Volume 14 No. 1: 50-57

Pebruari 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i01.p08

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Pemberian Tepung Cacing Tanah dalam Pakan terhadap Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit Anak Babi Landrace Jantan Setelah Sapih

(THE INFLUENCE OF EARTHWORM MEAL IN FEED TO HEMOGLOBIN LEVEL AND ERYTHROCYTE INDEX OF MALE LANDRACE PIGLETS AFTER WEANING)

Ni Made Dwi Adnyana Pertiwi1*, Ida Bagus Komang Ardana2, Ni Luh Kartini3

1Praktisi Dokter Hewan, Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali;

  • 2Laboratorium Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan, Univesitas Udayana, Jl. Raya Sesetan, Gg. Markisa No. 6. Denpasar Bali;

  • 3Laboratorium Biologi Tanah Konsentrasi Tanah dan Lingkungan, Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Univesitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar Bali.

*Email: [email protected]

Abstrak

Babi merupakan ternak menguntungkan yang banyak dipelihara masyarakat disamping itu salah satu faktor yang menentukan keberhasilan ternak ini adalah gizi dimana salah satunya menggunakan pakan dengan campuran tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) dimana gizi yang baik berpengaruh pada kondisi ternak salah satunya hemoglobin dan indeks eritrosit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap kadar hemoglobin dan indeks eritrosit anak babi landrace jantan setelah sapih. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 24 ekor anak babi landrace jantan setelah sapih. Perlakuan yang diberikan dibagi menjadi empat kelompok masing-masing kelompok kontrol (P0), kelompok dengan pemberikan tepung cacing tanah sebesar 4 g (P1), kelompok dengan pemberikan tepung cacing tanah sebesar 8 g (P2), kelompok dengan pemberikan tepung cacing tanah sebesar 16 g (P3). Penghitungan kadar hemoglobin dan indek eritrosit dilakukan sebelum pemberian tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) dan setelah pemberian dengan rentang waktu satu bulan ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari pakan yang dicampur tepung cacing tanah. Hasil analisis variasi menunjukkan bahwa kadar hemoglobin setiap kelompok :10,55; 10,83; 13,83; dan 10,93 (g/dL) dan indeks eritrosit MCV 59,45; 61,70; 60,61; dan 59,56 (fL), MCHC 39,56; 39,15; 39,40; dan 38,68 (g/dL). Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pemberian tepung cacing tanah berbeda tidak nyata terhadap kadar hemoglobin dan indeks eritrosit. Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian tepung cacing tanah dalam pakan tidak meningkatkan kadar hemoglobin dan tidak berpengaruh pada indeks eritrosit namun mampu menstabilkan nilainya sehingga masih dalam angka normal.

Kata kunci: anak babi; hemoglobin; Lumbricus rubellus; MCV; MCHC; tepung cacing tanah

Abstract

Pigs are beneficial livestock that are maintained by many people, besides that one of the factors that determine the success of these livestock is nutrition, one of which uses feed with a mixture of earthworm flour (Lumbricus rubellus) where good nutrition affects livestock conditions, one of which is hemoglobin and erythrocyte index. The purpose of this study was to determine the effect of giving earthworm flour to the hemoglobin level and index of male erythrocyte erythrocytes after weaning. This study used a Completely Randomized Design (CRD) using 24 male landrace piglets after weaning. The treatment given was divided into four groups of each control group (P0), the group with the giving of earthworm flour by 4 g (P1), the group by giving earthworm flour by 8 g (P2), the group by giving earthworm flour by 16 g (P3). Calculation of hemoglobin level and erythrocyte index was carried out before administration of earthworm flour and after giving with a span of one month was carried out to

see the effect of feed mixed with earthworm flour. The results of the variation analysis showed that the hemoglobin level of each group: 10,55; 10.83; 13.83; and 10.93 (g / dL) and the erythrocyte MCV index 59.45; 61.70; 60,61; and 59.56 (fL), MCHC 39.56; 39,15; 39,40; and 38.68 (g / dL). The results showed that the administration of earthworm flour was not significantly different from the hemoglobin level and erythrocyte index. The conclusion of this study is that the administration of earthworm flour in feed does not increase hemoglobin levels and has no effect on the erythrocyte index but is able to stabilize its value so that it is still in normal numbers.

