Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Volume 9 No.1: 54-59

Pebruari 2017

DOI: 10.21531/bulvet.2017.9.1.54

Karakteristik Semen Burung Puyuh

(CHARACTERISTICS OF THE QUAIL CEMENT)

Drystiana Yessi Ayu Lesmono1, I Gusti Ngurah Bagus Trilaksana2, Wayan Bebas2

1Praktisi Dokter Hewan di Banyuwangi Jawa Timur

2Laboratorium Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jln. PB. Sudirman Denpasar Bali, Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik semen burung puyuh secara makroskopik danmikroskopik.Metode penelitian ini menggunakan 30 ekor burung puyuh dengan umur ± 6 minggu sebagai sumber semen. Pengumpulan semen burung puyuh dilakukan dengan menggunakan teknikpemijatan dengan modifikasi untuk mencegah kontaminasi busa yang dihasilkan oleh glandula kloaka dan adanya feses. Pemeriksaan makroskopik meliputi volume, warna, pH dan konsistensi (tingkat kekentalan) dan pemeriksaan mikroskopik meliputi konsentrasi spermatozoa, morfologi, abnormalitas, jumlah spermatozoa hidup dan motilitas spermatozoa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik semen burung puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) secara makroskopis mempunyai volume ±0,02 ml, warna krem, pH ±7,06, konsistensi kental dan bau yang khas, sedangkan hasil pemeriksaan mikroskopik burung puyuh mempunyai gelombang massa spermatozoa terlihat baik (++), motilitas progresif ±86%, konsentrasi spermatozoa ±57,2x107 , abnormalitas spermatozoa ±7,4%, dan kematian spermatozoa ±5%.

Kata kunci: Burung puyuh, karakteristik semen, pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik

ABSTRACT

This study aims were to investigate the characteristics of the quail cement macroscopically and microscopically. The research used 30 quail with ± 6 weeks of age as a source of cement. The quail cement collection were done by using modifications of massage technique to prevent contamination of the foam produced by cloaca gland and feces. Examination of cement macroscopically include volume, color, pH and consistency (viscosity) and microscopic examination includes sperm concentration, morphology, abnormalities , the number of live sperm and sperm motility. The results showed that the quail cement (Coturnix-Coturnix Japonic) macroscopically has a ±0.02 ml of volume, beige, pH ±7.06, lumpy consistency and a distinctive odor, while the results of microscopic examination of quail has a mass wave of spermatozoa good (++), ±86% progressive motility, sperm concentration ±57.2x107, spermatozoa abnormalities ±7.4% and ±5% spermatozoa death.

Keywords: Quail, semen characteristics, macroscopic examination, microscopic examination

PENDAHULUAN

Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Burung puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870. Burung puyuh yang dipelihara di Amerika disebut dengan Bob White Quail, Colinus

Virgianus sedangkan di China disebut dengan Blue Breasted Quail, Coturnix Chinensis (Tetty, 2002).

Peternakan burung puyuh merupakan salah satu sektor peternakan yang paling efisien dalam menyediakan daging dan telur. Daging burung puyuh merupakan bahan makanan sumber hewani yang bergizi tinggi (Handariniet al., 2008).

Pada umur enam minggu ternak burung puyuh sudah berproduksi, tidak membutuhkan permodalan yang besar, mudah pemeliharaannya serta dapat diusahakan pada lahan yang terbatas (Panekenan et al., 2013). Burung puyuh dapat dijadikan salah satu usaha ternak yang mudah untuk dibudidayakan dan dapat meningkatkan pendapatan. Usaha perternakan burung puyuh memiliki prospek yang baik dilihat dari permintaan pasar terhadap hasil produk seperti telur dan daging.

Pengembangan usaha peternakan burung puyuh yang maju dan dapat bersaing dengan negara lain membutuhkan bibit yang memadai ditinjau dari kualitas maupun kuantitas. Teknolologi yang mampu mempercepat upaya peningkatkan kualitas dan kuantitas produksi burung puyuh ini antara lain melalui inseminasi buatan. Penggunaan teknologi inseminasi buatan pada burung puyuh memerlukan semen yang berkualitas baik dan ketersedian semen ini dalam jumlah yang cukup serta tersedia secara berkesinambungan.

