Volume 14 No. 2: 110-117

April 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i02.p07

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidak Tercapainya Target Pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Upsus Siwab di Kabupaten Jembrana

(THE FACTORS THAT INFLUENCE THE FAILURE TO ACHIEVE THE TARGET OF ARTIFICIAL INSEMINATION AT UPSUS SIWAB IN JEMBRANA REGENCY)

Ni Komang Sri Puspaningsih1*, I Gusti Ngurah Bagus Trilaksana2, I Ketut Puja3

  • 1Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali;

  • 2Laboratorium Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali;

  • 3Laboratorium Genetika dan Teknologi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali.

*Email: [email protected]

Abstrak

Sapi Bali merupakan jenis sapi potong yang banyak dikembangkan di Indonesia karena berbagi keunggulannya yang dimiliki sapi Bali. UPSUS SIWAB merupakan upaya percepatan peningkatan populasi ternak dengan intensifikasi perkawinan ternak betina dengan memanfaatkan teknologi inseminasi buatan. Melihat tingkat keberhasilan inseminasi buatan Kabupaten Jembrana memiliki tingkat keberhasilan yang belum optimal yakni 31,87%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya target pelaksanaan inseminasi buatan pada UPSUS SIWAB di Kabupaten Jembrana. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuisioner dianalisis dengan analisis faktor. Hasil dari penelitian ini bahwa variabel perkawian yang digunakan, selalu panggil petugas, dan tahu kebaikan inseminasi buatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi tidak tercapainya target pelaksanaan inseminasi buatan di Kabupaten Jembrana. Perlu dilakukan penyuluhan tentang keunggulan inseminasi buatan sehingga semakin banyak peternak yang dapat menerima keberadaan teknologi ini dan dapat mencapai target pelaksanaan inseminasi buatan di Kabupaten Jembrana khususnya.

Kata kunci: Angka pelaksanaan insemiasi buatan; UPSUS SIWAB; peternak; petugas IB; Kabupaten Jembrana.

Abstract

Bali cattle are a type of beef cattle that are widely developed in Indonesia because of their superiority. UPSUS SIWAB is an effort to accelerate the increase of livestock populations by intensifying the breeding of female cattle by utilizing artificial insemination technology. Based on the artificial insemination’s rate of success, Jembrana Regency has 31.87% the success rate of artificial insemination which is not optimal. This study aimed to determine the factors that influence the failure to achieve the target of artificial insemination at UPSUS SIWAB in Jembrana Regency. The method that used to collecting data in this study is by using a questionnaire and analyzed by analysis of factors. The results of this study are used the breeding variables, always called the officiers, and knowing the benefit of artificial insemination is main factors that influence the failure to achieve the target of artificial insemination in Jembrana Regency. Counseling need to be made about the benefit of artificial insemination so that more breeders can accept the existence of this technology and they can achieve the target of implementing artificial insemination in Jembrana Regency specially.

Keywords: Figures for implementing artificial insemination; UPSUS SIWAB; breeders; artificial insemination officers; Jembrana Regency.

PENDAHULUAN

Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) adalah kegiatan yang terintegrasi untuk percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara berkelanjutan. Melalui upaya khusus yang menggunakan peran aktif masyarakat dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya peternakan, dengan harapan ternak sapi dan kerbau betina produktif milik peternak dipastikan dikawinkan, baik melalui inseminasi buatan (IB) atau kawin alam. Pada akhir tahun 2017 ini, dari 5,9 juta ekor sapi dan kerbau betina produktif yang ditargetkan minimal 4 juta ekor menjadi akseptor dengan tingkat kebuntingan sebanyak 3 juta ekor. Mencermati dari latar belakang Program UPSUS SIWAB dengan indikator sasaranya, maka program percepatan peningkatan populasi melalui IB pada sapi menjadi kegiatan utama dengan kegiatan lainnya seperti pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan pencatatan kelahiran sebagai pendukung. Dengan demikian keberhasilan UPSUS SIWAB sangat ditentukan oleh keberhasilan kegiatan IB dengan ukuran terjadi kebuntingan serta hasil akhinya berupa kelahiran pedet.

