Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 14 No. 5: 463-469

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                            Oktober 2022

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                             DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p04

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Total Bakteri dan Coliform Limbah Tempat Pemotongan Ayam Tradisional Setelah Perlakuan Serbuk Biji Kelor

(TOTAL BACTERIA AND COLIFORM WASTEWATER OF TRADITIONAL CHICKEN SLAUGHTERHOUSE AFTER MORINGA SEED POWDER TREATMENT)

I Made Merdana1*, I Ketut Suada2, I Made Robi3, I Dewa Made Nurja Sadhi3 1Laboratorium Fisiologi, Farmasi dan Farmakologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan EpidemiologiVeteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 3Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

*Email: imade_merdana@unud.ac.id

Abstrak

Limbah yang dihasilkan industri rumahan Tempat Pemotongan Ayam (TPA) tradisional terdiri atas dua jenis yaitu limbah padat dan cair. Limbah padat utamnya berupa bulu, feses dan bagian tubuh rusak yang dibuang. Limbah cair berupa bekas pencucian ayam yang bercampur dengan darah, sisa-sisa lemak dan material organik. Limbah proses pemotongan yang dibuang langsung ke saluran air tanpa pengolahan mengandung sejumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit. Biji kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan alami mengandung senyawa aktif amnosyloxy benzyl isothiocynate, tanin polyphenol dan protein polyelektrolit kationik. Bahan aktif tersebut memiliki akitivitas antiseptik, antibakteri dan flokulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi serbuk biji kelor dan lama pengendapan terhadap total bakteri dan total Coliform limbah cair TPA tradisional. Isolasi bakteri untuk penghitungan total bakteri menggunakan metode tuang (pour plate method) pada media Nutrient Agar, dan total Coliform dengan metode sebar (spread plate method) pada media Eosin Methylene Blue Agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa flokulasi koagulasi serbuk biji kelor berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap penurunan total log bakteri dan Coliform limbah TPA tradisional. Dapat disimpulkan bahwa flokulasi koagulasi serbuk biji kelor dapat menurunkan total bakteri dan Coliform dengan hasil terbaik pada konsentrasi 150 mg/L dan lama pengendapan 60 menit.

Kata kunci: Coliform; kelor; limbah TPA tradisional; total bakteri

Abstract

The waste produced by the traditional chicken slaughterhouse industry consists of two types, namely solid, and liquid waste. The main solid waste consists of feathers, feces and discarded body tissue. The Liquid waste consists of washing water from chicken carcasses mixed with blood, traces of fat, and organic materials. Waste that is directly discharged into waterways without treatment has the potential to contain pathogenic microorganisms. Moringa seeds as natural coagulants contain active compounds amnosyloxy benzyl isothiocynate, tannin polyphenols, and cationic polyelectrolyte proteins. The active ingredient has antiseptic, antibacterial, and coagulation-flocculation activities. This study aims to determine the effect of Moringa seed powder concentration and sedimentation time on total bacteria and Coliforms in traditional chicken slaughterhouse wastewater. Bacterial isolation for the calculation of total bacteria using the pour plate method on the nutrient agar culture, and the total Coliform by the spread plate method on the eosin methylene blue agar culture. The results showed that the coagulation flocculation of Moringa seed powder had a significant effect (P<0.05) on the decrease in total log bacteria and Coliform wastewater of traditional chicken slaughterhouses. It can be concluded that the coagulation-flocculation of Moringa seed powder can decrease the total bacterial and Coliform with the best results at a concentration of 150 mg / L and 60 minutes deposition time.

