Volume 14 No. 5: 479-483

Oktober 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p06

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Waktu Munculnya Estrus Postpartum pada Berbagai Paritas pada Sapi Bali

(THE TIME OF APPERANCE OF POSTPARTUM ESTRUS VARIOUS PARITIES IN BALI CATTLE)

Muhammad Ihwanul Muslimin1*, Desak Nyoman Dewi Indira Laksmi2 I Gusti Ngurah Bagus Trilaksana2

  • 1Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokeran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;

  • 2Laboratorium Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokeran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia.

*Email: musliminiwan97@gmail.com

Abstrak

Paritas merupakan suatu periode dalam proses siklus reproduksi ternak dengan indikasi jumlah partus induk ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu munculnya esterus postpartum pada sapi bali dengan berbagai paritas. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan Cross Sectional Study. Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Sampel yang digunkan pada penelitian ini yaitu 21 ekor sapi dengan berbagai paritas yang meliputi 7 ekor sapi yang beranak 1 kali, 7 ekor sapi yang beranak 2 kali dan 7 ekor sapi yang beranak lebih dari 2 kali. Hasil penelitian menunujkkan bahwa sapi-sapi dengan berbagai paritas tersebut mengalami keterlambatan estrus pasca partus dikarenakan sulitnya dalam memperoleh pakan. Dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan estrus postpartum pada berbagai paritas I, II dan III dikarenakan kurang optimalnya dalam manajemen pemeliharaan terutama dari segi pakan. Perlu diperhatikan lagi dalam manajemen pemeliharaan terutama pakan untuk mengoptimalkan fungsi reproduksi ternak tersebut.

Kata kunci: Estrus postpartus; paritas; waktu munculnya estrus

Abstract

Parity is a period in the process of animal recycling with an indication of the number of partis of livestock. This research discusses to study the time of postpartum esterus in Balinese cattle with various parities. This research was an observational analytic study with a cross-sectional study design. The analysis used in this research is descriptive analysis. Samples used in this study were 21 cows with various parity added 7 cows with 1 calf, 7 cow with 2 calves and 7 cows with more than 2 calf. The results showed that cows with various parities increased the post parturition estrus delay due to the difficulty in obtaining feed. From these results it can be concluded that there are differences in post partus estrus in various parity I, II and III due to lack of optimal management in maintenance, especially in terms of feed. It should be noted again in the management of maintenance, especially feed to optimize the reproductive function of the animal.

Keywords: Estrus post-partum; parity; time of the emergence of estrus

PENDAHULUAN

Kebutuhan pangan asal hewan (daging) di Indonesia semakin meningkat, sementara ketersediaannya terbatas. Menurut kajian Badan Pusat Statistik (BPS), total kebutuhan daging pada 2019 mencapai 686.270 ton. Sedangkan kebutuhan daging

sapi sebanyak 2,56 kilogram per kapita per tahun. Keterbatasan pangan asal hewan disebabkan oleh menurunnya angka kelahiran yang menyebabkan penurunan populasi ternak di Indonesia. Fakta dilapangan dan beberapa hasil kajian ilmiah telah membuktikan bahwa kondisi ini

disebabkan oleh adanya penurunan performance reproduksi ternak, akibat gangguan reproduksi. Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng (Bos-bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994), dan merupakan sapi asli Pulau Bali. Sapi bali menjadi primadona sapi potong di Indonesia karena mempunyai kemampuan reproduksi tinggi, serta dapat digunakan sebagai ternak kerja di sawah dan ladang (Putu et al., 1998), persentase karkas tinggi, daging tanpa lemak, heterosis positif tinggi pada persilangan, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase kelahiran dapat mencapai 80 persen (Tanari, 2001).

Masalah yang banyak dihadapi oleh peternak di Bali adalah kurang optimalnya fungsi reproduksi sapi bali yang menyebabkan rendahnya angka kelahiran. Ada beberapa indikator yang digunakan untuk memprediksi kurang optimalnya fungsi reproduksi sapi bali antara lain rendahnya keberhasilan inseminasi buatan (IB), tingginya kejadian silent heat (estrus tenang), dan panjangnya calving interval akibat tidak munculnya estrus lebih dari 3 bulan setelah melahirkan.

