IDENTIFICATION OF ?-HEMOLYSIS STREPTOCOCCUS SPECIES ISOLATED FROM NASAL AND TONSILLAR’SWINE USING BACITRACIN TEST
on
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti
No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018
Volume 13 No. 1: 27-33
Pebruari 2021
DOI: 10.24843/bulvet.2021.v13.i01.p05
Identifikasi Spesies Streptokokus β-Hemolisis Hasil Isolasi dari Nasal dan Tonsil Babi dengan Uji Basitrasin
(IDENTIFICATION OF β-HEMOLYSIS STREPTOCOCCUS SPECIES ISOLATED FROM NASAL AND TONSILLAR’SWINE USING BACITRACIN TEST)
I Wayan Suardana1*, Ni Made Ayu Aryati Dinarini2, I Dewa Made Sukrama3 1Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali. 2Dokter Hewan Praktisi di Kabupaten Tabanan, Bali. 3Laboratorium Biologi Molekuler dan Sumber Daya Genetik, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.
*Email: [email protected]
Abstrak
Streptokokosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelompok bakteri Streptococcus sp dengan manifestasi berupa poliartritis, septicemia, dan meningitis. Strain Streptokokus β-hemolisis merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat masuk melalui luka, abrasi, makanan atau saat sistem imun melemah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri Streptokokus β-hemolisis pada babi yang diternakkan di peternakan rakyat Desa Punggul dan Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali. Studi ini menggunakan 47 isolat berasal dari swab mukosa hidung dan tonsil. Semua sampel dikultur pada media agar darah dilanjutkan dengan penanaman pada media Brain Heart Infussion (BHI), kemudian dilakukan pewarnaan Gram, uji katalase dan uji biokimiawi. Setelah didapati isolat positif Streptokokus β-hemolisis, dilanjutkan dengan pengujian basitrasin untuk mendeteksi strain Streptococcus pyogenes dan strain beta hemolisis lainnya. Hasil penelitian menunjukkan dari 47 isolat yang diuji, sebanyak 8 isolat (17%) merupakan bakteri presumtif Streptokokus β-hemolisis. Hasil uji basitrasin terhadap ke-8 isolat tersebut ditemukan 3 isolat (37,5%) menunjukan zona hambat basitrasin dan dikelompokkan sebagai S. pyogenes, sedangkan 5 isolat (62,5%) lainnya tidak menunjukan zona hambat dan dikelompokan sebagai Streptokokus β-hemolisis non-pyogenes.
Kata kunci: Streptokokus β-hemolisis; Streptococcus pyogenes; basitrasin
Abstract
Streptococcosis is a disease caused by Streptococcus sp., with clinical manifestations such as polyarthritis, septicemia, and meningitis. β-hemolytic Streptococcus strains are known as one of the important pathogenic bacteria that cause serious illness. The bacteria enter their host through wounds, abrasions, food, or the immune system's decrease. This study aimed to determine the presence of β-hemolytic Streptococcus spp in pigs raised on the people's farms in Punggul and Bongkasa Villages Abiansemal, Badung, Bali. As many as 47 isolates isolated from nasal mucosa swabs and tonsils of pigs were cultured on blood agar media, continued by planted them on Brain Heart Infussion (BHI) agar. Gram staining, catalase, and oxidaase tests were performed as biochemical tests to complete the identification of isolates. Finally, the bacitracin test was conducted on several isolates characterized with β- hemolytic Streptococcus to differentiate Streptococcus pyogenes strains from others. The results show, 8 out of 47 (17%) samples tested are presumptive β-hemolytic Streptococcus. Furthermore, the bacitracin test clarifies 3 out of 8 (37.5%) β-hemolytic isolates are S. pyogenes, and the remaining 5 out of 8 (62.5%) are non-pyogenes β-hemolytic Streptococcus.