Keywords: Coliforms; moringa; total bacteria; traditional chicken slaughterhouses; wastewater

PENDAHULUAN

Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, dan memberikan kontribusi nyata dalam sektor ekonomi kerakyatan. Hal ini dikarenakan produk unggas, yakni daging ayam dan telur harganya relatif stabil dan terjangkau oleh masyarakat luas (Singgih dan Kariana, 2008). Peningkatan jumlah konsumsi daging ayam sejalan dengan meningkatnya rantai bisnis perunggasan, termasuk didalamnya pelaku industri rumahan yang bergerak pada pemotongan ayam. Sebagian besar proses pemotongan ayam di Kota Denpasar masih dilakukan oleh industri rumahan secara tradisional, dimana limbahnya tanpa diolah langsung dibuang ke saluran umum. Limbah yang dihasilkan dari industri tempat pemotongan ayam (TPA) tradisional terdiri atas dua jenis yaitu limbah padat dan cair. Limbah padat berupa campuran bulu, feses, dan bagian tubuh yang dibuang sedangkan limbah cair dari air bekas pencucian karkas ayam yang bercampur darah dan lemak (Al-Kholif, 2015). Widya et al.  (2010),

mengungkapkan     bahwa     limbah

pemotongan unggas dan hewan skala industri rumahan telah menimbulkan pencemaran sungai pada bagian tengah dan hilir.

Karakteristik limbah TPA tradisional yang mengandung darah dan sisa-sisa bahan organik menjadi nutrisi untuk berkembangnya mikroorganisme patogen yang berasal dari feses ayam. Hal ini menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan mengancam ekosistem aquatik didalamnya (Suharto, 2010). Salah satu sungai di kota Denpasar yaitu Tukad (sungai) Badung dilaporkan memiliki nilai Indeks Pencemaran (IP) berkisar 1,28-1,43 yaitu tergolong tercemar ringan, oleh berbagai logam berat dan juga bakteri Coliform (Mahendra et al., 2015). Untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan suatu penanganan agar komposisi padatan maupun cemaran mikroba dapat dikurangi

sebelum limbah dibuang ke saluran perairan (Singgih dan Kariana, 2010). Kualitas air yang telah terkontaminasi limbah akan mengalami penurunan kualitas yang dapat diukur dengan parameter fisik, kimia, dan biologi yang menggambarkan kualitas air tersebut (Aini et al., 2017). Parameter yang diukur diantaranya perubahan pH, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS), logam berat dan tingkat cemaran mikrobia (Nand et al., 2012; Marlina et al., 2017).

Berbagai model pengolahan air limbah telah dikembangkan untuk memenuhi syarat kualitas baku mutu air limbah sebelum dialirkan ke saluran umum. Mulai dari yang sederhana dengan sistem pengendapan aerobik-anaerob, teknik elektrokoagulasi, dan teknik flokulasi koagulasi dan juga sedimentasi. Teknik biokoagulasi dipandang aman dan ramah lingkungan karena memanfaatkan bahan alami, seperti biji kelor (Moringa oleifera). Penelitian biokoagulasi M. oleifera dilaporkan mampu menjernihkan air payau (Kusnaedi, 2002), karena kandungan protein       polielektrolit       kationik

menghasilkan flokulasi koagulasi yang mampu mengabsorbsi dan menngikat partikel-partikel koloid dalam air (Pritchard et al., 2010; Sari et al., 2016). Biji kelor dilaporkan mengandung senyawa tannin, saponin, dan senyawa rhamnpyranosyloxy-benzylisothiocyanate dengan aktivitas antimikroba (Wibawarto et al., 2017).

Senyawa tersebut mampu membunuh bakteri Escherichia coli, Streptocoocus faecalis dan Salmonella typymurium (Goyal et al., 2007; Nepoleon et al., 2009). Berdasarkan uraian diatas, sangat menarik dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh serbuk biji kelor terhadap baku mutu kualitas limbah TPA tradisional ditinjau dari total bakteri dan total Coliform.

METODE PENELITIAN

Pembuatan Biokogulan Serbuk Biji Kelor

Biji kelor yang sudah tua dikupas dan dikeringkan sampai kadar air 2%, kemudian diblender sampai menjadi serbuk halus. Selanjutnya serbuk halus tersebut diayak menggunakan ayakan 60 mesh untuk mendapatkan simplisia yang homogen (Bertus et al., 2014). Simplisia serbuk biji kelor yang diperoleh kemudian ditimbang dan disimpan dalam wadah tertutup rapat sebelum dipergunakan pada pengujian perlakuan air limbah TPA.

