Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 14 No. 5: 511-516

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                            Oktober 2022

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                             DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p10

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Respon Analgesia, Sedasi, dan Relaksasi Anestesi Ketamin dan Propofol dengan Premedikasi Xilasin pada Sapi Bali

(RESPONSE OF ANALGESIA, SEDATION, AND RELAXATION OF KETAMINE AND PROPOFOL ANESTHESIA WITH XILASIN PREMEDICATION IN BALI CATTLE)

Nur Liliana Puri Prihatiningsih1*, I Gusti Ngurah Sudisma2, I Gusti Agung Gde Putra Pemayun2

  • 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.

  • 2Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.

*Email: nur_lilian@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons analgesia, sedasi dan relaksasi penggunaan premedikasi xilasin dengan anestesi ketamin, propofol dan kombinasinya pada sapi bali (Bos sondaicus). Sapi bali yang digunakan sebanyak 12 ekor yang dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan yaitu kombinasi xilasin (0,1 mg) ketamin (2 mg), kombinasi xilasin (0,1 mg) propofol (3 mg), kombinasi xilasin (0,1 mg) ketamin (1 mg) dan propofol (1,5 mg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anestesi ketamin dan propofol dengan premedikasi xilasin pada sapi bali berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap respons analgesia, sedasi dan relaksasi. Waktu rata-rata terjadinya respons analgesia 2,5 menit-12,5 menit dengan durasi analgesia 5-17,5 menit. Untuk respons sedasi waktu rata-rata terjadinya 2,5-13,7 menit dengan durasi sedasi 5- 13,75 menit. Waktu respons untuk terjadinya relaksasi 5- 12,5 menit dengan durasi relaksasi 2,5 menit -23,75 menit. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi xilasin-ketamin-propofol lebih baik untuk anestesi sapi bali karena menghasilkan induksi yang lebih cepat dengan durasi yang lebih lama.

Kata kunci: Analgesia; ketamin; propofol; sapi bali; sedasi; relaksasi

Abstract

This study aims to determine the response of analgesia, sedation, and relaxation of the use xilasin premedication with anesthesia ketamine, propofol and their combination in bali cattle (Bos sondaicus). Bali cattle are used as many as 12 head which were divided into three treatment groups. This study used a completely randomized design with three treatments which are xilasin combination (0.1 mg) ketamine (2 mg), xilasin combination (0.1 mg) propofol (3 mg), xilasin combination (0.1 mg) ketamine (1 mg) and propofol (1.5 mg). The result of the research showed that ketamine and porofol anesthesia with xilasin premedication in bali cattle had a significant effect (P<0.05) on analgesia, sedation and relaxation responses. The average time for analgesia response is 2.5 – 12.5 minutes with analgesia duration of 5-17.5 minutes. For sedation response the average time of occurrence is 2.5-13.7 minutes with sedation duration of 5-13.75 minutes. The response time fot the occurrence of 5-12.5 minutes of relaxation with relaxation duration 2.5-23.75 minutes. In this study it can be concluded that the xilasin-ketamine-propofol combination is better fo bali cattle anesthesia becauses it produces a faster induction with a longer duration.

Keywords: Analgesia; bali cattle; ketamine; propofol; sedation; relaxation

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang berasal dari Bali.

Penyebarannya hampir ke seluruh penjuru Indonesia bahkan sampai luar negeri seperti Malaysia, Filipina, dan Australia (Oka,

2010). Sebagai salah satu asset nasional, sapi bali sebagai plasma nutfah perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan secara lestari sebab memiliki beberapa keunggulan spesifik (Hakim et al., 2008). Keunggulan sapi bali dibandingkan dengan sapi lainnya antara lain mempunyai angka pertumbuhan yang cepat, adaptasi dengan lingkungan yang baik, dan penampilan reproduksi yang baik. Sapi bali meupakan sapi yang paling banyak dipelihara pada peternakan kecil karena fertilitasnya baik dan angka kematian yang rendah (Purwantara et al., 2012).

