Volume 14 No. 6: 601-607

Desember 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i06.p01

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Perbedaan Morfometri Anjing Kintamani Bali Jantan dan Betina pada Fase Perkembangan

(MORPHOMETRIC DIFFERENCES OF KINTAMANI BALI DOG MALE AND BITCH IN THE DEVELOPMENT PHASE)

Sabella Ivana Ruslie1*, I Gusti Ayu Agung Suartini2**, I Putu Sampurna3 1Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar-Bali;

  • 2Laboratorium Biokimia Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar-Bali;

  • 3Laboratorium Biostatistika, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar-Bali.

*Email: sivanarusliem@gmail.com **Email: gaa.suartini@gmail.com

Abstrak

Anjing Kintamani Bali (AKB) sudah terdaftar dalam Federasi Kinologi Internasional (FCI) sebagai anjing asli Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan morfometri AKB jantan dan betina pada fase perkembangan yang diperlihara di Kabupaten Bangli dan Kotamadya Denpasar. Sebanyak 32 ekor AKB, terdiri dari 8 AKB jantan asal Bangli, 8 AKB betina asal Bangli, 8 AKB jantan asal Kotamadya Denpasar, dan 8 AKB betina asal Kotamadya Denpasar, digunakan untuk mengetahui morfometri kaki depan dan kaki belakang AKB pada fase perkembangan (6-18 bulan). Variabel yang diukur adalah tinggi kaki belakang (TB), panjang kaki belakang bagian atas (HF), panjang kaki belakang bagian bawah (TP), panjang jari kaki belakang (QH), tinggi kaki depan (HR), panjang kaki depan bagian atas (RC), panjang kaki depan bagian bawah (FF), panjang jari kaki depan(QF). Data yang diperoleh dianlisis menggunakan program SPSS versi 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HR, RC, HF berbeda nyata (P<0,05) antara AKB jantan yang dipelihara di Kabupaten Bangli dan Kotamadya Denpasar; selanjutnya TB AKB betina yang dipelihara di Kabupaten Bangli berbeda nyata (P>0,05) dengan AKB betina yang dipelihara di Kotamadya Denpasar. Penelitian ini menunjukan bahwa pakan dan cara pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan AKB jantan dan betina dengan topografi yang berbeda, modifikasi kandang dapat dilakukan untuk menyamakan kondisi di tempat asal sehingga meminimalisir perbedaan suhu yang dapat mengakibatkan perbedaan fungsi metabolik yang berpengaruh terhadap laju pertumbuhan.

Kata kunci: anjing kintamani bali; Kabupaten Bangli; Kota Denpasar; morfometri

Abstract

Kintamani dogs are native dogs of Indonesia which have been registered with the Fédération Cynologique Internationale (FCI) as medium-sized dogs. This study aims to determine the morphometric differences of male and female Kintamani Bali Dog (AKB) in the development phase that is maintained in Bangli Regency and Denpasar Municipality. A total of 32 Kintamani Bali Dogs (AKB), consisting of 8 male AKB from Bangli, 8 female AKB from Bangli, 8 male AKB from Denpasar, and 8 female AKB from Denpasar, were used in this study to determine the forefoot and hind limb morphometry in developmental phase (6-18 months). The variables measured were hind limb height (TB), upper hind limb length (HF), lower hind limb length (TP), hind limb length (QH), hind limb height (HR), upper hind limb length (RC), lower front foot length (FF), front toe length (QF). The data obtained were analyzed by variant analysis using SPSS version 25. The results showed that the HR, RC, QF and HF were significantly different (P<0.05) between male AKB maintained in Bangli Regency and Denpasar Municipality; while the height of the TB was significantly different (P>0.05) between female AKB maintained in Bangli Regency and the Municipality of Denpasar. This study shows that the feed and the way of maintenance is very influential on the growth of male and female AKB with different topography, cage modification can be done to equalize the conditions in the place

of origin so as to minimize temperature differences that can result in differences in metabolic functions that affect the growth rate.

