Volume 14 No. 5: 550-557

Oktober 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p15

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Respon Imun Terhadap Escherichia coli Pada Anak Babi yang Diberi Vaksin Rekombinan Escherichia coli – Avian Influenza

(IMMUNE RESPONSE TO ESCHERICHIA COLI IN PIGLETS THAT GIVEN ESCHERICHIA COLI – AVIAN INFLUENZA RECOMBINANT VACCINE)

Pieter Mbolo Maranata1*, I Gusti Ngurah Kade Mahardika2, I Nengah Kerta Besung3

  • 1Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia;

  • 2Laboratorium Virologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia;

  • 3Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia;

*Email: pietermbolo@gmail.com

Abstrak

Escherichia coli sebagai penyebab kolibasilosis merupakan penyakit yang penting pada peternakan babi karena mengakibatkan timbulnya penurunan berat badan, kematian pada babi dan kerugian ekonomi yang signifikan. Penanganan kolibasilosis dengan menggunakan antibiotika dapat menyebabkan terjadinya efek resistensi, maka diperlukan alternatif lain menggunakan vaksin. Pengembangan vaksin terbaru yang dilakukan Universitas Udayana menggunakan isolat E. coli dari daerah Bali dilakukan untuk menangani masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas respon imun terhadap E. coli pada anak babi yang telah diberi vaksin rekombinan E. coli – Avian Influenza. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah serum dari 12 ekor anak babi. Pada penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan pemberian vaksin dan kelompok kontrol tanpa pemberian vaksin. Kelompok perlakuan diberikan vaksin pada umur 1 minggu dan diulang pada umur 3 minggu, setelah itu serum dari kedua kelompok diambil saat babi berumur 4 minggu. Serum tersebut kemudian diuji menggunakan uji serologis Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil dari pengujian didapatkan angka optical density yang bervariasi, kelompok perlakuan memiliki rerata optical density 1,010 dan kelompok kontrol memiliki rerata 0,418. Pada analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan kedua kelompok itu memiliki perbedaan yang signifikan. Tingkat antibodi terhadap E. coli pada anak babi yang divaksinasi lebih tinggi daripada tingkat antibodi terhadap E. coli pada anak babi yang tidak divaksinasi. Data kasus diare digunakan sebagai data pendukung yang menunjukan perbedaan yang nyata setelah kelompok vaksinasi diberikan vaksin booster pada minggu ketiga. Pada minggu keempat kelompok vaksinasi tidak terdapat anak babi yang terkena diare, sedangkan pada kelompok tidak divaksinasi didapatkan 4 anak babi terkena diare. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan respon imun pada babi yang diberi vaksin rekombinan E. coli Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan respon imun pada babi yang diberi vaksin rekombinan E. coli dari kelompok kontrol.

Kata kunci: Avian influenza; anak babi; ELISA; Escherichia coli; respon imun

Abstract

Escherichia coli as a cause of colibacillosis is an important disease in pig farms because it causes weight loss, death in pigs, and significant economic losses. Handling colibacillosis by using antibiotics can cause a resistance effect, so we need an alternative to using a vaccine. The latest vaccine development by Udayana University using E. coli isolates from the Bali area was carried out to use this problem. Research on immunization against E. coli in piglets who have been given a recombinant vaccine E. coli - Avian Influenza. The sample used in this study was serum from 12 piglets. In this

study, the sample was divided into two groups, namely the treatment group with vaccines and the control group without vaccine assistance. The group was given the vaccine at age of 1 week and repeated at age of 3 weeks, and the serum from both of groups was taken when the pigs were 4 weeks old. The serum is then tested using an Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) serological test. The results showed a varying optical density figures, the study group had an average optical density of 1.010 and the control group had an average of 0.418. Analysis statistic using the unpaired t-test, the two groups had significant differences. The level of antibodies against E. coli in vaccinated piglets is higher than the level of antibodies against E. coli in unvaccinated piglets. Diarrhea case data is used as supporting data that shows significant differences in the group given the booster vaccine in the third week. In the fourth week of the vaccination group, no piglets were diarrhea, while in the unvaccinated group 4 diarrhea was taken. The conclusion that were an increase in the immune response in pig that given the recombinant vaccine E. coli rather than control group.

