ALLERGY TEST OF TUBA ROOT EXTRACTS ON SKIN OF LOCAL KITTENS
on
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Volume 8 No. 2: 180-186
Agustus 2016
Uji Alergi Ekstrak Akar Tuba Terhadap Kulit Anak Kucing Lokal
(ALLERGY TEST OF TUBA ROOT EXTRACTS ON SKIN OF LOCAL KITTENS)
Siswanto, I Nyoman Sulabda, I Gede Soma
Laboratorium Fisiologi Veteriner, Universitas Udayana Jln. PB. Sudirman Denpasar-Bali, Email: [email protected]
ABSTRAK
Akar tuba (Derris eliptica) mengandung racun rotenaone yang merupakan senyawa isoflavon (flavonoid) termasuk dalam kelompok senyawa fenol. Senyawa ini dapat membunuh ikan, serangga, kutu dan tungau. Akar tuba dapat digunakan sebagai antiektoparasit misalnya kutu pada kucing, namun penelitian tentang kepekaan kulit anak kucing terhadap ekstrak tuba belum ada. Penelitian ini menggunakan hewan coba 6 ekor anak kucing umur 1 – 3 bulan (tanpa diperhatikan jenis kelamin) yang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak yaitu 3 ekor sebagai kontrol (K) dan 3 ekor sebagai perlakuan (P).Kucing dicukur rambutnya menggunakan gunting ukuran 0.5 cm x 0.5 cm di tengkuk, obdominal dan inguinal, kemudian ditetesi (satu tetes) dengan ekstrak akar tuba konsentrasi 15%, 20% dan 25 %. Setelah 30, 60, dan 120 menit, dilihat tanda-tanda alergi pada kulit yaitu timbulnya gatal, warna merah, atau meradang. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan metode analisis menggunakan varian taraf 5%. Uji lanjutan menggunakan BNT 5%. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak akar tuba konsentrasi 15%, 20%dan 25% tidak menyebabkan alergi pada kulit anak kucing. Disimpulkan bahwa ekstrak akar tuba aman digunakan untuk anti ektoparasit pada anak kucing umur 1-3 bulan.
Kata kunci: ekstrak akar tuba, alergi, anak kucing.
ABSTRACT
Tuba root (Derris elliptica) contains a toxin rotenone which is an isoflavone compounds (flavonoids) included in the group of phenolic compound, which can kill fish and insects, including ticks and mites. Tuba root can be used as antiektoparasit in animals (eg fleas in cats), however research on skin sensitization of kitten to tuba extract was less or even not exist. This research used experimental animals; 6 kittens aged 1-3 months (unnoticed sexes) were divided randomly into two groups, three as a control (K) and three as treatment (P). Cats shorn size of 0.5 cm x 0.5 cm in the nape, abdominal and groin, then drops (one drop) the tuba root extract concentration of 15%, 20% and 25%. After 30, 60, and 120 minutes, visible signs that the onset of allergic skin itchy, red, or inflamed. The design used was completely randomized analysis method uses a variant level of 5%. Further data tested by LSD 5%. Results showed that the tuba root extract concentration of 15%, 20% or 25% did not cause an allergic on kitten skin (not significant p>0.05). It concluded that the tuba root extract is safe and can be used for anti-parasite in kittens aged 1-3 months.
Key words: tuba roots extract, allergy, kittens.
PENDAHULUAN
Penyakit ektoparasit pada kucing sangat mengganggu kehidupan hewan tersebut. Terdapat 100% dari semua anak kucing terinfeksi pinjal (Siphonaptera) walaupun tidak menyebabkan anemia. Infeksi ini terjadi dari induk penderita dan pada kasus berat ektoparasit
menyebabkan gangguan kenyamanan, anemia dan infeksi bakteri.
Bahan yang dapat digunakan untuk membasmi ektoparasit adalah obat antiektoparasit yaitu bahan kimia dari produksi pabrik atau herbal misalnya dari ekstrak akar tuba. Tuba (Derris elipptica) adalah tumbuhan termasuk suku Fabaceae (Leguminosae) yang hidup
merambat pada tumbuhan lain (Kardinan, 2000).Tumbuhan tuba mengandung senyawa bioaktif rotenone yang disebut juga derrid, anhydroderrid, derrin, tubotoxin, dan tubain Rotenon merupakan racun khas yang terdapat pada batang, daun, dan biji, dan terbanyak ditemukan dalam akar tuba (Ying, et al.,2009).