Keywords: Bangli regency; Denpasar city; kintamani bali dog; morphometry

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Salah satu keanekaragaman hayati tersebut adalah Anjing Kintamani Bali. Anjing adalah hewan yang telah mengalami proses domestikasi dan berkembang menjadi berbagai macam variasi karena seleksi alam maupun campur tangan manusia.

Anjing Kintamani Bali berasal dari daerah pegunungan di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Anjing Kintamani Bali ditetapkan oleh organisasi peranjingan di Indonesia yaitu Perkumpulan Kinologi Indonesia (PERKIN) sebagai anjing ras pertama di Indonesia dan telah ditetapkan oleh Asian Kennel Union (AKU) sebagai ras anjing asli Indonesia pada forum AKU di Filipina pada tanggal 23 Pebruari 2012. Adanya Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 581/Kpts/SR.120/4/014 tentang “Penetapan Rumpun Anjing Kintamani” menandakan bahwa Anjing Kintamani Bali telah sah ditetapkan sebagai hewan asli Indonesia pada tahun 2015. Pada tanggal 26 Maret 2019 Anjing Kintamani Bali diakui dunia dan sudah terdaftar dalam Fédération Cynologique Internationale (FCI) sebagai anjing ras asli Indonesia yang diakui dunia.

Menurut Gunawan et al. (2012) meningkatnya gengsi Anjing Kintamani Bali dimata para pecinta dan pemelihara anjing menyebabkan semakin meningkatnya permintaan Anjing Kintamani Bali. Hal ini disebabkan karena anjing kintamani merupakan satu-satunya anjing asli Indonesia yang mempunyai penampilan menarik, dengan proporsi tubuh yang ideal.

Berdasarkan standar trah Anjing Kintamani Bali yang di publikasikan oleh Himpunan Trah Anjing Kintamani Bali

(HTAKB) dan Perkumpulan Kinologi Indonesia (PERKIN) pada tahun 2015, standar tinggi badan Anjing Kintamani Bali jantan adalah 45 – 55 cm dan untuk betina 40 – 50 cm, sedangkan standar morfometri anjing kintamani secara khusus belum pernah dikaji hingga saat ini.

Mengingat kajian morfometri Anjing Kintamani Bali sampai saat ini belum banyak dilakukan, maka perlu dilakukan penelitian pengukuran morfometri, sebagai data awal dan acuan untuk menentukan status sehat dan perkembangan optimal Anjing Kintamani Bali. Penelitian ini bertujuan melakukan kajian morfometri Anjing Kintamani Bali pada fase perkembangan yang berbeda secara topografi maupun cara pemeliharaannya.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 32 ekor anjing kintamani bali dengan umur antara 6 sampai 18 bulan yaitu, 8 ekor jantan dan 8 ekor betina asal Kabupaten Bangli, 8 ekor jantan dan 8 ekor betina asal Kotamadya Denpasar. Alat yang digunakan adalah pita ukur dalam satuan cm sepanjang 150 cm (Butterfly®), timbangan berat badan dalam satuan kg (Gea Medical®), jangka sorong (caliper) dalam satuan mm (Sellery®), alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran, dan kamera sebagai alat untuk dokumentasi.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dilakukan secara survey dengan teknik sampling. Proporsif sampling diambil dua kabupaten yaitu Bangli dan Kotamadya Denpasar masing-masing diambil AKB jantan dan betina umur 6-18 bulan. Setiap jenis kelamin dan umur diambil secara acak 8 ekor anjing. Sehingga jumlah anjing yang diambil menjadi 2 x 2 x

8 ekor =24 ekor. Kemudian dilakukan pengukuran sesuai dengan Gambar 1.