Keywords: earthworm flour; hemoglobin; Lumbricus rubellus; MCV; MCHC; piglet

PENDAHULUAN

Babi merupakan komoditas hewan yang dapat diternakan untuk tujuan penggemukan dan pembibitan yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Usaha ternak babi idealnya sangat menguntungkan karena selain bertumbuh cepat, permintaan konsumen akan daging babi relatif tinggi (Sihombing, 2006). Usaha ternak ideal bergantung dari beberapa faktor yakni konsep-konsep genetika, lingkungan, kesehatan, manajemen dan gizi ternak itu sendiri (Sumadi, 2017). Tidak jarang peternakan babi gagal akibat kurangnya pengetahuan peternak, lingkungan yang kurang dan kesalahan manajemen. Manajemen yang tidak tepat berdampak pada kesehatan babi. Untuk menanggulanginya peternak melakukan tindakan pencegahan. Salah satu cara yang digunakan umumnya memperbaiki kualitas gizi dimana bahan-bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya (Ridla, 2014). Gizi-gizi yang terkandung dalam pakan diedarkan keseluruh tubuh oleh darah.Darah berperan sebagai transport masal dalam tubuh. Fungsi darah ini diharapkan akan memberikan dampak terhadap proses penyerapan makanan untuk berbagai proses di dalam tubuh ternak. Darah terdiri dari cairan kompleks plasma tempat elemen selular diantaranya eritrosit, leukosit dan trombosit (Firly et al., 2015). Eritrosit (sel darah merah) pada hakikatnya adalah kantung hemoglobin terbungkus membran plasma yang mengangkut O2 dalam darah (Fitryadi dan Sutikno, 2016).

Hemoglobin merupakan protein yang kaya akan zat besi (Evelyn, 2009) dan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah, hemoglobin dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah (Gunadi et al, 2016). Selain hemoglobin dalam darah terdapat indeks eritrosit diantaranya Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan gambaran dalam menentukan ukuran eritrosit dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) merupakan nilai untuk mengukur konsentrasi rata-rata dalam hemoglobin (Djasang dan Nurul,2018). Gizi yang diedarkan oleh darah sebagian diperoleh dari pakan salah satunya pakan yang dicampurkan dengan tepung cacing.Keistimewaan cacing tanah mengandung protein kasar yang tinggi dan sumber mineral fosfor akan tetapi kalsiumnya rendah. Tepung cacing tanah memiliki kandungan nutrient diantaranya bahan kering, total digestible nutrient (TDN), protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kalsium dan fosfor (Istiqomah et al. 2009)disamping kandungan nutriennya yang lengkap tepung cacing tanah juga mengandung asam amino essensial lengkap diantaranya phenyalalanine, valine, methionine, isoleucine, threonine, histidine, arginine, lysine, leusine, cysteine, dan tyrosine serta memiliki kandungan asam amino non essensial diantaranya aspartic acid, glutamic acid, serine, glycine, alanine dan proline (Tram et al., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung cacing tanah pada anak babi landrace jantan setelah sapih dengan melihat kadar hemoglobin dan indeks eritrositnya.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak babi sapih berumur 30 hari yang dipelihara di peternakan di Desa Yehembang Kangin sebanyak 24 sampel.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu pertama sebagai kontrol (P0), perlakuan kedua diberikan 4 g tepung cacing tanah (P1), perlakuan ketiga diberikan 8 g tepung cacing tanah dan perlakuan keempat diberikan 16 g tepung cacing tanah (P3).

Pembuatan Tepung Cacing Tanah

Prosedur dimulai dengan pembuatan tepung cacing tanah. Tepung cacing dibuat di yayasan BOA. Pembuatan tepung dengan cara cacing tanah dipisahkan dari media dan dipuasakan selama 6 jam kemudian dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran pada kulit luar dan kotoran pada pencernaan cacing. Kemudian badan cacing dipisahkan dan direndam dalam air suling selama 6-8 jam selanjutnya dicuci dengan air suling untuk menghilangkan kotoran. Badan cacing dikeringkan dengan oven dengan suhu konstan 40°C selama 3 hari. Selanjutnya cacing digiling dengan blender sampai menjadi tepung.

