Volume 14 No. 5: 578-585

Oktober 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p18

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Pisang Kepok terhadap Histologi Ginjal, Kadar Ureum dan Kreatinin Tikus Putih setelah Melakukan Latihan Intensif

(THE INFLUENCE OF PEEL EXTRACT MUSA PARADISIACA FORMATYPICA AGAINST KIDNEY HISTOLOGY, UREUM LEVELS AND CREATININ RATTUS NOVERGICUS AFTER INTENSIVE EXERCISE)

Putu Oky Astawibawa1*, I Nyoman Suarsana2, I Gusti Ayu Agung Suartini2 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;

2Laboratorium Biokimia Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;

*Email: okyasta27@gmail.com

Abstrak

Aktivitas fisik berlebih memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak ginjal dan organ lain. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak kulit pisang kepok terhadap kadar ureum, kreatinin dan histologi ginjal tikus putih setelah pemberian latihan intensif. Penelitian ini menggunakan 27 ekor tikus putih jantan dengan berat badan 200-225g. Tikus dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan yaitu (T0) kontrol, (T1) latihan intensif, (T2) latihan intensif dan diberi ekstrak kulit pisang kepok yang menggunakan dosis 1 cc/kg bb selama 28 hari. Sampel ureum di uji dengan metode Urea Col dan sampel kreatinin di uji dengan metode jaffe sedangkan sampel ginjal di periksa menggunakan preparat histologi dengan metode perwarnaan hematoksilin eosin (HE). Pada perlakuan T0 diperoleh kadar ureum dan kreatinin berturut-turut 89,456 ± 2,938 dan 0,867 ± 0,07 mg/dl; perlakuan T1 dengan kadar ureum dan kreatinin 101,144 ± 1.805 dan 0,944 ± 0,10 mg/dl, dan pada perlakuan T2 dengan kadar ureum dan kreatinin masing-masing 99,889 ± 4.075 dan 0,900 ± 0,00 mg/dl. Pengamatan histologi ginjal pada T1 ditemukan degenerasi dan nekrosis. Pada T2 terlihat penurunan degenerasi dan nekrosis disertai peningkatan regenerasi epitel sel tubulus proksimal dan distal. Kadar ureum pada kelompok perlakuan T1 dan T2 berbeda nyata terhadap T0, namun jika dilihat dari rata-rata standar deviasi menunjukan T2 mendekati kadar T0. Kadar kreatinin T2 tidak berbedanyata dengan T0 dan T1, sedangkan T0 berbedanyata dengan T1. Selain itu, ekstrak kulit pisang kepok mampu mencegah kerusakan jaringan ginjal namun belum berbeda nyata.

Kata kunci: tikus putih; pisang kepok; radikal bebas; ureum; kreatinin

Abstract

Excessive physical activity triggers the formation of reactive oxygen species (ROS) that can damage the kidneys and other organs. This study aims to determine the effect of banana’s Kepok peel extract on the urea, creatinine, and renal histology levels of rats after intensive training. This study used 27 male white rats weighing 200-225 g. Rats were divided into three treatment groups: control (T0), intensive training (T1), intensive training (T2), and banana’s Kepok peel extract was given for 28 days. Urea samples were analyzed using the Urea Col method and creatinine samples were analyzed using the Jaffe method, while kidney samples were examined using histological preparations using the hematoxylin eosin (HE) staining method. In treatment with T0, urea and creatinine levels of 89,456 ± 2,938 and 0.867 ± 0.07 mg / dl were obtained, respectively; Treatment T1 with urea and creatinine levels 101,144 ± 1,805 and 0.944 ± 0.10 mg / dl, and treatment T2 with levels of urea and creatinine were 99,889 ± 4,075 and 0.900 ± 0.00 mg / dl, respectively. Observation of renal histology at T1 found degeneration and necrosis. T2 shows a decrease in degeneration and necrosis accompanied by an increase in regeneration of the epithelium of proximal and distal tubular cells. Supply of banana’s Kepok peel extract using a dose of 1 cc / kg bw. Urea levels in the T1 and T2 treatment groups differed

significantly from T0, but when viewed from the mean standard deviation, it showed that T2 was approaching T0 levels. Creatinine T2 levels were not different from T0 and T1, while T0 was different from T1. Additionally, banana’s Kepok peel extract can prevent damage to kidney tissue but has not been significantly different.