Gambar 1. Skema Pengukuran Tinggi kaki depan (HR) (1), Tinggi Kaki Belakang (TB) (2), Panjang Kaki Depan bagian Atas (RC) (3), Panjang Kaki Depan bagian Bawah (FF) (4), Panjang Kaki Belakang bagian Atas (HF) (5), dan Panjang Kaki Belakang bagian bawah (TP) (6), Panjang Jari Kaki Depan (QF) (7), Panjang Jari Kaki Belakang (QH) (8). (Sutter et al., 2008)

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian di awali dengan menghitung gigi anjing kintamani bali untuk menentukan umur. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur dan jangka sorong (caliper). Parameter yang diukur adalah tinggi kaki belakang (TB) diukur dari digit keempat (tidak termasuk cakar) hingga bagian puncak os sacrum, tinggi kaki depan (HR) diukur dari digit keempat (tidak termasuk cakar) hingga sudut kranial os scapula, panjang kaki depan bagian atas (RC) diukur dari olecranon pada os ulna hingga tuberculum majus, panjang kaki depan bagian bawah (FF) diukur dari ujung os carpi accessorium hingga olecranon pada os ulna, panjang kaki belakang bagian atas (HF) diukur dari os patella hingga bagian tertinggi dari os coxae, panjang kaki belakang bagian bawah (TP) diukur dari tuber calcanei hingga os patella. Panjang tarsal (QH) diukur dari digit keempat (tidak termasuk cakar) hingga tuber calcanei, panjang karpal (QF) diukur dari jarak

sepanjang sisi ventral kaki depan dari ujung distal dari digit keempat (tidak termasuk cakar) sepanjang digital and metacarpal pads hingga ujung dari os carpi accessorium (Sutter et al., 2008). Pada setiap pengukuran hasilnya dicatat dengan alat tulis dan setiap kegiatan prosedur penelitian di dokumentasikan.

Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis ragam. Bila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan estimasi mean pada taraf signifikasi 5%, dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik error bar. Prosedur analisis menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 25.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa AKB jantan asal Kotamadya Denpasar memiliki kaki depan dan belakang yang lebih panjang daripada AKB jantan Bangli, sedangkan AKB betina asal Kotamadya Denpasar ukuran panjang kaki depan dan belakangnya tidak berbeda nyata dengan AKB betina Kabupaten Bangli. Berdasarkan standarisasi pada Himpunan Trah Anjing Kintamani Bali (HTAKB) tahun 2015, ukuran tubuh AKB betina memang cenderung lebih kecil daripada AKB jantan. Tinggi badan AKB dihitung dari pundak sampai pijakan tanah pada anjing jantan adalah 45-55 cm dan anjing betina adalah 40-50 cm. Standarisasi yang dikeluarkan HTAKB pada tahun 2015 tersebut sesuai dengan hasil data pada sampel yang diambil di Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Bangli, dimana rata-rata tinggi kaki depan anjing kintamani bali jantan di dapatkan hasil 46,22-48,32 cm, sedangkan rata-rata tinggi kaki depan anjing kintamani bali betina di dapatkan hasil 44,82-46,67 cm. Sistem pemeliharaan yang intensif Dan jenis pakan yang baik menyebabkan AKB jantan yang dipelihara di Kotamadya Denpasar memiliki kaki depan dan belakangnya lebih panjang

dibandingkan dengan AKB Jantan di Kabupaten Bangli.

Secara geografis kondisi lingkungan di Kabupaten Bangli dan Kotamadya Denpasar adalah berbeda. Di tempat asal anjing kintamani bali yaitu di Kabupaten Bangli memiliki suhu yang rendah berkisar antara 150  –  300 C. Sedangkan di

Kotamadya Denpasar memiliki suhu yang relatif lebih tinggi antara 240 – 330 C. Untuk AKB yang dipelihara di Kotamadya Denpasar terutama AKB yang sudah memiliki akta lahir (stamboom) dan dilombakan pada ajang pameran anjing (Dog Show) nasional, pemilik AKB memelihara dengan baik dan membuat lingkungan tempat tinggal anjing hampir serupa dengan wilayah asalnya dengan menggunakan ruangan berpendingin (Air Conditioner/AC) agar hewan tumbuh dan berkembang dengan baik. Karena suhu lingkungan pemeliharaan yang sama, maka suhu tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan AKB meskipun dipelihara di tempat yang berbeda ketinggian dan suhu.

