BACTERIAL SENSITIVITY TEST KLEBSIELLA SPP. ISOLATED FROM KINTAMANI DOG DIARRHEA AGAINST ANTIBIOTICS
on
Volume 15 No. 2: 205-210
April 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p07
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Uji Sensitivitas Bakteri Klebsiella spp. yang Diisolasi dari Anjing Kintamani Diare Terhadap Antibiotika
(BACTERIAL SENSITIVITY TEST KLEBSIELLA SPP. ISOLATED FROM KINTAMANI DOG DIARRHEA AGAINST ANTIBIOTICS)
Anak Agung Gede Agung Ananta Kusuma1*, I Gusti Ketut Suarjana2, Ketut Tono Pasek Gelgel2
1Mahasiswa Pendidikan Sarjana Kedokteran,Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar Bali, Indonesia;
2Laboratorium Bakteri dan Mikologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar Bali, Indonesia.
*Email: nantagung13@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kepekaan bakteri Klebsiella spp. yang diisolasi dari anjing kintamani diare. Sampel penelitian ini adalah 4 isolat Klebsiella spp. yang diisolasi dari anjing kintamani diare. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode difusi cakram Kirby-Bauer secara duplo dengan menggunakan antibiotika Kanamisin, Sulfamethoxazole-trimethoprim, Streptomisin. Data yang diperoleh dinyatakan secara deskriptif kualitiatif dengan mengukur zona hambat antibiotika yang terbentuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa islolat Klebsiella spp. 75% intermediet dan 25% sensitif terhadap Kanamisin, seluruh sampel sensitif terhadap Sulfamethoxazoletrimethoprim dan 75% sampel intermediet dan 25% sensitif terhadap Streptomisin.
Kata kunci: Anjing kintamani; diare; Klebsiella spp.; uji sensitivitas
Abstract
This study aims to determine the pattern of sensitivity of bacteria Klebsiella spp. isolated from kintamani dogs with diarrhea. The sample of this study were 4 isolates of Klebsiella spp. isolated from kintamani dogs with diarrhea. The method used in this study is the Kirby-Bauer disc diffusion method in duplicate using the antibiotics Kanamycin, Sulfamethoxazole-trimethoprim, and Streptomycin. The data obtained were expressed descriptively qualitatively by measuring the antibiotic inhibition zone formed. The results showed that isolates of Klebsiella spp. 75% intermediate (3 isolates) and 25% (1 isolate) sensitive to Kanamycin, all samples sensitive to Sulfamethoxazoletrimethoprim and 75% (3 isolates) sample intermediate and 25% (1 isolate) sensitive to Streptomycin.
Keywords: Diarrhea; kintamani dog; Klebsiella spp.
PENDAHULUAN
Anjing Kintamani merupakan
kelompok anjing lokal jenis pegunungan yang hidup di sekitar Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Anjing ini mempunyai sifat pemberani serta memiliki penampilan yang sangat cantik dan indah (Puja, 2007). Anjing Kintamani belum tentu terbebas dari penyakit walaupun telah dipelihara dengan baik. Salah satu penyakit yang umum menyerang aning ini ialah penyakit
sensitivity test
yang disebabkan oleh bakteri diare (Evayana et al., 2017; Pilla and Suchodolski, 2019). Diare merupakan suatu gejala penyakit berupa peningkatan pada frekuensi defekasi, konsistensi feses encer yang disebabkan oleh pergerakan dari peristaltik usus meningkat (Dewandaru et al., 2019). Diare terjadi akibat infeksi bakteri salah satu penyebabnya adalah Enterobacteriaceae meliputi Campylobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp dan Salmonella spp
(Marks and Kather, 2003; Marks et al., 2011).