Keywords: white rat; banana’s kepok; free radicals; urea; creatinine

PENDAHULUAN

Aktivitas tubuh yang berlebih seperti olahraga berat dapat meningkatkan reaksi oksidasi di dalam tubuh. Aktivitas fisik berlebih memicu penggunaan oksigen yang lebih banyak, sehingga menyebabkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang sangat reaktif terhadap sel dan komponen sel (Kiyatno, 2009). Pada keadaan tertentu, produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif melebihi kemampuan tubuh menghasilkan antioksidan, sehingga terjadi stres oksidatif (Agarwal et al., 2005). Sinaga, (2016) melaporkan bahwa aktivitas fisik berlebih berkontribusi terhadap stress oksidatif khususnya ketika latihan dengan intensitas tinggi.

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan dalam orbital terluarnya sehingga sangat reaktif. Radikal bebas ini cenderung mengadakan reaksi berantai yang apabila terjadi di dalam tubuh akan menimbulkan kerusakan yang berlanjut dan terus menerus. Tubuh memiliki sistem pertahanan endogen terhadap serangan radikal bebas terutama terjadi melalui peristiwa metabolisme sel normal dan peradangan (Wahdaningsih et al., 2011). Radikal bebas cenderung akan mengambil elektron dari molekul lain agar stabil, namun akan menimbulkan ketidak normalan molekul lain dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak jaringan (Da’I dan Triharman, 2010). Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi ginjal. Secara histologi kerusakan ginjal oleh radikal bebas dapat ditandai dengan epitel tubulus proksimal yang mengalami pembengkakan, penyempitan lumen, sel-sel epitel tubulus proksimal yang membengkak dengan sitoplasma

granuler (Togatorop et al., 2016). Gangguan fungsi ginjal dapat pula di tunjukan dengan adanya peningkatanan kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin dalam darah (Widhyari et al., 2015).

Tubuh memiliki mekanisme sistem pertahanan alami untuk melindungi tubuh dari radikal bebas berupa antioksidan endogen dan eksogen yang berfungsi menetralkan dan mempercepat degradasi senyawa radikal bebas (Valko, et al., 2007). Antioksidan eksogen bersumber dari bagian tanaman seperti kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, serbuk sari, vitamin A, vitamin C, vitamin E dan senyawa fenolik (flavonoid) (Khaira, 2010). Kulit pisang kepok memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Konsentrasi ekstrak kulit pisang kapok sebesar 693.15 mg/ml, mampu menghambat 50% oksidasi (Atun et al., 2007), dan memiliki aktivitas antioksidan sebesar 95,14% (Supriyanti et al., 2015). Tingginya aktivitas antioksidan pada kulit pisang kepok karena mengandung senyawa flavonoid, dan kaya akan vitamin (A, B, C, dan E) yang diperlukan sebagai antioksidan (Supriyanti et al., 2015). Berdasarkan latar belakang diatas sangat penting dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang kepok terhadap gambaran histologi ginjal, kadar Ureum dan Kreatinin pada tikus putih setelah perlakuan latihan intensif.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini objek yang digunakan adalah 27 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jenis kelamin jantan dengan berat badan 200 – 225 g. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

organ ginjal dan sampel darah yang di ambil melalui vena orbitalis. Pada penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sampel dengan 27 ekor tikus secara acak dikelompokkan menjadi 3 kelompok perlakuan (T0, T1, T2), masing – masing kelompok terdiri dari 9 ekor yang di letakan di kandang yang terpisah.

Pembuatan Ekstrak Kulit Pisang Kepok

Cara pembuatan ekstrak kulit pisang kepok pertama pilih kulit pisang kepok yang setengah matang dengan ciri warna kulit kehijauan agak kekuningan. Kulit pisang yang telah diambil terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat hingga benar-benar bersih. Potong kulit pisang kecil-kecil kemudian di masukan sebanyak 100 g, tambahkan air sampai volume menjadi 100 ml. Selanjutnya dimasukan ke dalam blender dan di blender selama kurang lebih 1 menit sampai kulit benar-benar hancur. Saring hasil blenderan hingga didapatkan air ekstrak dari kulit pisang kepok tersebut. Tujuh buah tabung di siapkan untuk menampung ekstrak kulit pisang kepok. Ke dalam masing-masing tabung dimasukan 10 cc ekstrak kulit pisang kepok kemudian disimpan di dalam lemari pendingin.