Rotenon merupakan senyawa isoflavon (flavonoid) termasuk dalam kelompok senyawa fenol, memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk (C6-C3-C6). Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur yakni 1,3-diaril propana (flavonoid), 1,2-diaril propana (isoflavonoid), 1,1-diaril propana (neoflavonoid).
Pada tahun 1933 studi melaporkan isolasi murni rotenon, sebagai tephrosin dantoxicarol. Studi menghasilkan duarotenoidbaru yaitu –4',5'-dihydroxy-6a, 12a-dehydrodegueline dan 11,4'5'-trihydroxy- 6a,12a-dehydrodeguelin yang selama ini diketahui sebagai rotenoid, rotenone dan deguelin. Studi juga menghasilkan kandungan 4 lipid, meliputi tigaceramide dan satupoly-hydroxyl octadecenoic acid, trihydroxy-9-octadecenoic acid (Mahabusarakam, 2004).
Rotenon mempunyai kekuatan 15 kali lebih toksik dibandingkan nikotin dan 25 kali lebih toksik dibanding Potassium ferrosianida. Namun demikian rotenon sedikit atau tidak ada efeknya terhadap manusia atau hewan bedarah panas (Akinbulumo et.al., 1993). Rumus empirik rotenon adalah C23H2206, dengan sifat-sifat seperti pada Tabel 1.
Akar tuba dapat digunakan sebagai piscicidal yaitu racun untuk membunuh ikan, pembasmi insekta, ulat, kupu-kupu, laba-laba, rayap, dan nyamuk (Metcalf, 1986; Mitsui et al.,1991; Laetamia and Isman, 2001; Spradbery et al.,1983;
Kardinan, 2000; Prijono, 1994; dan Ruedeekom, 2009). Jayadipraja et al. (2012), melaporkan bahwa ekstrak akar tuba (Derris elliptica) dapat membunuh larva Anopheles sp. Dengan Lethal Dose 50 (LD50) 1 ml/l selama 6 jam. Sementara Zubairi et al. (2004), melaporkan bahwa LD50 rotenon pada larva nyamuk Aedes aigypti adalah 0,05 mg/ml.
Tabel 1. Sifat rotenon.
Berat molekul |
394.4 |
Titik leleh |
1630C |
Specificgravity |
1.27 pada 200C |
Warna |
tidak berwarna pada kemurnian 99.5% |
Bentuk fisik |
crystalline solid |
Daya larut |
0.6 g/100 ml |
(solubility) dalam: |
pada 200C |
Air |
0.00002 g/100 ml, pada 200C |
Ethyl alcohol |
0.2 g/100 ml pada 200C |
Amyl acetate Carbon |
1.6 g/100 ml |
tetrachloride |
pada 200C |
Xylene |
3.4 g/100 ml pada 200C |
Ethylene dichloride |
33.0 g/100 ml pada 200C |
Chloroform |
47.2 g/100 ml pada 200C |
Acetone |
6.6 g/100 ml pada 200C |
Benzene |
8.0 g/100 ml pada 200C |
Chlorobenzene |
g/100 ml pada 200C |
Stability |
Cepat terurai dalam pelarut organik dan oleh sinar matahari serta udara |
Sri Muharsini et al. (2006), telah meneliti bahwa rotenon dari ekstrak akar tuba dapat membunuh larva lalat dengan LD100 pada kadar 1% sampai 2%.
Ekstrak akar tuba dapat digunakan sebagai acaricidal untuk pinjal coklat (Rhipicephalus sanguineus) dan lalat sapi (Boophilus microplus) secara laboratorik (Junquera, 2013). Pada konsentrasi 20% ekstrak akar tuba dapat membunuh pinjal coklat anjing dan lalat sapi sebanyak 100% dalam waktu 70 menit, dosis tersebut relatif tidak toksik pada anjing dan sapi (Naigan, 2010). Heyne (1987) melaporkan bahwa rotenon dapat membasmi kutu anjing. Selaras dengan hasil penelitian Pradipta et al. (2015) bahwa ekstrak akar tuba dapat membunuh kutu kucing. Anawenju et al. (2014) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ekstrak akar tuba kadar 1%, 2%, dan 3 % tidak mengiritasi kulit kucing lokal dewasa dan Ginting et al. (2015) juga melaporkan bahwa ekstrak akar tuba kadar 1%, 2%, dan 3 % tidak mengiritasi kulit anjing lokal dewasa.