Klebsiella spp. adalah bakteri nonmotil, fakultatif anaerob, Gram-negatif,
berbentuk batang dengan kapsul berbasis polisakarida yang menonjol (Shi et al., 2020). Klebsiella spp. menginfeksi saluran pencernaan dengan menghasilkan
enterotoksin. Toksin mengaktifkan guanylate cyclase dari sel epitel usus secara abnormal yang menyebabkan hipersekresi cairan ke dalam lumen sehingga terjadi diare (Samanta and Bandyopadhyay, 2020). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Werner et al. (2020) menunjukkan hasil ditemukan bakteri Klebsiella spp. pada 1 anjing ras yang mengalami diare kronis. Serta penelitian Sharif et al. (2017) yang berhasil mengisolasi bakteri Klebsiella spp. dari 9 ekor anjing yang mengalami diare. Terapi diare pada anjing bisa dilakukan dengan terapi simptomatis dan kausalis. Salah satu cara terapi kausalis dilakukan dengan menggunakan
antibiotika. Golongan antibiotika yang banyak digunakan untuk penanganan diare diantaranya penisilin, sefalosporin, nitroimidazoles, timethoprim-sulfonamida, dan aminoglikosida (Gómez-Beltrán et al., 2021; German et al., 2010; Anholt et al., 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Sharif et al. (2017) menunjukkan hasil resisten dari isolat bakteri Klebsiella spp. dari anjing sehat dan diare terhadap golongan beta laktam (Sharif et al., 2017). Tingginya kasus resistensi pada golongan antibiotik beta laktam sehingga diperlukan pemilihan antibiotik dari golongan lain. Kanamisin merupakan antibiotika golongan
aminoglokosida yang termasuk dalam antibiotika bersprektrum luas dan sensitif terhadap bakteri dari keluarga Enterobacteriaceae (Widyasari et al., 2013; Krause et al., 2016). Kombinasi sinergi antibiotika Sulfamethoxazoletrimethoprim bekerja dengan baik terhadap bakteri gram positif dan negatif (Etebu and Arikekpar, 2016). Streptomisin merupakan
golongan aminoglikosida berspektrum luas yang bersifat bakterisidal (Mustika et al., 2015).
Sampai saat ini belum banyak diteliti pengujian antibiotika golongan berbeda selain beta-laktam terhadap bakteri Klebsiella spp. yang berasal dari anjing diare. Oleh karena itu, fokus dari penelitian ini adalah untuk menguji sesntitivitas bakteri Klebsiella spp. asal anjing kintamani diare terhadap antibiotika Kanamisin, Sulfamethoxazole
trimethoprim dan Streptomisin.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah isolat Klebsiella spp. yang diisolasi dari anjing kintamani diare yang telah diidentifikasi pada TSIA dan IMViC oleh Deddy Dharmana sebanyak 4 isolat.
Metode Difusi Cakram
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi cakram secara duplo menurut Kirby-Bauer dengan cara membuat inokulum bakteri yang kekeruhannya disesuaikan dengan standar Mc Farland 0,5 BaSO4 (Koneman et al., 2017). Pembuatan standar Mc Farland 0,5 dilakukan dengan 9,95 mL larutan asam sulfat 1% dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0,05 ml larutan barium klorida 1%. Tabung reaksi berisi campuran kedua larutan selanjutnya dikocok hingga larutan tercampur merata. Larutan Mc Farland 0,5 setara dengan 1 x 108 sel/ mL (Munirah et al., 2018).
Pembuatan Suspensi Bakteri Klebsiella spp.
Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan mengambil koloni Klebsiella spp. yang telah disubkultur pada EMBA dengan menggunakan ose steril. Koloni bakteri tersebut selanjutnya disuspensikan ke dalam 5 mL NaCl 0,9% pada tabung reaksi. Suspensi dikocok hingga homogen dan membentuk kekeruhan yang sama dengan larutan standar Mc Farland 0,5 yang sudah dibuat sebelumnya (Munirah et
al., 2018). Selanjutnya suspensi bakteri ditanam dengan cotton swab steril pada media Mueller-Hinton agar dan kemudian ditempelkan ketiga disk antibiotika yaitu Kanamisin, Sulfamethoxazoletrimethoprim dan Streptomisin.
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan disesuaikan dengan tabel standar diameter killing zone (mm) dari masing-masing antibiotika. Pola kepekaan dari masing-masing antibiotika yakni resistensi, intermediet, dan sensitivitas pada antibiotika yang diuji disajikan dalam bentuk tabel persentase.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Sensitivitas isolat bakteri Klebsiella spp. terhadap kanamisin, sulfamethoxazole-trimethoprim dan streptomisin.
Uji sensitivitas isolat bakteri Klebsiella spp. asal anjing kintamani diare terhadap antibiotika Kanamisin, Sulfamethoxazoletrimethoprim dan Streptomisin dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan hasil pada tabel 2, terdapat 3 isolat (75%) intermediet dan 1 isolat (25%) sensitif terhadap antibiotika Kanamisin, sedangkan pada pengujian sensitivitas terhadap antibiotika Sulfamethoxazole-trimethoprim menunjukkan hasil 100% sensitif pada semua isolat dan terdapat 3 isolat (75%) intermediet dan 1 isolat (25%) sensitif terhadap antibiotika Streptomisin.