Keunggulan tersebut menjadi faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi bali. Selain daripada itu aspek kesehatan juga memiliki peran penting untuk tetap mempertahankan asset nasional ini. Masalah atau penyakit yang muncul tentunya akan menggurangi keberhasilan budidaya sapi ini. Penanganan penyakit tersebut dapat dilakukan dengan atau tanpa pembedahan. Akan tetapi beberapa penyakit membutuhkan pembedahan dalam penanganannya. Beberapa kasus seperti operasi dapat dikerjakan dengan anestesi lokal/regional, tetapi pada kasus, misalnya operasi besar (major surgery) membutuhkan anestesi umum (Gorda dan Wardhita, 2010).

Anestesi umum yang ideal memenuhi persyaratan untuk menimbulkan efek rianesthesia (Trias). Efek ini meliputi analgesia, sedasi dan relaksasi pada pasien. Analgesia yaitu suatu keadaan hilangnya sensibilitas terhadap rasa nyeri. Sedasi adalah keadaan mulai hilangnya kesadaran dengan menggunakan agen anestesi. Relaksasi yaitu suatu keadaan berkurang atau hilangnya ketegangan otot (Sudisma et al., 2016).

Penggunaan anestesi umum yang digunakan lebih sering dalam bentuk kombinasi daripada dalam bentuk tunggal. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan anestesi umum yang ideal dan seimbang serta mendapatkan efek anestesi yang

dinginka dengan efek samping seminimal mungkin. Anestetikum dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau dengan zat lain sebagai pre anestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balamces abesthesia (McKelvey dan Hollingshead, 2003).

Kombinasi anestetikum yang sering digunakan adalah ketamine dan proposal dengan premedikasi xilasin. Xilasin merupakan salah satu agen premedikasi yang dipakai pada sapi (Arai et al., 2006; Muchhalambe et al., 2018). Penggunaan xilasin menghasilkan pengaruh sedasi, muscle relaxan (pelemas otot) dan analgesic. Ketamin hidroklorid memiliki sifat analgesia yang sangat kuat akan tetapi pada penggunaan secara tunggal dapat menyebabkan relaksasi otot yang buruk. Propofol    menghasilkan    pengaruh

kehilangan kesadaran dan pelemas otot yang baik, menyebabkan hipotensi atrial, bradikardia, depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks, 2008).

Penggunaan     anestesi     umum

menggunakan kombinasi xilasin, ketamine atau propofol pada sapi bali belum pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian terhdap respons analgesia, sedasi dan relaksasi pengunaan anestesi ketamine dan propofol dengan premedikasi xilasin pada sapi bali.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah sapi bali (Bos sindaicus) di Pusat Pembibitan Sapi Bali, Sobangan. Sapi bali yang digunakan sebagai hewan coba merupakan sapi yang mimiliki berat 25-45 kilogram, umur 2-5 bulan, dan jenis kelamin jantan. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah ambulator anestesi, papan kerja, alat tulis, stetoscope, pinset, senter, masker, gloves, spuit, kapas dan stopwatch. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah NaCl 0,9%, alkohol, xilasin, ketamin dan propofol.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan yaitu kombinasi xilasin (0,1 mg) ketamin (2 mg), kombinasi xilasin (0,1 mg) propofol (3 mg), kombinasi xilasin (0,1 mg) ketamin (1 mg) dan propofol (1,5 mg). Dosis pemberian xilasin pada ketiga perlakuan sama yaitu sebesar 0,1 mg (Kelly dan Ryan, 2018). Xilasin diaplikasikan secara intramuskuler, 10 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian ketamin, propofol dan kombinasinya.

Parameter Penelitian

Pengukuran waktu respons analgesia, sedasi dan relaksasi akan dihitung menggunakan stopwatch. Penghitungan dilakukan mulai dari menit timbulnya responss analgesia, sedasi dan relaksasi sampai dengan hilangnya respons tersebut. Pemeriksaan analgesia dapat diketahui dengan mencubit inter digiti, telinga dan ekor menggunakan pinset sirugis dengan tujuan untuk mengetahui respons rasa sakit (Gorda dan Wardhita, 2010). Pemeriksaan sedasi dapat diketahui apabila hewan sudah terlihat mengantuk dan tertidur dengan cara melihat respons palpebrae dengan cara seperti memukul menggunakan tangan, dan mengetahui respons bola mata dan pupil menggunakan senter (Lee, 2006). Pemeriksaan relaksasi dapat diketahui apabila sudah menunjukkan adanya relaksasi pada rahang dengan cara membuka rahang keatas dan kebawah, menarik lidah dan spincter ani dengan cara di jepit dengan pinset. Apabila tidak ada respon menarik maka respons relaksasi sedang berlangsung (Flecknell, 2009).