Mekanisme kerja rotenon adalah melalui racun kontak yaitu melalui kutikula pinjal. Kutikula ini sebagai jalan masuknya rotenone ke beberapa bagian rentan serangga seperti sistem trakea, mulut, atau organ sensorik lainnya. Selain melalui kutikula, sebagian besar rotenone juga melalui spirakel atau antena (Matsumura, 1985). Jika ekstrak akar tuba sudah terabsorbsi dalam tubuh pinjal maka rotenon bekerja dengan menghambat transfer elektron antara FeS dan coenzim Q pada mitokondria sel. Halini berhubungan dengan kardiotoksisitas, depresi respirasi, dan blok pada konduksi saraf (Radianto, 2011). Rotenon menyebabkan gangguan pada siklus oksidasi repirasi mitokondriasel dengan menyekat perpindahan elektron dari kompleks protein besi sulfur (FeS) ke Ubiquinon (Q) sehingga jumlah ATP sebagai sumber respirasi berkurang akibatnya terjadi gangguan proses-proses penting dalam tubuh organisme seperti proses respirasi, kontraksi jantung, saraf respirasi yang
mengakibatkan serangga mati (Juniarti et al., 2009).
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa akar tuba dapat digunakan sebagai anti ektoparasit pada hewan termasuk anak kucing. Pada umumnya anak kucing sering terserang kutu dalam jumlah besar sehingga perlu penanganan dengan segera. Salah satu bahan alternatif yang bisa dipakai sebagai anti ektoparasit adalah ekstrak akar tuba. Hingga sekarang penelitian tentang uji alergi ekstrak akar tuba belum dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak akar tuba tidak bersifat iritan terhadap kulit anak kucing. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang keamanan penggunaan ekstrak tuba.
METODE PENELITIAN
Materi
Penelitian ini menggunakan 6 ekor anak kucing lokal umur 1 – 3 bulan tanpa diperhatikan jenis kelaminnya dan secara klinis sehat. Bahan dan alat yang digunakan adalah akar tuba yang masih segar, air, alkohol 70%, gelas ukur, timbangan digital, tissue, botol, dan gunting.
Metode
Pembuatan Ekstrak Akar Tuba Kadar 15%, 20% dan 25%.
Akar tuba dipotong-potong dengan pisau dengan ukuran panjang rata-rata 0.5 cm. Kemudian untuk membuat ekstrak tuba 15% adalah 15 gram akar tuba segar ditambah aquades sampai volume 100 ml, kemudian diblender sampai hancur dan halus. Langkah berikutnya dilakukan penyaringan menggunakan filter ukuran 100 mesh. Filtrat yang didapat digunakan sebagai perlakuan I. Membuat ekstrak tuba 20% adalah 20 gram akar tuba ditambah aquades sampai volume 100 ml, selanjutnya diblender sampai halus. Langkah selanjutnya adalah penyaringan
menggunakan filter diameter 100 mesh (sebagai perlakuan II). Dan ekstrak tuba kadar 25% adalah 25 gram akar tuba segar ditambah aquades sampai volume 100 ml. selanjutnya sama seperti pada pembuatan ekstrak kadar 15 dan 20% di atas (Setiawati, 2008). Filtrat yang diperoleh (ekstrak) dimasukkan ke dalam botol tetes mata dan digunakan sebagai bahan uji.
Penyiapan Hewan Coba (Anak Kucing).
Bulu anak kucing dicukur dengan gunting dengan ukuran 0.5 cm x 0.5 cm pada tengkuk, punggung, perut dan inguinal, kemudian ditetesi (satu tetes) dengan ekstrak akar tuba konsentrasi 15 %, 20 % dan 25 %.Setelah30, 60 dan 90 menit diamati tanda-tanda alergi pada kulit. Indikator alergi meliputi gatal, warna merah dan meradang. Data yang diperoleh dikonversi kedalam angka (skoring) yaitu 0 (nol = tidak ada tanda-
tanda alergi), 1 (terdapat tanda-tanda gatal dan merah) dan 3 (melepuh atau meradang).