Pembuatan biokoagulan biji kelor dengan melarutkan 1 gram simplisia ke dalam aquadest sampai volumenya menjadi 200 ml, sehingga diperoleh sediaan biokoagulan biji kelor 5.000 mg/L (w/v). Sediaan biokoagulan ini kemudian digunakan sebagai perlakuan pada limbah TPA dengan berbagai konsentrasi yaitu 0 mg/l, 50 mg/l, 100 mg/l, 150 mg/l dan 200 mg/l. Penetapan konsentrasi tersebut atas dasar pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Wibawarto et al. (2017).

Proses Flokulasi Koagulasi

Sebanyak 5 wadah beaker glass masing-masing diberikan limbah cair TPA dan ditambahkan koagulan biji kelor sampai volumenya menjadi 500 ml. Jumlah biokoagulan yang ditambahkan untuk mendapatkan konsentrasi perlakuan 50 mg/l, 100 mg/l, 150 mg/l dan 200 mg/l yaitu 5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml koagulan. Setelah diperoleh kondisi awal maka dilanjutkan dengan proses pengadukan cepat pada 200 rpm selama 2 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat pada 60 rpm selama 5 menit.

Setelah proses pengadukan selesai, kemudian didiamkan untuk proses flokulasi dengan variasi waktu 0 menit, 20 menit, 40 menit dan 60 menit agar terbentuk lapisan flok. Sampel yang telah melewati proses flokulasi koagulasi kemudian dianalisa untuk mengetahui total bakteri dan total Coliform berdasarkan lama waktu pengendapan yang telah ditentukan.

Pembuatan Media Isolasi dan Pengenceran Berseri Inokulum Bakteri

Pada penelitian isolasi bakteri mengunakan media Nutrient Agar (NA) dan media Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Jumlah plate count agar yang dibutuhkan sebanyak 20 cawan petri yang masing-masing berisikan 15 ml media NA. Untuk ini diperlukan sebanyak 9,45 gram NA yang dilarutkan kedalam aquadest sampai volumenya menjadi 360 ml. Media NA dipanaskan sambil diaduk-aduk sampai mendidih pada pemanas (hot plate) kemudian sterilisasi dengan autoclave 121ºC selama 15 menit. Selanjutnya media didinginkan sampai suhu 40-45ºC, dan siap digunakan untuk penanaman bakteri dengan metode tuang.

Pengenceran inokulum bakteri dengan cara tabung reaksi yang berisi 9 ml aquadest ditambahkan dengan 1 ml sampel limbah dari proses flokulasi koagulasi dengan menggunakan mikropipet sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Selanjutnya dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml dan ditambahkan pada 9 ml aquadest sehingga diperoleh pengenceran 10-2, langkah yang sama dilakukan sampai seri pengenceran 10-7.

Isolasi Bakteri dengan Pour Plate method

Langkah kerja penanaman bakteri dengan pour plate method (metode tuang) yaitu sebanyak 1 ml inokulum dari pengenceran 10-7 diambil menggunakan pipet steril dan diinokulasikan pada cawan petri kosong. Kemudian media NA yang telah disiapkan sebanyak 15 ml dituangkan ke dalam cawan petri yang telah berisi inokulum. Cawan petri kemudian diputar mengikuti pola angka delapan atau melingkar supaya inokulum menyebar merata pada dasar media, dan media didiamkan sampai padat. Pada saat menuangkan media, penutup petri dibuka secukupnya saja untuk mengurangi kontaminasi udara. Selanjutnya sampel diinkubasikan pada inkubator dengan suhu 37ºC selama 24 jam, dengan posisi cawan petri terbalik.

Perhitungan total bakteri dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media agar. Untuk memudahkan menghitung koloni yang berjumlah ratusan pada metode ini perhitungan dapat dilakukan dengan cara menghitung hanya seperempat bagian cawan, dan hasil perhitungan tersebut kemudian dikalikan empat. Total bakteri dapat dihitung dengan rumus Fardias (1993).

