Volume 13 No. 1: 34-38

Pebruari 2021

DOI: 10.24843/bulvet.2021.v13.i01.p06

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

Pengukuran Folikel Ovarium dan Temperatur Vagina Sapi Bali yang Mengalami Silent Heat

(MEASUREMENT OF OVARIAN FOLLICLES AND VAGINAL TEMPERATURE OF BALI CATTLE THAT EXPERIENCE SILENT HEAT)

Tjok Gde Oka Pemayun1*, Anak Agung Sagung Kendran2, I Wayan Nico Fajar Gunawan2

1Laboratorium Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali. 2Laboratorium Diagnosa Klinik, Patologi Klinik, dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. Raya Sesetan Gg. Markisa No. 6, Denpasar, Bali.

*Email: [email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sapi Bali dengan melakukan pengukuran folikel ovarium dan temperatur vagina pada sapi bali yang mengalami silent heat. Menggunakan 10 ekor sapi bali yang mempunyai estrus normal dan sapi bali yang mengalami silent heat.Sapi-sapi penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I sapi bali yang menunjukkan siklus normal dan kelompok II sapi bali yang mengalami silent heat, dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 kali ulangan. Selanjutnya semua sapi penelitian diukur tempetur vagina pada saat estrus dan 24 jam setelah estrus. Sedangkan folikel ovarium diukur pada saat estrus. Hasil peneltian menunjukkan bahwa rataan temperatur vagina sapi bali adalah 38,40 ± 0,130 C dan 38,04 ± 0,130 C masing-masing untuk sapi bali estrus dan sapi bali yang mengalami silent heat dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Rataan diameter folikel bali adalah 10,60 ± 1,14 dan 7,32 ± 0,37 mm, masing-masing untuk sapi bali estrus dan sapi bali yang mengalami silent heat, dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa temperatur vagina sapi bali dengan estrus normal lebih tinggi daripada sapi bali yang mengalami silent heat dan diameter folikel ovarium pada estrus normal lebih besar daripada diameter folikel ovarium sapi bali yang mengalami silent heat.

Kata kunci: Folikel ovarium; temperatur vagina; silent heat; sapi Bali

Abstract

This study aimed to improve Bali cattle's efficiency and productivity by measuring ovarian follicles and vaginal temperature in Bali cattle that experienced a silent heat using ten bali cattle with normal estrus and bali cattle that experience a silent heat. The research samples were divided into two groups: Bali cattle that showed normal estrus (grup I) and Bali cattle that experienced a silent heat (grup II), with each group consisted of 5 replications. Furthermore, all the cows were measured for vaginal measurements at the time of estrus and 24 hours after estrus. While ovarian follicles are measured at the time of estrus. The results showed that the average vaginal temperature of Bali cattle was 38.40 ± 0.130 C and 38.04 ± 0.130 C respectively for Bali estrus cattle and Bali cattle which experienced a silent heat and statistically showed a significant difference (P<0.05). The Bali cattle follicles' average diameter is 10.60 ± 1.14 and 7.32 ± 0.37 mm, respectively, for the normal estrus and which experience a silent heat, and statistically show a significant difference (P<0.05). From the results of the study, it can be concluded that the vaginal temperature of bali cattle with normal estrus is higher than that of bali cattle which experience a silent heat, and ovarian follicle diameter in normal estrus is greater than the diameter of the ovarian follicles of bali cattle that experience silent heat.

Keywords: Ovarian follicles; vaginal temperature; silent heat; Bali cattle

PENDAHULUAN

Rendahnya angka kebuntingan atau kelahiran sapi Bali sampai saat ini belum terjawab. Ada beberapa faktor penyebab rendahnya angka kelahiran seperti rendahnya keberhasilan IB, tingginya kejadian silent heat (berahi tenang) pada sapi Bali, tingginya kematian embrio dini, panjangnya calving interval akibat tidak munculnya estrus lebih dari 3 bulan setelah melahirkan.