Perlakuan Hewan Coba

Sebelum diberikan perlakuan, tikus perlakuan diadaptasi selama 7 hari dan diberikan pakan komersial pelet babi 550 dan air minum. Kandang T0 sebagai kontrol. Perlakuan T1 tikus diberikan perlakuan renang selama 1 jam dan tidak diberikan ekstrak. Perlakuan T2 tikus diberikan perlakuan renang dan ekstrak kulit pisang kepok dengan menggunakan sonde lambung secara oral dengan dosis 1 cc/kg bb per ekor. Perlakuan renang dilakukan 30 menit setelah pemberian ekstrak selama 1 jam setiap hari selama 28 hari. Pengumpulan data dilakukan pada akhir perlakuan tikus dianestesi menggunakan ketamine dengan dosis 0,2 cc per tikus. Darah diambil melalui vena orbitalis menggunakan pipet kapiler

kemudian di tampung dalam tabung EDTA sebanyak 3 cc dan dimasukan ke dalam cool box untuk selanjutnya di bawa ke UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali untuk dilakukan uji ureum dan kreatinin yang menggunakan alat Photometer 5010V5+, dan menggunakan kit reagen produksi (Analyticon®). Uji ureum menggunakan metode Fluitest® Urea col, sedangkan uji kreatinin menggunakan metode jaffe. Tikus di euthanasia dengan metode cervical dislocation (pemutaran leher), tikus yang akan dieuthanasia harus dalam keadaan telah dianaestesi dan tidak boleh dilakukan pada hewan dalam keadaan sadar di nekropsi, tahap selanjutnya yaitu proses nekropsi memperoleh 54 oragan ginjal yang dibagi dalam 27 organ ginjal kiri dan 27 organ ginjal kanan yang kemudian dimasukan ke dalam buffer formalin, selanjutnya dilakukan pengamatan pada bagian korteks ginjal.

Pembuatan Preparat Histologi

Tahap berikutnya sampel organ ginjal dibawa ke Laboratorium Patologi Veteriner Universitas Udayana. Tahap berikutnya yaitu pembuatan preparat histologi dengan teknik pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) dengan menggunakan teori dari (Jocelyn dan Bruce-Gregorius, 2017). Langkah terakhir   adalah   dimana dilakukan

pengamatan dilakukan pada lima lapang pandang dengan pembesaran 400X. Pengamatan terhadap struktur sel adanya kerusakan sel berupa degenerasi, dan nekrosis.

Analisis Data

Data hasil penelitian diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila terdapat Perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan, untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang kepok.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil analisis data terhadap kadar ureum dan kreatinin disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk kadar ureum pada perlakuan pemberian ektrak kulit pisang kepok (T2) dengan kelompok (T0) berbeda nyata (P<0,05), namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kelompok perlakuan T1, sedangkan terhadap kadar kreatinin T2 tidak berbedanyata (P>0,05) dengan T0 juga tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan T1 sedangkan T0 berbedanyata (P<0,05) dengan T1. Pada perlakuan T0 diperoleh kadar ureum dan kreatinin berturut-turut 89,456 ± 2,938 dan 0,867 ± 0,07 mg/dl; perlakuan T1 dengan kadar ureum dan kreatinin sebesar 101,144 ± 1.805 dan 0,944 ± 0,10 mg/dl, dan pada perlakuan T2 dengan kadar ureum dan kreatinin masing-masing 99,889 ± 4.075 dan 0,900 ± 0,00 mg/dl (Tabel 1).