Keywords: Avian influenza; ELISA; Escherichia coli; immune response; pig

PENDAHULUAN

Escherichia coli merupakan penyebab penting kematian diseluruh dunia pada anak babi yang menyusu dan anak babi yang sudah disapih (Fairbrother et al., 2012). E. coli sebagai penyebab kolibasilosis yang ditandai dengan diare neonatal dan diare pasca sapih umumnya morbiditasnya tinggi dan sering berulang dalam kelompok yang sama, sehingga diperlukan tindakan pengendalian yang mahal (Luppi, 2017). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali (2016) menyatakan bahwa kolibasilosis yang disebabkan kuman E. coli biasanya menyerang ternak babi terutama anak babi. Selama tahun 2016 terdapat 14.597 kasus dengan mortalitas 1.165 ekor. Dengan demikian dapat dikatakan bakteri E. coli merupakan musuh bagi para peternak.

Berbagai pendekatan telah digunakan untuk mencegah Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), seperti menggunakan administrasi pasif dengan antibody spesifik, suplemen makanan seperti prebiotik dan probiotik dan tindakan pencegahan diet, genetic breeding untuk ternak resisten ETEC dan vaksin E. coli nontoksigenik (Zhang, 2014). Cara yang sering digunakan untuk menangani kolibasilosis ini adalah dengan pemberian antibiotik tetapi memiliki efek negatif, yaitu menimbulkan resistensi antibiotik. Menurut Meemken (2008), pemberian terapi antibiotik tidak hanya mengurangi

opsi pengobatan pada hewan ternak tapi juga memicu penyebaran resistensi bakteri dari hewan ke manusia. Selain itu menurut UU No 18 Tahun 2009, pasal 22 ayat c menyatakan bahwa setiap orang dilarang menggunakan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan.

Langkah alternatif dengan vaksinasi dibutuhkan untuk mengurangi angka kejadian kolibasilosis. Menurut Melkebeek et al. (2013), diare neonatal ETEC bisa dikontrol dengan efektif menggunakan vaksinisasi pada induk babi bunting. Perlindungan laktogenik dapat cepat hilang setelah disapih dan kekebalan mukosa diperlukan untuk melindungi babi dari diare setelah sapih (McGhee et al., 1992).Pengendalian kolibasilosis dengan menggunakan vaksin menjadi sangat penting dikarenakan dapat mengurangi perluasan resisten antibiotik pada ternak dan derivate produk ternaknya. Saat ini, di Universitas Udayana sedang mengembangkan penggunaan vaksin rekombinan E. coli yang berasal dari strain lokal dengan Avian influenza (AI). Vaksin rekombinan merupakan vaksin yang bergantung pada kapasitas satu atau beberapa antigen untuk menginduksi kekebalan terhadap patogen, vaksin ini diekspresikan menggunakan adjuvant ataupun menggunakan plasmid dari vector berupa bakteri atau virus yang tidak berbahaya (Nascimento et al., 2012). Formulasi vaksin ini mengandung dua

isolat E. coli patogen hasil dari babi dengan tanda klinis diare putih setelah disapih yang berasal dari Bali. Penggunaan vaksin dilakukan karena protein target sebagai komponen dasar vakin berasal dari strain lokal, sehingga diharapkan bisa memberikan daya perlindungan yang lebih dibandingkan penggunaan vaksin komersial. Karena vaksin ini merupakan pengembangan baru, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengentahui efektivitas vaksinasi dan dievaluasi melalui pemeriksaan respon imun dari babi yang telah divaksin. Pengambilan serum juga dilakukan pada babi yang tidak divaksin untuk mengetahui perbedaan respon imunnya.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel serum anak babi landrace post-vaksinasi yang diambil dari peternakan komersial babi di Desa Yeh Gangga, Kecamatan Sudimara, Kabupaten Tabanan. Sebanyak 12 anak babi digunakan sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu; kelompok kontrol (K), dan kelompok perlakuan (P). Bahan-bahan yang digunakan pada penlitian ini diantaranya; Vaksin Rekombinan Kolivak-AINEOB® (Universitas Udayana, P00201910612), KIT ELISA Anti-Swine Immunoglobulin Alkalin-Fosfatase (Produksi siapa, Kode Prod), yang terdiri dari 96-well microtiter plate, larutan penyangga Bicarbonat 50 mM NahCO3 pH 9,5, pengecer antibodi 1%, NP-40 solution 0.05%, blocking solution, substrate solution, alcohol swab, masker, handglove, dan Phosphat buffered saline (PBS).