Keberhasilan perkawinan pada ternak akan selalu diawali dengan munculnya siklus reproduksi yang normal. Siklus estrus pada sapi akan ditandai dengan adanya aktivitas daripada ovarium yaitu perkembangan folikel (fase proestrus dan fase estrus), perkembangan korpus luteum (fase metestrus dan fase diestrus (Hafez, 2000). Fase estrus merupakan fase perkembangan folikel akibat adanya stimulasi Folicel Stimulating Hormone (FSH) dan menyebabkan meningkatnya hormon estrogen dan hewan menjadi estrus (Austin, 1990; Bearden Fuquae, 1992). Namun pada sapi bali sering tidak menunjukan gejala-gejala estrus disebut dengan silent heat atau berahi tenang.

Silent heat merupakan masalah yang sangat serius pada ternak sapi, karena sapi tidak menunjukkan gejala estrus sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu IB atau pengawinan yang tepat. Beberapa metode telah dilaporkan digunakan untuk mendeteksi estrus pada sapi seperti menggunakan sensor atau alat detector, menggunakan pedometer, namun metode ini dilaporkan kurang efektif digunakan untuk deteksi estrus pada sapi yang menderita silent Heat karena metode tersebut hanya efektif berdasarkan gejala estrus yang nampak dari luar (Sakatani et al., 2012).

Pengukuran temperatur vagina dapat digunakan untuk mendeteksi estrus tampa melakukan restrin pada sapi (Vickers et al., 2010). Menurut (McMillan and Recent, 2010) bahwa peningkatan temperatur tubuh tidak berkaitan dengan adanya aktivitas estrus, namun berkaitan dengan sekresi

hormonal (Fisher et al., 2008). Sementara peningkatan temperatur pada saat estrus berhubungan dengan ekspresi pelepasan hormone LH dari hipofisa anterior (Laksmi et al., 2019). Untuk itu melalui penelitian ini yaitu dengan mengukur folikel ovarium dan temperature vagiana pada sapi bali yang mengalami silent heat, angka kebuntingan dan kelahiran sapi bali dapat ditingkatkan.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Materi yaang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi Bali betina yang sudah 2 kali beranak, dan mengalami silent heat setelah melahirkan di Teching Farm Centra Pembibitan Sapi Bali Sobangan Badung-Bali. Semua sapi memperoleh pakan yang sama yaitu rumput dan batang jagung.

Rancangan Penelitian

Peneltian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sapi-sapi penelitian dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok I sapi yang mengalami silent heat dan Kelompok II atau kontrol yaitu sapi yang menunjukkan gejala estrus normal, dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 kali ulangan. Parameter yang diukur adalah temperatur Vagina dan ukuran folikel ovarium

Prosedur Penelitian

Penentuan Estrus

Kreteria estrus (0 jam) yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi menunujukan siklus normal apabila terlihat adanya leleran vagina yang keluar dari saluran reproduksi, sedangkan silent heat tidak nampak adanya leleran vagina, namun dengan dipalpasi rektal nampak keluar adanya leleran dari vagina

Pengukuran Temperatur Vagina

Pengukuran temperatur vagina menggunakan degital Thermometer. Sebelum dan sesudah penggunaan, thermometer      diterilkan      dengan

menggunakan kapas yang dibasahi dengan

alkohol 70%. Dan sebelum digunakan temperatur thermometer harus stabil atau konstan.

Pengukuran Folikel Ovarium

Pengukuran folikel ovarium dilakukan dengan ultrasonography dan pengamatan aktivitas folikel ovarium dengan USG dilakukan sebanyak 2 kali yaitu saat estrus dan 24 jam setelah estrus. Pengamatan dilakukan dengan memasukkan probe kedalam rektum, jendela probe berada pada bagian ventral dinding rektum. Gambaran vesika urinaria digunakan untuk mengarahkan probe, sehingga diperoleh gambaran kornua uteri. Pengamatan gambaran USG terdiri atas perkembangan folikel yang terjadi pada permukaan ovarium.