Pembahasan

Jenis pakan yang diberikan pada AKB yang dipelihara di Kotamadya Denpasar adalah dog food dan nasi sedangkan AKB di Kabupaten Bangli diberi pakan jenis pollard dan nasi. Perbedaan gizi yang didapat memungkinkan adanya perbedaan panjang komponen kaki depan dan belakang antara AKB yang dipelihara di kabupaten Bangli dengan Kotamadya Denpasar. Pollard merupakan pakan ternak yang tinggi akan kandungan fosfor (P) namun kandungan kalsium (Ca) rendah. Kandungan fosfor dan kalsium yang tidak seimbang akan mengganggu absorbsi di dalam saluran pencernaan, kandungan fosfor yang rendah dapat menyebabkan gangguan nafsu makan dan pertumbuhan sementara sementara kandungan kalsium yang rendah menyebabkan Developmental Orthopedic Diseases (DODs) (Kiefer-Hecker et al., 2018; Tal et al., 2018; Bo ̈swald et al., 2019). Perbedaan jenis pakan memungkinkan adanya perbedaan

pertumbuhan antara AKB yang dipelihara di Kabupaten Bangli dengan AKB yang dipelihara di Kotamadya Denpasar.

Secara statistika, hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan pada parameter : tinggi kaki belakang (TB), panjang kaki belakang bagian atas (HF), panjang kaki belakang bagian bawah (TP), panjang jari kaki belakang (QH), tinggi kaki depan (HR), panjang kaki depan bagian atas (RC), panjang kaki depan bagian bawah (FF), dan panjang jari kaki depan(QF). Rerata AKB jantan yang dipelihara di Kotamadya Denpasar cenderung lebih tinggi daripada AKB jantan yang dipelihara di Kabupaten Bangli. Salah satu penyebabnya diduga adalah perbedaan waktu dan frekuensi pemberian pakan.    AKB yang di

Kotamadya Denpasar rata-rata pemberian pakan dua kali sehari yaitu pagi dan sore secara konsisten, sedangkan AKB yang dipelihara di Kabupaten Bangli rata-rata pemberian pakan hanya satu kali sehari yaitu siang atau sore. Trisnanto et al. (2018) menyatakan bahwa, waktu pemberian pakan pada pagi hari bisa menjadi pertimbangan untuk pemberian pakan sehingga saat hewan berada pada puncak metabolismenya. Hewan tersebut terhindar dari panas akibat suhu udara yang juga tinggi karena metabolisme pada hewan akan menghasilkan panas tubuh. Jika hal ini terjadi maka pakan yang dikonsumsi tidak digunakan untuk memproduksi energi dalam tubuh melainkan akan digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh sehingga pakan menjadi efisien.

Rerata variasi morfometri tinggi kaki belakang (TB), panjang kaki belakang bagian atas (HF), panjang kaki belakang bagian bawah (TP), panjang jari kaki belakang (QH), tinggi kaki depan (HR), panjang kaki depan bagian atas (RC), panjang kaki depan bagian bawah (FF), panjang jari kaki depan (QF) tidak jauh berbeda antara jantan umur 6-18 bulan dan betina umur 6-18 bulan yang di pelihara di Kotamadya Denpasar dan Kabupaten

Bangli, tetapi panjang kaki depan bagian atas (RC), panjang kaki belakang bagian atas (HF) reratanya mempunyai selisih yang cukup besar. Rerata panjang kaki depan bagian atas (RC) AKB jantan di Kotamadya Denpasar adalah 20,5 cm sedangkan pada AKB jantan di Kabupaten Bangli adalah 18,5 cm dan panjang kaki belakang bagian atas (HF) AKB di Kotamadya Denpasar adalah 21,8 cm dibandingkan dengan AKB jantan di Kabupaten Bangli dengan panjang 19,7 cm.

