HISTOPATHOLOGY OF THE LIVER IN WISTAR RATS WITH CHRONIC APICAL PERIODONTIS AFTER INTRACANAL MEDICATION
on
Volume 15 No. 2: 286-296
April 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p15
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Histopatologi Hati Tikus Wistar Periodontitis Apikalis Kronis Pasca Pemberian Medikamen Intrakanal
(HISTOPATHOLOGY OF THE LIVER IN WISTAR RATS WITH CHRONIC APICAL PERIODONTIS AFTER INTRACANAL MEDICATION)
Theresia Ene1, I Made Merdana2, Ida Bagus Oka Winaya3, Ni Kadek Eka Widiadnyani4, Luh Made Sudimartini2*
-
1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
2Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. Raya Sesetan Gg. Markisa No. 6, Denpasar Selatan, Bali, Indonesia;
-
3Departemen Patobiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
4Departemen Konservasi, Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia.
*Email: [email protected]
Abstrak
Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi sebanyak 96,58% di Indonesia. Penggunaan obat kimia yang dapat menimbulkan efek samping kepada pasien, menyebabkan masyarakat mulai alternatif pengobatan lain dengan memanfaatkan bahan alam yaitu meniran (Phyllanthus niruri L). Penelitian ini mengkaji mengenai histopatologi hati tikus wistar periodontitis apikalis kronis pasca pemberian medikamen intrakanal. Penelitian ini menggunakan 48 ekor tikus wistar jantan dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dengan lama waktu aplikasi pasta medikamen yaitu hari ke-7, 14 dan ke-21. Hewan coba dikondisikan mengalami periodontitis apikal kronis dengan induksi bakteri E. faecalis kedalam gigi selama 21 hari. Pada hari ke-22 semua kelompok perlakuan medikamen dibuka GICnya dan diberikan perlakuan medikamen yang ditetapkan, setelah ditutup kembali dengan menggunakan GIC. Variabel yang diamati adalah adanya infiltarsi sel radang, kongesti dan nekrosis. Data dianalisis menggunakan uji statistik non-parametrik Kruskal-Wallis dan bila menunjukan perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil pengamatan pada infiltarsi sel radang dan kongesti menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada perlakuan P1, P2 dan P3 serta terdapat perbedaan nyata pada P0 (P<0,05). Namun hasil analisis statistik pengamatan nekrosis pada histopatologi hati menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun meniran hijau pada tikus yang mengalami periodontitis apikalis kronis dapat memperbaiki histopatologi hati.
Kata kunci: Ekstrak daun meniran 10%; tikus putih periodontitis apikal kronis; histopatologi; hati.
Abstract
Dental disease is a problem that is common in Indonesia, and it affects around 96.58% of the population. The use of chemical drugs that can cause side effects in patients makes people start other alternative treatments by using natural ingredients namely meniran (Phyllanthus niruri L). This study examines the liver histopathology of Wistar rats with chronic apical periodontitis after administration of intracanal drugs. This study looked at the effects of a medicament paste on rats for a period of seven, fourteen, and twenty-one days. Experimental animals were adapted to chronic apical periodontitis by inducing Enterococcus faecalis into right maxillary molars for 21 days.On day 22, all drug treatment groups were opened with GIC and given the prescribed drug treatment, and then closed again with GIC. The observed variables were the presence of inflammatory cell infiltration, hyperemia, and necrosis. Data were analyzed using a non-parametric statistical Kruskal-Wallis test,
and if there was a significant difference, it was continued with the Mann-Whitney test. The results of the study showed that there was no significant difference between the three treatment groups (P1, P2, P3) and there was a significant difference between P0 and the other two groups. However, the results of statistical analysis of necrosis observed by histopathology in the liver showed that there was no significant difference between P0, P1, P2 and P3 treatments (P>0.05).From the research results, it can be concluded that administration of meniran leaves ethanolic extract can improve liver histopathology in rats with chronic apical periodontitis.
Keywords: Meniran leaf extract 10%, white mice chronic apical periodontitis, histopathology, liver.