Hasil pengamatan kerusakan struktur histologi ginjal tikus putih dari adanya perubahan berupa nekrosis dan degenerasi dapat diamati pada masing-masing perlakuan. Gambaran histologi ginjal tikus putih pada gambar 1 menunjukan pada kelompok (T0) ginjal bagian korteks dalam keadaan normal yaitu kapsula bowman dan tubulus tidak ditemukan adanya degenerasi, dan nekrosis. Pengamatan dilanjutkan pada perlakuan T1 yaitu pemberian perlakuan latihan intensif yang berlebih (renang) tanpa diberikan ekstrak kulit pisang kepok. Gambaran struktur histologi ginjal yang dapat diamati pada kelompok perlakuan T1 adalah terdapatnya pembengkakan pada epitel tubulus proksimal yang membengkak dengan sitoplasma granuler karena terjadinya pergeseran air ekstra seluler ke dalam sel.

Terdapat juga tubulus proksimal mengalami pembengkakan dan penyempitan lumen. Pada pengamatan gambaran pembengkakan sel ini disebut degenerasi. Pada bagian glomerulus mengalami pembengkaan yang menyebabkan batas antara glomerulus dan kapsula bowman menyempit, akibat hyperplasia sel epitel parietal, penebalan membran basalisis dan proliferasi sel

mesangial. Pada pengamatan lebih lanjut di temukan terjadinya nekrosis piknosis pada bagian tubulus kontortus distal dimana inti sel mengecil dan lebih bundar dengan warna lebih jelas   (hiperkromatik),

ditemukan juga inti sel yang mengalami nekrosis kariolisis pada bagian tubulus kontortus proksimal dimana inti sel mengalami lisis dan hilang atau adanya hollow disertai hilangnya kromatin.

Hasil pengamatan kelompok T2 yaitu pemberian ekstrak kulit pisang kepok dan latihan intensif (renang) nampak gambaran struktur histologi ginjal bagian glomerulus ginjal mengalami sedikit perbaikan yaitu mulai terlihat batas kapsul browman yang mulai terlihat pada Gambar 4.1. Pada bagian tubulus kontortus proksimal ginjal, selnya mengalami nekrosis kariolisis pada inti sel serta disertai degenerasi melemak, namun sel sudah mengalami regenerasi sel dibandingakn dengan kelompok T1. Pada bagian tubulus kontortus distal mengalami nekrosis karyolisis dan nekrosis kariolisis pada bagian inti sel, namun sudah mengalami regenerasi sel.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahawa pemberian ekstrak pisang pada kelompok perlakuan T2 mampu menurunkan kadar ureum dan kadarnya lebih rendah dibanding dengan perlakuan T1 namun belum berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan kadar kreatinin pada pemberian ekstrak kulit pisang kepok (T2) lebih rendah dibanding perlakuan T1. Selaras dengan hasil penelitian Evans et al. (2004) bahwa aktivitas fisik yang berlebih seperti renang dapat menimbulkan radikal bebas. Akumulasi radikal bebas dalam tubuh menimbulkan stres oksidatif. Jika antioksidan endogen tidak mampu menetralisir radikal bebas, akan memicu kerusakan sel dan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif, stres oksidatif dan memperantarai kerusakan ginjal, mulai dari gagal ginjal akut, nefropati obstruksi, hiperlipidemia dan

kerusakan glomerulus, sampai gagal ginjal kronis (Evans et al., 2004)

Menurut Meyer (2002) peningkatan radikal bebas dan ROS dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel ginjal dimana bagian-bagian sel akan keluar dan berikatan dengan protein fibronektin di dalam lumen tubulus ginjal, keadaan ini akan menyebabkan penyumbatan lumen sehingga kadar ureum dan kreatinin tidak dapat dikeluarkan dengan baik. Kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah dianggap sebagai tanda adanya kerusakan ginjal. Salah satu penyebab terjadinya peningkatan kadar ureum dan kreatinin adalah adanya radikal bebas yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang berdampak kepada kerusakan sel ginjal (Meyer, 2004).

Diduga ekstrak kulit pisang pisang mampu menurunkan kadar ureum maupun kreatinin melalui senyawa aktif yang ada pada ekstrak pisang melalui aktivitas antioksidan. Senada dengan hasil penelitian Supriyanti et al. (2015), aktivitas antioksidan pada kulit pisang kepok sebesar dapat melindungi ginjal dari nefrotoksik. Sejalan dengan Verma et al. (2017) bahwa pemberian ekstrak ethanol seluruh bagian tumbuhan pisang raja (Musa x paradisiaca) dapat mencegah kerusakan oksidatif dan meningkatkan kadar antioksidan enzimatik SOD. Semakin tinggi dosis ekstrak yang diberikan efektifitas antioksidannya semakin meningkat.