Perlakuan Penelitian

Darah diambil 2 kali yaitu sebelum pemberian dan setelah pemberian tepung cacing tanah. Kemudian berikan pakan yang telah dicampur dengan tepung cacing tanah dan amati 30 hari. Pengambilan darah anak babi Landrace jantan setelah sapih dilakukan pada pagi hari, sebelum anak babi diberikan pakan.

Pengambilan Sampel

Sampel darah yang diambil dari tiap anak babi sapih jantan kemudian dimasukkan ke tabung EDTA dan

homogenkan dengan antikoagulan pada tabung selanjutnya diberikan label yang memuat keterangan untuk dapat dijadikan sebagai penanda setiap sampel dan dimasukkan ke coolbox agar tidak menggumpal. Sampel yang telah terkumpul diperiksa di Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana.

Pemeriksaan Sampel

Pemeriksaan kadar hemoglobin dan indeks eritrosit menggunakan alat hematology analyzer. Darah anak babi landrace jantan dimasukkan ke tabung EDTA kemudian dimasukkan ke alat. Hasil berupa data hematologi terlihat pada monitor. Hematology analyzer merupakan alat untuk pemeriksaan darah lengkap dengan kecepatan dan tingkat keakuratan yang cukup baik (Maciel et.al., 2014). Prinsip kerja alat ini salah satunya menggunakan Electrical impedance yaitu sel darah digunakan sebagai penghambat arus listrik, hambatan yang semakin besar berbanding lurus dengan ukuran sel (Turgeon, 1999; Zulfikar, 2018)

Analisa Data

Data hasil pemeriksaan dianalisisis menggunakan uji sidik ragam/ANOVA (Analysis of Covariance) untuk mengetahui perbandingan rerata antara kelompok perlakuan. Semua data diolah dengan perangkat lunak Statistical Product and Service Solutions (SPSS) type 22.0 (Sampurna dan Nindhia, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian terhadap kadar hemoglobin anak babi landrace jantan setelah sapih selama satu bulan berturut-turut P0, P1, P2, P3 adalah 10,55; 10,83; 13,83; dan 10,93 (g/dL). Hasil analisis variasi menunjukkan bahwa pemberian tepung cacing tanah tidak bepengaruh (P>0,05) terhadap kadar hemoglobin anak babi landrace jantan (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Data rerata kadar hemoglobin anak babi landrace jantan setelah sapih

Perlakuan

Sebelum  pemberian  tepung Setelah pemberian tepung cacing

cacing tanah (g/dL)             tanah (g/dL) ± SD

P0

P1

P2

P3

10,9                          10,55±1,53

10,9                          10,83±4,08

10,6                          13,83±4,25

10,5                          10,93±1,24

Gambar 1. Grafik pemberian tepung cacing tanah terhadap kadar hemoglobin anak babi landrace jantan setelah sapih P0: 0 gram (kontrol), P1: 4 gram, P2: 8 gram, P3: 16 gram

Tabel 2. Data rata-rata Mean Corpuscular Volume (MCV) anak babi landrace jantan setelah sapih

Perlakuan

Sebelum pemberian tepung cacing tanah (fL)

Setelah pemberian tepung cacing tanah (fL) ± SD

P0

58,40

59,45±1,53

P1

60,35

61,70±1,94

P2

59,51

60,61±1,87

P3

60,51

59,56±3,27

Tabel 3. Data rata-rata Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) anak babi landrace jantan

Perlakuan

Sebelum pemberian tepung cacing tanah (g/dL)

Setelah pemberian tepung cacing tanah (g/dL) ± SD

P0

39,43

39,56±0,8

P1

39,18

39,15 ±1,39

P2

38,71

39,4 ±1,59

P3

40,05

38,68 ±4,46

Gambar 2. Grafik pemberian tepung cacing tanah terhadap MCV anak babi landrace jantan setelah sapih. P0: 0 gram (kontrol), P1: 4 gram, P2: 8 gram P3: 16 gram


Dosls


Gambar 3. Grafik pemberian tepung cacing tanah terhadap MCHC anak babi landrace jantan setelah sapih. P0: 0 gram (kontrol), P1: 4 gram, P2: 8 gram, P3: 16 gram.