PENDAHULUAN
Penyakit gigi dan mulut perlu diperhatikan karena masih menjadi permasalahan di masyarakat sampai saat ini. Kondisi ini ditunjukan dengan peningkatan prevalensi penduduk Indonesia yang menderita masalah gigi dan mulut. Berdasarkan data dari Riskesdas, prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi dan mulut di Indonesia mengalami peningkatan tajam dari 23,2% tahun 2007 menjadi 57,6% tahun 2018 (Kemenkes, 2018). Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi sebanyak 96,58% di Indonesia (Kemenkes, 2013). Salah satu penyakit periodontal yang diketahui adalah periodontitis.
Periodontitis adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh infeksi pada jaringan periodontal. Secara umum penyakit pada periodontal disebabkan oleh bakteri plak yang terdapat pada permukaan gigi, dimana plak berupa lapisan yang berisi mikroorganisme patogen (Andriani dan Chairunnisa, 2019). Perubahan periodontitis menjadi periodontitis apikalis kronis terjadi karena lesi dasar inflamasi yang berjalan lama yang disebabkan oleh iritan pada pulpa nekrotik masuk ke jaringan periapikal dan membentuk suatu lesi yang bersifat kronis (Torabinejad dan Walton, 2009).
Selain menyebabkan penyakit pada gigi, periodontitis juga berdampak pada organ hati. Periodontitis berhubungan dengan penyakit hati dimana selama terjadi penyakit periodontitis, jaringan periodontal menghasilkan sitokin inflamasi
dan sitokin inflamasi tersebut bersama patogen periodontal dan komponennya seperti peptidoglikan, polisakarida, protein, lipid, lipopolisakarida (LPS) dan lipoprotein, akan bertranslokasi ke hati melalui sirkulasi darah (Han et al., 2016). Organ hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, yang mempunyai fungsi dalam melakukan proses metabolisme dan detoksifikasi berbagai macam senyawa. Pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan kerusakan hati (Merdana et al., 2019). Penggunaan obat kimia yang dapat menimbulkan efek samping kepada pasien, menyebabkan masyarakat mulai kembali ke gaya hidup back to nature dengan mencari alternatif pengobatan lain yaitu dengan memanfaatkan bahan alam, termasuk pengobatan dengan tanaman berkhasiat obat (Wijayakusuma, 2008).
Pemanfaatan tanaman di sekitar manusia belum sepenuhnya dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kesehatan manusia. Indonesia sudah lama mengenal dan menggunakan tanaman herbal untuk dipergunakan sebagai obat obatan yang berkhasiat. Meniran hijau mengandung zat phyllanthin, hypophyllanthin dan corilagin yang mempunyai potensi hepatoprotektif serta mencegah pelepasan enzim-enzim hati, menurunkan kadar peroksidasi lipid, dan meningkatkan kadar Glutation (Sumardi, 2010). Meniran mengandung senyawa golongan flavonoid yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat. Flavonoid diduga berpengaruh dalam menghambat kerusakan hati dengan cara
mengikat radikal bebas. Flavonoid dalam meniran dapat mengikat radikal bebas sehingga dapat berperan menjadi hepatoprotektor sehingga flavonoid bisa melindungi jaringan dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas (Middleton et al., 2000).
METODE PENELITIAN
Ethical Clearance
Penelitian ini sudah mendapatkan kelayakan dan persetujuan oleh komite etik hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan nomor:102/UN14.2.9/PT.01.04/2020
Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 48 ekor tikus wistar jantan (Rattus norvegicus) berat 300-350 gram yang mengalami periodontitis apikal kronis. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah organ hati pasca terapi periodontitis apikal kronis menggunakan basis medikamen pasta Kalsium Hidroksida yang dicampur bahan ekstrak daun meniran hijau 10% dan Klorheksidin Diglukonat 2% pada hari ke-7, 14 dan 21 hari.
Rancangan Penelitian
Penelitian eksperimental laboratorium ini menggunakan rancangan penelitian randomized posttest only control group design. Tikus Wistar jantan sehat umur 2425 minggu dengan berat berkisar 300-350 gram sebanyak 48 ekor dibagi ke dalam 4 kelompok besar uji secara acak, masing -masing kelompok uji dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil sesuai lama waktu aplikasi pasta medikamen yaitu 7, 14 dan 21 hari. Hewan coba dikondisikan mengalami periodontitis apikal kronis dengan induksi bakteri E. faecalis kedalam gigi geraham rahang atas kanan selama 21 hari. Pada hari ke-22 semua kelompok perlakuan medikamen dibuka GICnya dan diberikan perlakuan medikamen yang ditetapkan, setelah ditutup kembali dengan menggunakan GIC untuk menghindari kontaminasi dari luar.