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan metode analisis varian, sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil menunjukkan bahwa ekstrak akar tuba antara kadar 15%, 20% dan 25% selama 30, 60 dan 90 menit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun demikian muncul permukaan kulit yang sedikit keriput pada kadar 20% dan 25% setelah 60 dan 90 menit sedangkan pada kadar 15% tidak menunjukkan keriput pada kulit. Hasil tes alergi selengkapnya dipaparkan di Tabel 1.
Tabel 1. Uji alergi ekstrak akar tuba pada kulit anak kucing
No |
Ekstrak Tuba | ||||||||
30 mnt |
15 % |
20 % |
30 mnt |
25 % | |||||
60 mnt |
90 mnt |
30 mnt |
60 mnt |
90 mnt |
60 mnt |
90 mnt | |||
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0k |
0k |
0 |
0k |
0k |
2 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0k |
0k |
0 |
0k |
0k |
3 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0k |
0k |
0 |
0k |
0k |
4 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0k |
0k |
0 |
0k |
0k |
5 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0k |
0k |
0 |
0k |
0k |
6 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0k |
0k |
0 |
0k |
0k |
Keterangan :
-
- skor 0 (nol) = tidak alergi
-
- skor 0k (nol keriput) = tidak alergi tapi keriput.
Ekstrak akar tuba mengandung alkaloid antara lain rotenon, saponin, tannin, resin, lemak dan wax, namun unsur terbanyak adalah rotenone (Ying et al., 2009). Rotenon merupakan racun kontak dan tidak berefek buruk pada mamalia, namun sangat beracun terhadap
golongan ikan dan serangga. Dari sifat alami inilah sehingga ekstrak akar tuba tidak menyebabkan keracunan ataupun alergi pada hewan misalnya anak kucing. Seperti hasil penelitian di atas bahwa baik kadar 15%, 20% dan 25% ekstrak akar tuba tidak menyebabkan alergi pada
kulit anak kucing. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya gatal-gatal, merah atau radang baik di bagian tengkuk, abdominal maupun inguinal kulit anak kucing (skor 0 = nol. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa senyawa rotenon sebagai bahan aktif pembunuh ektoparasit tidak menyebabkan alergi pada kulit. Namun demikian muncul sedikit keriput pada kadar 20% dan 25% setelah ditetesi ekstrak akar tuba 60 menit dan 90 menit. Munculnya keriput tidak berarti terjadi alergi akan tetapi karena efek mengeringnya ekstrak tuba yang mengandung saponin, resin dan tanin berakibat menarik kulit kesegala arah, sehingga kulit akan menjadi keriput. Dalam hal ini ekstrak tuba masih dapat dikatakan aman, apalagi penggunaan ekstrak akar tuba saat digunakan sebagai antiektoparasit adalah dengan memandikan (dipping) hanya diperlukan waktu sekitar 5 sampai 10 menit. Sedangkan tidak munculnya keriput pada 15 % dikarenakan pada kadar tersebut jumlah rotenon, saponin, resin dan tanin terlarut tidak sampai berefek dapat menarik kulit, sehingga kulit masih bertahan seperti bentuk semula. Hasil pengamatan tersebut terjadi baik di kulit bagian tengkuk, perut (abdominal) maupun selangkangan (inguinal). Sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Anawenju et al. (2014) bahwa ekstrak akar tuba tidak menyebabkan radang pada kulit kucing dewasa pada kadar 1, 2, dan 3 % (menggunakan pelarut metanol). Dengan demikian ekstrak akar tuba aman digunakan untuk membunuh ektoparasit pada kucing baik anak kucing maupun kucing dewasa, baik ekstrak menggunakan metanol maupun ektrak akar tuba segar dengan menggunakan air.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak akar tuba
dengan menggunakan kadar 15 %, 20 % dan 25 % dalam air tidak menimbulkan alergi pada kulit anak kucing lokal, sehingga penggunaan ekstrak akar tuba sebagai aman digunakan sebagai antiektoparasit pada anak kucing lokal umur 1-3 bulan.
Saran
Disarankan bahwa apabila ditempat yang bersangkutan tidak ada preparat jadi (antiektoparasit produksi pabrik), maka antiektoparasit alternatif ini dapat digunakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, serta pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akinbulumo MO, Fagbenro OA, Fasakin PN, Maini EA, Morallo-Rejesus B. 1993. Advanced search document details molluscicidal activity of derris elliptica (Fam. Leguminosae). Philippine J Sci, 122(1): 61-69.