Paritas merupakan suatu periode dalam proses siklus reproduksi ternak dengan indikasi jumlah partus induk ternak. Paritas dapat memberikan gambaran aktualisasi kematangan fisik induk sapi. Primipara atau induk sapi yang mengalami satu kali partus memiliki tingkat kematangan fisik berkisar 82-90 %, artinya bahwa induk sapi belum mencapai tingkat pertumbuhan yang optimal (Wathes et al., 2005). Sedangkan pluripara atau induk sapi yang mengalami lebih dari satu kali partus sudah memiliki tingkat kematangan fisik. Hasil penelitian Wathes et al. (2005) mengungkapkan bahwa primipara memberikan performanestrus kedua pasca partus lebih lama dibandingkan pada pluripara. Performan estrus kedua pasca partus juga menggambarkan uterus sudah mengalami involusi artinya secara fisiologis induk

mampu menerima kebuntingan berikutnya. Oleh sebab itulah, estrus kedua pasca partus umumnya digunakan sebagai langkah awal dalam melakukan inseminasi buatan pertama pasca partus.

Selama postpartum mengalami kondisi keseimbangan energy negative artinya bahwa konsumsi energy lebih rendah dari energi yang dibutuhkan oleh induk. Secara fisiologis, induk sapi dalam kondisi keseimbangan energy negative akan menimbulkan penurunan dry matter intake, perubahan sirkulasi hormonal serta menurunnya system imunitas tubuh. Walaupun keseimbangan energy negative hanya berlangsung hingga 3 minggu pasca partus namun pengaruhnya terhadap kondisi fisiologis induk sapi akan menyebabkan waktu munculnya estrus pertama pasca partus dan proses involusi uteri yang diperpanjang, pengunduran waktu pelaksanaan inseminasi pascapartus, perpanjangan days open dan calving interval. Masa kosong (days open) adalah jarak waktu antara sapi melahirkan (partus) sampai dengan perkawinan yang menghasilkan kebuntingan yaitu sekitar 85 hari (Hafez, 2000). Olsen (2009), menyatakan rendahnya intake makanan sebelum maupun sesudah melahirkan akan meningkatkan interval dari melahirkan sampai munculnya siklus estrus berikutnya.

Perilaku estrus akan diaktualisasikan melalui intensitas estrus dan kondisi tersebut akan bergantung pada konsentrasi estrogen yang disekresikan oleh folikel de Graaf saat estrus. Intensitas estrus atau derajat penampakan estrus merupakan tanda-tanda yang membedakan penampilan estrus yang ditunjukkan oleh induk sapi (Yoshida dan Nakao, 2005).

Pada sapi bali penelitian tentang hubungan antara waku munculnya dan intensitas esterus pada berbagai paritas pada sapi bali belum ada sehingga peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hal tersebut.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Hewan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebanyak 21 ekor sapi dengan berbagai paritas sapi bali betina yang dipelihara di Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) yang ada di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Penelitian ini akan dilakukan di Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMANTRI) di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

Pengamatan Estrus

Pengamatan estrus dimulai saat hewan telah partus sampai munculnya estrus postpartum. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perubahan pada vulva dan vagina serta ada atau tidak adanya leleran yang keluar. Pengamatan dilakukan 2 kali sehari yaitu jam 06.00-08.00 dan 17.00 sampai 19.00.

Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Pengamatan munculnya estrus pada sapi bali SIMANTRI di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu bulan Februari – April 2020.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rata-rata estrus postpartus yang disajikan pada table 1 yaitu paritas I (melahirkan 1 kali) ±147 hari, paritas II (melahirkan 2 kali) ±138 hari dan paritas III (melahirkanlebihdari 2 kali) yaitu ±135 hari. Dari hasil pengamatan 27 ekor sapi yang digunakan induk paritas yang telah melahirkan lebih dari 2 kali (± 145 hari) dalam menimbulkan estrus postpartum cenderung lebih cepat dibandingkan dengan induk paritas sapi yang telah melahirkan 1 kali (± 137 hari) dan 2 kali (± 133 hari). Keterlambatan estrus pasca partus disebebkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan termasuk pakan dan bentuk kandang serta genetik yaitu kondisi tubuh induk.