Pada pengamatan histologi ginjal kelompok perlakuan latihan intensif (renang) (T1) nampak pada bagian glomerulus mengalami degenerasi ditunjukan dengan adanya penyempitan ruang kapsula browman. Menurut Cheville (2006) degenerasi adalah kerusakan sel yang terjadi pada fase awal sebelum terjadinya kematian sel dan bersifat reversible, ditandai dengan adanya kerusakan langsung pada struktur dan fungsi sel. Perubahan degenerasi maupun nekrosis diduga dapat berasal dari latihan intensif (renang) yang menghasilkan

radikal bebas dan menyebabkan degenerasi pada glomerulus serta penyempitan pada ruang kapsula browman. Menurut dengan Robbin et al. (2007) kerusakan ginjal akibat tingginya aliran darah menuju ginjal saat proses eksresi, dapat menyebabkan akumulasi dan kerusakan di ginjal. Sesangkan menurut Cotran et al. (2007), perubahan sel muncul ketika sel tidak mampu mempertahankan homeostasis ionik dan cairan.

Pengamatan selanjutnya ditemukan nekrosis (karyolisi) pada bagian inti sel dan mengalami degenerasi melemak pada tubulus kontortus proksimal, dan pada bagian inti sel tubulus kontortus distal mengalami nekrosis (piknosis). Sesuai dengan Suhita et al. (2013) degenerasi lemak terjadi akibat akumulasi lemak yang abnormal di dalam sitoplasma dengan vakuola yang besarnya bervariasi dan mendesak inti ke tepi. Beberapa penyebab terjadinya degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes melitus, obesitas, dan anoksia. Gangguan fungsi sel akan terjadi jika timbunan lemaknya berlebihan yang kemudian akan menyebabkan perubahan perlemakan dalam sel dan dapat mengakibatkan nekrosis.

Perlakuan stres yang diberikan pada tikus berupa latihan fisik perenangan dapat memicu tubuh untuk menghasilkan radikal bebas. Hal ini dapat terjadi karena dibawah kondisi stres jumlah radikal bebas yang terbentuk meningkat. Stres terjadi karena adanya kenaikan level ROS seperti radikal bebas di dalam sel. Keadaan ini dapat berpengaruh pada proses fisiologis maupun biokimia tubuh yang berakibat terjadinya gangguan metabolisme fungsi sel dan dapat berakhir pada kematian sel (Wresdiyati, 2003). Selain itu stres dapat menimbulkan inflamasi dan penurunan fungsi hati dan ginjal tikus (Wresdiyati, 2002).

Pada tikus perlakuan (T2) yang diberikan perlakuan latihan intensif dan pemberian ekstrak kulit pisang kepok dapat diamati secara histologi pada bagian glomerulus ginjal sudah mengalami

perbaikan sedikit tetapi tidak terlalu signifikan dari kelompok perlakuan (T1), selanjutnya dapat diamati pada bagian tubulus kontortus distal dan proksimal intisel yang mengalami nekrosis dan degenerasi melemak sudah mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan dari kelompok perlakuan (T1). Hal tersebut menunjukan ekstrak kulit pisang kepok memiliki senyawa antioksidan yang dapat melindungi sel ginjal dari kerusakan sel di akibatkan latihan intensif. Sesuai dengan Verma et al. (2017) Semakin tinggi dosis ekstrak yang diberikan efektifitas antioksidannya semakin meningkat. Menurut Rosdiana (2014) menyatakan ekstrak kulit pisang kepok memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dengan kemampuan menghambat 50% oksidasi pada konsentrasi 693,15 mg/ml. Kulit pisang kepok juga mengandung senyawa flovanoid dan kaya akan vitamin C dan E yang berperan sebagai antioksidan eksogen. Oleh karena itu aktivitas antiosidan dari ekstrak kulit pisang kepok baik dapat menangkal radikal bebas dari latihan intensif seperti latihan renang.