Pembahasan
Kanamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang termasuk kedalam antibiotik spektrum luas yang mana mampu berikatan dengan bakteri Gram postitif maupun bakteri Gram negatif (Widyasari et al., 2013). Kanamisin bekerja dengan cara mengikat secara ireversibel pada subunit 30S ribosom bakteri sehingga sub-unit 70 S tidak terbentuk yang menyebabkan inhibisi sintesis protein (Zhang et al., 2019;
Hansur et al, 2019). Pengujian sensitivitas isolat Klebsiella spp. terhadap kanamisin menunjukkan hasil 75% intermediet dan 25% sensitif. Hasil intermediet sebanyak 75 % (3 isolat) menunjukkan bahwa bakteri Klebsiella spp. mulai mengerah ke resisten karena penurunan sensitivitasnya terhadap antibiotika kanamisin. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nazara et al. (2022) menunjukkan hasil sensitif pada semua isolat bakteri Klebsiella spp. asal babi penderita Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC) terhadap antibiotika kanamisin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hossain et al. (2019) melaporkan hasil sebanyak 16 bakteri Klebsiella spp. asal kura-kura menunjukkan hasil 20 intermediet dan 80% sensitif terhadap antibiotika kanamisin.
Seluruh isolat bakteri Klebsiella spp. menunjukkan hasil 100% sensitif (4 isolat) terhadap antibiotika sulfamethoxazoletrimethoprim. Hal ini menandakan bahwa antibiotika sulfamethoxazole-trimethoprim masih efektif digunakan untuk terapi infeksi terhadap bakteri Klebsiella spp. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nazara et al. (2022) menunjukkan hasil sensitif pada semua isolat bakteri Klebsiella spp. yang diisolasi dari babi penderita penderita Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC) terhadap antibiotika sulfamethoxazoletrimethoprim. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Majewski et al. 2021 melaporkan bahwa sebanyak 62 dari 84 sampel bakteri Klebsiella spp. yang diisolasi dari organ ayam (hati, paru-paru, jantung dan limpa) sensitif terhadap antibiotika sulfamethoxazoletrimethoprim. Penelitian lain yang dilakukan oleh Abebe (2020) menunjukkan sebanyak 19 dari 19 isolat Klebsiella oxytoca dan 4 dari 5 isolat Klebsiella pneumoniae sensitif terhadap antibiotika sulfamethoxazoletrimethoprim.
Sulfamethoxazole trimethoprim merupakan antibiotika golongan
sulfoamida yang bersifat bakteriostatik yang dapat menghambat bakteri Gram-positif dan Gram-negatif seperti Nocardia spp., E. coli, Klebsiella spp., Salmonella spp., Shigella spp., Enterobacter spp, Chlamydia trachomatis dan beberapa Protozoa (Upmanyu and Malviya, 2020; Etebu and Arikekpar, 2016). Santosa (2016) menyebutkan bahwa kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim bersifat menghambat sintesis asam nukleat bakteri. Target kerja pada inti sel bakteri akan lebih cepat membunuh bakteri dibandingkan jika antibiotika hanya bekerja pada dinding atau membran sel bakteri, karena inti sel yang berisi asam nukleat (DNA dan RNA) adalah pusat informasi dan kegiatan yang mengatur keseluruhan kerja dan organisasi sel bakteri.
Hasil uji sensitivitas bakteri Klebsiella spp. terhadap antibiotika streptomisin menunjukkan hasil 75% intermediet dan 25% sensitif. Sama halnya dengan hasil yang ditunjukkan pada pengujian terhadap kanamisin, Hasil intermediet sebanyak 75 % (3 isolat) menunjukkan bahwa bakteri Klebsiella spp. mulai mengerah ke resisten karena penurunan sensitivitasnya terhadap antibiotika streptomisin. Purba et al. (2022) juga menjelaskan bahwa kepekaan suatu galur mikroba terhadap aminoglikosid mudah berubah, biasanya menurun setelah terjadi kontak terhadap golongan aminoglikosid.