Isolasi Bakteri Coliform dengan Spread Plate Method

Teknik isolasi bakteri Coliform pada media EMBA dilakukan dengan spread plate method (metode sebar atau pulasan). Inokulum diambil menggunakan microtube dari pengenceran 10-7 sebanyak 0,1 ml dan diinokulasikan pada permukaan media EMBA dalam cawan petri secara aseptis. Inokulum disebar dengan spreader secara merata dan dibiarkan sampai permukaan agar mengering, selanjutnya masukkan ke dalam inkubator dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37ºC dengan posisi petri terbalik. Pertumbuhan bakteri Coliform diamati dengan ciri-ciri koloni berwarna hijau metalik dan merah muda, berbentuk batang, Gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas (Widiyanti dan Ristiati, 2004)

Analisis Statistik

Data total bakteri dan total Coliform terlebih dahulu ditransformasikan menjadi data Log y, kemudian diuji menggunakan one-way Analysis of Variance (ANOVA) dan uji Duncan. Pengaruh konsentrasi dan lama pengendapan diantara kelompok perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05), dinyatakan berpengaruh signifikan secara statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Flokulasi Koagulasi

Hasil penghitungan koloni total bakteri dan total Coliform limbah TPA setelah diberikan perlakuan flokulasi koagulasi serbuk biji kelor disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Analisis statistik menggunakan oneway ANOVA menunjukkan bahwa flokulasi koagulasi serbuk biji kelor berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penurunan nilai log total baketri dan Coliform. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa penurunan total bakteri dan Coliform terbaik terjadi pada konsentrasi sebuk biji kelor 200 mg/L dengan lama pengendapan 60 menit.

Pembahasan

Indikator air yang tercemar oleh limbah TPA dapat diukur dengan parameter cemaran mikroba meliputi total bakteri, total Coliform dan jumlah Escheria coli. Parameter tersebut menunjukkan adanya kontaminasi mikrobia patogen yang berasal dari feses pada limbah (Marlina et al., 2017). Pencemaran ini mengancam kehidupan ekosistem perairan akibat terjadinya eutrofikasi (Suharto, 2010), sebab limbah TPA mengandung banyak darah dan juga bahan organik sebagai nutrisi berkembangnya mikroorganisme patogen (Al-Kholif, 2015).

Pada penelitian ini diketahui limbah cair TPA tradisional yang dibuang menuju saluran umum mengandung cemaran mikroba. Hasil uji flokulasi koagulasi menggunakan serbuk biji kelor menunjukkan terjadinya penurunan yang signifikan (P<0,05) terhadap total log bakteri dan Coliform bila dibandingkan dengan kontrol. Selain terjadi penurunan tingkat cemaran mikroba, limbah cair TPA itu juga terlihat lebih jernih. Kemampuan

tersebut diperankan oleh senyawa aktif yang terdapat pada biji kelor yaitu rhamnosyloxy-benzyl-isothiocynate, protein polielektrolit kationik, tanin dan saponin (Pritchard et al., 2010; Sari et al., 2016; Wibawarto et al., 2017).

Protein polielektrolit kationik ini merupakan flokulan yang bermuatan positif. Sedangkan komposisi limbah cair TPA terdiri atas material organik sehingga banyak mengandung partikel koloidal yang bermuatan negatif, yang menyebabkan kekeruhan pada air. Perbedaan muatan ion positif pada flokulan biji kelor dengan muatan ion negatif partikel koloidal air limbah menyebabkan terbentuknya flok (Sari et al., 2016). Pembentukan flok akan semakin membesar dan mengendapkan partikel-partikel koloid sehingga air kembali jernih, hal ini berbanding lurus dengan lama pengendapan. Schwarz (2000), mengungkapkan proses flokulasi koagulasi mampu menghilangkan sekitar 80-90% bakteri yang umumnya menempel pada material organik berbentuk partikel koloid. Pada proses pembentukan flok bakteri juga ikut terkoagulasi besama partikel-partikel koloid tersebut. Lama pengendapan juga memberikan waktu flokulasi koagulasi yang maksimal, dan juga aktivitas antibakterial biji kelor untuk menghambat maupun membunuh bakteri pada limbah TPA (Oludoro dan Aderiye, 2007).