Kelompok kontrol negatif (P0) merupakan kelompok yang hanya diinduksi bakteri dan ditambal menggunakan GIC. Kelompok kontrol positif (P1) diberikan terapi Khlorhexidine diglukonat 2% dalam pasta Kalsium Hidroksida. Kelompok perlakuan P2 diberikan terapi medikamen ekstrak ethanol meniran hijau 10% dalam pasta Kalsium Hidroksida. Kelompok perlakuan P3 diberikan kombinasi medikamen ekstrak ethanol meniran hijau 10% dan Khlorhexidine diglukonat 2% dalam pasta Kalsium Hidroksida.
Pembuatan pasta medikamen intrakanal
Bahan pembuatan pasta medikamen intrakanal adalah serbuk Kalsium Hidroksida Ca(OH)2 sebanyak 0,2 gram, Klorheksidin Diglukonat 2% sebanyak 0,1 ml dan ekstrak meniran hijau konsentrasi 10% sebanyak 0,2 ml yang disiapkan diatas mixing pad menggunakan spatula metal. Pembuatan medikamen intrakanal kelompok kontrol positif (P1) dilakukan dengan mencampurkan serbuk Ca(OH)2 sebanyak 0,2 gram dan Klorheksidin Diglukonat 2% sebanyak 0,1 ml. Kemudian diaduk menggunakan semen spatula sampai konsistensi yang homogen dan menghasilkan pasta medikamen intrakanal dengan konsistensi semi solid. Selanjutnya kelompok perlakuan pertama (P2) dilakukan pencampuran menggunakan serbuk Ca(OH)2 sebanyak 0,2 gram dan ekstrak meniran hijau konsentrasi 10% sebanyak 0,2 mL dan diaduk menggunakan semen spatula sampai konsistensi yang homogen dan menghasilkan pasta medikamen intrakanal dengan konsistensi kental/solid. Kelompok perlakuan kedua (P3) pencampuran menggunakan serbuk Ca(OH)2 sebanyak 0,2 gram, Klorheksidin Diglukonat 2% sebanyak 0,1 ml dan ekstrak meniran hijau konsentrasi 10% sebanyak 0,2 mL. Kemudian diaduk menggunakan semen spatula sampai konsistensi yang homogen dan menghasilkan pasta medikamen intrakanal dengan konsistensi kental/solid.
Perlakuan
Seluruh hewan coba dikondisikan mengalami periodontitis apikal kronis pada gigi geraham atas dextra (M3) dengan induksi bakteri E. faecalis selama 21 hari. Perlakukan medikamen dilakukan pada hari ke 22 yaitu pasta yang mengandung Kalsium Hidroksida, Khlorhexidin Diglukonat 2% dan ekstrak ethanol daun meniran hijau 10%. Untuk memudahkan dalam penanganan tikus saat membuka kavitas, tikus diberikan anestesi ketamin dengan dosis antara 0,24 mg-0,28 mg/kg yang diberikan secara
intramuskular.
Perlakuan sesuai kelompok hewan coba sebagai berikut: Kelompok kontrol negatif (P0) diinduksikan bakteri enterococcus faecalis. Kelompok kontrol positif (P1) diberikan terapi Khlorhexidine Diglukonat 2% dalam pasta Kalsium Hidroksida. Kelompok perlakuan P2 diberikan terapi medikamen ekstrak ethanol meniran hijau 10% dalam pasta Kalsium Hidroksida. Kelompok perlakuan P3 diberikan kombinasi medikamen ekstrak ethanol meniran hijau 10% dan Khlorhexidine Diglukonat 2% dalam pasta Kalsium Hidroksida.
Koleksi sampel
Pengambilan sampel organ hati hewan coba dilakukan pada hari ke-7,14 dan 21 dengan cara euthanasia menggunakan ether. Setelah itu tikus dilakukan prosedur nekropsi menggunakan alat bedah steril lalu diambil organ hati dan dimasukkan ke dalam pot sampel yang berisi formalin 10%. Hasil pengambilan sampel hati dibuat menjadi preparat histopatologi untuk dilakukan pemeriksaan hati secara mikroskopis (Berata et al.,2010).