Secara operasional UPSUS SIWAB menekankan pada upaya percepatan peningkatan populasi ternak dengan intensifikasi perkawinan ternak betina dengan memanfaatkan teknologi inseminasi buatan. Peningkatan populasi ternak dalam waktu cepat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dan mengurangi import daging secara nasional (Sudita et al., 2012). Inseminasi buatan adalah suatu cara perkawinan dimana semen pejantan diambil untuk disimpan dalam kondisi tertentu diluar tubuh hewan kemudian dengan menggunakan suatu alat semen dimasukan kedalam saluran kelamin betina supaya terjadi kebuntingan (Patel et al., 2016).

Kabupaten Jembrana adalah salah satu kabupaten di Bali yang pada tahun 2017 tercatat sebagai kabupaten di Bali yang program inseminasinya belum berjalan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sapi betina produktif sebanyak 21.561 ekor sebagai calon akseptor dari total populasi sebanyak 45.571 ekor, baru terealisasi sebagai akseptor sebanyak 3.433 akseptor (31,87%) dari jumlah target 9.679 ekor (44,89%) selebihnya masih dilakukan dengan kawin alam (Dinas PKH Bali, 2017).

Ada sejumlah faktor yang dikatakan dapat mempengaruhi pencapain target IB. Faktor-faktor tersebut antara lain pengetahuan peternak dan kemampuan serta kompetensai petugas inseminasi yang belum seimbang (Barszcz, 2012). Ketepatan pelaksanaan inseminasi diperlukan kemampuan inseminator untuk menerapkan standar teknis inseminasi mulai dari handling semen, thawing sampai dengan mengaplikasikan teknik IB merupakan titik kritis yang harus menjadi perhatian petugas (Kubkomawa, 2018). Disamping itu ketepatan deteksi birahi dalam melakukan inseminasi menjadi faktor utama keberhasilan inseminasi. Dari rangkaian proses tersebut peternak sebagai pemilik sangat mempunyai peran dominan dalam proses tersebut karena peternak yang paling paham dengan kondisi ternaknya, sehingga diperlukan pemahaman peternak yang cukup tentang inseminasi buatan (Djanah, 1985).

Secara umum sebagian besar pola pemeliharaan sapi di Kabupaten Jembrana masih banyak menerapkan pola ekstensif bahkan lebih pada bersifat sambilan, perhatian peternak terhadap ternaknya masih minim sehingga perhatian terhadap perkembangan repoduksi ternaknya tidak teramati dengan baik. Karena itu, penting diteliti faktor-faktor apakah yang mempengaruhi target capaian IB pada program Upsus Siwab Di Kabupaten Jembrana

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Desain ini dipilih karena dapat mempelajari dinamika korelasi antara faktor pengetahuan peternak dan petugas IB dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat.

Populasi dan Teknik Sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah para peternak sapi dan petugas inseminasi buatan di kabupaten Jembrana. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah puposive sampling dan metode pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara.

Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunkan kuisioner dan wawancara langsung di lapangan. Data diambil dari 40 orang peternak dan 13 orang petugas IB yang mencakup    Kecamatan    Mendoyo,

Kecamatan Melaya, dan Kecamatan Jembrana. Kuisioner dengan daftar pertanyaan mengenai faktor yang mempengaruhi tidak tercapinya target pelaksanaan inseminasi buatan di Kabupaten Jembrana yang meliputi faktor peternak dan petugas IB. Kuisioner untuk peternak terdiri atas perkawinan yang digunakan, pengetahuan tentang ciri-ciri sapi bunting, jumlah ternak, umur sapi yang dapat dikawinkan, komunikasi dengan petugas, keunggulan IB, pengetahuan lama bunting, periksa kebuntingan, gangguan reproduksi, penjualan betina produktif, kepemilikan HPT, melaporkan kelahiran pedet dan pemberian pakan tambahan. Sedangkan kuisioner petugas terdiri atas jumlah sapi yang sudah di IB, pengalaman pelatihan IB, waktu melkukan thawing, waktu pelaksanaan IB, kualitas sperma yang digunakan, persediaan nitrogen,

gangguan reproduksi yang pernah ditemui, kepemilikan pedoman umum IB, sistem pelaporan IB dan insentif untuk petugas.

Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis univariat dan multivariat. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan independen sedangkan analisis multivariat digunakan untuk menghubungkan variabel independen dengan satu variabel dependen dalam waktu bersamaan (Husein, 2001). Analisis faktor digunakan untuk menganalisa hubungan beberapa variabel independen dengan variabel dependen (Sharma, 1996). Analisis dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 22.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Objek Penelitian

Pada penelitian ini yang dijadikan sasaran sebagai responden adalah peternak sapi dan petugas IB yang ada di Kabupaten Jembrana.

Gambaran Umum Peternak

Gambaran umum 40 responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini diuraikan di bawah ini. Ada 14 karakteristik responden menyangkut jenis perkawinan yang digunakan, jumlah ternak, ciri-ciri sapi bunting, umur sapi yang dikawinkan, kebaikan IB, lama bunting, gangguan reproduksi, tempat hijauan pakan ternak, menjual sapi produktif, memberi konsentrat, melaporkan kelahiran, dan pengetahuan serta interaksi dengan petugas yang akan dianalisis.

Gambaran Umum Petugas IB

Ada 12 karakteristik responden menyangkut jumlah sapi yang di IB, pernah dapat pelatihan, berapa lama melakukan thawing, kapan melakukan IB, kualitas sperma, persediaan nitrogen, gangguan

reproduksi, dan insentif yang akan dianalisis dari 13 orang petugas.

Analisis Faktor Peternak

Tabel 1. Nilai KMO dan Bartlet Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.

Bartlett's Test of Approx.

Sphericity        Chi-Square

Df120

Sig.0,000

Berdasarkan dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka KMO adalah 0,511 dengan tingkat signifikansi 0,000, sehingga ke 14 variabel dan sampel dapat dianalisis. Tahapan selanjutnya adalah melakukan ekstraksi terhadap sejumlah variabel sehingga terbentuk satu atau beberapa variabel. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode Principal Component Analiysis. Hasil analisis menunjukkan terdapat 6 faktor terbentuk dari 14 variabel. Untuk mengetahui ke 14 variabel akan masuk ke faktor mana maka dilakukan proses rotasi dengan metode varimax (tabel 2).

Dari variabel diatas menunjukkan bahwa 14 nilai variabel dalam tabel comunalities menunjukan bahwa seluruh variabel memiliki hubungan yang kuat dengan variabel yang terbentuk. Dengan kata lain semakin besar nilai comunalities maka semakin baik analisis variabel, karena semakin besar karakteristik variabel asal yang dapat diwakili oleh variabel yang terbentuk. Untuk melihat variabel terbentuk dengan memperhatikan besarnya persentase keragaman total yang mampu diterangkan oleh keragaman variabel-variabel yang terbentuk. Untuk menentukan berapa variabel yang dipakai agar dapat menjelaskan keragaman total dapat dilihat dari nilai eigenvaluenya. Faktor dengan eigenvalue dengan nilai >1 adalah komponen yang dipakai dengan nilai cumulative menunjukkan persentase cumulative varian yang dapat dijelaskan oleh variabel. Jumlah angka eigenvaluenya susunannya selalu diurut pada nilai yang terbesar sampai yang terkecil dan

persentase varian dan persentase cumulative varian dijabarkan dengan rincian dalam (Tabel 3).