Keywords: β-hemolytic streptococcus; Streptococcus pyogenes; bacitracin
PENDAHULUAN
Babi merupakan ternak non ruminansia dari family suidae. Babi sebagai ternak mamalia, memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan banyak anak dalam setiap kelahiran dengan interval generasi yang sangat singkat dibandingkan dengan ternak lain seperti sapi, kambing, domba, kerbau maupun kuda. Sifat reproduksi babi tersebut sangat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan daging atau protein hewani bagi manusia (Sihombing, 2006). Pemeliharaan ternak babi di Bali selain sebagai salah satu sumber protein hewani serta budaya juga mempunyai potensi yang tinggi sebagai sumber berbagai penyakit zoonosis. Salah satu wabah penyakit zoonosis akibat spesies Streptococcus sp.dicurigai telah terjadi di daerah Sibang Gede, Abiansemal, Badung yang menyerang masyarakat setempat awal tahun 2017 ini (Anon., 2017)
Streptokokosis sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelompok bakteri Streptococcus sp. yang ditandai dengan adanya poliartritis, septicemia, dan meningitis. Beberapa bakteri ini merupakan flora normal yang hidup di dalam tubuh manusia maupun hewan dan tidak menimbulkan penyakit, sisanya dapat menyebabkan penyakit (terkadang parah) baik pada hewan maupun manusia yang dapat masuk melalui luka, abrasi, dan luka lainnya atau saat sistem imun melemah (Krauss et al., 2003).
Streptokokus adalah bakteri kokus Gram positif di dalam family Streptococcaceae, dapat memfermentasi karbohidrat, non-motil, tidak membentuk spora, dan bersifat katalase-negatif. Pada umumnya Streptokokus merupakan bakteri fakultatif anaerob yang membutuhkan medium agar darah untuk berkembang biak (Patterson, 1996). Genus dari Streptokokus meliputi hampir 40 spesies, masing-masing terkarakterisasi dalam pengelompokan yang berbeda. Menurut Killian (1998) pengelompokan Lancefield didasarkan oleh
identifikasi serologis sel dinding antigen dan pada Streptokokus grup B, didasari oleh antigen kapsular. Pengelompokan Streptokokus juga dapat dilihat saat ditumbuhkan pada media agar darah dan akan terlihat tiga reaksi hemolisis berbeda yaitu α-, β-, atau γ-hemolisis. Reaksi hemolisis penting untuk pengelompokan Streptokokus, juga dapat menjadi presumptive clinical identification (Patterson, 1996).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dharma et. al. (1994) kasus Streptokokosis yang terjadi pada babi bulan Mei sampai Juni tahun 1994 di Bali disebabkan oleh agen penyakit Streptokokus beta hemolisis yang diidentifikasi sebagai Streptococcus equi subspecies zooepidemicus dan dikenal sebagai Streptococcal meningitis dan termasuk kedalam bakteri Streptokokus Grup C (SGC).
Diagnosis keberadaan Streptococcus sp. dapat dilakukan melalui beberapa tahapan dimulai dari metode kultur hingga menggunakan uji yang spesifik mengarah untuk spesies tertentu khususnya yang bersifat patogen dan zoonosis. Streptokokus β-hemolisis umumnya lebih patogen dibandingkan strain Streptokokus hemolisis lainnya, hal ini diakibatkan lebih banyak spesies bakteri menghasilkan toksin atau racun yang mampu menghancurkan sel-sel darah merah. Disisi lain identifikasi Streptopkokus β-hemolisis juga dapat dilakukan dengan uji basitrasin yang dapat menggolongkan strain menjadi strain S. pyogenes dan S. non pyogenes (Killian, 2012). Skrining awal ini diharapkan dapat mempermudah identifikasi Streptokokus β-hemolisis lainnya untuk peneguhan spesies agen penyebab penyakit.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Isolat penelitian berasal dari swab mukosa hidung dan tonsil babi yang diambil secara aseptis menggunakan cotton
swab steril di Desa Punggul dan Desa Bongkasa sejumlah 47 sampel. Sampel ditumbuhkan pada media agar darah dan diseleksi terhadap kemampuan isolat dalam melisikan darah yaitu β-hemolisis.
Kultivasi Isolat Streptococcus sp.
Kultivasi isolat Streptococcus sp. dilakukan dengan membiakkan sejumlah isolat hasil isolasi sebelumnya pada media agar darah. Isolat Streptococcus sp diambil dengan menggunakan öse steril dan digoreskan pada permukaan media agar darah kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24- 48 jam.
Konfirmasi Isolat Streptococcus sp.
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan dengan mewarnai preparat yang telah difiksasi menggunakan kristal violet 2%, dikeringkan kemudian dicuci dengan air mengalir, lalu ditetesi cairan lugol dan dibiarkan selama 1 menit. Dicuci lagi dengan air mengalir, kemudian ditetesi dengan aceton alkohol dan dikeringkan, lalu dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan safranin selama 1 menit, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir. Hasil pewarnaan dapat dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x dengan bantuan minyak emersi.