Perubahan histopatologi hati yang diperiksa akibat pemberian ekstrak ethanol meniran meliputi adanya infiltrasi sel radang, kongesti, dan nekrosis dengan skor 0 (tidak terdapat/normal), skor 1 bersifat ringan/fokal, skor 2 sedang/multifocal, skor 3 parah/ difusa. Masing-masing lesi diperiksa pada lima lapang pandang mikroskopik dengan perbersaran 400x.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari skoring gambaran patologi hati dianalisis dengan uji Kruskall-Wallis. Apabila hasil uji Kruskall-Wallis terdapat perbedaan yang nyata di antara kelompok perlakuan (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan program SPSS ver 22.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemberian kalsium hidroksida, klorheksidin diglukonat 2% yang
ditambahkan ekstrak ethanol daun
meniran hijau 10% sebagai bahan medikamen intrakanal terhadap
histopatologi hati tikus wistar yang mengalami periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan histopatologi seperti lesi kongesti, nekrosis dan infiltrasi sel radang. Hasil pengamatan hati tikus wistar pada semua perlakuan tersaji pada Tabel 1.
Hasil analisis pengamatan kongesti dan infiltrasi radang pada histopatologi hati, menunjukan bahwa, tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada perlakuan P1, P2 dan P3 serta terdapat perbedaan nyata pada P0 (P<0,05). Hal ini menunjukan pada perlakuan P2 dan P3 mengalami derajat kongesti dan infiltrasi yang hampir sama dengan P1 yang merupakan kontrol positif. Sedangkan hasil analisis statistik pengamatan nekrosis pada histopatologi hati menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3. Hal ini menunjukan bahwa derajat nekrosis pada perlakuan P2 dan P3 hampir sama dengan P0 dan P1 yang merupakan kontrol positif dan kontrol negatif. Adanya perbedaan nyata pada P0 terhadap kongesti dan infiltrasi maka perlu dilanjutkan dengan uji mann whitney yang disajikan pada Tabel 2.
Hasil analisis mann whitney pada kongesti menunjukan bahwa terdapat perbedaan nyata P<0,05 pada kelompok
hari ke 7 dan hari ke 21 serta hari ke 14 dan hari ke 21. Hal ini menunjukan pada perlakuan kontrol negatif, bahwa tingkat keparahan kongesti terjadi pada hari ke 21. Hasil analisis mann whitney terhadap infiltrasi menunjukan terdapat perbedaan nyata P<0,05 pada kelompok hari ke 7 dan hari ke 14 serta hari ke 7 dan hari ke 21. Hal ini menunjukan puncak terjadinya infiltrasi sel radang pada hari ke 7 pada perlakuan kontrol negatif/P0.
Hasil analisis data statistika ini, dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan yang ditambahkan ekstrak daun meniran hijau memiliki efektifitas yang sama dengan klorheksidin dan kalsium hidroksida yang mampu melindungi hati dari kerusakan akibat bakteri enterococcus faecalis penyebab periodontitis apikalis kronis.
Gambaran Histopatologi hati tikus wistar pada hari ke-7, 14 dan 21 pasca pemberian perlakuan medikamen intracanal disajikan pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.
Pembahasan
Organ hati merupakan organ yang berfungsi untuk mendetoksifikasi berbagai senyawa kimia yang masuk kedalam tubuh, sehingga menyebabkan hati rentan mengalami kerusakan. Kerusakan pada hati sering terjadi akibat masuknya bahan toksik (Wulandari, 2008). Selain sebagai detoksifikasi, hati berfungsi juga sebagai penyimpanan energi, pembentukan protein, pengaturan dalam metabolisme kolesterol. Dalam menjalankan fungsinya sebagai organ detoksifikasi, hati akan bekerja sangat keras untuk menetralisasikan bahan bahan yang mengandung toksin atau racun. Kerusakan pada organ hati akibat senyawa kimia yang masuk kedalam tubuh dapat meliputi kerusakan struktur maupun gangguan fungsi hati (Corwin, 2001). Kerusakan yang sering dijumpai pada hati antara lain nekrosis, kongesti dan infiltrasi sel radang.
Kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan histopatologi secara mikroskopis adalah kongesti, nekrosis dan infiltrasi sel radang. Kongesti merupakan
penimbunan darah yang secara patologis ditandai adanya sel darah merah yang berada di luar pembuluh darah atau di dalam jaringan (Berata et al.,2011). Selanjutnya lesi yang diamati adalah nekrosis atau kematian jaringan atau sel. Nekrosis merupakan kerusakan akibat proses degenerasi yang irreversibel (Berata et al., 2011). Nekrosis ditandai dengan adanya pembengkakan sel dengan hilangnya membran plasma, terjadinya perubahan pada organel, dan adanya perubahan pada inti yang disertai dengan adanya hipokromik (Kerr et al., 1972). Salah satu penyebab nekrosis yang diketahui adalah toksin. Selanjutnya lesi yang diperiksa adalah infiltrasi sel radang. Infiltrasi sel radang yaitu adanya sel radang yang berada disekitar vena sentralis, daerah porta dan sinusoid. Peradangan terjadi karena tubuh terpapar agen toksik atau karena adanya respon imun, dimana tubuh akan mengerahkan sistem imun ke tempat terjadinya kerusakan (Auliyah, 2016).
Hasil penelitian menunjukan bahwa induksi bakteri enterococcus faecalis yang menyebabkan terjadinya periodontitis apikalis kronis mempengaruhi perubahan histopatologi hati tikus wistar dilihat dari lesi kongesti, nekrosis dan infiltrasi radang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tomofuji (2007) yang menyatakan bahwa periodontitis yang diinduksi secara eksperimental pada tikus menyebabkan kerusakan sistemik yang khas, terutama perubahan pada jaringan hati.
Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi, pada perlakuan kontrol negatif (P0) yang diberikan bakteri enterococcus faecalis saja menunjukkan adanya kerusakan ditandai dengan terjadinya kongesti fokal dan multifokal, nekrosis fokal dan infiltrasi sel radang. Kerusakan yang terjadi pada hati merupakan efek samping dari mekanisme pertahanan tubuh akibat adanya bakteri (Munasir, 2016) dimana penyebab terjadinya kerusakan pada hati
disini adalah endotoksin dari bakteri enterococcus faecalis. Bakteri enterococcus faecalis penyebab periodontitis apikalis kronis dapat merusak jaringan hati dengan cara bertranslokasi ke hati melalui sirkulasi darah pembuluh darah yang robek pada poket periodontal. Bakteri akan menghasilkan toksin dan toksin tersebut akan merusak jaringan, tubuh akan merespon adanya toksin dengan adanya respon inflamasi. Inflamasi merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap adanya bakteri. Hal ini ditandai dengan adanya respon sel kupffer hati dalam menfagosistosis dan menhancurkan antigen bakterial.
Pengamatan yang dilakukan pada kontrol positif (P1) yang diberikan Kalsium hidroksida dan klorheksidin diglukonat yang merupakan bahan yang digunakan sebagai medikamen intrakanal. Pada kontrol positif ini ditemukan kongesti yang bersifat fokal, nekrosis fokal dan infiltrasi sel radang yang bersifat fokal. Adanya kerusakan pada kontrol positif diakibatkan adanya endotoksin dari bakteri enterococcus faecalis hal ini dibuktikan berdasarkan penelitian Nair tahun 2006 melaporkan bahwa kalsium hidroksida yang merupakan bahan medikamen intrakanal tidak cukup efektif menghambat pertumbuhan bakteri obligat dan fakultatif anaerob sehingga menyebabkan endotoksin dari bakteri enterococcus faecalis dapat merusak hati. Selain itu juga klorheksidin diglukonat yang sering digunakan sebagai bahan pencampur kalsium hidroksida kurang efektif dapat menghilangkan endotoksin bakteri gram negatif dan biofilm bakteri Enterococcus faecalis (Signoretti et al., 2011)
Pada penelitian yang diberikan ekstrak ethanol daun meniran hijau 10% ini didapatkan hasil histopatologi hati mengalami perbaikan lesi kongesti, nekrosis, dan infiltrasi sel radang pada hati. Dimana pada perlakukan P2 yaitu pemberian dengan dengan ekstrak ethanol
daun meniran hijau10% kedalam kalsium hidroksida menunjukkan gambaran histopatologi hati yang mulai mengalami perubahan ke arah normal dibandingkan dengan kontrol negatif yang diberikan bakteri enterococcus faecalis saja. Perubahan gambaran histopatologi hati dikarenakan adanya pemberian ekstrak ethanol daun meniran. Meniran banyak mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid, dimana dibidang kesehatan flavonoid memiliki
banyak manfaat antara lain sebagai imunomodulator, zat antibakteri dan antioksidan (Aldi et al., 2013). Sebagai antibakteri meniran akan bekerja dengan cara meningkatkan permeabilitas membran sel, mendenaturasi protein sel, serta merusak dinding sel dan membran sitoplasma bakteri (Astuti, 2012). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gunawan et al, (2008) yang menyatakan, bahwa
ekstrak tumbuhan meniran dapat bekerja aktif sebagai antibakteri pada bakteri escherichia coli dan staphylococcus aureus.