Tabel 2. Communalities

Variabel

Initial

Extracti on

Perkawinan

1,000

0,860

Bunting

1,000

0,747

Jumlah ternak

1,000

0,701

Apakah tahu umur sapi yang

1,000

0,885

dikawinkan

Apakah selalu

1,000

0,857

panggil petugas

Tahu kebaikan IB

1,000

0,698

Tahu lama bunting

1,000

0,595

Selalu periksa

1,000

0,669

kebungingan

Tahu perlu diperiksa

1,000

0,687

Tahu gangguan

1,000

0,492

reproduksi

Apakah memberi

1,000

0,739

konsentrat

Punya tempat HPT

1,000

0,897

Apakah melaporkan

1,000

0,755

kelahiran

Apakah menjual sapi

1,000

0,753

produktif

Pada variabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 14 variabel yang dimasukkan kedalam variabel, yakni nilai perkawinan, bunting, jumlah ternak, apakah tahu umur sapi yang dikawinkan, apakah selalu panggil petugas, tahu kebaikan IB, tahu lama bunting, selalu periksa kebuntingan, tahu perlu diperiksa, tahu gangguan reproduksi, apakah memberi konsentrat, punya tempat HPT, apakah melaporkan kelahiran, apakah menjual sapi produktif. Pada variabel diatas tampak bahwa hanya 6 faktor yang terbentuk karena dengan 1-6 faktor angka eigenvaluenya masih diatas 1 dan dengan 7–14 faktor lainnya eigenvaluenya dibawah 1, sehingga hanya terbatas pada 6 faktor yang dipakai untuk menjelaskan keragaman total. Besarnya keragaman yang mampu diterangkan oleh variabel 1 sebesar 21,480%, keragaman yang mampu

Tabel 3. Total Variance Explained

Component      Initial Eigenvalues        Extraction Sums of Squared

Loadings

Total

% of Variance

Cumulati ve %

Total

% of Variance

Cumulati ve %

1

3.437

21.480

21.480

3.437

21.480

21.480

2

2.713

14.958

38.438

2.713

14.958

38.438

3

1.912

11.948

50.386

1.912

11.948

50.386

4

1.446

9.037

59.423

1.446

9.037

59.423

5

1.369

8.554

67.977

1.369

8.554

67.977

6

1.075

6.718

74.694

1.075

6.718

74.694

7

0.928

5.798

80.492

8

0.784

4.897

85.389

9

0.441

2.759

92.190

10

0.414

2.589

94.779

11

0.323

2.021

96.800

12

0.157

0.980

98.922

13

0.141

0.881

99.802

14

0.032

0.198

100.000

Tabel 4. Componen Matrixa

Variabel

Component

1       2

3

4

5      6

Perkawinan

0.907  0.084

-0.119

0.034

0.077 -0.100

Apakah selalu panggil petugas

0.901  0.123

-0.094

0.061

0.084 -0.101

Tahu kebaikan IB

0.735  0.157

-0.182

0.310

-0.027  0.059

Apakah melaporkan kelahiran

0.658  0.318

0.238

0.234

0.124  0.307

Selalu periksa kebungingan

0.430 -0.206

0.401

0.318

-0.390 -0.147

Apakah menjual sapi produsktif

0.218 -0.714

-0.371

-0.191

0.118 -0.069

Tahu gangguan reproduksi

0.148 -0.517

0.326

-0.237

0.073 -0.170

Tahu lama bunting

-0.340  0.535

0.158

0.381

0.347 -0.009

Aapakah tahu umur sapi yang dikawinkan

0.073 -0.076

0.635

-0.489

0.233  0.421

Tahu perlu diperiksa

0.482  0.060

0.624

-0.225

-0.043 -0.096

Punya tempat HPT

-0.272 -0.334

0.303

0.535

0.292 -0.497

Apakah memberi konsentrat

0.088 -0.341

-0.377

0.088

-0.639  0.240

Jumlah ternak

0.144  0.362

-0.501

-0.017

0.530  0.131

Bunting

-0.291 -0.064

0.253

0.528

-0.115  0.550

diterangkan oleh variabel 1 dan 2 sebesar

38,438%,  keragaman  yang  mampu

diterangkan oleh variabel 1,2 dan 3 sebesar 50,386%,  keragaman  yang  mampu

diterangkan oleh variabel 1,2,3 dan 4 sebesar 59,423%, keragaman yang mampu diterangkan oleh variabel 1,2,3,4 dan 5

sebesar 67,977%, keragaman yang mampu diterangkan oleh variabel 1,2,3,4,5, dan 6 sebesar 74,694%. Berdasarkan nilai eigenvalue ke 6 faktor yang besarnya >1 dan besarnya persentase kumulatif ke 6 faktor tersebut sudah mewakili keragaman variabel asal. Untuk menunjukkan besarnya korelasi tiap variabel dalam variabel yang terbentuk dapat dilihat dari nilai–nilai koefisien korelasi antara variabel dengan variabel yang terbentuk seperti yang dijabarkan dalam (Tabel 4).

Dari tabel diatas menunjukkan distribusi ke 14 variabel tesebut pada 6 faktor yang terbentuk yang nilai-nilainya merupakan koefisien korelasi antara variabel dengan faktor 1, faktor 2, faktor 3, faktor 4, faktor 5 dan faktor 6. Proses penentuan variabel yang akan masuk ke faktor terbentuk, dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris sebagai berikut:

  • a. Perkawinan

  • 1)    Korelasi perkawinan dengan faktor 1 adalah 0,907 (sangat kuat karena diatas 0,5).

