Volume 15 No. 2: 183-191

April 2023

DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p04

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Sistem Respirasi Itik Bali Pascainfeksi Buatan Virus Newcastle Disease Virulen

(MACROSCOPIC AND MICROSCOPIC CHANGES IN THE RESPIRATORY SYSTEM OF BALI DUCKS AFTER INFECTION WITH THE VIRULENT NEWCASTLE DISEASE VIRUS)

Nur Baiti1*, Ida Bagus Oka Winaya2, Anak Agung Ayu Mirah Adi2

  • 1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.

*Email: baiti.nur0924@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan makroskopis dan mikroskopis sistem respirasi itik bali pasca infeksi buatan virus Newcastle Disease (ND) virulen. Penelitian ini menggunakan itik bali yang berumur 1 minggu sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 2 perlakuan secara acak. P0 digunakan sebagai perlakuan kontrol yang di beri PBS 0,5 ml secara intaokular, sedangkan P1 diinfeksi virus virulen isolat Tabanan1/ARP/17. Satu hari sebelum diinokulasi virus dilakukan pengambilan darah di bagian vena jugularis itik bali untuk pengukuran titer antibodi. Setelah proses aklimatisasi selesai itik bali diinokulasi virus avian orthoavulavirus (AOAV) dengan dosis 27 HA unit sebanyak 0,5 ml secara intraokular. Itik yang mati pasca infeksi virus ND dinekropsi, organ laring, trakea dan paru-paru diamati perubahan anatominya kemudian diambil sampel jaringannya dan dimasukkan kedalam Neutral Buffer Formaline 10%. Itik perlakuan P0 dan P1 yang belum mati pada hari ke 30 pasca infeksi dieuthanasia kemudian dinekropsi. Sampel jaringan di proses dan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxilin Eosin. Hasil pengamatan makroskopis trakea dan paru-paru menunjukkan hemoragi. Lesi histopatologi diamati di bawah mikroskop dan hasil pengamatan disajikan secara deskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa virus AOAV-1 isolat Tabanan1/ARP/17 menimbulkan lesi histopatologi berupa kongesti, hemoragi, edema, dan infiltrasi sel radang pada organ paru-paru, trakea dan laring. Perubahan makroskopis dan mikroskopis sistem respirasi itik bali yang terinfeksi virus ND virulen yang dikaitkan dengan umur, sebaran virus, stain virus dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan makroskopis dan mikroskopis yang ditimbulkan.

Kata kunci: Itik bali; makroskopis; mikroskopis; organ respirasi; virus Newcastle Diseasae

Abtract

This study aims to determine the macroscopic and microscopic changes in the respiratory system of bali ducks after infection with the virulent Newcastle Disease (ND) virus. This study used Bali ducks aged 1 week as many as 15 ducklings were divided into 2 treatments randomly. P0 was used as a control treatment which was given intraocular PBS 0,5 ml, while P1 was infected with the virulent virus isolate Tabanan1/ARP/17. One day before virus inoculation, blood was taken from the jugular vein of Bali ducks for antibody titer measurement. After the acclimatization process was completed, Bali ducks were inoculated with avian orthoavulavirus (AOAV) at a dose of 27 HA units of 0,5 ml intraocularly. Ducks that died after ND virus infection were necropsied, the organs of the larynx, trachea and lungs were observed for anatomical changes, then tissue samples were taken and put into Neutral Buffer Formaline 10%. Ducks P0 and P1 that had not died on day 30 after infection were euthanized and then necropsied. Tissue samples were processed and stained with Hematoxylin Eosin staining. The results of macroscopic observation of the trachea and lungs showed hemorrhage. Histopathological lesions were observed under a microscope and the results were presented descriptively, the results showed that the Tabanan1/ARP/17 isolate AOAV-1 virus caused

histopathological lesions in the form of congestion, hemorrhage, edema, and inflammatory cell infiltration in the lungs, trachea and larynx. . Macroscopic and microscopic changes in the respiratory system of bali ducks infected with the virulent ND virus were associated with age, virus distribution, viral stain and factors that influenced the macroscopic and microscopic changes caused.