Berdasarkan hasil penelitian rerata MCV dan MCHC anak babi landrace jantan setelah sapih selama satu bulan berturut-turut P0, P1, P2, P3 adalah MCV 59,45; 61,70; 60,61; dan 59,56 (fL). MCHC 39,56; 39,15; 39,40; dan 38,68 (g/dL). Hasil analisis variasi menunjukkan pemberian tepung cacing tanah tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap MCV dan MCHC anak babi landrace jantan. Hasil rerata yang diperoleh tidak berbeda signifikan dibandingkan rerata sebelum diberikan tepung cacing.

Pembahasan

Pada penelitian ini kadar hemoglobin dan indeks eritrosit keempat perlakuan menunjukan berbeda tidak nyata dimana pemberian tepung cacing tanah dalam pakan tidak berpengaruh terhadap kadar hemoglobin dan indeks eritrosit. Ketidakmunculan dari pengaruh tepung cacing tanah ini dapat didukung diantaranya manajemen kesehatan, lingkungan, pakan yang telah diperbaiki oleh peternak yang akhirnya anak babi landrace setelah sapih tersebut dalam keadaan normal dan tidak sakit. Ketidakmunculan ini juga dikarenakan asupan protein pada masing-masing pakan perlakuan relatif sama sehingga menyebabkan pembentukan sel eritrosit tidak berbeda (Julendra et.al., 2010), karena diketahui bahwa protein berperan dalam

pembentukan eritrosit. Eritrosit adalah sel yang sangat kecil berisi hemoglobin dan protein pengikat oksigen (Feldman et. al., 1995) sehingga jumlah eritrosit dalam darah juga bergantung pada asupan protein pakan (Mcdonald, 2002). Namun menurut Gibson (2005) tidak ada hubungan antara konsumsi protein dengan kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan kadar hemoglobin dipengaruhi banyak faktor antara lain disebabkan kekurangan mikronutrien lain, infeksi maupun berbagai status penyakit. Mikronutrien merupakan gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit untuk memberikan fungsi fisiologis. Mikronutrien ini terdiri dari vitamin dan mineral yang tidak dapat disintesis dalam tubuh (Dewi, 2011). Peran mikronutrien dalam proses metabolisme adalah untuk mempertahankan fungsi fisiologis tubuh. Beberapa contoh mikronutrien diantaranya Zn, Fe, Cu (Setyawan et al., 2007), dan Vitamin (Agung dan Nasronudin, 2015). Tepung cacing tanah memiliki kandungan lumbricine (Cho et al., 1998) yang mampu berperan sebagai antibakteri. Liu et.al., (2004) mengatakan bahwa cacing tanah dapat menstimulasi kekebalan. Secara alamiah cacing tanah mempunyai bahan aktif antimikroba (Damayanti et al., 2009) berupa peptide atau protein yang berperan sebagai pertahanan utama terhadap mikroba tanah. Nilai MCV dan MCHC

dipengaruhi jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit (Fitrohdin dkk., 2014). Absorbsi zat makanan berjalan baik akibat berkurangnya bakteri patogen pada vili-vili usus sehingga anak babi tidak banyak mengeluarkan energi untuk mencerna zat makanan. Adanya antibiotik dalam pakan dapat mengurangi penggunaan energi yang berlebih pada ternak untuk melawan bakteri patogen (Sundu, 2007). Kecernaan makanan berhubungan dengan absorbsi zat makanan melalui dinding usus. Absorbsi zat makanan dipengaruhi oleh tebal dan tipisnya mukosa usus (Wahyu, 2004). Anggorodi (1990), mengatakan bahwa tinggi rendahnya kandungan energi dalam pakan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya konsumsi pakan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Jumriah et. al., (2016)

bahwa kandungan nutrient yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi adalah kandungan energi dalam pakan. Menurut Sihombing et. al., 2010 tepung cacing tanah mampu mempertahankan kualitas pakan ternak.