Senyawa aktif rhamnosyloxy-benzyl-isothiocynate dilaporkan memiliki aktivitas antiseptik dan bakteriostatik (Wibawarto et al., 2017). Sifat antiseptik ini berkatian dengan kemampuan membunuh bakteri (bakterisidal) yang terdapat pada limbah TPA. Aktivitas bakteriostatik dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan cara mengganggu sintesis membran sel bakteri dan juga menurunkan permeabilitas membran sel bakteri (Januardi et al., 2014; Sari et al., 2017). Penelitian lain mengungkap biji kelor mengandung tannin, yang merupakan senyawa polifenol yang bersifat antiseptik. Senyawa polifenol bekerja dengan cara

merusak dinding sel bakteri sehingga mengalami gangguan permeabilitas dinding sel (Napoleon et al., 2009; Pritchard et al., 2010). Hal ini menyebabkan sel tidak dapat melakukan fungsinya dan pertumbuhannya menjadi terhambat dan juga mengalami kematian. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Ritwan (2004), yang mengungkapkan serbuk biji kelor mampu menekan 90% dari total bakteri dan E. coli pada air dalam waktu 20 menit. Proses koagulasi dilaporkan menghasilkan suasana basa, karena pelepasan sejumlah gugus hidroksil oleh asam-asam amino dari protein biji kelor (Amagloh dan Benang, 2009; Sari et al., 2016). Kondisi ini menyebabkan pH limbah dalam keadaan basa, dimana pada suasana basa pertumbuhan bakteri Coliform akan terhenti (Todar dan Melnick, 2008), sehingga terjadinya penurunan total bakteri Coliform (Sari et al., 2017).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa flokulasi-koagulasi serbuk biji kelor secara signifikan mampu menurunkan total bakteri dan total Coliform limbah cair tempat pemotongan ayam tradisional. Aktivitas flokulasi-koagulasi terbaik serbuk biji kelor pada konsentrasi 200 mg/L dengan lama pengendapam 60 menit.

Saran

Bagaimanapun juga, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kosentrasi dan lama pengendapan yang tepat dalam menurunkan total bakteri dan total Coliform sehingga memenuhi kriteria baku mutu kualitas limbah sebelum dibuang ke saluran perairan umum.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan, Pembimbing dan Penguji, Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Laboratorium Farmasi dan Farmakologi Veteriner, seluruh rekan-

rekan satu tim penelitian dan Keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kholif M. 2015. Pengaruh penggunaan media dalam menurunkan kandungan amonia pada limbah cair rumah potong hewan (RPA) dengan sistem biofilter anaerob. J. Waktu Teknik. 13(1): 13-18.

Amagloh FK, A. Benang. 2009. Effectiveness of moringa oleifera seed as coagulant for water purification. full length research paper. Af. J. Agric. Res. 4(1): 119-123.

Aini A, M Sriasih, D Kisworo. 2017. Studi pendahuluan cemaran air limbah rumah potong hewan di Kota Mataram. J. Ilmu Lingk. 15(1): 42-48.

Bertus PY, Suherman, Mulyani S. 2014. Karakteristik FTIR poliblend adsorben serbuk biji buah kelor  (Moringa

oleifera) dan cangkang ayam ras untuk pengolahan air gembut di daerah Palu Barat. J. Akad. Kim. 3(1): 21-29.

Fardiaz S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafinda Persada: Jakarta.

Goyal BR, BB Agrawal, RK Goyal, AA Mehta. 2007, Phytopharmacology of Moringa oleifera Lamk. An overview. Nat. Prod. Radiance. 6(4): 347-353.

Januardi R, Aditiya A, Andriani S. 2014. Pengolahan limbah cair tahu menggunakan kombinasi serbuk kelor (Moringa oleifera) dan asam jawa (Tamarindus indica). Protobiont. 3(1): 41-45.

Kusnaedi. 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Cetakan Kesembilan, PT. Penebar Swadaya. Jakarta

Mahendra MS, Suyasa IWB, Nuarsa IW, As-syukur AR, Ernawati NM, Ardiswana IPA, Karsika IM. 2015. Kajian Kualitas Perairan Tukad Badung di Kota Denpasar, Bali. Laporan Penelitian Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas

Udayana.

https://repositori.unud.ac.id/protected/ storage/upload/. Akses 2 Agustus 2019.

