103 |
114 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
100 x103 |
115 | |
Sapi |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
176 x103 |
86 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
41 x103 |
15 | |
Ikan |
Sampel I (Pasar Kumbasari) |
144 x103 |
64 |
Sampel II (Pasar Cokroaminoto) |
128 x103 |
144 |
Tabel 9. Pemeriksaan Terhadap Kualitas Olahan Daging Pasar Tradisional Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto
Sampel |
Pemeriksaan Secara Subjektif |
Pemeriksaan Secara Objektif | |||
Warna |
Bau |
Konsistensi/ Tekstur |
Cita Rasa |
pH | |
Sosis (A-K) |
Putih Coklat |
Khas Ayam |
Keras/Kasar |
Penyedap Rasa |
6,2 |
Sosis (A-C) |
Putih Coklat |
Khas Ayam |
Keras/Kasar |
Penyedap Rasa |
6,4 |
Sosis (B-K) |
Merah Oranye |
Khas Babi |
Lembek/Halus |
Khas Babi dan Penyedap |
6,4 |
Sosis (B-C) |
Coklat |
Khas Babi |
Lembek/Halus |
Khas Babi |
6,2 |
Sosis (S-K) |
Coklat Muda |
Penyedap Rasa |
Liat/Halus |
Penyedap Rasa |
6,4 |
Sosis (S-C) |
Coklat Muda |
Penyedap Rasa |
Liat/Halus |
Penyedap Rasa |
6,3 |
Sosis (I-K) |
Merah |
Khas Ikan |
Liat/Halus |
Penyedap Rasa |
6,5 |
Sosis (I-C) |
Putih Keabuan |
Khas Ikan |
Liat/Kasar |
Khas Ikan |
6,3 |
Bakso (A-K) |
Putih |
Khas Ayam |
Keras/Kasar |
Penyedap Rasa |
6,3 |
Bakso (A-C) |
Putih |
Penyedap Rasa |
Keras/Kasar |
Penyedap |
5,9 |
Bakso (B-K) |
Coklat |
Khas Babi dan Penyedap |
Lembek/Kasar |
Khas Babi dan Penyedap |
6,4 |
Bakso (B-C) |
Cokelat |
Khas Babi |
Lembek/Halus |
Khas Babi |
6,3 |
Bakso (S-K) |
Putih Keabuan |
Khas Sapi |
Keras/Kasar |
Penyedap Rasa |
6,2 |
Bakso (S-C) |
Putih Keabuan |
Khas Babi dan Penyedap |
Keras/Kasar |
Penyedap Rasa |
6,2 |
Bakso (I-K) |
Putih |
Khas Ikan dan Penyedap |
Lembek/Halus |
Khas Ikan |
6,3 |
Bakso (I-C) |
Putih |
Khas Ikan |
Lembek/Halus |
Khas Ikan |
6,3 |
Keterangan: Kode sampel A (Ayam), B (Babi), S (Sapi), dan I (Ikan). Kode Sampel K (Kumbasari) dan C (Cokroaminoto)
Tabel 10. Pemeriksaan Secara Subjektif Terhadap Olahan Daging Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto
Sampel |
Pemeriksaan Secara Subjektif | |||
Warna |
Bau |
Konsistensi/Tekstur |
Cita Rasa | |
Sosis (A-K) |
Coklat Kekuningan |
Daging Ayam Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Sosis (A-C) |
Coklat Gelap |
Daging Ayam Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Sosis (B-K) |
Coklat |
Daging Babi Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Sosis (B-C) |
Coklat Cerah |
Daging Babi Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Sosis (S-K) |
Coklat Kemerahan |
Daging Sapi Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Sosis (S-C) |
Coklat Kemerahan |
Daging Sapi Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Sosis (I-K) |
Coklat Cerah |
Daging Ikan Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Sosis (I-C) |
Coklat Cerah |
Daging Ikan Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Bakso (A-K) |
Putih |
Daging Ayam Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Bakso (A-C) |
Putih |
Daging Ayam Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Bakso (B-K) |
Coklat |
Daging Babi Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Bakso (B-C) |
Cokelat |
Daging Babi Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Bakso (S-K) |
Putih Keabuan |
Daging Sapi Terbumbui |
Liat/Kasar |
Gurih |
Bakso (S-C) |
Putih Keabuan |
Daging Sapi Terbumbui |
Liat/Kasar |
Gurih |
Bakso (I-K) |
Putih |
Daging Ikan Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Bakso (I-C) |
Putih |
Daging Ikan Terbumbui |
Liat/Halus |
Gurih |
Tabel 11. Pemeriksaan Secara Objektif Terhadap Olahan Daging Pasar Kumbasari dan Pasar Cokroaminoto
Tempat Pengambilan Sampel |
Pemeriksaan Secara Objektif Sampel |
Pasar Cokroaminoto |
Sosis Ayam 6,1 Sosis Babi 6,5 Sosis Sapi 6,4 Sosis Ikan 5,8 Bakso Ayam 5,8 Bakso Babi 6,3 Bakso Sapi 6,2 Bakso Ikan 5,9 |
Pasar Kumbasari |
Sosis Ayam 6,7 Sosis Babi 6,4 Sosis Sapi 6,1 Sosis Ikan 5,9 Bakso Ayam 7,2 Bakso Babi 5,6 Bakso Sapi 5,9 Bakso Ikan 6,1 |
241
Discussion and feedback