Volume 14 No. 6: 729-735

Desember 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i06.p16

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Kadar Total Protein Serum Sapi Bali Pasca Transportasi di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran Denpasar

(TOTAL PROTEIN LEVEL OF BALI CATTLE POST TRANSPORTATION IN SLAUGHTERHOUSES PESANGGARAN DENPASAR)

Gusti Agung Rama Wiratama Putra1*, Iwan Harjono Utama2, I Made Merdana3

  • 1Pendidikan Sarjana Dokter Hewan, Fakultas Kedoteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Biokimia Veteriner, Fakultas Kedoteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 3Laboratorium Fisiologi, Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedoteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.

*Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh transportasi terhadap perubahan kadar total protein pada sapi bali pasca perjalanan ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran Denpasar. Transportasi dapat mengakibatkan terjadinya stres dan dehidrasi. Untuk mendiagnosa terjadinya stres dapat dilakukan dengan uji biokimia. Uji biokimia yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengukur kadar total protein dalam darah. Objek yang digunakan adalah sapi bali yang belum diistirahatkan setelah transportasi sebanyak 20 ekor di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran Denpasar. Darah diambil melalui vena auricularis dan dimasukan ke tabung vacutainer yang berisi gel separator untuk memisahkan serum dari darah. Sampel serum darah dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali untuk segera dilakukan pemeriksaan kadar total protein menggunakan mesin Photometer 5010V5+. Kadar total protein dari sampel yang telah diperiksa memiliki kadar terendah 5,8 g/dL dan tertinggi 8,5 g/dL dengan rata rata 7,5 g/dL. Dari hasil penelitian kadar total protein sapi bali pasca transportasi terhitung normal, hal ini mengindikasikan tidak adanya pengaruh transportasi terhadap kadar total protein.

Kata kunci: Sapi bali; transportasi; stres; total protein.

Abstract

This study aims to determine the effect of transportation on changes in total protein levels in Bali cattle after a trip to the Pesanggaran Slaughterhouse (RPH) Denpasar. Transportation can lead to stress and dehydration. To diagnose the occurrence of stress can be done by biochemical tests. The biochemical test carried out in this study was to measure the levels of total protein in the blood. The object used is Bali cattle that have not been rested after transportation as many as 20 heads at the Denpasar Pesanggaran Slaughterhouse. Blood was taken through the auricular vein and put into a vacutainer tube containing a gel separator to separate serum from blood. Blood serum samples were taken to the Bali Provincial Health Laboratory for immediate examination of total protein levels using the Photometer 5010V5+ machine. The total protein content of the examined samples had the lowest level of 5.8 g/dL and the highest 8.5 g/dL with an average of 7.5 g/dL. From the results of the study, the total protein content of Bali cattle after transportation was considered normal, this indicated that there was no effect of transportation on the total protein content.

Keywords: Bali cattle; transportation; stress; total protein.

PENDAHULUAN

Sapi adalah hewan ternak yang dimanfaatkan untuk memproduksi susu dan daging dan manfaat lainnya. Bos sondaicus (Bos bibos), yang dikenal dengan nama sapi bali (Dewi et al., 2018; Besung et al., 2019) merupakan salah satu plasma nutfah Indonesia yang menghasilkan daging dengan kualitas terbaik dibandingkan sapi lokal lainnya (Oka et al., 2012). Sapi bali memiliki banyak keunggulan dan telah menyebar hampir ke seluruh pelosok Nusantara (Soares et al.,2011). Keunggulan Sapi bali yaitu memiliki bentuk badan kompak dan daging yang padat, daya adaptasi tinggi, fertilitas sangat baik, serta persentase karkas mencapai 52-58% (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Untuk memenuhi kebutuhan daging sapi, Masyarakat di Bali memerlukan pasokan sapi dari berbagai daerah di Bali untuk itu maka terjadi proses transportasi sapi bali dari peternak menuju ke rumah potong hewan.