Marlina N, Hudori, Hafidh R. 2017. Pengaruh kekasaran saluran dan suhu air pada parameter kualitas air cod, TSS di sungai winongo menggunakan software Qual2Kw. J. Sains Teknol. Lingk. 9(2): 122-133.

Nand V, M Maata, K Khosy, S Shotteswaran. 2012. Water purification using moringa oleifera and other locally available seeds in fiji for heavy metal removal. Int J. Appl. Sci. Tech. 2(5): 125-129.

Napoleon P, J Anitha, RR Emilin. 2009. Isolation, analysis and identification of phytochemicals of antimicrobial activity of Moringa oleifera Lam. Cur. Biotica. 3(1): 33-37.

Oludoro AO, BI Aderiye. 2007. Efficay of Moringa oleifera Seed Extract on the Microflora of Surface and Underground Water. Departement of Microbiology, University of Ado-Ekiti, Ado-Ekiti, Nigeria.

Pritchard MT, T Craven, AS Mkandawire, JG Edmonson, O’Neill. 2010. A study of the parameters affecting the effectiveness of moringa oleifera in drinking water purification. J. Physics Chem. Earth. 35(13): 791-797.

Ritwan. 2004. Biji Kelor Penjernih Air. http://www.rri-online.com/modules. Akses 20 Juli 2019.

Sari RK, L Tina, AF Fachlevy. 2017. Efektifitas biji kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri escherichia coli dalam upaya pencegahan penyakit diare. JIMKESMAS. 2(6): 1-8.

Sari RA, JA Pinem, S Daud. 2016. Pemanfaatan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan pada pengolahan air payau menjadi air minum menggunakan proses koagulasi ultrafiltrasi. J. FTEKNIK. 3(1): 1-7.

Schwarz D. 2000. Water Clarificatiom Using Moringa oleifera. Technical Information Wle, Gate Information

Service,     Eschborn,     Germany.

http://www.gtz.de/gate/gateid.afp.

Singgih ML, K Kariana. 2010. Peningkatan produktivitas dan kinerja lingkungan dengan pendekatan green productivity pada rumah pemotongan ayam. J. Purifikasi. 9(2): 137-146.

Suharto. 2010. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Air dan Udara. Andi, Yogyakarta.

Wibawarto DK, Syafrudin, WD Nugraha. 2017. Study Penurunan Turbidity, TSS,

COD Menggunakan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai nanobiokoagulan dalam pengolahan air limbah domestik (Grey Water). J. Tek. Lingkungan. 6(1): 1-6.

Widya N, W Budiarsa, MS Mahendra. 2010. Studi pengaruh air limbah pemotongan  hewan dan  unggas

terhadap kualitas airsungai Subak Pakel I Di Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Ecotrophic. 3(2): 55-60.

Tabel 1. Rerata log total bakteri limbah TPA setelah proses flokulasi koagulasi serbuk biji kelor

Konsentrasi (mg/L)

Total Bakteri (CFU/ml)

Sig.

Lama Pengendapan (menit)

Total Bakteri (CFU/ml)

Sig.

0

3.15 ± 0.20a

0.001

0

3.00 ± 0.21a

0.018

50

3.07 ± 0.06b

20

2.99 ± 0.21a

100

2.96 ± 0.02c

40

2.93 ± 0.16b

150

2.88 ± 0.03d

60

2.88 ± 0.16c

200

2.68 ± 0.09e

Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda kearah kolom menunjukan berbeda nyata (P<0,05), dan sebaliknya superskrip dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata

(P>0,05).

Tabel 2. Rerata log Coliform limbah TPA setelah proses flokulasi koagulasi serbuk biji kelor

Konsentrasi (mg/L)

Coliform (CFU/ml)

Sig.

Lama Pengendapan (menit)

Coliform (CFU/ml)

Sig.

0

7.90 ± 0.39a

0.001

0

7.70 ± 0.21a

0.020

50

7.90 ± 0.17b

20

7.60 ± 0.21a

100

7.70 ± 0.17b

40

7.50 ± 0.16b

150

7.40 ± 0.15b

60

7.40 ± 0.16c

200

6.90 ± 0.45c

Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda kearah kolom menunjukan berbeda nyata (P<0,05), dan superskrip dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05).

469