Keywords: Bali duck; macroscopic; microscopic; respiratory organ; Newcastle Disease virus

PENDAHULUAN

Itik merupakan sumber keanekaragaman hayati untuk hewan ternak yang mempunyai peluang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. Usaha ternak itik semakin diminati untuk alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan dengan kondisi lingkungan yang strategis untuk usaha peternakan itik. Di samping itu, semakin meluasnya pasar produk asal itik sehingga mendorong berkembangnya peternakan itik di Indonesia (Kencana et al., 2019).

Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam peternakan itik adalah serangan penyakit salah satunya adalah penyakit Newcastle disease. Virus ND dulunya dikenal sebagai avian avulavirus 1 juga umum disebut sebagai avian paramyxovirus 1 (APMV-1) namun saat ini berdasarkan taksonomi terbaru virus ini disebut sebagai avian orthoavulavirus I (AOAV-1) (Amarasinghe et al., 2019). Virus avian orthoavulavirus I (AOAV-1) merupakan virus ND isolat Tabanan yang merupakan strain virulen dari genotipe VIII (Adi, et al., 2019b). Virus ini bersifat patogen pada unggas sehingga menyebabkan gangguan berat pada sistem pernafasan, syaraf dan pencernaan pada ayam (Hewajuli dan Dharmayanti, 2011).

Itik dan kalkun dapat pula terinfeksi ND meskipun jarang menunjukkan gejala klinis dan berpotensi sebagai sumber penyebaran dan penularan (Kencana, 2012). Itik dapat berperan sebagai pembawa virus/carrier yang mana dapat ditularkan pada hewan unggas lain yang peka, sehingga di sebut sebagai reservoir alami dari virus penyakit ND (Saepulloh dan Darminto 2005). Penyakit ND telah mewabah hampir di seluruh Indonesia termasuk juga Provinsi

Bali. Penyebaran penyakit ND dapat terjadi secara kontak langsung ataupun melalui feses yang dieksresikan dari itik yang terinfeksi ke unggas sehat lainnya (Kencana et al., 2012).

Penelitian mengenai perubahan makroskopis dan mikroskopis pada organ laring, trakea dan paru-paru itik bali yang diinfeksi virus Newcastle Disease virulen belum pernah diteliti. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengamatan perubahan makroskopis dan mikroskopis organ respirasi itik bali pasca infeksi buatan virus Newcastle Disease virulen.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 15 ekor itik bali dengan jenis kelamin jantan yang berumur 1 minggu yang diperoleh dari salah satu peternakan di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Selanjutnya lakukan aklimatisasi pada kandang steril selama 2 minggu. Tiga hari sebelum aklimatisasi selesai serum itik dikoleksi untuk dilakukan pengukuran titer antibodi ND menggunakan uji hambatan hemaglutinasi (HI). Sampel darah diambil menggunakan spuit 3 ml pada daerah vena jugularis kemudian dimasukkan kedalam tabung vacutainer. Selanjutnya sampel darah diletakkan pada suhu kamar ± 1-2 jam. Selanjutnya diletakkan pada suhu 40C selama 18-24 jam. kemudian serum darah diambil dan ditampung pada ependorf. Uji HI dilakukan untuk memastikan titer antibodi ND dalam tubuh itik telah rendah (<23 HI unit).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Posttestonly Control Group Design). Itik dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yang terdiri dari lima ekor itik perlakuan kontrol (P0) dengan kode A1-A5 dan sepuluh ekor itik perlakuan infeksi (P1) dengan kode B1-B10. Itik dengan perlakuan P0 diinokulasi dengan PBS sebanyak 0,5ml secara intraokular. Sedangkan itik dengan perlakuan P1 diinokulasi dengan virus ND isolat Tabanan/ARP/17 dengan dosis 27 HA unit sebanyak 0,5ml secara intraokular. Kedua itik perlakuan dipelihara secara terpisah di dalam kandang isolasi. Itik P1 yang mati dilakukan nekropsi dan untuk itik P0 dan P1 yang belum mati sampai hari ke-30 pascainfeksi virus akan dilakukannya euthanasia. Setelah nekropsi dilakukan pengamatan patologi anatomi dan sampel organ laring, trakea dan paru-paru kemudian dimasukkan ke dalam pot-pot yang berisi NBF 10% untuk pembuatan preparat histologi.

Pengamatan Patologi Anatomi

Setelah nekropsi sampel organ laring, trakea dan paru-paru diambil dan diamati perubahan patologi anatomi. Perubahan patologi anatomi yang terjadi kemudian dicatat dan di foto.