Uji Katalase
Uji katalase dilakukan dengan mengambil 20 µl biakan koloni yang telah ditumbuhkan pada media BHI berumur dua hari dan koloni diletakkan pada obyek glass yang kemudian ditetesi dengan H2O2 sebanyak 20 µl. Hasil positif ditandai terbentuknya gelembung udara. (Todar, 2012).
Uji Oksidase
Uji Oksidase diawali dengan mengambil koloni hasil penanaman pada media agar darah mengunakan ose steril, kemudian disentrifius selama 10 menit. Langkah selanjutnya, endapan yang terbentuk pada dasar tabung diambil dan ditorehkan pada lembaran uji oksidase
yakni pada kertas saring yang ditambah pada reagen dimetil paraphenildiamin hydrochlorid 1%. Interpretasi hasil uji oksidase positif ditandai dengan terbentuknya warna hitam.
Uji Hemolisis Darah
Pada tahapan ini, isolat asal swab mukosa hidung dan tonsil dari babi ditanam di media nutrien agar miring dipindahkan ke media agar darah dengan menggunakan öse steril yang disebar dengan menggoreskannya pada permukaan agar. Biakan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam untuk melihat kemampuan bakteri menyebabkan lisis pada sel darah merah.
Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif berdasarkan data empiris yang didapat dan dipaparkan dalam bentuk gambar maupun tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sebanyak 47 sampel asal swab mukosa hidung dan tonsil babi yang diambil dari peternakan rakyat di Desa Punggul dan Desa Bongkasa dikultivasi pada media Blood Agar (BA) dan sampel diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 37̊oC. Isolat hasil isolasi selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan Gram, uji katalase, uji oksidase, uji hemolisis darah dan diakhiri uji basitrasin.
Pewarnaan Gram
Gambar 1. Hasil pewarnaan Gram isolat TGN 1.1 yang menunjukan bakteri berbentuk kokus berantai dan dapat mempertahankan warna ungu
Pengamatan dibawah mikroskop setelah tahapan pewarnaan Gram dari 47 isolat ditemukan bakteri berbentuk kokus dan tersusun seperti rantai, serta berwarna ungu karena bakteri dapat mempertahankan zat warna ungu karena adanya struktur peptidoglikan yang tebal di dinding selnya. Bakteri jenis ini dikelompokkan sebagai kelompok Gram positif sesuai dengan Gambar 1.
Uji Katalase
Isolat yang telah diuji Gram dan termasuk ke dalam kelompok Gram positif dilanjutkan dengan uji katalase. Uji ini digunakan untuk membedakan antara Streptococcus sp. dengan Staphylococcus sp. Uji katalase dengan hasil negatif tidak terbentuknya gelembung udara yang merupakan kunci awal identifikasi Streptococcus sp. Hasil uji katalase menunjukan 16 isolat negatif dari total 47 isolat yang diuji.
Uji Oksidase
Bakteri yang diduga Streptococcus sp. kemudian diidentifikasi secara biokimia menggunakan uji oksidase. Oksidase positif dari uji ini ditandai dengan perubahan warna kertas uji menjadi ungu kehitaman. Hasil uji oksidase menunjukan 16 isolat positif.
Profil Hemolisis Darah
Sample swab mukosa hidung babi dan swab tonsil sebanyak 16 sampel, dikultivasi pada media agar darah untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menghemolisa darah. Bakteri Streptococcus α hemolisis tampak terlihat “greening” (kehijauan) disekitar koloni ditemukan sebanyak 7 isolat. Bakteri Streptococcus β hemolitik pada media agar darah tampak lebih terang (kuning) dan lebih transparan ditemukan sebanyak 8 isolat. Bakteri Streptococcus γ-hemolitisis pada media agar darah tidak terlihat perubahan warna dan hanya ditemukan 1 isolat.