Analisis Data

Data hasil penelitian ditabulasi dan diuji ragam untuk mengetahui pengaruh anestesi terhadap induksi dan durasi dari parameter analgesia, sedasi dan relaksasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian respons analgesia, sedasi dan relaksasi menggunakan anestesi ketamin dan propofol dengan premedikasi

xilasin pada sapi bali (bos sondaicus) disajikan pada Tabel 1. Semua perlakuan yang diberikan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Uji Sidik Ragam menunjukkan bahwa pemberian anestesi ketamin dan propofol dengan premedikasi xilasin pada sapi bali berpengaruh nyata terhadap induksi dan durasi dari beberapa parameter analgesia, sedasi dan relaksasi.

Pembahasan

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian anestesi ketamin dan profopol dengan premedikasi xilasin dengan berbagai kombinasi yang diberikan kepada sapi bali secara injeksi intravena untuk pemberian ketamin dan propofol serta injeksi intramuskular untuk pemberian xilasin terbukti memberikan berbagai macam efek analgesia, sedasi dan relakasasi.

Rata-rata waktu induksi analgesia untuk kombinasi P1, P2, dan P3 masing-masing sebesar 9,1 menit, 5,8 menit dan 5,8 menit sedangkan untuk durasinya masing-masing sebesar 11,6 menit, 5,8 menit dan 11,6 menit. Kombinasi P1 menunjukkan waktu rata-rata durasi yang sama dengan P3 akan tetapi waktu rata-rata induksinya jauh lebih panjang dibandingkan kombinasi lainnya. Kombinasi P2 menunjukkan waktu rata-rata durasi dan induksi yang sama sehingga kurang ideal jika digunakan dalam anestesi. Secara keseluruhan kombinasi P3 memberikan gambaran induksi analgesia yang singkat dan menghasilkan durasi yang lebih panjang dibandingkan kombinasi lainnya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Stawicki (2007) yang menyatakan bahwa pengaruh klinis yang ditimbulkan ketamin sangat bervariasi salah satunya ialah anestesi. Serta keuntungan pengunaan propofol akan diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestetikum lain untuk menurunkan dosis dan meminimalkan pengaruh buruk yang ditimbulkan (Dzikiti et al., 2007) sehingga penggunaan kombinasi ini menghasilkan anestesi yang baik khususnya pada respon analgesia.

Respons sedasi mempunyai waktu dan durasi yang berbeda pada setiap kombinasi. Rata-rata induksi untuk kombinasi P1, P2, dan P3 masing-masing sebesar 10 menit, 5,4 menit dan 2,5 menit sedangkan untuk durasinya masing-masing sebesar 10,8 menit, 9,1 menit dan 4,5 menit. Kombinasi P1 memberikan waktu rata-rata induksi dan durasi yang relatif lama. Hal ini dikarenakan saat ketamine diinjeksikan menyebabkan mata membesar dan palpabra mata tidak menutup hal ini didukung dengan pernyataan Yudaniayanti et al. (2012) yaitu salah satu efek negatif yang ditimbulkan oleh ketamin adalah meningkatnya tekanan artrial yang akan menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler. Akan tetapi durasi sedasi yang dihasilkan sedikit berbeda dengan penelitian Spandola et al. (2019) dimana kombinasi ketamine-xilasin menghasilkan durasi sedasi selama 15 menit. Kombinasi P2 menghasilkan induksi yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan kombinasi P1 akan tetapi menghasilkan durasi yang lebih lama. Kombinasi P3 memberikan induksi dan durasi yang sangat singkat dibandingkan dua kombinasi lainnya.

Kerja ketamin menghambat saraf parasimpatis jalur eferen dari refleks pupil sehingga tidak berkontraksi saat diberikan cahaya dalam masa anestesi (Katzung., 2002). Efek ketamin pada mata menimbulkan lakrimasi, nistagmus, dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis. Propofol mempunyai molekul mirip alkohol, molekulnya akan bekerja dan berikatan pada reseptor GABAA pada membran sel saraf pada otak khususnya reseptor GABAA subtipe ß3 pada transmembran TM2 dan TM3 bagian N265 (ßN265) sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran pada reseptor GABAA subtipe ß2 (50% pada SSP) dan menyebabkan sedasi (Henscel et al., 2008).