Berdasarkan jenis kelamin, tinggi kaki belakang (TB), panjang kaki belakang bagian atas (HF), tinggi kaki depan (HR), panjang kaki depan bagian atas (RC), panjang jari kaki depan(QF) AKB jantan di Kabupaten Bangli berbeda nyata dengan AKB Kotamadya Denpasar. Rerata parameter AKB jantan lebih tinggi daripada AKB betina. Hasil ini sesuai dengan ukuran standar yang tercantum dalam standar Himpunan Trah Anjing Kintamani Bali (HTAKB). Allard et al. (1988) menyatakan bahwa pejantan memiliki masa pertumbuhan yang lebih lama daripada betina, sehingga memungkinkan jika AKB jantan pada penelitian ini kaki depan dan belakangnya lebih panjang daripada AKB betina.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini cocok untuk mencari AKB yang bagus, sehat, dan unggul sesuai standar. Menurut Hoeber et al. (2017), penggunaan purposive sampling memungkinkan dataset dikurangi untuk mencakup semua data yang relevan untuk topik tertentu yang menarik, memastikan bahwa fitur penting tidak dilewatkan. Kendala yang paling mempengaruhi hasil dari pengukuran pada penelitian ini adalah pengukuran secara manual sehingga tingkat kesalahan cukup besar ketika AKB yang diukur sudah biasa dilepas liarkan sehingga fokus anjing mudah terganggu dan melawan ketika diukur kakinya. Takandjandji dan Sawitri (2015) mengatakan bahwa, untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penimbangan, satwa harus dalam keadaan tenang dan posisi

yang tetap. Senada dengan hal tersebut, Awaluddin dan Panjaitan (2010) menyatakan bahwa saat melakukan pengukuran bagian badan, sebaiknya hewan dalam posisi berdiri di atas lantai yang datar dengan sikap sempurna dan kepala tegak menengadah serta tidak bergerak selama pengukuran. Pada AKB yang dipelihara di Kotamadya Denpasar pengukuran dilakukan lebih mudah dan tingkat kesalahan lebih sedikit dikarenakan AKB sudah terlatih untuk berdiri dengan sikap sempurna dan posisi yang sesuai standar perlombaan anjing. Data hasil penelitian ini bisa melengkapi standar pengukuran yang sudah ada.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi kaki depan (HR), panjang kaki depan bagian atas (RC), panjang jari kaki depan dan panjang kaki belakang bagian atas (HF) berbeda nyata (P<0,05) antara AKB jantan yang dipelihara di Kabupaten Bangli dan Kotamadya Denpasar; selanjutnya tinggi kaki belakang (TB) AKB betina yang dipelihara di Kabupaten Bangli berbeda nyata (P>0,05) dengan AKB betina yang dipelihara di Kotamadya Denpasar.

Saran

Penelitian ini melihat faktor pertumbuhan dari sisi pakan dan pemeliharaan, penelitian lanjutan masih sangat diperlukan untuk melengkapi data perbedaan morfometri AKB jantan dan betina di Kotamadya Denpasar dan Kabupaten Bangli agar dapat memberikan gambaran jelas bagi para penggiat AKB faktor apa saja yang diperlukan untuk memaksimalkan pertumbuhan AKB dan data yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan masyarakat luas sebagai acuan standar dalam memilih AKB terbaik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini,

sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Allard RL, Douglass GM, Kerr WW. 1988. The effects of breed and sex on dog growth. Companion animal practice.

Awaluddin, Panjaitan T. 2010. Petunjuk teknis pengukuran ternak sapi potong. Kementerian Pertanian. Badan Penelitian    dan Pengembangan

Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.

Böswald LF, Klein C, Dobenecker B, Kienzle E. 2019. Factorial calculation of calcium and phosphorus requirements of growing dogs. PloS One. 14(8): e0220305.