Uji Basitrasin
Hasil uji basitrasin terhadap 8 isolat yang diteliti adalah 3 isolat menunjukan
adanya zona hambat disekitar area kertas uji basitrasin dan menjurus pada identifikasi Streptococcus pyogenes, sedangkan untuk 5 isolat lainnya tidak menunjukan zona hambat di sekitar kertas uji basitrasin dan diidentifikasi sebagai Streptococcus β-hemolitik non-pyogenes. Hasil uji basitrasin tersaji pada Gambar 2
Gambar 2. Pertumbuhan koloni
Streptococcus pada uji basitrasin. Tanda (→) menunjukan zona hambat pertumbuhan bakteri disekitar area kertas cakram basitrasin.
Dengan berpedoman pada serangkaian hasil uji diatas, maka disimpulkan isolat yang diperoleh sudah benar merupakan Streptokokus β-hemolisis. Senajutnya dengan uji Basitrasin dapat dibedakan 2 jenis isolat yaitu S. pyogenes dengan Streptokokus beta-hemolisis lainnya. Adapun data hasil kultivasi dan identifikasi terdapat pada Tabel 1. Data pada Tabel 1. Hasil uji basitrasin menunjukan 3 dari 8 (37,5%) isolat sebagai Streptococcus pyogenes, sedangkan siasanya sebanyak 5 isolat (62,5%) sebagai Streptococcus β-hemolisis non-pyogenes.
Pembahasan
Kultivasi bakteri pada media agar darah menampilkan koloni Streptokokus yang tumbuh berukuran kecil dengan diameter sekitar 1-2 mm, berbentuk bulat halus dengan tepian rata dan mampu menunjukkan kemampuan dalam menghemolisis darah. Hasil pengamatan sesuai dengan karakteristik pertumbuhan
dari bakteri Streptococcus sp. seperti tercantum dalam Jawets et al. (1995). Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram dengan pengamatan dibawah mikroskop dan ditemukan 47 isolat termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram positif dengan bentuk kokus dan tersusun seperti rantai.
Kelompok Gram positif merupakan bakteri yang tetap berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violet-yodium yang dapat dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat akibat sebagian besar dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan
Tabel 1. Hasil kultivasi dan identifikasi Streptococcus beta hemolitik dari isolat swab mukosa
hidung dan tonsil babi yang diternakkan di Desa Punggul dan Desa Bongkasa
No |
Kode |
Gram Gram |
Katalase |
Oksidase |
Hemolisis |
Basitrasin |
1 |
TGN 2.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(+) |
2 |
TGN 3.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(+) |
3 |
TGN 5.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(-) |
4 |
TGN 6.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(-) |
5 |
PN 14.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(-) |
6 |
PT 1.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(-) |
7 |
BKT 8.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(+) |
8 |
BKT 10.2 |
(+) |
(-) |
(+) |
β |
(-) |
Jumlah positip uji Basitrasin |
3 |
Hasil negatif pada uji katalase dilihat dari tidak terbentuknya gelembung gas (O2) dikarenakan bakteri Streptococcus sp. tidak memiliki enzim katalase. Katalase adalah enzim yang mengkatalisasikan penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Uji selanjutnya yakni uji Oksidase yang berfungsi untuk menetukan adanya sitokrom oksidase yang dapat ditemukan pada bakteri tertentu. Bakteri aerobik dan fakultatif anaerobik memiliki enzim sitokrom oksidase dan oksigen sebagai reseptor elektronnya sehingga dalam uji akan memberikan hasil positif. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna ungu kehitaman pada kertas uji oksidase dan menandakan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri non-enterik (MacFaddin, 2000).