Rancangan Penelitian

Pengambilan anak babi secara acak diambil dari tiga induk yang berbeda sehingga menghilangkan faktor genetik. Kelompok I divaksin dengan Vaksin Rekombinan Kolivak-AINEOB®, vaksin ini mengandung isolat BPOS4 dan

TPOS5. Isolat BPOS4 yang memiliki E. coli F18 dengan tiga toksin yaitu heat-labile enterotoxin A, heat-stable enterotoxin, dan shiga toxin 2e subunit A serta isolate TPOS5 lain teridentifikasi sebagai F18 dengan satu toksin EAST1 kelompok II sebagai kelompok kontrol (tidak diberikan vaksin). Pengujian titer antibodi dilakukan dengan mengukur titer antibodi post-vaksinasi. Setiap kelompok anak babi Landrace diambil darahnya pada 4 minggu post-vaksinasi. Perkembangan jumlah anak babi yang diare dicatat setiap satu minggu pengamatan.

Vaksinasi

Vaksinasi dilakukan divaksin dengan vaksin rekombinan Kolivak-AINEOB® pada umur 1 minggu dan diulang pada umur 3 minggu. Vaksin diinjeksikan secara intramuskuler denan satu dosis vaksin/ ekor (1 ml). Satu dosis vaksin berisi 1 µl BPOS4 (1010), 1 µl TPOS5 (1010), dicampur dengan 10 µl rekombinan BL21 (1010/µl) serta sejumlah volume supernatan BL21 dan NaCl fisiologis sehingga menjadi 0,5 ml dan ditambahkan volume adjuvant sebanyak 0,5 ml sehingga menjadi 1 ml.

Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah pada post-vaksinasi setelah 4 minggu. Pengambilan sampel darah dilakukan pada vena jugularis menggunakan spuit 3 ml. Sebelum diambil darah, pada daerah pembuluh darah diusap menggunakan alcohol swab terlebih dahulu untuk mencegah kontaminasi. Darah diambil sebanyak 1 ml dan kemudian spuit pada suhu kamar ± 1-2 jam untuk mendapatkan serum dengan posisi diletakkan secara horizontal, spuit yang berisi darah tersebut disimpan dalam refrigator pada suhu 4oC selama ± 18 jam. Serum dipisahkan dari bekuan darah untuk mendapatkan serum dan ditampung kedalam tabung Eppendorf steril.

ELISA

Serum anak babi Landrace yang diambil kemudian diuji dengan uji serologis Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pertama disiapkan antigen

5.0 µg/mL dalam larutan penyangga karbonat dan masukkan 200 µL per sumur. Kemudian Plate berisi antigen ditutup dan dibungkus dengan alumunium foil lalu diinkubasi pada suhu 4°C selama satu malam. Disingkirkan antigen dengan dibuang dan plate dicuci sebanyak 3 kali dengan menggunakan PBS twin. Setelah itu ditambahkan 300 µL blocking solution setiap sumur dan didiamkan selama 1 jam dalam suhu ruangan dan setelah itu disingkirkan      dengan      mencuci

menggunakan PBS seperti langkah sebelumnya. Plate ELISA kemudian diisi dengan sampel serum yang diencerkan dengan perbandingan 10:90 didalam PBS dan diinkubasi selama 1 jam disuhu ruangan lalu dilakukan pencucian. Dimasukan 100 µL suspensi Anti-Swine IgG Alkaline Phosphatase Conjugated dimasukkan dalam masing-masing sumur dan didiamkan 1 jam dalam suhu ruangan lalu dilakukan pencucian dengan PBS. Kemudian 100 µL substrat ditambahkan ke masing-masing sumur. Perubahan warna diukur dengan alat pembaca ELISA pada panjang gelombang 630 nm untuk membaca angka optical density.

Analisis Data

Adanya respon imun E. coli antara babi yang divaksin dan babi yang tidak divaksin dianalisa secara statistik dengan perbantingan titer antibodi babi yang divaksin dengan babi yang tidak divaksin menggunakan uji t tidak berpasangan. Adanya respon imun E. coli antara babi yang divaksin dan babi yang tidak divaksin dianalisa secara statistik dengan perbantingan titer antibodi babi yang divaksin dengan babi yang tidak divaksin menggunakan uji t tidak berpasangan. Penelitian ini dilakukan di peternakan babi di Desa Yeh Gangga, Kecamatan Sudiamara,     Kabupaten     Tabanan.