Pada tabel 1 angka Body Condition Score yang ditampilkan yaitu 3 (sedang). Sapi dengan BCS 3 (sedang) cenderung lebih baik karena kecukupan enregi yang lebih baik akan mendukung reproduksi ternak tersebut. Artinya bahwa nutrisi yang diberikan untuk ternak sapi sudah tercukupi. Ternak dengan kondisi tubuh yang kegemukan cenderung banyak mengandung lemak dalam tubuhnya. Kandungan lemak yang tinggi dapat menutupi saluran reproduksi sehingga akan terjadi gangguan fungsi organ-organ reproduksi, namun demikian kondisi tubuh ternak yang sangat kurus juga akan menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk membentuk hormon-hormon reproduksi dan gangguan ovulasi.

Bentuk kandang juga termasuk faktor lingkungan yang penting karena akan berpengaruh terhadap status fisiologi reproduksi sapi. Kandang sapi yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan dan keselamatan sapi. Apabila kedua hal tersebut tidak terpenuhi akan menyebabkan gangguan fungsi fisiologis termasuk gangguan reproduksi. Bentuk kandang terbuka dan luas yang memungkinkan untuk sirkulasi udara yang bagus sangat dibutuhkan untuk menunjang efisiensi reproduksi yang baik.

Sistem pemeliharaan sapi yang umum digunakan pada kelompok simantri yaitu kandang koloni. Kandang koloni adalah kandang yang terdiri dari satu ruangan atau bangunan tetapi digunakan untuk ternak dalam jumlah banyak yang dilepas. Ukuran kandang yang digunkan pada SIMANTRI yaitu memiliki ukuran 25 meter persegi dan lebar 7 meter persegi. Lantai kandang yang digunakan yaitu berupa beton hal ini bertujuan agar saat sapi membuang kotoran mudah dibersihkan. Sedangkan untuk kerangka kandang terbuat dari bahan berupa bambu dan besi yang disesuaikan dengan tujuan dan kondisi yang ada.

Pembahasan

Selain faktor lingkungan berupa kandang, ketersediaan pakan juga merupkan salah satu faktor lingkungan

yang menyebabkan munculnya estrus pasca partus lebih lama. Jika nutrisi terkonsumsi tidak mencukupi kebutuhan fisiologis ternak, maka penampilan reproduksi menurun yang ditandai dengan penurunan fungsi ovarium, sehingga folikel tidak berkembang dan kadar hormon estrogen menjadi rendah. Sebaliknya pemberian pakan dengan nutrisi yang cukup dan bermutu akan memicu estrus pascapartus dan ovulasi 23 hari lebih awal (Ciccioli dan Wettemann, 2000).

Pada tabel 1 secara umum pakan yang diberikan yaitu rumput gajah. Rumput gajah memiliki kualitas yang lebih baik daripada jerami, namun ketersediaanya menjadi faktor utama. Rumput gajah memiliki kandungan nutrisi yang terdiri dari produksi bahan kering 40 ton/ ha/ thn, dengan kandungannya yaitu protein kasar 13,5%, lemak 3,4%, NDF 64,28%, abu 15,8 %, Ca 0,13%, dan fosfor 0,37%. Rumput gajah pada umur 43 hari sampai dengan 56 hari mengandung air 82,5 (%), protein 9,3 (%), lemak 2,1 (%), serat kasar 32,9 (%), BETN 42,8 (%), Abu 15,2 (%), Ca 0,52 (%), dan fosfor 0,31 (%). (Firdaus, 2008).

Selain pakan rumput gajah peternakan yang ada di SIMANTRI memberikan pakan tambahan berupa dedak padi. Ketersediaan dedak padi di Bali cukup banyak dengan harga yang terjangkau. Dedak padi merupakan salah satu bahan penyusun konsentrat yang merupakan sumber energi. Kecukupun energi sangat penting untuk kebutuhan hidup pokok dan produktifitas ternak, namun pemberiannya harus tetap berimbang dengan nutrisi yang lain seperti protein dan mineral.

Estrus pasca melahirkan memiliki nilai yang paling beragam diantara komponen penampilan reproduksi lainnya. Dalam hal ini lama estrus pospartum erat kaitannya dengan sistem pemeliharaan pada kelompok Simantri yang masih tradisional. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Sariubang et al. (2011) yang menyatakan bahwa pada sapi bali yang dipelihara secara intensif, maka estrus

postpartum akan terjadi pada hari ke-81, sedangkan yang dipelihara secara tradisional estrus postpartumnya lebih lama yaitu 107 hari. Umur pedet yang disapih akan berpengaruh terhadap munculnya estrus kembali setelah melahirkan.