  • 2)    Korelasi perkawinan dengan faktor 2 adalah 0.084 (sangat lemah karena dibawah 0,5)

  • 3)    Korelasi perkawinan dengan faktor 3 adalah -0,119 (sangat lemah karena dibawah 0,5)

  • 4)    Korelasi perkawinan dengan faktor 4 adalah 0,034 (sangat lemah karena dibawah 0,5)

  • 5)    Korelasi perkawinan dengan faktor 5 adalah 0,077 (sangat lemah karena dibawah 0,5 )

  • 6)    Korelasi perkawinan dengan faktor 6 adalah -0,100 (sangat lemah karena dibawah 0,5)

Demikian seterusnya untuk variabel selanjutnya untuk melihat distribusi ke 14 variabel yang terbentang didalam 6 faktor. Dibawah akan dijelaskan akan masuk ke faktor mana sebuah variabel yang ada yaitu:

  • 1.    Perkawinan faktor loading yang paling besar ada pada faktor 1 dengan nilai 0,907.

  • 2.    Apakah selalu panggil petugas faktor loadingnya yang paling besar pada faktor 1 dengan nilai 0,901.

  • 3.    Tahu kebaikan IB faktor loading yang paling besar pada faktor 1 dengan nilai 0,735.

  • 4.    Apakah melaporkan kelahiran faktor loading yang paling besar pada factor 1 dengan nilai 0,658.

  • 5.    Selalu periksa kebuntingan faktor loading yang paling besar pada faktor 1 dengan nilai 0,430.

  • 6.    Tahu lama bunting faktor loading yang paling besar pada faktor 2 dengan nilai 0,535.

  • 7.    Apakah menjual sapi produktif faktor loading yang paling besar pada faktor 1 dengan nilai 0,218.

  • 8.    Tahu gangguan reproduksi faktor loadingnya paling besar pada faktor 3 dengan angka 0,326.

  • 9.    Apakah tau umur sapi yang dikawinkan faktor loadingnya yang paling besar pada faktor 3 dengan nilai 0,635.

  • 10.    Tahu perlu diperiksa faktor loadingnya yang paling besar pada faktor 3 dengan nilai 0,624.

  • 11.    Punya tempat HPT faktor loadingnya yang paling besar pada faktor 4 dengan nilai 0,535.

  • 12.    Apakah memberi konsentrat faktor loadingnya yang paling besar pada faktor 6 dengan nilai 0,240.

  • 13.    Jumlah ternak faktor loading yang paling besar pada faktor 5 dengan nilai 0,530

  • 14.    Bunting faktor loadingnya yang paling besar pada faktor 6 dengan nilai 0,550.

Dengan demikian ke 14 variabel yang direduksi menjadi hanya dari 6 faktor yaitu:

  • 1.    Faktor 1 variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan faktor 1 terdiri atas variabel perkawinan dengan angka 0,907, variabel apakah selalu panggil petugas dengan angka 0,901, variabel tahu kebaikan IB dengan angka 0,735, dan variabel apakah melaporkan kelahiran dengan angka 0,658.

  • 2.    Faktor 2 variabel yang memiliki korelasi yang kuat dengan faktor 2 terdiri atas variabel tahu lama bunting dengan angka 0,535.

  • 3.    Faktor 3  variabel  yang memiliki

korelasi yang kuat dengan faktor 3 terdiri atas variabel apakah tahu umur sapi yang dikawinkan dengan angka 0,635, dan variabel tahu perlu diperiksa dengan angka 0,624.

  • 4.    Faktor 4  variabel  yang memiliki

korelasi yang kuat dengan faktor 4 terdiri atas variabel punya tempat HPT dengan angka 0,535.

  • 5.    Faktor 5 variable yang memiliki korelasi yang kuat dengan faktor 5 terdiri atas   variabel jumlah ternak

dengan angka 0,530.

  • 6.    Faktor 6  variabel  yang memiliki

korelasi yang kuat dengan faktor 6 terdiri atas variabel bunting dengan angka 0,550.