Pemeriksaan serologi dilakukan di Laboratorium     Virologi,     Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang didapatkan dari uji ELISA terhadap 12 sampel serum babi, yang terdiri atas 6 sampel berasal dari babi yang tidak vaksinasi (Kelompok kontrol) dan 6 sampel berasal dari babi yang divaksinasi E. coli (Kelompok perlakuan) disajikan pada Tabel 1 dan hasil ELISA dilakukan duplo. Dari kedua kelompok didapatkan semua babi memiliki antibodi terhadap E. coli dengan hasil yang bervariasi yakni pada pengujian pertama sampel babi yang divaksinasi 0,492 sampai 1.154 dan pada sampel yang tidak divaksinasi 0,144 sampai 0,689. Sedangkan pada pengujian kedua didapatkan sampel babi yang tidak divaksinasi 0,137 sampai 0,605 dan pada sampel yang divaksinasi 0,513 sampai 1,118.

Berdasarkan data dari Tabel 1 didapatkan rerata optical density pada pengujian pertama enam sampel babi yang divaksinasi adalah 0,906 dan pada enam sampel babi yang tidak divaksinasi didapatkan rerata adalah 0,418, sedangkan pada pengujian kedua enam sampel babi yang divaksinasi adalah 0,899 dan babi yang tidak divaksinasi diapatkan rerata adalah 0,424. Didapatkan hasil rerata OD pada dua kali pengujian adalah kelompok kontrol dengan 0,421 dan kelompok perlakuan 0,902.

Analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan untuk mengetahui terdapat perbedaan rerata dua sampel. Dari hasil SPSS pada bagian Sig. didapatkan nilai signifikansi 0,004<0,05, maka Hipotesis diterima dengan terdapat perbedaan yang signifikan (nyata) antara rerata hasil optical density pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Dengan selisih rerata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 0,488 pada pengujian pertama dan 0,475. Hal ini menunjukan bahwa dari hasil optical density, serum babi

yang divaksinasi memiliki rerata lebih tinggi dari rerata tidak divaksinasi. Disimpulkan bahwa tingkat antibodi terhadap E. coli pada anak babi yang divaksinasi lebih tinggi daripada tingkat antibodi terhadap E. colipada anak babi yang tidak divaksinasi dengan perbedaan yang nyata.

Pembahasan

Pada data diare post-vaksinasi didapatkan data yang bervariasi pada kedua kelompok. Pada minggu pertama dan minggu ketiga dari masing-masing kelompok didapatkan 1 anak babi ditemukan dengan tanda klinis diare. Pada minggu kedua baik pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak ditemukan tanda klinis diare. Pada minggu keempat terdapat perbedaan yang signifikan yaitu kelompok kontrol terdapat empat anak babi yang terkena diare dan tidak ada anak babi yang terkena diare pada kelompok vaksinasi. Hal ini menunjukan bahwa terjadi reduksi kasus diare yang signifikan pada anak babi setelah pemberian vaksin booster pada minggu ketiga. Pada minggu keempat anak babi kelompok perlakuan telah membentuk antibodi terhadap bakteri E. coli dan terus bertahan hingga minggu kelima. Pada minggu kelima kedua kelompok tidak mengalami perbedaan antara kedua kelompok, kejadian ini dapat terjadi karena kerentanan terhadap diare yang disebabkan oleh F4-ETEC akan berkurang dengan bertambahnya usia babi atau saat interval babi menuju fase penyapihan (Madec et al., 2000). Angka kejadian diare sangatlah penting untuk dapat mengetahui keberhasilan vaksinasi.

Vaksinasi pada babi merupakan cara yang efektif untuk mengurangi kejadian kolibasilosis, langkah dengan menggunakan anti Tetapi pada kenyataannya, vaksin komersial yang ada tidak bisa memberikan perlindungan yang menyeluruh terhadap E. coli (Zhang et al., 2018). Pada perkembangannya dikarenakan penggunaan antibiotic yang tidak terkontrol, kebanyakan strain E. coli mengalami perubahan dan menjadi

resisten. Maka pada penelitian ini vaksinasi dilakukan menggunakan hasil inaktivasi E. coli dengan kode strain BPOS4 dan TPOS5 yang sudah mengalami perubahan berupa resistensi terhadap antibiotik generasi I dan generasi II. Hasil penelitian menunjukan bahwa kehadiran antibodi terhadap E. coli serum babi yang divaksinasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan kehadiran antibodi dari serum babi yang tidak divaksinasi.