Anawenju AYR, Siswanto, Merdana IM. 2014. Uji toksisitas ekstrak akar tuba secara topikal pada kucing lokal. Indonesia Medicus Veterinus, 3(4): 266-273.
Ginting FCB, Siswanto, Merdana IM. 2015. Uji toksisitas ekstrak akar tuba (Derris Elliptica) secara topikal padakulit anjing lokal. Indonesia Medicus Veterinus, 4(2): 97-103.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. 2 nd Ed. Cetakan I. Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta.
Jayadipraja EA, Ishak H, Arsin AA. 2012. Uji efektifitas ekstrak akar tuba (Derris elliptica) terhadap
mortalitas larva Anopheles sp. Tesis. Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makasar.
Junquera P. 2013. Natural Parasiticides For Veterinary Use On Dogs, Cats And Livestock - Cattle, Sheep, Goat, Pigs, Poultry. Pyrethrins, Rotenone.
Kardinan A. 2000. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
Khan MR, Omoloso AD, Barewai Y. 2006. Antimicrobial activity of the Derris elliptica, Derris indica and Derris trifoliate extractives. Fitoterapia. 77: 327-330.
Laetamia JA, Isman MB. 2011. Crude seed extract of annonasquamosa (Annonaceae) as a potential
botanical insecticide. Faculty of Agricultural Sciences. Plant Science. 2482357 Main Mall.University of British Columbia. Vancouver. BC. Canada.
Mahabusarakam W, Deachathai S., Phongpaichit S, Jansakul C, Taylor WC. 2004. A benzil and isoflavone derivatives from derris scandensbenth. Phytochemistry, 65: 1185-1191.
Metcalf RL. 1986. The Ecology Of Insecticides And The Chemical Control Of Insects In Ecological Theory and Integrated Pest Management Practice. Wiley. New York. Pp. 251-297.
Mitsui T, Atsusawa S, Ohsawa K, Yamamoto I, Miyake T, Umehara T. 1991. Search For Insect Growth Regulators In Pesticides And The Future: Toxicological Studies Of Risks And Benefits. Rev. Pestic. Toxicol. I. North Carolina State University. Raleigh. North Carolina.
Muharsini S, Wardhana AH, Yuningsih. 2006. Uji keefektifan biji sirsak
(Annona muricata) dan akar tuba (Derris elliptica) terhadap larva Chrysomya bezziana secara in vitro. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.
Pradipta HS, Siswanto, Merdana IM. 2015. Ekstrak akar tuba (Derris elliptica) efektif membunuh pinjal (Siphonaptera) kucing secara in vitro. Indonesia Medicus Veterinus, 3(5): 323-429.
Prijono D. 1994. Teknik Pemanfaatan Insektisida Botanis. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prijono D. 2003. Teknik Ekstraksi, Uji Hayati, Dan Aplikasi Senyawa Bioaktif Tumbuhan. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Pp. 62.
Rattanapan A. 2009. Effects of rotenone from derris crude extract on exicua (Hubner). Commun Agric Appl Biol Sci, 74(2): 437-44.
Rattanapan A, Visetson S, Ngernsiri L, Milne J. 2006. Efficiency of thai derris extract and cypermetrhrin: toxicity armyworm, spodopteralitura f. Commun Agric Appl Biol Sci, 71(2Pt B): 329-37.
Ruedeekom W. 2009. Development and evaluation of granule and emulsifiable concentrate
formulations containing derris
elliptica extract for crop pest control. J Agric Food Chem, 57(23): 1123411241.
Setiawati W, Murtiningsih R, Gunaeni N, Rubiati T. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Spradbery JP, Tozerand RS Pond AA. 1983. The efficacy of some
acaricides against screwworm fly larvae. Aus Vet J, 60: 57.
Ying LH, Yu LJ, Ping Y. 2008. Two new rotenoids from the root of Derris elliptica. Chinese Chem Letters, 19(10): 1218-1220.
Ying LH, Yu LJ, Ping Y, Ying CX. 2009. Rotenoids from the Root of Derris elliptica (Roxb.) Benth II. Chinese J Nat Med, 7(1): 24-27.
Zubairi S, Irwan S, Sarmidi MR, Aziz RA, Latip R, Said J. 2004. The effect of rotenone crude extract from Derris elliptica on the larvicidal activity (mortality) of mosquito. Proc. of Symposium Biologi Kebangsaan ke- 7, Awana Genting Highlands, Pahang.
186
Discussion and feedback