Waktu rata-rata terjadinya induksi relaksasi untuk kombinasi P1, P2, dan P3 masing-masing sebesar 11,6 menit, 4,5

menit dan 6,25 menit sedangkan untuk durasinya masing-masing sebesar 18,75 menit, 5,8 menit dan 7,5 menit. Kombinasi P1 memberikan efek durasi yang lebih maksimal dibandingkan dengan kombinasi P2 dan P3. Akan tetapi induksi juga lebih lama dibandingkan dengan kedua kombinasi lainnya. Kombinasi P1 dan P2 menghasilkan induksi yang lebih singkat akan tetapi durasinya juga jauh lebih singkat dibandingkan dengan kombinasi P1. Pemberian ketamin secara dosis tunggal menimbulkan kekejangan otot serta durasi kerja anestesi yang sangat pendek serta dapat menyebabkan depresi pada saluran pernafasan.     Mengatasi     kerugian

penggunaan anestetikum ketamin secara tunggal, ketamin sering dikombinasikan dengan obat lain sebagai premedikasi salah satunya xilasin (Muchhalambe et al., 2018). Xilasin menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan     transmisi     impuls

interneuron pada susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan muntah, disamping itu xilasin juga dapat menekan termoregulator (Adams, 2001). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi xilasin-ketamin-propofol secara keseluruhan lebih baik untuk anestesi sapi bali karena menghasilkan induksi yang lebih cepat dengan durasi yang lebih lama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anestesi menggunakan kombinasi xilazin-ketamin, kombinasi xilazin-propofol dan kombinasi xilazin-ketamin-propofol berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap respon analgesia, sedasi dan relaksasi pada sapi bali jantan. Kombinasi      xilazin-ketamin-propofol

menghasilkan respon analgesia, sedasi, dan relaksasi lebih cepat yaitu analgesia 5,8 menit, sedasi 2,5 menit, dan relaksasi 6,25 menit, serta menghasilkan durasi analgesia 11,6 menit, durasi sedasi 4,5 menit dan durasi relaksasi 7,5 menit.

Saran

Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin sapi terhadap efek analgesia, sedasi maupun relaksasi serta mulai kerja anestesi, durasi dan waktu pemulihan dari anestesi kombinasi xilazin-ketamin-propofol.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana serta Kepala Laboratorium Bedah dan Radiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas fasilitas yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adams RH.    2001.    Veterinary

Pharmacology and Therapeutics. 8th Ed. IOWA State University Press Ames.

Arai S, Yoshioka K, Suzuki C, Takahashi H, Itoh T, Nakano S. 2006. Development of a neurosurgical operating table for adult cattle and changes in intracranial pressure and blood     pressure     in     adult

cattleungergoing long-time isoflurance anesthesia. J. Vet. Med. Sci. 68(4): 337343.

Dzikti TB, Chanaiwa S, Mponda O, Sigauke C, Dzikti LN. 2007. Comparison of quality of induction of anesthesia between intramusculary administered ketamin, intravenously administerd ketamin and intravenously administered propofol in xylazine premediated cats. J. South African Vet. Assoc. 78: 201-204.

Flecknell P. 2009. Laboratory animal anaesthesia. Third Edition. Newcastle-upon-Tye, UK.

Franks NP. 2008. General anesthesia: from molecular targets to neuronal athways of sleep and arousal. Nat. Rev. Neurosci. (9): 379-386.

Hakim A, Suryadi, Susilawati T, Nurgiartiningsih       A.       2008.

Pengembangan sistem manajemen breeding sapi bali. Sains Peternakan. 6(1): 9-17.

Henscel O, Keith E, Dipson, Bordey A, 2008. GABAA receptors, anesthetics and anticonvullsants in brain development. CNS Neurol. Disorders Drug Targets. 7: 211-224.