Peningkatan antibodi setelah divaksinasi dikarenakan adanya paparan antigen yang terdapat pada vaksin masuk ke tubuh anak babi. Pada penelitian ini antibodi terhadap E. coli secara alami juga dapat dideteksi pada serum anak babi. Menurut Olsson et al. (1986) Pada anak babi yang terinfeksi bakteri E. coli terlihat kehadiran antibodi spesifik terhadap E. coli LPS, antigen K88 dan enterotoxin LT, dimana temuan antibodi ini didapatkan karena adanya kemungkinan indikasi seperti transudasi antibodi maternal yang diperoleh dari kolostrum ke dalam usus kecil, adanya residu immunoglobulin yang berasal dari susu babi, atau sintesis antibodi dalam usus anak babi selama periode umur minggu pertama. Hal ini juga terjadi pada penelitian di sampel kelompok kontrol yang mempunyai antibodI walaupun lebih rendah. Rerata nilai optical density adalah 0,421. Sehingga dapat dikatakan vaksin yang dikembangkan dengan prosedur vaksinasi yang dilakukan berhasil meningkatkan nilai optical density secara signifikan.

Angka kejadian diare pada penelitian ini didapatkan sebagai data pendukung untuk mengukur keberhasilan vaksinasi di anak babi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada tiga minggu pertama didapatkan data yang sama antara kelompok kontrol dan perlakuan. Tetapi terjadi perbedaan signifikan pasca-vaksinasi kedua yang dilakukan pada minggu ketiga. Pada data diare diminggu keempat didapatkan data terjadinya penurunan angka diare pada kelompok tervaksinasi menjadi tidak ada anak babi

yang terkena diare dan terjadi peningkatan angka diare pada kelompok kontorl menjadi empat anak babi yang terkena diare. Hasil ini menjadi hal yang baik karena berkurangnya diare yang disebabkan oleh strain tertentu adalah langka penting dalam membatasi penyebaran penyakit di kandang babi, untuk babi yang tidak tervaksinasi ataupun pada babi yang tidak respon terhadap vaksinasi dan oleh karena itu, dapat mengurangi penyebaran resistensi terhadap obat (Boerlin et al., 2005).

Vaksin sebagai langkah pencegahan alternatif berhasil meningkatkan antibodi anak babi terhadap E. coli. Hal ini didukung dengan temuan Fairbrother et al. (2017) bahwa vaksinasi dapat memproteksi anak babi ditandai dengan, pengurangan yang signifikan pada diare babi yang sedang sampai parah dan peningkatan anti-F4 IgM. Keberhasilan vaksin dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh kolibasilosis seperti turunnya berat badan, kematian babi dan penurunan nilai ekonomi ternak. Menurut Nadeau et al. (2017)

Vaksin berhasil memberikan perlindungan terhadap F4-ETEC dan F18-ETEC yang ditandai dengan berkurangnya angka kematian, lama diare dan penurunan berat badan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh   simpulan   bahwa terjadi

peningkatan respon imun terhadap Escherichia coli pada anak babi yang telah diberi vaksin rekombinan Escherichia coli Avian Influenza.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disampaikan saran perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai titer antibodi babi yang telah divaksin di minggu-minggu     berikutnya,     agar

mendapatkan data yang baik untuk perkembangan vaksin Kolivak-AINEOB®

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter hewan Ariadi selaku pemilik peternakan babi di Desa Yeh Gangga, Kecamatan     Sudimara,     Tabanan,

Laboratorium Virologi, Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham S, Trott DJ, Jordan D, Gordon DM, Groves MD, Fairbrother JM, Smith MG, Zhang R, Chapman TA. 2014. Phylogenetic and molecular insights into the evolution of multidrugresistant porcine enterotoxigenic Escherichia coli in Australia. Int. J. Antimicrobial Agents. 44(2): 105–111.