Analisis Data

Data diameter folikel ovarium dan temperatur vagina sapi bali yang

mengalami silent heat, dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA, dan bila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji LSD. Proses pengolahan data akan dilakukan dengan program SPPS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian menunjukan bahwa rataan temperatur vagina sapi bali adalah 38,40±0,130C dan 38,04±0,130C masing-masing untuk sapi bali estrus dan sapi bali yang mengalami silent heat. Rataan temperatur vagina sapi bali setelah 24 jam adalah 38.10±0,70C dan 38,08±0,330C masing-masing untuk sapi bali estrus dan sapi bali yang mengalami silent heat (Tabel 1). Rataan diameter folikel sapi bali adalah 10,60 ± 1,14 dan 7,32 ± 0,37 mm, masing-masing untuk sapi bali estrus dan sapi bali yang mengalami silent heat (Tabel 2).

Tabel 1. Rataan ± SD tempertur vagina sapi bali

Parameter

Temperatur Vagina Sapi Berahi (0C)

Saat Estrus (0jam)

24 Jam Setelah estrus

Estrus

38,40 ± 0,130 C

38.10 ± 0,70 C

Kisaran

38,30 -38,60

38,00 -38,10

Silent Heat

38,04 ± 0,130 C

38,08 ± 0,330 C

Kisaran

37,90 – 38,20

Ulangan

5

5

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa temperatur vagina pada sapi bali saat estrus lebih tnggi dibandingkan dengan temperatur vagina pada sapi bali yang mengalami silent heat, dan setelah diuji secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Sedangkan temperatur vagina setelah 24 jam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Diameter folikel pada tabel 2 diatas menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara diameter folikel sapi bali yang menunjukkan estrus normal dibandingkan dengan diameter folikel pada sapi bali yang mengalami silent heat.

Tabel 2. Rataan ± SD Diameter Folikel Sapi Bali Esteus

Status Sapi

Diameter Folikel (mm)

Estrus

10,60 ± 1,14

Kisaran

9,05 – 12,80

Silent Heat

7,32 ± 0,37

Kisaran

6,65 -7,75

Ulangan

10

Pembahasan

Kisaran temperatur vagina sapi bali pada saat estrus atau sapi bali yang menunjukkan gejala estrus normal adalah 38,30 -38,600C dan ini lebih tinggi daripada sapi bali yang mengalami silent heat yaitu dengan kisaran 37,90–38,200C.

Namun temperatur vagina setelah 24 jam, baik pada estrus nomal maupun silent heat tidak menunjukan perbedaan yang bermakna. Hasil yang tidak jauh berbeda dilaporkan yaitu diperoleh rata-rata 38,9 0 C (Indira et al., 2014). Menurut Kyle et al. (1998) bahwa peningkatan temperatur vagina pada saat estrus. disebabkan oleh karena adanya faktor hormonal. Hormon yang dihasilkan oleh folikel ovarium yaitu hormon estrogen dapat meningkatkan vaskularisasi darah keorgan kelamin reproduksi      dan      menyebabkan

meningkatnya temperatur vagina (Hovinen et al., 2008). Menurut Acosta et al. (2003) bahwa adanya hubungan antara kadar hormon estrogen dengan meningkatnya vaskularisasi pada ternak sapi;