Gunawan NF, Sukada M, Puja IK. 2012. Perilaku bermasalah pada anjing kintamani bali. Bul. Vet. Udayana. 4(2): 95-100.

Himpunan Trah Anjing Kintamani Bali (HTAKB). 2015. Breed Standar of Kintamani Bali Dog. Perkin. Pp. 1-12.

Hoeber O, Hoeber L, Snelgrove R, Wood L. 2017. Interactively  producing

purposive  samples for  qualitative

research using exploratory search, in supporting complex search tasks. Proc.

Conference on Human Information Interaction and Retrieval, Oslo, Norway, 11 March. 2017. Pp. 18-20.

KieferHecker B, Bauer A, Dobenecker B. 2018. Effects of low phosphorus intake on serum calcium, phosphorus, alkaline phosphatase activity and parathyroid hormone in growing dogs. J. Anim Physiol. Anim. Nutr. 102(6):  1749

1758.

Sutter NB, Mosher DS, Gray MM. 2008. Morphometrics within dog breeds are highly reproducible and dispute rensch’s rule. Mamm. Genome. 19(1012): 713-723.

Tal M, Parr JM, MacKenzie S, Verbrugghe, A. 2018. Dietary imbalances in a large breed puppy, leading to compression fractures, vitamin D deficiency, and suspected nutritional secondary hyperparathyroidism. The Can. Vet. J. 59(1): 36.

Tkandjandji M, Sawitri R. 2015. Ukuran morfometrik banteng (Bos Javanicus d’Alton, 1823) untuk menduga bobot badan. J. Penelitian Hutan dan Koservasi Alam. 12(1):59-73.

Trisnanto AW, Suprijatna E, Sukamto B. 2018. Pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap kecernaan ayam buras super. J. Sain Peternakan Indon. 13(2):119-129.

Tabel 1. Rerata kaki depan dan kaki belakang AKB berdasarkan perbedaan asal dan jenis

kelamin pada fase perkembangan

Asal

Jenis kelamin

Asal

Jenis kelamin

Jantan

Jantan

Denpasar

50,038 ± 1,239b

Denpasar

47,425 ± 1,021a

Height Rear (cm)

Betina 45,150 ± 1,239a

Tinggi Belakang

Betina 43,025 ± 1,021b

Jantan

(cm)

Jantan

Bangli

47,088 ± 1,239a

Bangli

47,113 ± 1,021a

Betina

Betina

45,000 ± 1,239a

45,000 ± 1,021a

Jantan

Jantan

Denpasar

20,550 ± 0,508b

Denpasar

21,888 ± 0,576b

Betina

Hind

Betina

Rear C

17,631 ± 0,508a

18,775 ± 0,576a

(cm)

Jantan

Femur (cm)

Jantan

Bangli

18,519 ± 0,508a

Bangli

19,704 ± 0,576a

Betina

Betina

17,613 ± 0,508a

19,362 ± 0,576a

Jantan

Jantan

Denpasar

11,067 ± 0,707a

Denpasar

17,737 ± 0,374a

Betina

Betina

Front Foot

8,896 ± 0,707a

Tibia

16,729 ± 0,374a

(cm)

Jantan

Palanx (cm)

Jantan

Bangli

9,214 ± 0,707a

Bangli

16,569 ± 0,374a

Betina

Betina

8,435 ± 0,707a

16,400 ± 0,374a

Jantan

Jantan

Denpasar

3,213 ± 0,108b

Denpasar

2,996 ± 0,141a

Betina

Betina

Q Front

2,585 ± 0,108a

Q Hind

2,588 ± 0,141a

(cm)

Jantan

(cm)

Jantan

Bangli

3,030 ± 0,108a

Bangli

2,946 ± 0,141a

Betina

Betina

2,790 ± 0,108a

2,657 ± 0,141a

Keterangan: Nilai dengan huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), sebaliknya nilai dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

607