Boerlin P, Travis R, Gyles CL, Reid-Smith R, Lim HNJ, Nicholson V, McEwen SA, Friendship R, Archambault M. 2005. Antimicrobial resistance and virulance genes of Escherichia coli isolates from swine in Ontario. App. Environ. Microbiol. 71(11): 6753-6761.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.

2016. Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Denpasar, Pp. 174.

Fairbrother JM, Gyles CL. 2012. Disease of Swine. 10th Ed. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons Publishing.

Fairbrother JM, Nadeau E, Belanger L, Tremblay CL, Tremblay D, Brunelle, M, Wolf R, Hellmann K, Hidalgo A. 2017. Immunogenicity and protective efficacy of a single-dose live non-pathogenic Escherichia coli oral vaccine against F4-positive enterotoxigenic Escherichia coli challenge in pigs. Vaccine. 35(2): 353460.

Luppi A. 2017. Swine enteric colibacillosis; diagnosis, therapy and

antimicrobial resistance. Porcine Health Manag. 3(16): 1-18.

Lyutskanov M. 2011. Epidemiological characteristics of post-weaning diarrhea associated with toxin producing Escherichia coli in large intensive pig farms. Trakia J. Sci. 9(3): 68–73.

Madec F, Bridoux N, Bounaix S, Cariolet R, Duval-Iflah Y, Hampson DJ. 2000. Experimental models of porcine postweaning colibacillosis and their relationship to post-weaning diarrhoea and digestive disorders as encountered in the field. Vet. Microbiol. 72: 295–310.

McGhee JR, Mestecky J, Dertzbaugh MT, Eldridge JH, Hirasawa M, Kiyono H. 1992. The mucosal immune system: from fundamental concepts to vaccine development. Vaccine. 10(2): 75–88.

Meemken D, Cuny C, Witte W, Eichler U, Staudt R, Blaha T. 2008. Occurrence of MRSA in pigs and in humans involved in pig production—preliminary results of a study in the northwest of Germany. DTW      Deutsche      tierarztliche

Wochenschrift. 115:132–139.

Melkebeek V, Goddeeris BM, Cox E. 2013. ETEC vaccination in pigs. Vet. Immunol. Immunopathol. 152: 37–42.

Nadeau É, Fairbrother JM, Zentek J, Bélanger L, Tremblay D, Tremblay CL, Hidalgo Á. 2017. Efficacy of a single oral dose of a live bivalent E. coli

vaccine against post-weaning diarrhea due to F4 and F18-positive enterotoxigenic E. coli. The Vet. J. 226: 32–39.

Nagy LK, Painter KR, Mackenzie T. 1985. Evaluation of procholeragenoid against experimental colibacillosis in piglets of vaccinated dams. Vet. Rec. 116(5): 123125.

Nascimento     IP,     Leite     LCC.

2012. Recombinant vaccines and the development of new vaccine strategies. Brazilian J. Med. Biol. Res. 45(12): 1102–1111.

Olsson E, Smyth CJ, Söderlind O, Svennerholm AM, Möllby, R. 1986. Development of intestinal antibodies against  Escherichia  coli

antigens in piglets with experimental neonatal E. coli   diarrhoea.   Vet.

Microbiol. 12(2): 119–133.

Zhang H, Xu Y, Zhang Z, You J, Yang Y, Li X. 2018. Protective immunity of a Multivalent Vaccine Candidate against piglet     diarrhea     caused     by

enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) in a pig model. Vaccine. 36(5): 723–728.

Zhang W. 2014. Progress and challenges in vaccine     development     against

enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) – associated porcine postweaning diarrhea (PWD). J. Vet. Med. Res. 1(2): 1006.

Tabel 1. Nilai optical density (OD) antibodi terhadap E. coli dari serum anak babi yang divaksin dengan vaksin E. coli babi dan nukleopprotein avian influenza

No

Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 1

Pengujian 2

1

0,596

0,605

0,827

0,793

2

0,144

0,137

1,017

1,043

3

0,242

0,276

1,127

1,118

4

0,689

0,713

0,492

0,513

5

0,417

0,398

0,821

0,860

6

0,422

0,413

1,154

1,068

Rerata

0,418

0,424

0,906

0,899

Rerata 2 x pengujian

0,421

0,902

Data Diare pada anak Babi Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Angka Diare

^MB Perlakuan ■■■■■■■■i Kontrol

Gambar 1. Data diare pada anak babi kelompok kontol dan kelompok kontrol.

557