Pembuatan Preparat Histologi

Sampel organ laring, trakea dan paru-paru di ambil untuk pembuatan preparat histologi. Tahapan pembuatan preparat histologi yang pertama adalah fiksasi, fiksasi jaringan selama 24 jam selanjutnya dilanjutkan dengan dehidrasi dengan merendam jaringan dalam alkohol 70%, 80%, 90% dan 96% secara bertingkat pada masing- masing perendaman selama ± 2 jam. Tahapan Selanjutnya yaitu clearing menggunakan larutan xylene atau xylol selama 30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan proses infiltrasi yang dilakukan dalam parafin cair yang di tempatkan pada inkubarator bersuhu 58-600C dan membiarkan parafin memasuki sela-sela jaringan. Kemudian dilanjutkan dengan embedding dan bloking menggunakan

parafin cair dan di dinginkan. Blok paraffin kemudian dipotong dengan microtome dengan ketebalan 4-5µm. Potongan terpilih dikeringkan dan diletakkan di atas hot plate 38-40oC sampai kering. Selanjutnya preparat disimpan dalam inkubator pada suhu 38-40oC lalu siap diwarnai dengan pewarnaan HE (Junquiera dan Carneiro, 2007).

Pengamatan Histopatologi

Preparat histologi organ laring, trakea dan paru-paru diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 × dan 400 × pada 5 lapang pandang yang berbeda dari tiap preparat. Pencatatan terhadap perubahan mikroskopis yang ditemukan difokuskan berdasarkan hemoragi, nekrosis dan peradangan,   kemudian dikategorikan

berdasarkan derajat keparahannya yakni (-): tidak terjadi perubahan (normal); (+): terjadi perubahan bersifat ringan (fokal); (++): terjadi perubahan bersifat sedang (multifokal); dan (+++): terjadi perubahan bersifat berat (difusa).

Analisis Data

Perubahan makroskopis yang ditemukan disajikan secara deskriptif. Hasil pemeriksaan histopatologi yang diamati kemudian ditabulasi dan dikategorikan yang selanjutnya dipersentasikan dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tanda Klinis

Itik bali yang terinfeksi menunjukkan gejala berupa diare putih kehijauan (Gambar 1.a) pada hari ke-4 sampai ke-5 pasca infeksi, dengan tanda klinis lainnya yaitu penurunan nafsu makan, kelesuan, dan terhambatnya pertumbuhan pada itik. Tanda klinis lainnya yang teramati sebelum kematian itik bali berjalan sempoyongan, tortikolis dan mata berair (Gambar 1.b) tortikolis terjadi pada waktu menjelang kematian. Kematian itik yang terinfeksi dimulai pada hari ke-7 sampai hari ke-15 pasca infeksi. Itik bali juga mengalami gejala sistem respirasi berupa suara

abnormal dari pernafasan seperti sesak nafas atau bernafas dengan mulut. Semua itik dengan perlakuan kontrol tampak normal selama waktu pengamatan. Untuk itik perlakuan kontrol (P0) dieuthanasia begitu juga dengan itik perlakuan (P1) yang belum mati.

Lesi Makroskopis

Dari hasil pengamatan makroskopis sampel organ paru-paru perlakuan P1 mati di hari ke 9 dan organ trakea perlakuan P1 mati di hari ke 8 dinekropsi dan menunjukkan perubahan berupa hemoragi (Gambar 2.a dan 2.b), sedangkan pada laring tidak ditemukan adanya perubahan.

Lesi Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis organ sistem respirasi itik bali yang diinfeksi virus ND pada organ laring ditemukan lesi hemoragi sebanyak 100% dengan tingkat keparahan sedang hingga berat, edema sebanyak 100% dengan tingkat keparahan ringan hingga sedang dan disertai dengan adanya desiliasi (Gambar 3). Hasil skoring lesi organ sistem respirasi disajikan dalam Tabel 1.

Pada trakea ditemukan lesi nekropsi pada daerah epitel sebanyak 20% dengan tingkat keparahan ringan dan adanya edema pada mukosa dengan keparahan sebanyak 100% yang diikuti dengan desiliasi epitel pada trakea (Gambar 4).