Streptomisin merupakan antibiotika golongan aminoglikosida bersifat bakterisida dan mengganggu sintesis peptida/protein ribosom dengan cara mengikat sisi 16S rRNA yang terletak pada komponen 30S yang lebih kecil dari ribosom bakteri, menghambat fungsinya dan menghentikan sintesis protein lebih lanjut melalui penghambatan pembentukan ikatan peptida (Grosset and Singer, 2013). Antibiotika streptomisin telah terbukti aktif secara in vitro terhadap mikroorganisme Gram-negatif dan beberapa Gram-positif (Grosset and Singer, 2013). Hal tersebut didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hossain et al. (2019) melaporkan hasil sebanyak 16 bakteri Klebsiella spp. asal kura-kura menunjukkan hasil 50% sensitif dan 50% intermediet terhadap antibiotika streptomisin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Duse et al. (2021)
melaporkan sebanyak 22 isolat bakteri Klebsiella spp. asal sapi perah penderita mastitis tidak resisten terhadap antibiotika streptomisin.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil peneltiian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa bakteri Klebsiella spp. sensitif terhadap Sulfamethoxazole-Trimethoprim dan
menunjukkan hasil intermediet serta resisten terhadap antibiotika Kanamisin dan Streptomisin.
Saran
Bagi peneliti selanjutnya diharapankan lebih banyak mengunakan sampel isolate bakteri Klebsiella spp. asal anjing kintamani diare dan juga pengujian sensitivitas antibiotika bisa menggunakan BD Phoenix™ M50 Instrument karena alat tersebut dalam sekali kerja uji sensitivitas mampu menggunakan lebih dari 6 antibiotika.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah memfasilitasi penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abebe GM. 2020. Detection of biofilm formation and antibiotic resistance in klebsiella oxytoca and klebsiella pneumoniae from animal origin foods. Int. J. Microbiol. Biotechnol. 5(3): 120130.
Anholt RM, Berezowski J, Ribble CS, Russell ML, Stephen C. 2014. Using informatics and the electronic medical record to describe antimicrobial use in
the clinical management of diarrhea cases at 12 companion animal practices. PLoS One. 9(7): e103190.
Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI). 2020. Performance standards for antimicrobial susceptibility testing. 30th ed. CLSI supplement M100. Wayne, PA: Clinical and Laboratory Standards Institute
Dewandaru RA, Indarjulianto S, Yanuartono, Nururrozi A,
Purnamaningsih A, Hayati R. 2019. Diare disebabkan infeksi escherichia coli pada anjing. J. Trop. Anim. Vet. Sci. 9(2): 38-43.
Duse A, Persson-Waller K, Pedersen K. 2021. Microbial aetiology, antibiotic susceptibility and pathogen specific risk factors for udder pathogens from clinical mastitis in dairy cows. Animals. 11(7): 1-17.
Etebu E, Arikekpar I. 2016. Antibiotics: Classification and mechanisms of action with emphasis on molecular perspectives. Int. J. Appl. Microbiol. Biotechnol. Res. 4: 90-101.
Evayana M, Dwinata IM, Puja IK. 2017. Prevalensi infeksi cacing toxocara canis pada anjing kintamani di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Indon. Med. Vet. 6(2): 115-123.
German AJ, Halladay LJ, Noble PJM. (2010). First-choice therapy for dogs presenting with diarrhoea in clinical practice. Vet. Rec. 167(21): 810–814.
Gómez-Beltrán DA, Schaeffer DJ, Ferguson DC, Monsalve LK, Villar D. 2021. Antimicrobial prescribing practices in dogs and cats by colombian veterinarians in the city of medellin. Vet. Sci. 8(5): 1-11.
Grosset JH, Singer T. (2013). Streptomycin. Brenner’s Encyclopedia of Genetics. 5: 568–569.
Hansur L, Ugi D, Hamball H. 2019. Uji kepekaan bakteri asam laktat kandidat probiotik terhadap antibiotik kanamisin, oleandomisin, dan polimiksin B. eJKI. 7(1): 61-65.
Hossain S, De Silva BCJ, Dahanayake PS, Heo G. 2019. Phylogenetic relationships, virulence and
antimicrobial resistance properties of Klebsiella spp. isolated from pet turtles in Korea. Let. Appl. Microbiol. 70: 7178.
Koneman EW, Procop GW, Church DL, Hall GS, Janda WM, Woods GL. 2017. Koneman's color atlas and textbook of diagnostic microbiology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Krause KM, Serio AW, Kane TR, Connolly LE. (2016).
Aminoglycosides: an overview. Cold Spring Harbor Perspectives in Med. 6(6): 1-18.
Majewski M, Józefiak A, Kimsa-Furdzik M, Dziubdziela L, Hudak-Nowak M, Wilczyński J, Anusz K. 2021. Antimicrobial resistance of Escherichia coli and Klebsiella spp. conventionally sampled from factory-farmed chickens clinical submissions. Ann. Agric. Environ. Med. 28(2): 271–276.