Kegiatan      transportasi      dapat

menyebabkan stres pada ternak karena selama perjalanan, ternak merasakan perubahan kondisi dan lingkungan secara terus-menerus. Perubahan kondisi dan lingkungan secara konstan tersebut dapat memicu perubahan fisiologis ternak sebagai bentuk adaptasi pada ternak. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kegiatan transportasi seperti persiapan pengangkutan, pemuatan, transportasi dan pembongkaran ternak yang dilakukan oleh para pengusaha ternak menggunakan kapal laut, truk atau transportasi lainnya umumnya dapat mengakibatkan stres (Genswein et al., 2012; Aradom, 2013; Bulitta et al., 2015). Respon ternak

terhadap stres selama transportasi bervariasi karena dipengaruhi oleh bangsa hewan, spesies hewan, umur, jenis kelamin, dan durasi transportasi yang dialami oleh ternak (Hartung, 2003; Schwartzkopf-Genswein, 2014; Anton, 2016). Pada saat proses transportasi sapi bali dapat terdampak suhu lingkungan, perlakuan

kasar, suara yang mengganggu ternak itu semua dapat berpotensi pada kondisi fisik. Perubahan fisiologis dan perilaku hewan merupakan indikator dari tingkat stres yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang berpotensi pada kondisi fisik ternak selama transportasi dari peternakan hingga ke rumah pemotongan yaitu RPH Pesanggaran yang berlokasi di Kota Denpasar.

Transportasi hewan ternak sangatlah berpengaruh terhadap produk asal hewan akibat dari stres tersebut. Genswein et al. (2012) berpendapat bahwa efek utama yang disebutkan semuanya berdampak pada kesejahteraan (stres, kesehatan, cedera, kelelahan, dehidrasi, suhu tubuh, mortalitas dan morbiditas) selain itu kualitas daging dan karkas (menyusut, memar, pH, cacat warna dan kehilangan air) dengan dampak yang ditimbulkan bervariasi. Hewan stres lebih rentan terhadap penyakit dan konsumen tidak mau membeli daging yang memar atau secara biokimia berubah karena stres atau penurunan energi. Sehingga hewan ternak selama pengangkutan harus mendapat perhatian yang serius karena hal ini bersangkutan dengan kesehatan, kualitas produk dan kesejahteraan dengan tujuan ke rumah potong hewan.

Indikator penilaian kesejahteraan hewan selama transportasi dapat terlihat dari biokimia klinik darah. Parameter biokimia klinik dapat menjelaskan mekanisme terjadinya penyimpangan, memberikan gambaran kondisi kesehatan, status metabolik, dan membantu meneguhkan diagnosis, sehingga dapat diberikan penanganan yang sesuai (Irfan et al., 2014). Pemeriksaan biokimia darah membutuhkan sampel darah yang perlu diproses lagi hingga menjadi serum atau plasma darah sebelum dapat digunakan.

Total protein merupakan bagian utama serum darah yang terdiri dari protein sederhana dan protein konjugasi seperti glikoprotein dan berbagai bentuk lipoprotein (Girindra, 1989). Beberapa fungsi protein serum dikemukakan oleh Pieper (2003) yaitu sebagai fungsi

angkutan, fungsi imunitas, koagulasi dan inflamasi. mengingat dampak stres pasca-transportasi yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas produk khususnya daging dan karkas setelah pemotongan serta kurangnya laporan mengenai pemeriksaan kadar total protein pasca-transportasi sapi bali antar daerah di provinsi Bali, sehingga dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui kadar total protein sapi bali pascatransportasi yang dapat dijadikan indikator penilaian kesejahteraan hewan saat transportasi

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Objek penelitian ini adalah 20 ekor sapi bali jantan yang belum diistirahatkan pasca tranportasi di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran, Denpasar dengan rentan umur antara 3-5 tahun yang berasal dari wilayah dan jarak transportasi yang sama.

Bahan dan alat penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Serum darah sapi bali dan alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : sarung tangan medis, masker, kapas, venoject, tabung vacutainer yang berisi gel separator ( SST / Serum Separator Tube), jarum venoject ukuran 21G, coolbox, icepack, Photometer 5010V5+, kertas label, dan alat tulis.

Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan observasional-eksploratif dengan rancangan Crosssectional study. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan purposive sampling dan jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Lemeshow (Lemeshow,1997).