Uji hemolisis darah dilakukan guna mengidentifikasi Streptococcus sp. berdasarkan kemampuannya dalam menghemolisis darah. Streptokokus β-hemolisis merupakan strain patogen pada manusia maupun hewan dibanding strain lainnya (Shabayek et al, 2018). Mengacu pada Malhotra-Kumar et al. (2003), bahwa uji basitrasin dapat digunakan sebagai tes pendahuluan yang diberikan sebagai diferensiasi dugaan S. pyogenes dengan
Streptokokus beta-hemolisis lainnya. Hasil uji terhadap 8 isolat Streptokokus beta hemolisis ditemukan 3 isolat (37,5%) membentuk zona hambat disekitar kertas uji basitrasin, dan selanjutnya dikategorikan sebagai S. pyogenes. Strain S. pyogenes bersifat rentan terhadap antibiotika yang dapat mengganggu sintesis dinding sel, dan salah satunya yakni basitrasin. Basitrasin dapat mengikat dan menyita undecaprenol pyrophosphate, prekursor undecaprenol monophosphate, pembawa lipid yang terlibat dalam sintesis dinding sel bakteri (Tran et al., 2015). Kerentanan terhadap basitrasin tersebut menjadi diferensiasi dalam dugaan S. pyogenes dan Streptokokus β-hemolisis lainnya. Hasil uji juga menemukan 5 isolat (62,5%) lainnya tidak menunjukan zona hambat disekitar kertas uji basitrasin dan dikelompokkan sebagai Streptokokus β-hemolisis non-pyogenes. Salah satu dari bakteri tersebut adalah S. equi subsp. zooepidemicus. Streptokokus ini diketahui pernah menginfeksi babi dan kera di Bali pada tahun 1994. Berdasarkan hasil penelitian Dibia et al. tahun 1995 dilaporkan bakteri S. equi subsp. zooepidemicus. Streptokokus bersifat
zoonosis sebagai akibat infeksi muncul karena dipredisposisi adanya kontak antara manusia dengan hewan terinfeksi (Bradley et al., 1991). Ditemukan bahwa infeksi oleh bakteri ini pada manusia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, pneumonia, meningitis dan artritis septikemia (Higgins et al., 1999).
Beberapa spesies Streptokokus β-hemolisis dapat ditemukan pada saluran pernafasan babi yang sehat secara klinis, namun beberapa di antaranya adalah berpotensi patogen seperti S. dysgalactiae, S. agalactiae dan S. Porcinus (Bağcigil et al., 2013). penelitilain, Katsumi et al.
(1998) melaporkan bahwa penyebab endokarditis pada 51,5% dari 495 babi yang dikaji adalah spesies S. dysgalactiae. Spesies dari S. porcinus juga dapat menyebabkan endokarditis, arthritis, atau limfadenitis pada babi. Penelitian yang dilakukan Lindahl et al. (2005) menyatakan S. agalactiae patogen pada babi dapat menyebabkan perubahan klinis dan histopatologis, termasuk exophthalmia, meningoencephalitis, vakuolisasi dan nekrosis sel-sel hati serta nekrosis dan kongesti limpa.
Didasarkan atas hasil uji basitrasin terhadap ke-8 isolat, penulis memandang perlu dilakukannya konfirmasi molekuler untuk meneguhkan hasil uji yang didapat. Uji tersebut diantaranya analisis profil protein dari isolat seperti yang dilakukan oleh Suardana et al. (2013a), ataupun analisis molekuler gen 16S rRNA sebagai suatu metode yang umum dan sangat akurat dalam mengetahui asal usul dan hubungan kekerabatan antar bakteri (Suardana, 2014), analisis molekuler dengan metode random amplified polymorphic DNA (RAPD)Suardana et al., 2013b) disamping juga metode Arbitrarily Primed PCR (Suardana et al., 2015).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan dari 47 isolat yang diuji, sebanyak 8 isolat (17%)
merupakan bakteri presumtif Streptokokus β-hemolisis. Hasil uji basitrasin terhadap ke-8 isolat tersebut ditemukan 3 isolat (37,5%) sebagai S. pyogenes, sedangkan 5 isolat (62,5%) lainnya sebagai Streptokokus β-hemolisis non-pyogenes.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui strain dari Streptokokus β-hemolisis non-pyogenes serta konfirmasi hasil uji basitrasin dengan uji lainnya untuk kepastian strain bakteri.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana melalui penelitian Hibah Invensi Unud melalui DIPA-BLU Unud No. SP DIPA: 042.01.2.400969/2019, tanggal 5
Desember 2018.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2017. Dua Warga Badung Bali Positif Meninhitis Suis, Terkena Dari Hidangan Babi.
https://bali.tribunnews.com/2017/03/1 0/
Bağcigil AF, İkiz S, Metiner K, Özgür NY, Ak. Seyyal, Ilgaz AA. 2013. Isolation of Streptococcus species from the tonsils of slaughtered pigs. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 37: 94-96.
Bradley SF, Gordon JJ, Baumgartner DD, Marasco WA, Kauffman CA. 1991. Group C Streptococcal bacterimia: analysis of 88 cases. Rev. Infect. Dis. 13: 270-280.