Hasil pengamatan pada perlakuan P3 yang diberikan kalsium hidroksida, klorheksidin diglukonat dan ekstrak etanol meniran hijau 10%, teramati lesi mengalami perubahan ke arah normal. Dapat dikatakan ekstrak etanol daun meniran hijau mampu memperbaiki dan melindungi hati dari endotoksin yang ditimbulkan dari bakteri enterococcus faecalis. Hal ini dilihat dari gambaran histopatologi hati yang terlihat
menunjukan perubahan ke arah normal (Gambar 3).
Meniran hijau memiliki kandungan antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa penting yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas. Meniran mengandung flavonoid, Flavonoid dalam meniran dapat mengikat radikal bebas sehingga dapat berperan menjadi hepatoprotektor dan melindungi jaringan dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas (Middleton et al., 2000).
Selain sebagai antioksidan, meniran hijau memiliki aktivitas sebagai antibakteri, kandungan dari meniran yang berperan sebagai antibakteri yaitu flavonoid, alkaloid, dan saponin. Flavonoid dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga menyebabkan tidak terbentuknya lapisan dinding bakteri yang akan menyebabkan kematian bakteri tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitri (2017) dimana pemberian ekstrak meniran dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella. Selain sebagai antibakteri meniran memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dimana efektivitas flavonoid sebagai anti inflamasi sangat penting untuk mengurangi kerusakan jaringan akibat respon inflamasi yang berlebihan (Cushnie et al., 2011) adanya endotoksin dari enterococcus faecalis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarny et al., (2013) yang menyatakan, bahwa pemberian ekstrak herba meniran hijau (Phyllanthus niruri Linn) secara invivo pada telapak kaki tikus yang diinduksi dengan suspensi karagenin 2 % memperlihatkan efek anti-inflamasi.
Berdasarkan pengamatan histopatologi, penggunaan obat yang berpengaruh baik terhadap perubahan histopatologi hati periodontitis apikalis kronis adalah campuran kalsium hidroksida, klorheksidin diglukonat dan ekstrak etanol meniran hijau dikarenakan lesi sudah menunjukan adanya perubahan ke arah normal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tikus wistar penderita periodontitis apikalis kronis yang diberikan medikamen intrakanal yaitu kalsium hidroksida, klorheksidin diglukonat 2% dan ekstrak etanol daun meniran hijau 10% menunjukan perubahan lesi yaitu kongesti, nekrosis dan infiltrasi sel radang. Pemberian ekstrak ethanol daun meniran hijau dapat memperbaiki histopatologi hati
tikus wistar ke arah normal dilihat dari penurunan lesi kongesti, nekrosis dan infiltrasi sel radang terutama pada P3 yang diberikan kalsium hidroksida,
klorheksidin diglukonat 2% dan ekstrak etanol daun meniran hijau 10%.