Interpretasi Atas Faktor Yang Terbentuk

Setelah melakukan faktoring langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan variabel yang terbentuk. Hal ini dilakukan agar dapat mewakili variabel-variabel anggota variabel tersebut.

  • 1.    Faktor 1 dinamakan faktor sikap prilaku tentang UPSUS SIWAB terdiri atas variabel perkawinan dengan angka 0,907, variabel selalu panggil petugas dengan angka 0,901, dan variabel tahu kebaikan IB dengan angka 0,735.

  • 2.    Faktor 2 dinamakan faktor karakteristik peternak terdiri atas variabel tahu lama bunting dengan angka 0,535.

  • 3.    Faktor 3 dinamakan faktor pengetahuan tentang kebuntingan sapi, terdiri atas variabel tahu umur sapi yang

dikawinkan dengan angka 0,635 dan variabel perlu diperiksa kebuntingan dengan angka 0,624.

  • 4.    Faktor 4 dinamakan faktor budidaya pemeliharaan sapi terdiri atas variabel punya tempat PHT dengan angka 0,535.

  • 5.    Faktor 5 dinamakan faktor pemeliharaan sapi terdiri atas variabel jumlah ternak dengan angka 0,530.

  • 6.    Faktor 6 dinamakan faktor ketrampilan tentang kebuntingan terdiri atas variabel bunting dengan angka 0,550.

Analisis Faktor Petugas IB

Tabel 5. Nilai KMO dan Bartlet Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy.

Bartlett's Test of Approx.

Sphericity        Chi-Square

Df21

Sig.0,427

Berdasarkan dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka KMO adalah 0,300 dengan tingkat signifikansi 0,472, sehingga ke 12 variabel dan sampel tidak dapat dianalisis lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena keterampilan dan kemampuan petugas dalam pelaksanaan IB sudah maksimal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel perkawian yang digunakan, selalu panggil petugas, dan tahu kebaikan IB merupakan faktor utama yang mempengaruhi tidak tercapainya target pelaksanaan inseminasi buatan pada UPSUS SIWAB di Kabupaten Jembrana. Kemudian variabel yang memiliki keragaman faktor dari terbesar adalah variabel tahu lama bunting, umur sapi, periksa kebuntingan, HPT, jumlah ternak, dan bunting berdasarkan faktor peternak. Sedangkan dari faktor petugas IB tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena nilai KMO kurang dari 0,5 hal ini disebabkan karena kemampuan dan keterampilan

petugas dalam pelaksanaan IB sudah tercapai.

Saran

Perlu dilakukan penyuluhan tentang keunggulan IB sehingga semakin banyak peternak yang dapat menerima keberadaan teknologi ini sehingga dapat mencapai target pelaksanaan IB di Kabupaten Jembrana khususnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan FKH Unud, dan semua pihak yang turut membantu dalam proses penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Barszcz K, Wiesetek D, Wąsowicz M, Kupczyńska M. 2012. Bull semen collection and analysis for artificial insemination. J. Agric. Sci. 4(3): 1-10.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bali. 2017. Laporan Pelaksanaan

Pelayanan IB UPSUS SIWAB 2017. UPT Balai Inseminasi Buatan Daerah Provinsi Bali.

Djanah D. 1985. Mengenal Inseminasi Buatan. CV. Simplex, Jakarta.

Husein U. 2001. Metodologi Penelitian dan Aplikasi dalam Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Kubkomawa HI. 2018. The use of artificial insemination (ai) technology in improving milk, beef and reproductive efficiency in tropical africa: a review. Dairy Vet. Sci. J. 5(2): 555-660.

Patel GK, Haque N, Madhavatar M, Chaudhari AK, Patel DK, Bhalakiya N, Jamnesha N, Patel P, Kumar R. 2017. Artificial insemination: A tool  to

improve  livestock productivity.  J.

Pharmacog. Phytochem. SP1: 307-313.

Sudita IDN, Tonga Y, Kaca N. 2012. Kajian pelestarian plasma nuftah sapi bali di Bali. J. Lingkungan Wicaksana. 21(2): 25-33.

Sharma S. 1996. Applied Mutivariate Techniques. Jhon Wiley & Son.Inc. New York.

117