Menurut Treml et al. (2016). Flavonoid merupakan salah satu golongan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman yang termasuk dalam kelompok besar polifenol. Senyawa ini terdapat pada semua bagian tanaman termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah, dan biji. Flavonoid mempunyai kemampuan sebagai penangkap radikal bebas dan menghambat oksidasi lipid. Dimana aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2-. Penelitian Polcomy et al. (2001) menunjukkan bahwa gugus prenil flavonoid di kembangkan untuk pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas.

Pada ekstrak kulit pisang kepok juga mengandung vitamin C dan E yang berperan sebagai antioksidan eksogen. Menurut Arifin et al. (2007) Vitamin C dan

E mempunyai sifat antioksidan potensial yang dapat melindungi molekul-molekul yang sangat diperlukan oleh tubuh, seperti protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat dari kerusakan oleh radikal bebas dan ROS serta mencegah hiperpigmentasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak kulit pisang kepok (musa paradisiaca formatypica) yang menggunakan dosis 1 cc/kg bb. Hasil penelitian kadar ureum pada kelompok perlakuan T1 dan T2 menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap T0, namun jika dilihat dari rata-rata standar deviation menunjukan T2 mendekati kadar kelompok kontrol T0. Sedangkan hasil penelitian kadar kreatinin T2 tidak berbedanyata (P>0,05) dengan T0 juga tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan T1, sedangkan T0 berbedanyata (P<0,05) dengan T1. Selain itu, ekstrak kulit pisang kepok mampu mencegah kerusakan jaringan ginjal namun belum berbeda nyata.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan ekstrak kulit pisang kepok (Musa Paradisiaca Formatypica) dengan pemberian dosis ektrak kulit pisang kepok yang berbeda pada setiap perlakuan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Patologi Veteriner Universitas Udayana, UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali, Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana, serta semua dosen pembimbing dan penguji karena sudah membimbing dengan baik serta pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal S, Sharma S, Agrawal V, Roy N. 2005. Caloric restriction augments ros defense in S. cerevisiae, Byasir2p

independent mechanism. Free Radical Res. 39(1): 55-62.

Arifin H, Delvita V, Almahdy. 2007. Pengaruh pemberian vitamin C terhadap fetus pada mencit diabetes. J. Sains Teknol. Farmasi. 12(1):

Atun S, Arianingrum R, Handayani S, Rudyansah, Garson M. 2007. Identifikasi dan uji aktivitas antioksidan senyawa kimia dari ekstrak metanol kulit buah pisang (Musa paradisiaca Linn.). Indo. J. Chem. 7(1): 83-87.

Cheville NF.  2006. Introduction to

Veterinary Pathology, 3rd Ed. Ames (US): Blackwell Publishing.

Cotran RS, Rennke H, Kumar V. Buku Ajar Patologi. 7th Ed. Jakarta: EGC, 2007.

Da’I M, Triharman F. 2010. Uji aktivitas penangkap radikal DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil) isolat alfa mangostin kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Pharmacon. 11(2): 4750.

Evans GW, Secker R. 2004. Motivational consequences of environmental stress. J. Environ. Psychol. (24): 143-265.

Fitrianingsih SP, Purwanti L. 2012. Uji efek hipoglikemik ekstrak air kulit buah pisang ambon putih [Musa (AAA Group)] terhadap mencit model hiperglikemik galur swiss webster. Proc. Seminar Nasional Penelitian dan PKM. 3(1): 73-80.

Khaira K. 2010. Menangkal radikal bebas dengan anti-oksidan. program studi tadris matematik STAIN Batu Sangkar. J. Saintek. 2(2): 183-187.

Kiyatno. 2009. Antioksidan vitamin dan kerusakan otot pada aktivitas fisik studi eksperimen pada mahasiswa JPOK-FKIP UNS Surakarta. M. Med. Indon. 6(43).

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis, Philadelphia: Saunders.

Polcomy J, Yanishlieva N, Gordon M. 2001. Antioxidants in food, Practical applications, Wood Publishing Limited, Cambridge, England

Robbins SL, Kumar V. 2007. Buku ajar patologi anatomi. Edisi ke-6. Jakarta (ID): EGC. Pp. 113, 572, 595-597.