Berdasarkan hasil penelitian Pemberian kalsium hidroksida dan ekstrak etanol daun meniran hijau yang menunjukan perubahan lesi histopatologi hati lebih baik dibandingkan dengan histopatologi hati yang diberikan kalsium hidroksida dan klorheksidin diglukonat saja, hal ini bisa menjadi alternatif bahan pencampur pasta medikamen saluran akar.menggantikan klorheksidin diglukonat.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dosis kalsium hidroksida, klorheksidin diglukonat 2% dan ekstrak ethanol daun meniran hijau 10% yang bisa diberikan kepada hewan penderita
periodontitis apikalis kronis. Perlu
dilakukan penelitian tentang efek
pemberian obat kombinasi kalsium hidroksida, klorheksidin diglukonat 2% dan ekstrak ethanol daun meniran hijau 10% dalam jangka waktu yang lama.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Veteriner Wilayah VI Denpasar, Kepala Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Kepala Animal Laboratory Unit Departemen farmakologi dan terapi Universitas Udayana beserta staf, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aldi, Yogiana N, Handayani D. 2013. Uji imunomodulator beberapa subfraksi ekstra etil asetat meniran (Phyllanthus niruri L) pada mencit putih jantan dengan pemberian clearance. Prosiding Dari Seminar Nasional Perkembangan Sains Farmasi Dan Klinik III: Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
Andriani I, Chairunnisa FA. 2019. Periodontitis kronis dan penatalaksaan kasus dengan kuretase. Insisiva Dental J. 8(1), 25–30
Auliyah R. 2016. Gambaran histopatologi hepar ayam pedaging yang diinfeksi L2 Toxocara vitulorum. Skripsi.Universitas Airlangga
Berata IK, Winaya IBO, Adi AAAM, Adnyana IBW. 2011. Patologi veteriner umum. Denpasar: Swasta Nulus.
Corwin EJ. 2001. Buku saku patofisiologi. (Diterjemahkan Brahmu). Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta
Cushnie T, Lamb AJ. 2011. Recent advances in understanding the antibacterial properties of flavonoids. Int. J. Antimicrob. Agents. 38: 99-107
Fitri I. 2017. Efektivitas antibakteri ekstrak herba meniran (phylanthus niruni) terhadap pertumbuhan bakteri
salmonella sp. dan propionibacterium acnes. JST. 6: 300.
Gunawan I, Bawa I, Sutrisnayanti N. 2008. Isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid yang aktif antibakteri pada herba meniran (Phyllanthus niruri Linn). J. Kimia. I2: 31-39
Han P, Sun D, Yang J.2016. Interaction between periodontitis and liver diseases. Biomed. Rep. 5(3): 267-276.
Kemenkes. 2013.Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
Kemenkes RI. 2018. Riset kesehatan dasar, riskesdas. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Kerr JF, Wyllie AH, Currie AR. 1972. Apoptosis: a basic biological
phenomenon with wideranging implications in tissue kinetics. British J. Cancer. 26(4), 239-257.
Merdana IM, Kardena IM, Budiasa K, Gunawan IMD. 2019.
Histopathological structure of white rats liver after giving ant nest extract due to induced paracetamol toxic dose. Bul. Vet. Udayana. 11(1): 14-20.
Middleton E, Kandaswari C, Theoharides TC. 2000. The effect of plant flavonoids on mammalian cells: implications for inflammation, heart disease, and cancer. Pharmacol.
Rev. 52(4): 673–751.
Munasir Z. 2016. Respons imun terhadap infeksi bakteri. Sari Pediatri. 2: 193.
Nair PN. 2006. On the causes of persistent apical periodontitis: a review. Int.
Endodontic J. 39(4): 249–281.
Signoretti FGC, Gomes BPFA, Montgner F, Tosello FB, Jacinto RC. 2011. Influence of 2% chlorhexidine gel on calcium hydroxide ionic dissociation and its ability of reducing endotoxin. Oral. Surg. Oral. Med. Oral. Pathol. Oral. Radiol. Endod. 111(5): 653–658.
Sumardi M. 2010. Efek meniran (Phyllanthus niruri L) terhadap kadar AST dan ALT mencit BABL/C yang diinduksi asetaminofen. Skripsi. Fakultas kedokteran. Universitas Diponegoro. Indonesia. 19.Surya, A.E. 2
Sumarny R, Yuliandini, Rohan M. 2013. Efek anti-inflamasi dan anti-diare ekstrak etanol herba meniran (Phyllanthus niruri L.) dan daun ungu (Graptophyllum pictum l. Griff). Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III, Padang 4-5 Oktober 2013.