Pada pemeriksaan mikroskopis organ paru-paru itik bali ditemukan lesi berupa kongesti sebanyak 100% dengan tingkat keparahan ringan (Gambar 5-A) dan hemoragi sebanyak 100% dengan tingkat keparahan sedang (Gambar 5-B). Edema sebanyak 100% dengan tingkat keparahan ringan (Gambar 6-A). Lesi peradangan yang ditemukan sebanyak 100% dengan tingkat keparahan berat (Gambar 6-B).

Pembahasan

Pengamatan gejala klinis     virus

Newcastle Disease ditemuka gejala klinis yaitu diare yang bewarna kehijauan, berjalan sempoyongan, bersin, sesak nafas dan mendengkur, penurunan berat badan, lesu, bulu kusam dan anoreksia. Gejala neurologis juga sering terjadi pada virus

newcastle disease dengan gejala tremor hingga tortikolis. Gejala pernafasan pada itik yang terkena virus Newcastle disease yaitu suara ngorok dan cynosis. Suara ngorok terjadi karena mengalami pneumonia sehingga hewan akan kesulitan bernafas, diikuti dengan gejala pial yang mengalami cyanosisi yang disebabkan oleh asupan oksigen ke daerah kepala dan mengalami hambatan. Kesulitan bernafas dapat ditimbulkan oleh penyumbatan paru-paru dan kerusakan pusat pernafasan di otak (Ghiamirad et al., 2010).

Pada pemeriksaan organ laring ditemukan kongesti, edema dan pemeriksaan organ trakea di temukan adanya nekrosis dan desiliasi epitel. Epitel penyusun trakea memiliki fungsi penting dalam pertahanan saluran pernafasan. Trakea merupakan salah satu jaringan pertama yang ditemui virus Newcastle Disease. Semua galur virus Newcastle Disease mampu bereplikasi pada mukosa trakea (Deist et al., 2017). Replikasi virus ND tipe mesogenik biasanya pada mukosa terutama trakea dan esophagus. Sedangkan virus ND bersifat velogenik viscerotropik umumnya menyukai saluran pencernaan dimana sistem pencernaan merupakan target nya (Adi et al., 2010). Sehingga terjadinya desiliasi pada trakea mengindikasikan adanya penyebaran virus yang terjadi secara sistemik dan berpotensi menyebabkan penyakit yang lebih parah (Piacenti et al., 2006 dalam Maria, 2017). Deseliasi terjadi akibat adanya paparan benda asing pada sel epitel dimana terjadi pembengkakan dan epitel terlepas dari membran basal ataupun kehilangan silia. Epitel bersilia pada sistem respirasi sangat sensitif serta mudah cedera jika terpapar inhalasi gas beracun, infeksi virus dan trauma (Adi, 2014).

Pada pemeriksaan paru-paru ditemukan perubahan berupa kongesti, hemoragi dan edema. Perubahan ini mengindikasikan bahwa virus Newcastle Disease memiliki sifat endetoliotropik yang dimana sel endotel pembuluh darah merupakan salah satu target dari virus Newcastle Disease,

sehingga menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga cairan yang berada di dalam pembuluh darah keluar dan menyebabkan terjadinya edema yang dimana juga menyebabkan terjadinya keterlambatan aliran darah pada pembuluh darah sehingga menyebabkan adanya kongesti.

Lesi peradangan banyak tersebar di organ paru-paru yang mengindikasikan pneumonia yang menyebabkan itik mengalami sesak nafas (Dyspnea) atau kesulitan bernafas. Peradangan sendiri terjadi dengan keparahan sedang sampai tinggi. Peradangan dapat disebabkan oleh dua hal, yakni disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, protozoa cacing serta mikroorganisme lainnya dan non-mikroorganisme, seperti bahan kimia, suhu yang terlalu ekstrim, terjadinya trauma, incisi atau pembedahan (Berata et al., 2018). Peradangan berfungsi untuk menghancurkan, mengencerkan, atau membatasi agen yang merugikan, dan memicu terjadinya serangkaian proses yang mencoba untuk memulihkan dan mengganti jaringan yang rusak (Herdiani dan Putri, 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis organ laring, trakea dan paru-paru itik bali menunjukkan bahwa AOAV-1 isolat Tabanan-1/ARP/17 mampu menyebabkan perubahan mikroskopis berupa gangguan sirkulasi, infiltrasi sel radang, dengan derajat yang bervariasi pada setiap lesinya. Pertumbuhan virus Newcastle Disease virulen merusak sel-sel epitel, makrofag, fibroblast, endotel dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh unggas dan mengakibatkan kematian (Wibowo et al., 2012). Virus Newcastle Disease strain velogenik dan mesogenik dapat menyerang berbagai organ termasuk paru-paru, proliferasi pada paru-paru menyebabkan terjadinya nekrosis dan infiltrasi sel-sel radang. Tingkat keparahan penyakit yang ditimbulkan oleh virus ND tergantung strain virus ND dan spesies induk semang (Arthur et al., 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Infeksi buatan virus Newcastle Disease Virulen pada itik bali dapat menyebabkan perubahan makroskopis berupa hemoragi pada trakea dan paru-paru.   Serta