Gorda IW, Wardhita AAGJ. 2010. Perbandingan waktu induksi, durasi, dan pemulihan anestesi dengan penambahan premedikasi atropine-xylazin dan atropine-diazepam untuk anestesi umum ketamine pada burung merpati (Columba Livia). Bul. Vet. Udayana. 2(2): 93-100.

Katzung B. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakrta: Bagian Farmakologi Kedokteran Universitas Airlangga.

Kelly E, Ryan E. 2018. Bovine caesareans: alternative approaches to difficult cases. Vet. Ireland J. 10(8): 600-608.

Lee L. 2006. Anesthetic Monitoring. Veterinary Surgry, Veterinary Health Sciences. Oklahoma State University, Amerika Serikat.

McKelvey D, Hollingshead KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia. 3thEd. United States of America: Mosby. Pp. 448.

Muchhalambe B, Dilipkumar D, Shivaprakash    BV,    Venkatgiri,

Manjunath P. 2018. Clinical and phycological evaluation of midozolam-propofol and xylazine-propofol induction combination for isoflurane anathesia in cattle. Pharm. Innov. J. 7(8): 08-11.

Oka IGL. 2010. Conservation and genetic improvement of bali cattle. Proc. Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Pp. 110-117.

Purwantara B, Noor RR, Andersson G, Rodriguez-Martinez H. 2012. Banteng and bali cattle in Indonesia: status and forecasts. Reprod. Dom. Anim. 47(Suppl. 1): 2-6.

Spandola F, Costa G, Interland C, Musico M. 2019. Hyaluronidase, with xylazine and ketamine reducing immobilization time in wild cattle (Bos taurus). Large Anim. Rev. 25: 159-161.

Sudisma IGN, Pemayun IGAGP, Warditha AAGJ, Gorda IW. 2016. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Swasta Nulus, Denpasar. Pp. 117-132.

Stawicki SP. 2007. Common sedative agents. OPUS 12Scientist 1: 8-9.

Yudaniayanti I, Yusuf D, Setyono H, Arifin M, Tehupuring B, Tjitro H. 2012. Profil tekanan intra okuler penggunaan kombinasi ketamin-xilasin dan ketamin-midazolam pada kelinci. Vet. Med. J. 1(1): 33-38.

Tabel 1. Nilai rata-rata ± simpangan baku waktu induksi dan durasi respons analgesia, sedasi

dan relaksasi menggunkaan anestesi ketamin dan propofol dengan premedikasi xilasin pada sapi bali

Parameter

Perlakuan

Waktu

(menit)

Induksi

Durasi

Analgesia

Respons Interdigiti

P1

12,50±0,833b

17,50±1,102b

P2

5,000±0,833a

6,250±1,102a

P3

10,00±0,833b

15,00±1,102b

Respons Telinga

P1

7,500±2,635a

12,50±4,330a

P2

5,000±2,635a

7,500±4,330a

P3

2,500±2,635a

2,500±4,330a

Respons Ekor

P1

7,500±2,635a

5,000±1,998a

P2

7,500±2,635a

6,250±1,998a

P3

5,000±2,635a

12,50±1,998a

Sedasi

Refleks Palpabra

P1

7,500±2,635a

7,500±2,976a

P2

5,000±2,635a

12,50±2,976a

P2

2,500±2,635a

3,750±2,976a

Refleks Pupil

P1

8,750±2,320a

11,25±2,700a

P2

5,000±2,320a

7,500±2,700a

P3

2,500±2,320a

3,750±2,700a

Refleks Bola Mata

P1

13,75±1,318b

13,75±2,430a

P2

6,250±1,318a

7,500±2,430a

P3

2,500±1,318a

6,250±2,430a

Relaksasi

Otot Rahang

P1

10,00±1,102a

15,00±1,102b

P2

6,250±1,102a

7,500±1,102a

P3

7,500±1,102a

6,250±1,102a

Spinkter Ani

P1

12,50±1,179b

23,75±1,318c

P2

2,500±1,179a

2,500±1,318a

P3

5,000±1,179a

8,750±1,318b

Lidah

P1

12,50±1,102b

17,50±2,764b

P2

5,000±1,102a

7,500±2,764a

P3

6,250±1,102a

7,500±2,764a

Ket: P1 (Kombinasi xilasin-ketamin); P2 (Kombinasi xilasin-propofol); P3 (Kombinasi xilasin-ketamin-propofol)

516