Tomofuji, Takaaki. 2007. Chronic administration of lipopolysaccharide and proteases induces periodontal inflammation and hepatic steatosis in rats. J. Periodontol. 78(10): 1999-2006.
Torabinejad M, Walton RE. 2009.
Principles and practice of endodontic. 4th ed. St. Louis. Philadelphia:
Saunders Company. Pp. 17-20, 38-40, 58-63
Wijayakusuma HM. 2008. Ramuan lengkap herbal sembuhkan penyakit. Pustaka Bunda. Jakarta.
Wulandari T, Harini M, Listyawati S. 2007. Pengaruh ekstrak daun sambiloto (andrographis paniculata) terhadap
struktur mikroanatomi hepar dan kadar glutamat piruvat transaminase serum
mencit (musmusculus) yang terpapar diazinon. Bioteknol. 4(2): 53-58.
Gambar 1. Histopatologi hati hari ke 7. Panah hitam = kongesti; Panah kuning = nekrosis; Panah merah = infiltrasi sel radang. P0 = kontrol negatif (tanpa perlakuan); P1= kontrol positif (diberi Kalsium Hidroksida dan Klorhexidin Diglukonat 2%); P2 = Perlakukan 1 (diberi Kalsium Hidroksida dan ekstrak etanol meniran hijau 10%); P3 = Perlakuan 2 (diberi Kalsium Hidroksida, Klorhexidin Diglukonat 2% dan ekstrak etanol meniran hijau 10%) (HE, 400X).
Tabel 1. Rerata Hasil Pengamatan Histopatologi Hati
Perlakuan |
Rerataan ± Std. deviasi Kongesti Infiltrasi Nekrosis |
P0 P1 P2 P3 |
1,67 ± 0,492a 1,42 ± 0,515a 1,08 ± 0,289a 1,42 ± 0,515b 1,00 ± 0,426b 1,33 ± 0,492a 1,17 ± 0,389b 0,83 ± 0,389b 0,83 ± 0,577a 0,50 ± 0,522b 0,58 ± 0,515b 0,42 ± 0,515a |
Keterangan : P0 = kontrol negatif (tanpa perlakuan); P1= kontrol positif (diberi Kalsium Hidroksida dan Klorhexidin Diglukonat 2%); P2 = Perlakukan 1 (Diberi Kalsium Hidroksida dan ekstrak etanol meniran hijau 10%); P3 = Perlakuan 2 (diberi Kalsium Hidroksida, Klorhexidin Diglukonat 2% dan ekstrak etanol meniran hijau 10%).
Tabel 2. Analisis mann whitney
Perlakuan |
Hari ke |
Pengamatan | ||
Kongesti |
Infiltrasi | |||
Kontrol |
7 |
14 |
1,000 |
0,040 |
21 |
0,008 |
0,008 | ||
14 |
21 |
0,008 |
0,317 |
Gambar 2. Histopatologi hati hari ke 14. Panah hitam = kongesti; Panah kuning = nekrosis; Panah merah = infiltrasi sel radang. P0 = kontrol negatif (tanpa perlakuan); P1= kontrol positif (diberi Kalsium Hidroksida dan Klorhexidin Diglukonat 2%); P2 = Perlakukan 1 (diberi Kalsium Hidroksida dan ekstrak etanol meniran hijau 10%); P3 = Perlakuan 2 (diberi Kalsium Hidroksida, Klorhexidin Diglukonat 2% dan ekstrak etanol meniran hijau 10%) (HE, 400X)
Gambar 3. Histopatologi hati hari ke 21. Panah hitam = kongesti; Panah kuning = nekrosis; Panah merah = infiltrasi sel radang. P0 = kontrol negatif (tanpa perlakuan); P1= kontrol positif (diberi Kalsium Hidroksida dan Klorhexidin Diglukonat 2%); P2 = Perlakukan 1 (diberi Kalsium Hidroksida dan ekstrak etanol meniran hijau 10%); P3 = Perlakuan 2 (diberi Kalsium Hidroksida, Klorhexidin Diglukonat 2% dan ekstrak etanol meniran hijau 10%) (HE, 400X).
296
Discussion and feedback