Dharma DMN, Dartini NL, Soeharsono, Supartika E, Dibia N. 1994. Wabah streptococcal meningitis pada babi dan kera di Bali. Bull. Sain. Vet. 10(26): 110-121.
Dibia N, Soeharsono S, Dartini NL, 1995. Keganasan isolat Streptococcus zooepidemicus pada kera, mencit dan babi. Bull. Vet. 6(3): 6-12.
Higgins R, Gottschalk M. 1999. Streptococcal Diseases. In: Straw BE, Allaire S, Mengeling WL, Taylor DJ.
Eds. Diseases of Swine. 8thEd, Iowa University Press, Iowa, USA Pp. 563– 578.
Jawetz E, Melnick JL, Adelbreg EA. 1995. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta, EGC.
Katsumi M, Kataoka Y, Takahasmi T, Kikuchi N, Hiramune T. 1998. Biochemical and serological
examination of beta-haemolytic streptococci isolated from slaughtered pigs. J. Vet. Med. Sci. 60: 129–131.
Kilian M. 1998. Streptococcus and Lactobacillus in Balows A and Duerden BI (eds) Topley and Wilson’s Microbiology and Microbial Infections, 9th edition, Vol. 2. Arnold, London Pp. 633–667.
Kilian M. 2012. Streptococcus and Enterococcus. in Greenwood D, Barrer M, Slack R, Irving W. (eds), Medical Microbiology: A Guide to Microbial Infections: Pathogenesis, Immunity,
Laboratory Investigation and Control. 18thEd. Vol.1, Churchill Livingstone Elsevier, London, Pp. 183-198.
Krauss H, Weber A, Appel M, Enders B, Isenberg HD, Schiefer HG, Slenczka W, Graevenitz AV, Zahner H. 2003. Zoonoses. Infectious diseases
transmissible from animals to humans. 3rd Ed. ASM Press.
Lindahl G, Stalhammar-Carlemalm M, Areschoug T. 2005. Surface proteins of Streptococcus agalactiae and related proteins in other bacterial pathogens. Clin. Microbiol. 18: 102-127.
Malhotra-Kumar S, Wang S, Lammens C, Chapelle S, Goossens H. 2003.
Bacitracin-resistant clone of
Streptococcus pyogenes isolated from pharyngitis patients in Belgium. J. Clin. Microbiol. 41(11): 5282–5284
MacFaddin JF. 2000. Biochemical Tests for Identification of Medical Bacteria. 3rdEd, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Patterson MJ. 1996. Streptococcosis in medical microbiology, 4 Ed.
Shabayek S, Spellerberg B. 2018. Group B streptococcal colonization, molecular characteristics, and epidemiology. Front. Microbiol. 9: 437.
Sihombing DTH. 2006. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pp. 201392: 472-484.
Suardana IW, Pinatih KJP, Ratnawati NLKA, Widiasih DA. 2013a. Protein profile analysis of Escherichia coli O157:H7 from human and animals origin. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci. 2(6): 204-214.
Suardana IW, Artama IWT, Widiasih DA, Mahardika IGNK. 2013b. Genetic
diversity of Escherichia coli O157:H7 strains using random amplified polymorphic DNA (RAPD). Int. Res. J. Microbiol. 4(2): 72-78.
Suardana IW. 2014. Analysis of nucleotide sequences of the 16S rRNA gene of novel Escherichia coli strains isolated from feces of human and bali cattle. J. Nucleic Acids. 2014(475754): 1-7.
Suardana IW, Widiasih DA, Mahardika INK, Pnatih KJP, Daryono BS. 2015. Evaluation of zoonotic potency of Escherichia coli O157:H7 through arbitrarily primed PCR methods. Asian. Pac. J. Trop. Biomed. 5(11): 915-920.
Tran TT, Palmer HR, Weimar MR, Arias CA, Cook GM, Murray BE. 2015. Oral bacitracin: a consideration for
suppression of intestinal vancomycin-resistant enterococci (vre) and for vre bacteremia from an apparent gastrointestinal tract source. Clin Infect Dis. 60(11): 1726–1728.
Todar K. 2012. Streptococcus pyogenes and Streptococcal Disease. Kenneths’s online Textbook of Bacteriology.
(Diakses Tanggal 23 Januari 2018. Tersedia dari: URL:
http://textbookofbacteriology.net/strept ococcus.html.
33
Discussion and feedback