mengakibatkan perubahan mikroskopis yaitu pada laring kongesti, edema, trakea nekrosis, edema, paru-paru menunjukkan adanya hemoragi, edema, degenerasi dan infiltrasi sel radang.

Saran

Dari kesimpulan diatas diperlukannya penelitian lebih lanjut mengenai perubahan makroskopis dan mikroskopis sistem respirasi itik bali yang terinfeksi virus Newcastle Disease virulen yang dikaitkan dengan umur, sebaran virus, stain virus dan faktor-faktor     yang     mempengaruhi

perubahan makroskopis dan mikroskopis yang ditimbulkan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan selesainya penelitian ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh staf Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Balai Besar Veteriner Denpasar, Provinsi Bali, serta semua pihak yang telah membantu selama penelitian ini hingga selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Adi AAAM, Astawa INM, Putra IGAA. 2019a. The efficacy of BEI-inactivated vaccines of Gianyar-1/AK/2014 virulent strain in protecting chickens against Tabanan-1/ ARP/2017 virulent NDV isolate. Vet. World. 12(6): 758-764.

Adi AAAM, Astawa NM, Putra IAA, Suryawan IB. 2019b. Molecular characteristic of avian orthoavulavirus 1 Genotype VII isolated from Tabanan Bali. J. Vet. 20(4): 593.

Adi AAAM, Astawa NM, Putra KSA, Hayashi Y, Matsutomo Y. 2010. Isolation and characterization of pathogenic newcastle disease virus from

a nature case in Indonesia. J. Vet. Med. Sci. 72(3): 313-319.

Adi AAAM. 2014. Patologi veteriner sistemik: sistema pernafasan. Denpasar: Swasta Nulus. Pp. 9-11.

Amarasinghe GK, Ayllón MA, Bào Y, Basler CF, Bavari S, Blasdell KR, Briese T, Brown PA, Bukreyev A, Balkema-Buschmann    A.    2019.

Taxonomy of the order Mononegavirales: update 2019. Arch. Virol. 164(7): 1967– 1980.

Arthur SS, Subbiah M, Shive H, Collins PL, Samal SK. 2011. Experimental infection of hamsters with avian paramyxovirus serotypes 1 to 9. Vet. Res. 42: 38.

Berata IK, Winaya IBO, Adi AAAM, Adnyana IBW. 2018. Buku ajar patologi veteriner umum cetakan ke-4. Denpasar: Swasta Nulus. Pp. 55-56.

Deist MS, Gallardo RA, Bunn DA, Kelly TR, Dekkers JCM, Zhou H, Lamont SJ. 2017. Novel mechanisms revealed in the trachea transcriptome of resistant and susceptible chicken lines following infection witha newcastle disease virus. Clin. Vacc. Immunol. 23(5): e00027-17.

Ghiamirad MA, Pourbakhsh H, Keyvanfar R, Momayez S, Charkhkar, Ashtari A. 2010. Isolation and characterization of Newcastle disease virus from ostriches in Iran. AJMR. 4(23): 2492-2497.

Herdiani N, Putri BP. 2018. Gambaran histopatologi paru tikus wistar setelah diberi paparan asap rokok. Med. Health Sci. J. 2(2): 7-14.

Hewajuli DY, Dharmayanti NLPI. 2011. Patogenesis virus newcastle disease pada ayam. Bul. Balai Besar Vet. Bogor. 21(2): 72-80.

Junquiera LCJ, Carneiro dan Kelley RO. 2003. Basic histology.   10th   Ed,

Washington, Lange. Pp. 316-23.