Nilai MCHC normal berkisar antara 29.0-34.0 g/dL dengan rata-rata 32 g/dL (Darmawan, 2002). Nilai MCV berkisar antara 50.0-68.0 fL dengan rata-rata 60 fL (Darmawan, 2002). Kadar hemoglobin terkait dengan jumlah eritrosit (Anamisa, 2015). Kecukupan oksigen yang diangkut dalam tubuh dapat dilihat dari jumlah hemoglobin dalam darah. Jumlah hemoglobin sejalan dengan jumlah eritrosit dan nutrisi yang diserap oleh tubuh. Penentuan nilai eritrosit ini penting dilakukan untuk mengetahui kondisi fisiologis ternak. Ketidaknormalan nilai MCV dan MCHC menunjukkan indikasi adanya anemia yang dapat dipicu oleh kekurangan zat besi, keracunan timbal, kekurangan hormone eritropoietin, kekurangan folat atau kekurangan vitamin B12 (Ulupi dan Ihwantoro, 2014). Nilai MCV dan MCHC dipengaruhi jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan persentase hematokrit (Fitrohdin dkk., 2014). Parameter hematologi sangat berfluktuasi

tergantung individu dan beberapa faktor lain, diantaranya: ras, spesies, umur, jenis kelamin, gizi, ketinggian tempat, cuaca, aktivitas fisiologi dan keadaaan stress (Putri et.al., 2017, Darmawan 2002, Indrawati et al., 2013, Gaol et al., 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan memberikan tepung cacing tanah pada anak babi landrace setelah sapih dengan membandingan antara sebelum pemberian dan setelah pemberian tidak memberikan pengaruh yang signifikan disamping dikarenakan asupan protein yang tidak berbeda jauh namun karena kesadaran peternak dalam mengelola peternakannya dengan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian tepung cacing tanah dalam pakan terhadap kadar hemoglobin dan indeks eritrosit anak babi landrace setelah sapih tidak mempengaruhi peningkatan kadar hemoglobin dan indeks eritrosit.

Saran

Disarankan penelitiaan lebih lanjut mengenai pemberian tepung cacing tanah dalam pakan terhadap anak babi landrace jantan setelah sapih terhadap kadar hemoglobin dan indeks eritrosit pada dosis tertentu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana, Balai Besar Veteriner (BBVET) dan Buliten Veteriner dalam memfasilitasi dan publikasi jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anamisa RD. 2015. Rancangan bangun metode OTSU untuk deteksi hemoglobin. J. S@CIES. 10(10): 106110.

Cho JH, Park CB, Yoon YG, Kim SC. 1998. Lumbricin I, a novel proline-rich antimicrobal peptide from the earthworm: purification, cDNA cloning and molecular characterization. Biochim. Biophys. Acta.1408(1): 67-76.

Damayanti E, Sofyan A, Julendra H, Untari T. 2009. Pemanfaatan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai agensia anti-pullorum dalam imbuhan pakan ayam broiler. J. Ilmu Ternak Vet. 14(2): 83-89.

Dewi ERS. 2011. Pengaruh pemberian ekstrak buah mengkudu terhadap histopatologi testis tikus putih setelah menghirup asap rokok. Bioma. 1(2): 23.

Djasang S, Hikma N. 2018. Studi hasil indeks eritrosit pada penderita stroke iskemik dan stroke hemoragik. J. Media Analis Kesehatan. 9(2): 156-166.

Evelyn, CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia

Faruq ZH. 2018. Analisis darah lisis terhadap nilai trombosit menggunakan metode electrical impedance. J. Labora Med. 2(1): 11-13.

Feldman BF, Zinkl JG, Jain NC. 1995. Schalm’s Veterinary Hematology. 5th Ed. Lippincot Williams and Wilkins. Pp. 1147-1153.

Firly WR, Gunanti M, Laksami S. 2015. Pengaruh     Pemberian     ekstrak

Sargassum sp. dengan pelarut metanol pada pakan terhadap jumlah eritrosit dan differensial leukosit ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). J. Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(2): 213218.

Fitrohdin A, Samsi M, Indrasanti D. 2014. Indeks eritrosit pada itik betina tegal, mojosari dan magelang yang pakannya disuplementasi probiotik dengan level berbeda. J. Ilmiah Peternakan. 2(1): 4251.