Marks SL, Kather EJ. 2003. Bacterial-associated diarrhea in the dog: a critical appraisal. Small Anim. Pract. 33(5): 1029–1060.
Marks SL, Rankin SC, Byrne BA, Wesse, JS. 2011. Enteropathogenic bacteria in dogs and cats: diagnosis, epidemiology, treatment, and control. J. Vet. Intern. Med. 25(6):1195–1209.
Munirah, Rasidah E, Melani N, Zakiah, Nasir M. 2018. Uji aktivitas antibakteri etanol daun ketapang (terminalia catappa l.) warna hijau dan warna merah serta kombinasinya. Indon. J. Pharm. Nat. Prod. 1(2): 8-13.
Mustika OC, Pinatih KJP, Suardana IW. 2015. Uji kepekaan Escherichia coli O157:H7 feses sapi di Kecamatan Kuta Selatan Badung Bali terhadap antibiotik. Indon. Med. Vet. 4(4): 342350.
Nazara AL, Suarjana IGK, Tono KPG. 2022. Bakteri klebsiella sp. asal babi penderita porcine respiratory disease complex resistan terhadap ampicillin
dan peka sulfamethoxazole
trimethoprim dan kanamycin. Indon. Med. Vet. 11(1): 66-75.
Pilla R, Suchodolski JS. 2019. The role of the canine gut microbiome and metabolome in health and
gastrointestinal disease. Front. Vet. Sci. 6(498): 1-12.
Puja IK. 2007. Anjing kintamani maskot fauna Kabupaten Bangli. Penerbit Universitas Udayana Bali.
Purba DA, Tono KPG, Suarjana IGK. 2022. Uji kepekaan streptococcus spp.yang diisolasi dari penyakit saluran pernapasan kompleks babi terhadap kanamycin, streptomycin dan
doxyxycline. Bul. Vet. Udayana. 14(3): 202-209.
Samanta I, Bandyopadhyay S. 2020. Klebsiella. Antimicrobial Resistance in Agriculture. Elsevier Pp. 153–169.
Santosa PE. 2016. Efektivitas berbagai preparat antibiotika terhadap kasus omphalitis pada ayam broiler. J. Ilmiah Pet. Terpadu. 4(4): 319 – 322.
Sharif NM, Sreedevi B, Chaitanya RK, Sreenivasulu D. 2017. Beta-lactamase
antimicrobial resistance in Klebsiella and Enterobacter species isolated from healthy and diarrheic dogs in Andhra Pradesh, India. Vet. World. 10(8): 950954.
Shi Y, Yang H, Chu M, Niu X, Huo X, Gao Y, Zeng J, Zhang T, Li YG, Outi K, Lou K, Li X, Dang, Li C. 2020. Klebsiella. Beneficial Microbes in Agro-Ecol. Pp. 233–257.
Upmanyu N, Malviya VN. (2020). Antibiotics: mechanisms of action and modern challenges. Microorganisms for Sustainable Environment and Health. Pp. 367–382.
Widyasari AM, Misyetti TH, Ambar, Nuraeni. 2013. Karakteristik
fisikokimia kit kering kanamycin. J. Sains Teknol. Nuklir Indon. 43(2): 117126.
Zhang X, Wang J, Wu Q, Li L, Wang Y, Yang H. (2019). Determination of kanamycin by high performance liquid chromatography. Molecules. 24(10):
1902.
Tabel 1. Standar diameter killing zone antibiotika CLSI (2020).
Antibiotika |
Sensitif |
Intermediet |
Resisten |
Kanamisin |
≥ 18 mm |
14-17 mm |
≤ 13 mm |
Sulfamethoxazoletrimethoprim |
≥ 16 mm |
11–15 mm |
≤ 10 mm |
Streptomisin |
≥ 15 mm |
12–14 mm |
≤ 11 mm |
Tabel 2. Hasil Uji Sensitivitas Isolat Klebsiella spp. Terhadap Berbagai Jenis Antibiotika
Diameter Zona Hambat (mm)
Kode Isolat Kanamisin Sulfamethoxazole- Streptomisin
trimethoprim
Klebsiella spp. 1 |
17,5 (I) |
24,5 (S) |
13,5 (I) |
Klebsiella spp. 2 |
23,5 (S) |
28 (S) |
20 (S) |
Klebsiella spp. 3 |
15,5 (I) |
24,5 (S) |
12,5 (I) |
Klebsiella spp. 4 |
17,5 (I) |
26 (S) |
14,5 (I) |
Keterangan: S (Sensitif) dan I (Intermediate) |
210
Discussion and feedback