Berbagai metode penelitian dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas burung puyuh dalam usaha peternakan, sampai saat ini penelitian yang menyangkut semen burung puyuh masih jarang ditemui. Burung puyuh jantan yang memiliki sperma dengan karakteristik baik di harap menghasilkan bibit yang berkualitas. Karakteristik meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, sehingga kualitas bibit burung puyuh dapat diseleksi.

METODE PENELITIAN

Hewan coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor burung puyuh dengan umur ± 6 minggu sebagai sumber semen.

Teknik penampungan semen

Teknik penampungan semen burung puyuh dilakukan menurut metode Toelihere (1993).

Evaluasi semen secara makroskopik

Penampungan semen burung puyuh dilakukan dengan menggunakan teknik masase atau pemijatan dengan modifikasi untuk mencegah kontaminasi busa yang dihasilkan oleh glandula kloaka dan adanya feses (Burrows dan Quinn, 1937). Untuk evaluasi semen memerlukan pemeriksaan makroskopik dan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan semen dengan cara makroskopis meliputi volume, warna, bau, konsistensi dan pH, sedangkan pemeriksaan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi, motilitas dan presentasi hidup atau mati (Hafez dan Hafez, 2000).Pemeriksaan volume dilakukan dengan cara menampung semen dari 6 ekor burung puyuh dalam satu spuite 1 cc. Pemeriksaan warna dan bau dengan menggunakan indra penglihatan dan penciuman. Konsistensi atau derajat kekentalan dapat diperiksa dengan menggoyangkan tabung berisi semen secara perlahan-lahan. Pemeriksaan pH menggunakan pH meter elektrik.

Evaluasi semen secara mikroskopik

Berdasarkan penilaian gerakan massa, kualitas semen dapat ditentukan sebagai berikut: (a) sangat baik (+++), terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal, dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam. (b) baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban. (c) lumayan (+), jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan – gerakan individual aktif progresif dan (d) buruk, bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan-gerakan individual.Konsentrasi spermatozoa dihitung menggunakan alat penghitung haemocytometer.

Pelaksanaan pemeriksaan persentase motilitas spermatozoa yaitu dengan cara mengambil semen yang telah diencerkan diambil dengan menggunakan spuit dan diletakkan pada object glass kemudian ditutup dengan cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x untuk menghitung persentase jumlah spermatozoa yang bergerak progresif. Penentuan persentase hidup spermatozoa dilakukan dengan metode pewarnaan negrosin sitrat. Satu tetes sperma yang telah diencerkan, diletakkan pada object glass kemudian ditambah dengan cairan pewarna negrosin sitrat lalu dihomogenkan. Preparat ulas dibuat dengan cara menekan dan mendorong menggunakan object glass membentuk sudut 45º dan dikeringkan, lalu diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400x. Spermatozoa yang mati akan menyerap zat warna merah karena permeabilitas dinding selnya telah melemah atau mengalami kerusakan, sehingga zat warna negrosin sitrat dapat masuk ke dalam sel, spermatozoa yang hidup akan tetap berwarna transparan dan yang mati berwarna merah (Toelihere, 1993).

Analisis data

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan mendiskripsikan volume semen, pH konsistensi dan baunya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan melalui pemeriksaan makroskopik meliputi volume, warna, pH, konsistensi dan bau tersaji pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa karakteristik semen burung puyuh secara makroskopis mempunyai volume ±0,02 ml, warna krem, pH ±7,06, konsistensi kental dan bau yang khas. Volume semen burung puyuh yang

Volume 9 No.1: 54-59 Pebruari 2017

DOI: 10.21531/bulvet.2017.9.1.54 tertampung dibaca dengan skala pada spuite 1 cc.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan makroskopis semen burung puyuh

Kualitas Semen Makroskopis

Pool

n

Vol (ml)