Gaol RL, Sudisma IGN, Ardana IBK, Sudimartini LM. 2016. Gambaran darah anjing yang diinjeksi xylasin-ketamin secara subkutan. Bul. Vet. Udayana. 8(1): 99-105.

Gunadi VIR, Mewo YM, Tiho M. 2016. Gambaran kadar hemoglobin pada pekerja bangunan. J. e-Biomedik. 4(2): 1-6.

Indrawati V, Suartha IN, Kendran AAS, Sudisma IGN. 2013. Gambaran total eritrosit, hemoglobin, dan packed cell volume tikus putih jantan selama pemberian ekstrak pegagan. Bul. Vet. Udayana. 5(1): 23-29

Istiqomah AL, Sofyan A, Darmayanti, Julendra H. 2009. Amino acid profile of earthworm and earthworm meal for animal feedstuff. J. Indonesian Trop. Anim. Agric. 34(4): 253-257

Julendra H, Zuprizal, Supadmo. 2010. Penggunaan tepung cacing tanah tanah (Lumbricus rubellus) sebagai adiktif pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging, profil darah dan kecernaan protein. Bul. Peternakan. 34(1): 21-29

Kusriningrum RS. 2012. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Surabaya.

Liu Q, Sun ZJ, Wang C, Li SJ, Liu YZ. 2004. Purification of a novel antibacterial short peptide in earthworm Eisenia foetida. Acta Biochimica et Biophysica Sinica. 36(4): 297-302.

Maciel TES, Comar SR, Beltrame MP. 2014. Performance evaluation of the Symex® XE-2100D automated haematology analyzer. J. Brasiliero de Patologia e Med. Laboratorial. 50(1): 26-35.

McDonald P. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Prentice Hall. London

Prasetiyo A, Nasronudin. 2015. Micronutrient therapy for sepsis. Indonesian J. Top. Infect. Dis. 5(5): 119-123.

Putri PVC, Budaarsa K, Dharmawan NS. 2017. Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit babi landrace yang diberi pakan eceng gondok dari perairan tercemar timbal. Bul. Vet. Udayana. 9(1): 67-72

Ridla M. 2014. Pengenalan Bahan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sampurna IP, Nindhia TS. 2008. Analisis Data dengan SPSS dalam Rancangan Percobaan. Udayana University Press. Denpasar.

Setiyatwan H, Piliang WG, Sihombing DTH, W. Manalu W, Anang A. 2007. Suplementasi fitase, seng dan tembaga dalam ransum sebagai stimulan pertumbuhan ayam broiler. Media Peternakan dan Teknologi Peternakan. 30(2): 139-145.

Sihombing G, Pratitis W, Dewangga GA. 2010. Pengaruh penggunaan tepung cacing tanah tanah   (Lumbricus

rubellus) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum domba lokal jantan. Caraka Tani XXV. 1: 79-86.

Sumadi IK. 2017. Ilmu Nutrisi Ternak Babi. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.

Sundu B. 2007. Neraca rugi laba penggunaan     antibiotic     growth

promotor’s (AGP). Majalah Poultry Indonesia. 2: 44-45.

Syam J, Tolleng AL, Umar. 2016. Pengaruh pemberian pakan konsentrat dan urea molases blok (UMB) terhadap hematokrit sapi potong. J. Ilmu dan Industri Peternakan. 2(3): 1-6.

Tram NDQ, Ngoan LD, Ogle B. 2005. Culturing Earthworm on Pig Manure and The Effect of Replacing Trash Fish by Earthworms on The Growth Performance of Catfish (Clarias macrochepalus x Clarias gariepinus). Swedish University of Agricultural Sciences. Sweden.

Turgeon ML, Turgeon ML. 1999. Clinical Hematology: Theory and Prosedure. 3rd Ed. Lippincott Williams and Wilkins. USA.

Ulupi N, Ihwantoro T. 2014. Gambaran darah ayam kampung dan ayam petelur komersial pada kandang terbuka di daerah tropis. J. Ilmu Produksi dan Teknol. Hasil Peternakan. 2(1): 219223.

Wahyu J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

57