Rosdiana, R. 2014. Fortifikasi tahu menggunakan antioksidan dari ekstrak kulit pisang kepok (Musa Bluggoe). Respositpry     UPI,     Universitas

Pendidikan Indonesia Bandung.

Sinaga FA. 2016. stress oksidatif dan status antioksidan pada aktivitas fisik maksimal. J. Generasi Kampus. 9(2): 176-189.

Someya S, Yoshiki Y, Okubo K. 2002. Antioxidant compounds from bananas (Musa Cavendish). Food Chem. 79(3): 351-354.

Suhita, NLPR, Sudira,W, Wanaya, I,B,O, 2013, Histopatologi ginjal tikus putih akibat pemberian ekstrak pegagan (Contella asiatica) peroral. Bul. Vet. Udayana. 5(2): 71-78.

Supriyanti FMT, Suanda H, Rosdiana R. 2015. Pemanfaatan ekstrak kulit pisang kepok (musa bluggoe) sebagai sumber antioksidan pada produksi tahu. Proc. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VII, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pp. 393-400.

Susetyarini E. 2007. Pengaruh dekok daun beluntas (pluchea indica less) terhadap ld 50 (toksisitas akut) tikus putih jantan (Ratus     nurwegicus).     Laporan

Penelitian. Lemlit UMM.

Togatorop D, Pasiak TF, Wongkar D, Kasek MM. 2016. Gambaran histologik ginjal tikus wistar yang diberikan jus tomat setelah diinduksi dengan monosodium glutamat. J. e-Biomedik. 4(2).

Treml J, Smejkal K. 2016. Flavonoids as potent scavengers of hydroxyl radicals. Comp. Rev. Food Sci. Food Safety. 15: 720-738.

Valko M, Leibfritz D, Moncol J, Cronin MTD, Mazur M, Telser J. 2007. Review: Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. Int. J. Biochem. Cell. Biol. 39: 44-84.

Verma P, Paswan SK, Verma S, Singh SP, Rao CV, Shrivastva S, Gupta RK. 2017. Assessment of hepatoprotective activity of Musa paradisica linn. Whole plant extract against carbon tetrachloride induced hepatotoxicity in wistar rats. IJPSR. 8(1): 126-131.

Wahdaningsih S, Setyowati EP, Wahyuono S. 2011. Aktivitas penangkap radikal bebas dari batang pakis (Alsophila glauca J. Sm). Maj. Obat Tradisional. 16(3): 156-160.

Widhyari, S, D., Esfandiari, A., Cahyono A D. 2015. Profil kreatinin dan nitrogen urea darah pada anak sapi friesian

holstein yang disuplementasi Zn. Acta Vet. Indon. 3(2): 45-50

Wresdiyati T. 2003. Immunohistochemical study of oxygen-free radical scavenger superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) in the liver of rats under stress condition. Biota. 8(3): 107–112.

Wresdiyati T, Mamba K, Adnyane IKM, Aisyah US. 2002. The effect of stress condition on the intracellular antioxidant copper,zinc-superoxide dismutase in the rat kidney: an immunohistochemical study. Hayati. 9(3): 85-88.

Tabel 1. Hasil analisis ureum dan kreatinin tikus putih.

Perlakuan

Rataan ± SD Ureum

Rataan ± SD Kreatinin

T0

89,456 ± 2,938a

0,867± 0,07a

T1

101,144± 1.805b

0,944± 0,10b

T2

99,889 ± 4.075b

0,900 ± 0,00ab

Keterangan: huruf yang berbeda yang menyertai angka pada kolom yang sama signifikan pada

taraf nyata (P<0,05).

Gambar 1. Gambaran struktur histologi jaringan ginjal tikus putih pewarnaan HE. BAR (50 µm). Kelompok T0 (kontrol), T1 (renang) dan T2 (ekstrak kulit pisang kepok dan latihan intensif (Renang). Keterangan: Glomerulus (a1), tubulus kontortus proksimal (a2), dan tubulus kontrotus distal (a3) T0. nekrosis piknosis (b), degenerasi melemak (c), degenerasi (d), nekrosis kariolisis (e). (Pembesaran 400X)

585