Warna

pH

Konsist ensi

Bau

1

6

0,12

Krem

7,0

Kental

Khas

2

6

0,14

Krem

7,0

Kental

Khas

3

6

0,14

Krem

7,2

Kental

Khas

4

6

0,12

Krem

7,1

Kental

Khas

5

6

0,10

Krem

7,0

Kental

Khas

Jml

0,62

Krem

35,3

Kental

Khas

Rataan Pool

0,124

Krem

7,06

Kental

Khas

Rataan ekor

0,020

Burung puyuh memiliki volume ejakulat paling sedikit diantara berbagai spesies unggas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat semen burung puyuh volume ± 0,02 ml. Satu ekor puyuh memiliki volume ejakulat rata-rata 12,5-20 µl (Chelmonska et al., 2006). Volume ejakulat yang sama (dari satu pejantan) juga pernah diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Wenworth dan Mallen (1963) yaitu sebanyak 10 µl, Baumgartner (1990) sebanyak 10-20 µl, Tarasewich et al. (1997) sebanyak 5-20 µl. Menurut perbedaan volume dapat disebabkan oleh frekuensi ejakulasi, bangsa ternak, umur, musim, nutrisi, libido dan kondisi ternak itu sendiri (Everet dan Bean, 1982; Bebas dan Laksmi, 2013; Indrawati et al., 2013). Volume semen unggas biasanya relatif sedikit, sedangkan konsentrasinya cukup tinggi, tergantung dari tiap bangsa dan individu (Toelihere, 1985; Situmorang et al., 2014).

Berdasarkan hasil penelitian didapat konsistensi semen burung puyuh menyerupai susu kental dan terwarnai krem. Perbedaan warna ini dapat disebabkan pigmen riboflavin yang terbawa oleh satu gene autosomal resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap fertilitas (Chelmonska et al., 2008).

Semen segar pada unggas biasanya bersifat agak basa dengan rata – rata pH berkisar antara 7,0 sampai 7,6. Pada proses penyimpanan pH dapat menurun karena kenaikan suhu dan penambahan waktu (Toelihere, 1993; Yudin et al., 2008).

Konsistensi dapat dilihat dari semakin kental semen yang dihasilkan oleh ternak, maka konsentrasi semakin tinggi dan warna akan semakin pekat (Sujoko, 2009). Bau yang dihasilkan dari sperma burung puyuh memiliki bau yang khas hal ini dikarenakan semen burung puyuh tidak mengandung asam sitrat dan kadar glukosa dan fruktosa yang cukup rendah (Toelihere, 1993).

Tabel 2. Hasil pemeriksaan mikroskopis semen burung puyuh

Pool

n

Kualitas Semen Mikroskopis

GM

MP (%)

Kons (107 ml)

Abn (%)

Mati (%)

1

6

++

85

55

10

7

2

6

++

87

60

7

4

3

6

++

85

57

7

6

4

6

++

88

61

5

3

5

6

++

85

53

8

5

Jml Rataan

++

430

286

37

25

Pool

++

86

57,2

7,4

5

Keterangan:

GM : Gerakan masa

MP : Motilitas Progresif

Abn : Abnormalitas

Hasil pemeriksaan mikroskopik meliputi gelombang massa, motilitas progresif, konsentrasi spermatozoa, abnormalitas,dan spermatozoa mati dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa semen burung puyuhmempunyai gerakan gelombang massa spermatozoa yang baik (++), motilitas progresif ± 86%, konsentrasi spermatozoa ±57,2x107 ml, abnormalitas spermatozoa ±7,4%, dan kematian spermatozoa ±5%. Konsentrasi merupakan jumlah spermatozoa perunit volume atau perejakulat. Berdasarkan hasil penelitian didapat konsentrasi spermatozoa ±57,2x107 . Beberapa peneliti

telah menemukan konsentrasi spermatozoa dengan nilai konsentrasi yang bervariasi. Fujihara dan Koga (1991) memperoleh nilai konsentrasi 0,043 x 109 ml-1, Baumgartner (1990) dengan konsentrasi 0,052-0,059x109 ml-1, Bunaciu et al.(1994) memperoleh konsentrasi sebesar 0,22-0,33x109 ml-1, Buxton dan Orcut (1975) memperoleh konsentrasi sebesar 0,469 x 109ml-1, sedangkan Tarasewich (1997) memeperoleh kosentrasi 0,12-0,312x109ml-1. Perbedaan konsentrasi tersebut tergantung dari strain, frekuensi penampungan, pakan yang diberikan dan keterampilan operator.

Bentuk spermatozoa yang ditemukan pada penelitian ini antara lain: normal, abnormal dengan kepala membesar atau mengecil, leher menekuk, akrosom cacat, spermatid (sel belum matang) dan terdapat kelainan lain, serta spermatozoa yang mati akan terwarnai oleh eosin nigrosin sitrat. Dari penelitian didapat abnormalitas spermatozoa ±7,4%, dan kematian spermatozoa ±5%. Abnormalitas bentuk spermatozoa dapat mencapai 16% (Chelmonska et al., 2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapatdisimpulkan bahwa semen burung puyuh mempunyai volume ±0,02 ml, berwarna krem, pH ±7,06, konsistensi kental dan bau yang khas. Gelombang massa spermatozoa terlihat baik (++), motilitas progresif ±86%, konsentrasi spermatozoa ±57,2x107 ml, abnormalitas spermatozoa ±7,4%, dan kematian spermatozoa ±5%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap semen burung puyuh untuk menunjang pelaksanaan teknik inseminasi buatan sehingga dapat meningkatkan kualitas burung puyuh.