Diameter folikel ovarium juga menunjukan perbedaan yang bermakna yang mana diameter folikel ovarium sapi bali yang mengekpresikan estrus normal lebih besar daripada folikel ovarium pada sapi yang mengalami silent heat. Hal ini kemungkinan     disebabkan     karena

rendahnya kadar estrogen pada folikel ovarium pada sapi yang mengalamin silent heat sehingga tidak mampu untuk megeskpresikan gejala estrus. Hormon estroges adalah hormon yang dihasilkan oleh folikel ovarium dan berfungi untuk menstimulasi terjadinya estrus (Hafez, 2000). Hal ini juga ditunjukkan dari rendahnya temperatur vagina pada sapi yang mengalami silent heat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa temperatur vagina sapi bali dengan estrus normal lebih tinggi daripada temperatur vagina sapi yang mengalami silent heat, demikian juga diameter folikel ovarium sapi bali pada estrus normal lebih besar dibandingkan dengan sapi yang mengalami silent heat

Saran

Dari hasil penelitian ini   dapat

disarankan untuk menganalisa  kadar

hormon estrogen pada sapi yang mengalami silent heat

UCAPAN TERIMA KASIH

Terlaksananya penelitian ini, pemulis mengucapkan terima kasih kepada FKH Unud yang telah mendanai penelitian ini melalui penelitian unggulan program studi.

DAFTAR PUSTAKA

Acosta TJ, Hayashi KG, Mohtani M, Miyamoto A. 2003. Local changes in blood flow within the preovulatory follicle wall and early corpus luteum in cows. Reprod. 125: 759-767.

Austin CR, Short RV.1990. The Ovary. Reproduction in mammals.  2ndEd.

Cambridge University Press. Cambrige New York.

Bearden HJ, Fuquay J. 1992. Applied Animal    Reproduction.     Reston

Publishing Company, Inc. A PrenticeHall Company Reston, Virginia.

Fisher AD, Morton R, Dempsey JM, Henshall JM, Hill JR. 2008. Evaluation of a new approach for the estimation of the time of the LH surge in dairy cows using vaginal temperature and electrodeless              conductivity

measurements. Theriogenol. 70: 1065– 1074.

Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lippincott William & Wilkins. A Wolter Kluwer Company.

Hovinen M, Silvonene J, Taponen S, Hanninen L, Pastell M, Aisla AM, Pyorala S. 2008. Detection clinical mastitis with the help of a thermal camera. J. Dairy Sci. 91: 4592-4598.

Indira PN, Kustono, Ismaya. 2014. The profil of vaginal temperature and cytology of vaginal smear in bali cattle during estrus cycle phase. J. Indonesian Trop. Anim. Agric. 39(3): 175-179.

Kyle BL, Kennedy AD, Small JA. 1998.

Measurement of vaginal temperature by radioelementary for the prediction of estrus in beef cows. Theriogenol. 49: 1437-1449.

Laksmi DNDI, Trilaksana IGNB, Darmanta RJ, Darwan M, Bebas IW, Agustina KK. 2019. Correlation between body condition score and hormone level of Bali cattle with postpartum anestrus. Indian J. Anim. Res. 53(12): 1599-1603.

López-Gatius F, Santolaria P, Mundet I, Yániz JL. 2005. Walking activity at estrus and subsequent fertility in dairy cows. Theriogenol. 63: 1419–1429.

McDonald, L.E.,   2000. Veterinary

Endocrinology and Reproduction. 3rd Ed. Bailliere Tindall, London.

McMillan KL. 2010. Recent advances in the synchronization of estrus and ovulation in dairy cows. J Reprod. 56(Suppl): S42–S47.

Sakatani M, Balboula AZ, Yamanaka K, Takahashi M. 2012. Effect of summer heat environment on body temperature, estrous cycles and blood antioxidant levels in Japanese Black cow. Anim Sci J. 83: 394–402.

Sakatani M, Takahashi M, Takenouchin N. 2016. The efficiency of vaginal temperature measurement for detection of estrus in Japanese Black cows. J. Reprod. Dev. 62(2): 201-207.

Vickers LA, Burfeind O, von Keyserlingk MAG, Veira DM, Weary DM, Heuwieser W. 2010. Technical note: Comparison of rectal and vaginal temperatures in lactating dairy cows. J Dairy Sci. 93: 5246–5251.

38