Pengambilan sampel darah

Sapi masing-masing diambil darahnya 1 kali sebanyak 5 ml, Sapi bali yang akan dipotong di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran dengan jenis kelamin, rataan umur, dan jarak asal yang sama yang belum sempat di istirahatkan dipilih sebanyak 20

ekor. Selanjutnya dilakukan pengambilan darah melalui vena auricularis. Sebelum pengambilan darah dilakukan restrain terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan pembendungan di vena auricularis bagian posterior lalu bersihkan menggunakan alkohol 70%. tusukan jarum pada pembuluh darah dengan menggunakan venoject dan masukan darah ke tabung vacutainer sebanyak kurang lebih 5ml.

Uji total protein.

Sampel darah langsung dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali untuk segera diperiksa kadar Total Protein dari sampel darah tersebut menggunakan mesin Photometer 5010V5+.

Analisis data

Setelah mendapatkan hasil kadar total protein serum sapi bali selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan hasilnya disajikan dalam bentuk rataan dan simpangan baku.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sampel darah yang diambil dari dua puluh ekor Sapi bali jantan dengan rentang umur 3 – 5 tahun, berasal dari wilayah dan jarak transportasi yang sama yaitu dari pasar hewan Beringkit menuju rumah pemotongan hewan (RPH) Pesanggaran Denpasar. Kondisi fisik sapi bali dalam keadaan sehat dan tidak ditemukan adanya cidera. Namun dengan kondisi kelelahan dan stress. Rata-rata kadar total protein pada serum darah Sapi bali pasca transportasi di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran Denpasar adalah 7,5 g/dL dengan tabel 1. Standar deviasi dari data Total Protein tersebut adalah 0,61 dengan Standar Error dari data tersebut adalah. Data dihitung menggunakan Microsoft Excel 2019, hasil dari standar devisiasi menunjukkan jarak setiap titik data yang besar dari rata-rata.

Pembahasan

Kadar total protein serum pada sapi bali pasca transportasi di Rumah Pemotongan

Hewan (RPH) Pesanggaran ini berada dibawah kadar normal total protein sapi jenis lain. Sapi Friesian Holstein (FH) adalah 9,36 g/dL, pada sapi Limousin 8,51 g/dL, sapi Simmental 8,42g/dL (Irfan et al., 2014). Secara fisiologis, konsentrasi protein serum dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan, hormonal, jenis kelamin, kebuntingan, laktasi, nutrisi, stress dan kehilangan cairan (Kaneko et al., 1997).

Protein serum mempunyai bagian utama yaitu albumin dan globulin, beberapa teknik fraksinasi telah dikembangkan untuk mengukur fraksi protein dalam serum (Issaq et al., 2002). Konsentrasi protein dalam serum dikontrol dengan ketat untuk menyeimbangkan fungsi fisiologisnya secara imunitas, koagulasi, transportasi molekul kecil dan peradangan. Disfungsi atau hilangnya keseimbangan konsentrasi protein serum dapat menyebabkan atau diakibatkan oleh proses penyakit (Pieper et al., 2003).

Menurut Kaslow (2010), Peningkatan konsentrasi protein total dalam darah dapat disebabkan oleh infeksi kronis, hipofungsi kelenjar adrenal, kegagalan fungsi hati, penyakit kolagen pada pembuluh darah, hipersensitif (Alergi), dehidrasi, penyakit saluran pernafasan (sesak nafas), hemolisis dan leukemia. Penurunan konsentrasi protein total disebabkan oleh malnutrisi dan malabsorbsi, penyakit hati, diare, ketidakseimbangan hormon, penyakit ginjal (proteinuria), rendahnya konsentrasi albumin, rendahnya konsentrasi globulin dan kebuntingan (Kaslow, 2010).

Kadar Total Protein sapi bali pasca transportasi di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran Denpasar ini berada di dalam range normal dengan perbandingan pada referensi dari penelitian pada sapi bali betina di Sobangan dengan nilai rata-rata adalah 7,22 g/dL (Senja et al., 2020) sehingga kadar Total Protein pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata kadar pada penelitian yang telah disebutkan. Lebih tinggi dalam penelitian ini masih dapat dikatakan kisaran normal

karena tingginya kadar tidak beda jauh dengan yang dibandingkan.