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Reproduksi Veteriner yang telah memberikan izin serta sarana dan prasarana selama penulis melakukan penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bebas W, Laksmi DNDI.   2013.

Konsentrasi spermatozoa dan motilitas spermatozoa ayam hutan hijau (Gallus varius). Bul Vet Udayana 5(1): 57-62.

Baumgartner J. 1990. Prepelica japonska ako laboratorne zviera. Veterinarstvo Serie C: 70-72. (in Slovakian).

Bunaciu M, Bunaciu P, Cimpeanu I. 1994.The   influence   of mating

designed   on the   reproductive

performance in Japanese quail. Proc 9th. European Poultry Conference Glasgow 1: 314-316.

Burrows WH, Quinn JP. 1937. The Collection Of Spermatozoa From The Domestic Fowl and Turkey. Poult Sci 16: 19-24.

Buxton JR, Orcutt Jr FS. 1975. Enzymes and electrolytes in the semen of Japanese quail. Poult Sci 54: 15561566.

Chelmonska B, Jerysz A, Lukaszewich E, Kowalczyk A. 2006. The effect of proctodeal gland,   diluent   and

dimethylacetamide    addition on

morphology and fertillising ability of japanese quail (Coturnix coturnix Japonica) spermatozoa. Poult Sci 43: 54-59.

Chelmonska B, JeryszA, Lukaszewich E, Malecki I. 2008. Semen collection from japanese quail (Coturnix coturnix japonica) using a teaser female. J Vet Anim Sci 32(1): 19-24.

Everet RW, Bean. 1982. Environmental influence on semen output. J Dairy Sci 65: 1303-1310.

Fujihara N, Koga O. 1991.Physiological function of the dorsal proctodeal gland foam of the male quail. Proc.World Quail Conference Estonia pp: 78-83.

Hafez ESE, Hafez B. 2000. Transport and survival of gametes. In: Reproduction in farm animal. 7th Ed. Kiawah Island, South Carolina, USA.

Handarini R, Saleh E, Togatorop B. 2008. Produksi Burung Puyuh yang Diberi Ransum Dengan Penambahan Tepung Umbut Sawit Fermentasi. Agribisnis Peternakan 4(3): 107-110.

Indrawati D, Bebas W, Trilaksana IGNB. 2013. Motilitas dan daya hidup spermatozoa ayam kampung dengan penambahan astaxanthin pada suhu 3-5oC. Indon Med Vet 2(4): 445-452.

Panekenan JO, Loing JC, Rorimpandey B, Waleleng POV. 2013. Analisis keuntungan usaha beternak puyuh di Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa. J Zootek 32(5): 1-10.

Ricker JV. 2006. Equine sperm membrane phase behavior: the effects of lipid-based cryoprotectants. Biol Reprod 74: 359-365.

Situmorang R, Bebas W, Trilaksana IGNB. 2014. kualitas semen ayam kampung pada suhu 3-5oC pada pengenceran fosfat kuning telur dengan penambahan laktosa. Indon Med Vet 3(4): 259-265.

Sujoko H, Setiadi MA, Boediono. 2009. Seleksi spermatozoa domba garut dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll. J Vet 10(3): 125-132.

Tarasewicz Z, Udala J, Szczerbinska D, Danczak A, Romaniszyn K. 1997.Quality of semen and selected testimetric features in male Japanese quails. Anim Reprod Rev 31: 179-184.

Tetty. 2002. Puyuh si mungil penuh potensi. Agro Media Pustaka. Jakarata.

Toelihere MR. 1985. Fisiologi reproduksi ternak. Angkasa, Bandung.

Toelihere MR. 1993. Inseminasi buatan pada ternak. Angkasa, Bandung.

Yudin AI, Tollner TL, Treece CA, Kays R, Cherr GN, Overstreet JW, Bevins CL. 2008. Β-Defensin 22 is a major component of the mouse sperm glycocalyx. Reprod 136(6): 753-765.

59