Kencana GAY, Kardena IM, Mahardika IGNK. 2012. Peneguhan diagnosis penyakit newcastle disease lapang pada ayam buras di bali menggunakan teknik RT-PCR. J. Ked. Hewan. 6(1): 28-31.

Kencana GAY, Kardena IM, Pratistha NWS. 2019. Seroprevalensi penyakit egg drop syndrome pada itik bali di Desa Tumbak Bayuh, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali. J. Sains Vet. 37(2): 248-255.

Kencana GAY. 2012. Penyakit virus unggas. Udayana University Press. Denpasar. Pp. 34-52.

Maria EP, Adi AAAM, Winaya IBO. 2017. Pengaruh virus newcastle disease isolat virulen terhadap gambaran histopatologi otak dan berat embrio ayam. Indon. Med. Vet. 6(2): 101-108.

Piacenti AM, King DJ, Seal BS, Zhang J, Brown CC. 2006. Phatogenesis of newcastle disease in commersial and specific      pathogen-free      turkey

experimentally infected with isolates of different virulence. Vet. Pathol. 43: 168178.

Saepulloh M, Darminto. 2005. Kajian newcastle disease pada itik dan upaya pengendaliannya. Balai Penelitian Veteriner, Bogor dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Malang. Pp. 84-94.

Wibowo MH, Utari T, Wahyuni AETH. 2012. Isolasi, identifikasi, sifat fisik dan biologi virus tetelo yang diisolasi dari kasus di lapangan. J. Vet. 13(4): 425-433.

Tabel 1. Hasil skoring lesi mikroskopis pada organ laring, trakea dan paru-paru itik bali.

Lesi

Perlakuan

C   B1  B2  B3  B4 B5 B6  B7  B8  B9  B10

Laring

Kongesti Edema

  • -  +  +  -  -  -  +  ---   -

  • -   +   +  ++  +  +  +   +  ++  +   +

Trakea

Nekrosis

Edema

  • -   -   -  +  ---   -   -   -   +

  • -    -   +   +   +  +  +   +   +   +   +

Paru-paru

Kongesti

Hemoragi

Infiltrasi sel radang

Edema

Degenerasi

  • -   +   +   +   +  +  +   +  +   +   +

  • -   ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ +++ ++  ++

  • -  +++ +++ +++ +++ ++ +++ ++ +++ +++ +++

  • -   +   +   +   +  +  +   +  +   +   +

  • -   +   +   +   +  +  +   +  +   +   +

Keterangan: normal (-); fokal (ringan/mild) (+); multifokal (sedang/moderator) (++); difusa (berat/serve) (+++) C: perlakuan kontrol; B: perlakuan terinfeksi.



Gambar 1. Tanda klinis itik bali yang diinfeksi virus ND virulen. (A) Itik mengalami diare putih kehijauan pada hari ke-4 sampai ke-5 pasca infeksi, dan (B) itik bali mengalami tortikolis pada hari ke-7 sampai hari ke-15 pasca infeksi..

Gambar 2. Gambaran patologi anatomi paru-paru P1 hari ke 9 dan P1 trakea itik di hari ke 8 mengalami hemoragi.

Gambar 3. Gambaran histopatologi laring itik bali yang diinfeksi virus ND virulen (HE. 400×). Tampak adanya hemoragi (panah putih). Adanya edema multifokal (panah hitam) dan desiliasi (panah kuning).

Gambar 4. Gambaran histopatologi trakea itik bali yang diinfeksi diinfeksi virus ND virulen (HE. 400×). Terlihat adanya nekrosis pada daerah epitel (bintang) dan adanya edema sub mukosa (panah hitam) yang diikuti dengan desiliasi epitel (panah putih)

Gambar 5. Gambaran histopatologi paru-paru itik bali yang diinfeksi diinfeksi virus ND virulen (HE. 400×). (A) Terlihat adanya kongesti yang bersifat fokal (panah putih) disertai dengan edema (panah hitam) dengan disertai infiltrasi sel radang yang bersifat difusa (panah kuning). (B) Terlihat adanya hemoragi multifokal (panah hitam)

Gambar 6. Gambaran histopatologi paru-paru itik bali yang diinfeksi diinfeksi virus ND virulen (HE. 100×). (A) Terlihat adanya edema di sekitar pembuluh darah (panah hitam). (B) Terlihat adanya infiltrasi sel radang dengan keparahan berat (panah hitam) yang disertai dengan hemoragi (panah putih).

191