Kadar total protein didalam range normal berdasarkan refrerensi dari pada penelitian ini dapat disebabkan oleh kurangnya cengkraman stressor pasca transportasi, waktu perjalanan yang singkat dan jarak yang relatif dekat. M.Alam et al. (2018) melaporkan pada ternak sapi yang ditransportasikan selama 12 jam dengan jarak 648 km menyebabkan kenaikan pada nilai Total Protein sebesar 1,4 g/dL dari 6,8 g/dL menjadi 8,2 g/dL.

Jarak transportasi sapi bali dari Pasar Hewan Beringkit menuju RPH Pesanggaran, Denpasar adalah 23 km menggunakan truk dan mobil pick-up terbuka. Alas bak truk dan pick-up yang digunakan untuk mengangkut sapi bali dari sentra produsen / pelosok Bali menuju Pasar Hewan Beringkit bermacam-macam jenisnya, di antaranya yang sering digunakan sebagai alas bak truk atau pickup yaitu serbuk gergaji, jerami, rumput, anyaman bambu, papan kayu. Hal ini dilakukan agar memberi kenyamanan kepada ternak serta mengurangi stres dan terjadinya cidera seperti terpleset yang dapat mengakibatkan sapi pincang atau patah tulang pada saat proses transportasi (Masruroh et al., 2015). Beberapa peneliti melaporkan bahwa kegiatan transportasi seperti persiapan pengangkutan, pemuatan, transportasi dan pembongkaran ternak yang dilakukan oleh para pengusaha ternak menggunakan kapal laut, truk atau transportasi lainnya umumnya dapat mengakibatkan stres (Genswein et al., 2012; Aradom, 2013; Bulitta et al., 2015).

Transportasi memiliki peran penting untuk menjaga kondisi hewan dalam mengurangi stres, faktor yang memengaruhi adalah iklim, lama perjalanan, kapasitas dalam truk, dan getaran pada truk (Swanson dan Tesch, 2001). Penanganan hewan selama berada ditransportasi sampai di RPH diharapkan dapat memberikan perlakuan kesejahteraan hewan karena dapat memengaruhi tingkat stress dan kualitas daging (Gallo dan

Huertas, 2016). sebelum dilakukan transportasi sapi harus diberi pakan dan minum yang cukup agar dampak stres dari transportasi lebih diminimalisir agar tidak terjadi dehidrasi, yang akan berakibat pada kesehatan sapi menurun sehingga berdampak terhadap kualitas karkas yang akan dihasilkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sapi bali pasca transportasi menunjukkan tingginya kadar total protein serum dengan nilai kadar rataan 7,5 g/dL.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan electrophoresis yang lebih lengkap berdasarkan setiap fraksi total protein serum sebelum transportasi dan sesudah transportasi serta pemeriksaan sampel dilakukan di laboratorium khusus hewan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ketua pengelola Rumah Potong Hewan Pesanggaran Denpasar yang telah mengijinkan melakukan penelitian sapi bali yang akan disembelih, serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai (UPTD) Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali sebagai laboratorium analisis sampel penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Alam M, Hasanuzzaman Md, Hasan MM, Rakib TM, Hossain ME, Rashid MH, Sayeed MA, Philips LB, Hoque MA.

2018. Assessment of transport stress on cattle travelling a long distance (≈648 km), from Jessore (Indian border) to Chittagong, Bangladesh. Vet. Rec. Open. Welfare Ethnics. 5: e000248.

Anton A, Kasip LM, Wirapribadi L, Depamede SN, Asih ARS. 2016. Perubahan status fisiologis dan bobot badan sapi bali bibit yang diantarpulaukan dari Pulau Lombok ke

Kalimantan Barat. J. Ilmu Teknol. Peternakan Indon. 2(1): 86-95.

Aradom S. 2013. Animal transport and welfare with special emphasis on transport time and vibration. Doctoral Thesis. Uppsala. Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala.

Besung INK, Watiniasih NL, Mahardika IGNK, Agustina KK, Suwiti NK. 2019. Mineral levels of Bali cattle (Bos javanicus) from different types of land in Bali, Nusa Penida, and Sumbawa Islands (Indonesia). Biodiversitas. 20(10): 2931-2936.