Estrus pascapartum merupakan hal yang penting pada sapi untuk dapat melahirkan setiap tahun satu ekor anak dengan jarak kelahiran 365 hari. Untuk mencapai hal tersebut, sapi harus dikawinkan paling lambat 83 hari setelah melahirkan dengan asumsi lama kebuntingan 276-295 hari (Rhodes etal., 2003) dan penundaan estrus akan menyebabkan rendahnya angka konsepsi dan angka kebuntingan (Darwash et al., 1997).

Tanda-tanda       estrus       akan

diaktualisasikan melalui intensitas estrus dan kondisi tersebut akan bergantung pada konsentrasi estrogen yang disekresikan oleh folikel de Graaf saat estrus. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa intensitas estrus tidak dipengaruhi oleh paritas induk melainkan disebabkan faktor manajemen dan lingkungan serta fisiologis induk sapi terutama penurunan produksi susu yang disebabkan oleh stres yang berhubungan dengan pengaturan suhu tubuh, keseimbangan energi serta perubahan hormonal. Hal tersebut mengganggu terhadap keseimbangan estrogen sehingga memengaruhi performan intensitas estrus (Nakao dan Yoshida, 2005).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan estrus post partus pada berbagai paritas I, II dan III dikarenakan kurang optimalnya      dalam     manajemen

pemeliharaan terutama dari segi pakan.

Saran

Perlu diperhatikan lagi dalam manajemen pemeliharaan terutama pakan

untuk mengoptimalkan fungsi reproduksi ternak tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada peternak yang ada di SIMANTRI Desa Sobangan , Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung atas bimbingan dan bantuannya dalam pengumpulan sampel dan penelitian ini berjalan dengan sangat baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ciccioli NH, Wettemann RP.  2000.

Nutritional effects on estrus dan ovarian activity of spring calving first-calf heifers. Anim. Sci. Res. Report: 160163.

Darwash AO, Lamming GE, Woolliams JA. 1997.The phenotypic association

between the interval to post-partum ovulation dan traditional measures of fertility in dairy cattle. J. Anim. Sci. 65: 9-16.

Firdus F. 2008. Pengaruh formulasi pakan hijauan (kaliandra, gamal dan rumput gajah) terhadap distribusi protein dalam saluran pencernaan domba. J. Agripet. 8(2): 31–34.

Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott William and Wilkins. A Wolters Kluwer Company.

Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tanari M. 2001. Usaha Pengembangan Sapi bali sebagai Ternak Lokal dalam

Menunjang Pemenuhan Kebutuhan Protein asal Hewani di Indonesia. http://rudyct.250x.com/sem1_012/m_t anari.htm.

Olsen JR. 2009. Changes in temporal leptin concentrations and other metabolic factors in primiparous, postpartum, anestrous, suckled, beef cows. Thesis. Animal and Range Sciences. Montana State University. Bozeman,Montana.

Putu IG, Situmorang P, Lubis A, Chaniago TD, Triwulaningsih E, Sugiarti T, Mathius IW, Sudaryanto B. 1998. Pengaruh pemberian pakan konsentrat tambahan selama dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran terhadap performan produksi dan reproduksi sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998.

Sariubang M, Qomariyah N, Nasrullah. 2011. Kinerja sapi potong di Provinsi Gorontalo. Didalam: AW Rauf, R Hendayana, E Sutisna, Atekan dan S Ruku (Eds). Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Berbasis Inovasi dan Sumber Daya Lokal. Manokwari, 28 September 2011. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Pp. 462–466.

Wathes DC, Bourne N, Brickell J, Swali A, Taylor VJ. 2005. Relationship Beetwen Production and Reproduction. The 26 th European Holstein and Red Holstein Conference, Prague.

Tabel 1. Rata-rata estrus postpartus berdasarkan paritas sapi bali

Paritas

Jumlah

BCS

Sistem kandang

Pakan

Estrus postpartus

1 Kali

7

3

Koloni

Rumput Gajah

± 145 hari

2 Kali

7

3

Koloni

Rumput Gajah

± 137 hari

Lebih dari 2

Kali

7

3

Koloni

Rumput Gajah

± 133 hari

483