Bulitta FS, Aradom S, Gebresenbet G. 2015. Effect of transport time of up to 12 hours on welfare of cows and bulls. J. Serv. Sci. Manag. 8: 161-182.

Dewi AKS, Mahardika IG, Dharmawan NS. 2018. Total eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit sapi bali lepas sapih diberi pakan kandungan protein dan energi berbeda. Indon. Med. Vet. 7(4): 413-421.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan fisiologi ternak edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gallo CB, Huertas SM. 2016. Main animal welfare problems in ruminant livestock during preslaughter operations: a South American view. Animal. 10(2): 357-364.

Genswein KS, Faucitano L, Dadgar S, Shand P, González LA, Crowe TG. 2012. Road transport of cattle, swine and poultry in North America and its impact on animal welfare, carcass and meat quality: a Review. J. Meat Sci. 92(3): 227-243.

Girindra A. 1988. Biokimia I. Jakarta: Gramedia.

Handiwirawan E, Subandryo. 2004. Potensi keragaman sumber daya genetik Sapi bali. Wartazoa. 14(3): 107-115.

Hartung J, Marahrens M, Holleben KV. 2003. Recommendations for future development in cattle transport in Europe. Dtsch. Tierärztl. Wschr. 110(3): 128-130.

Irfan IZ, Izfandiari A, Choliq C. 2014. Profil protein total, albumin, globulin dan rasio albumin globulin sapi pejantan. J. Ilmu Ternak Vet. 19(2): 123129.

Issaq HJ, Conrads TP, Janini GM, Veenstra TD. 2002. Methods for fractionation, separation and profiling of proteins and peptides. Electrophoresis. 23: 3048–

3061.

Kaneko JJ. 1997. Serum proteins and the dysproteinemias. Di dalam Kaneko JJ, JW. Harvey, ML Bruss, editor. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. Edisi 5. Academic press. London.

Kaslow JE. 2010. Analysis of serum protein. Santa Ana: 720 North Tustin Avenue Suite 104, CA.

Lemeshow S. 1997. Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pieper R, Gatlin CL, Makusky AJ, Russo PS, Schatz CR, Miller SS, Su Q, McGrath AM, Estock MA, Parmar PP, Zhao M, Huang ST, Zhou J, Wang F, Esquer-Blasco R, Anderson NL, Taylor J, Steiner S. 2003. The human serum proteome:  dis-play of nearly 3700

chromatographically separated protein spots       on       two-dimensional

electrophoresis gels and identification of 325 distinct proteins. Proteomics. 3: 1345–1364.

Schwartzkopf-Genswein K, Grandin T. 2014. Cattle transport by road. CAB International.

Senja NO, Widyastuti SK, dan Erawan IGMK. 2020. Kadar protein total serum sapi bali betina di sentra pembibitan sapi bali Desa Sobangan, Badung. Indon. Med. Vet. 9(4): 502-511.

Soares FS, Dryden GM. 2011. A body condition scoring system for Bali cattle. Asian-Australasian J. Anim. Sci. 24(11): 1587–1594.

Swanson JC, Morrow-Tesch J. 2001. Cattle transport:  Historical, research, and

future perspectives. J. Anim. Sci. 79: E102–E109.

Oka IGL, Suyadnya IP, Putra S, Suarna IM, Suparta N, Saka I K, Suwiti NK, Antara IM, Puja IN, Sukanata IW, Oka AA, Mudita IM. 2012. Sapi bali sumberdaya genetik asli Indonesia. Denpasar, Udayana University Press. 351 Hlm.

Tabel 1. Kadar Total Protein sapi bali jantan di Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran, Denpasar

No Sapi

Total Protein (g/dL)

1

7

2

7,6

3

7,6

4

7,9

5

7,6

6

7,4

7

8,5

8

6,9

9

7,8

10

7,4

11

6,5

12

7,2

13

7,4

14

7,4

15

8

16

7,6

17

5,8

18

8,4

19

7,9

20

7,6

Rata-Rata

7,5

Standar Deviasi

0,61

Standar Error

0,137

735