Comparison of Cervical Cancer Radiation in Bladder Organs with 10 MV LINAC Energy Radiotherapy Using 3DCRT and IMRT Techniques at Sanglah Hospital Denpasar
on
Comparison of Cervical Cancer Radiation in Bladder Organs with 10 MV LINAC ……..
(Yuli Asri, dkk)
Perbandingan Radiasi Kanker Serviks Pada Organ Bladder Dengan Radioterapi LINAC Energi 10 MV Menggunakan Teknik 3DCRT dan IMRT Di RSUP Sanglah Denpasar
Comparison of Cervical Cancer Radiation in Bladder Organs with 10 MV LINAC Energy Radiotherapy Using 3DCRT and IMRT Techniques at Sanglah Hospital Denpasar
Yuli Asri1*, Gusti Ngurah Sutapa1, I Wayan Balik Sudarsana2, Rozi Irhas3
-
1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361
-
2, 3Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali, Jl. Diponegoro, Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, Bali, Indonesia 80113
Email: *[email protected]; [email protected]; [email protected]
Abstrak – Telah dilakukan penelitian mengenai perbandingan radiasi kanker serviks pada organ bladder dengan radioterapi LINAC (Linear Accelerator) energi 10 MV menggunakan teknik 3DCRT (Three Dimension Conformal Radiotherapy) dan teknik IMRT (Intensity Modulated Radiation Therapy) di RSUP Sanglah Denpasar. Teknik 3DCRT dan IMRT dibandingkan dengan menganalisis nilai dari HI (Homogeneity Index), CI (Conformity Index) dan distribusi dosis radiasi pada OAR (Organ At Risk) yaitu bladder. Data yang digunakan yaitu, 30 data pasien kanker serviks dengan perencanaan radioterapi berkas foton 10 MV dan total dosis radiasi 5000 cGy. Pada perhitungan nilai HI dan CI, data yang digunakan adalah dosis radiasi 98%, 50%, 2% volume target dan volume 95% pada PTV serta dosis rata-rata pada organ Bladder. Data tersebut diperoleh dari statistik DVH (Dose Volume Histogram) yang terdapat pada TPS (Treatment Planning System). Hasil nilai HI sebesar 0,0818 untuk teknik 3DCRT dan 0,0899 untuk teknik IMRT dengan hasil uji statistik diperoleh nilai Asimp.Sig (2tailed) sebesar 0,056>0,05 yang berarti tidak signifikan, sedangkan untuk hasil nilai CI sebesar 0,9500 untuk teknik 3DCRT dan 0,9499 untuk teknik IMRT dengan hasil uji statistik diperoleh nilai Asimp.Sig (2-tailed) sebesar 0,970>0,05 yang berarti tidak signifikan, sementara itu persentase dosis rata-rata pada organ bladder diperoleh hasil rata-rata dari teknik penyinaran 3DCRT dan IMRT berturut-turut yaitu 96% dan 88% dengan hasil uji statistik diperoleh nilai Asimp.Sig (2-tailed) sebesar 0.000<0,05 yang berarti signifikan. Radiasi kanker serviks dengan menggunakan teknik IMRT lebih baik dibandikan dengan teknik 3DCRT karena teknik IMRT lebih meminimalisir dosis serap pada OAR, dapat dilihat dari persentase dosis rata-rata pada organ bladder dengan teknik IMRT memperoleh persentase dosis lebih kecil.
Kata kunci: Kanker serviks, Bladder, 3DCRT, IMRT, HI, CI
Abstract – A study has been conducted on comparison of cervical cancer radiation in bladder organs with 10 MV LINAC energy radiotherapy using 3DCRT (Three Dimension Conformal Radiotherapy) and the IMRT (Intensity Modulated Radiation Therapy) techniques at Sanglah Hospital, Denpasar. The 3DCRT and IMRT techniques were compared by analyzing the values of the HI (Homogeneity Index), CI (Conformity Index) and radiation dose distribution in the OAR (Organ At Risk), namely the bladder. The data used are 30 cervical cancer patient data with 10 MV photon beam radiotherapy planning and a total radiation dose of 5000 cGy. In calculating the HI and CI values, the data used were radiation dose of 98%, 50%, 2% of target volume and 95% volume on PTV and the average dose on Bladder organs. The data was obtained from the DVH (Dose Volume Histogram) statistics contained in the TPS (Treatment Planning System). The results of the HI value of 0.0818 for the 3DCRT technique and 0.0899 for the IMRT technique with statistical test results obtained the Asimp.Sig (2-tailed) value of 0.056> 0.05 which means it is not significant, while for the results of the CI value of 0.9500 for the 3DCRT technique and 0.9499 for the IMRT technique with statistical test results obtained the Asimp.Sig (2tailed) value of 0.970> 0.05 which means it is not significant, meanwhile the percentage of the average dose in the bladder organ obtained an average result from the 3DCRT and IMRT irradiation techniques, 96% and 88%, respectively, with statistical test results, the Asimp.Sig (2-tailed) value was 0.000 <0.05,
which was significant. Cervical cancer radiation using the IMRT technique is better than the 3DCRT technique because the IMRT technique minimizes the absorbed dose in OAR, it can be seen from the percentage of the average dose in the bladder organ with the IMRT technique getting a smaller dose percentage.
Key words: Cervical cancer, Bladder, 3DCRT, IMRT, HI, CI.
-
1. Pendahuluan
Saat ini kemajuan teknologi berkembang begitu pesat, salah satunya pada bidang kesehatan yaitu dalam pemanfaatan Sinar-X. Sinar-X dapat dimanfaatkan sebagai diagnosa dan terapi suatu penyakit. Alat radiologi seperti Sinar-X (Rontgen), LINAC (Linear Accelerator) dan CT-Scan merupakan alat yang memanfaatkan Sinar-X untuk diagnosa dan terapi penyakit dalam dunia medis.
Pesawat LINAC merupakan salah satu pesawat radioterapi eksternal yang dapat mempercepat pergerakan elektron secara linier untuk menghasilkan berkas photon dan elektron. Variasi energi untuk berkas photon yaitu energi 6 MV dan 10 MV, sedangkan untuk variasi energi berkas elektron yaitu 4, 6, 9, 12, 15 dan 18 MeV [1].
Pesawat LINAC telah menjadi peralatan standar dalam pengobatan radiasi. Dengan berkembangnya tomografi, teknologi pencitraan diagnostik dimanfaatkan dalam radioterapi. Saat ini perencanaan radioterapi mulai dari perputaran gantri satu bidang sampai pada perputaran gantri tak sebidang dikerjakan dengan komputer. Begitu juga dengan perencanaan terapi mulai dari penggunaan blok dan kompensator, teknik 2D (Two Dimension), 3DCRT (Three Dimension Conformal Radiotherapy) sampai pada IMRT (Intensity Modulated Radiation Therapy). Dengan demikian teknologi radioterapi beralih dari teknik 3DCRT ke teknik IMRT [2].
Pemanfaatan pemakaian radiasi untuk pengobatan penyakit kanker perlu diperhatikan supaya sel-sel normal yang berada disekitarnya tidak mengalami kerusakan khususnya pada OAR (Organ At Risk) oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi. Dalam kasus kanker serviks, OAR seperti bladder, rectum dan femoral heads adalah organ yang sangat dilindungi dari pemberian radiasi untuk menghancurkan sel target (kanker) sehingga perlu dilakukan verifikasi mengenai besarnya dosis radiasi yang direncanakan dengan besarnya dosis radiasi yang diterima pasien, agar pemberian dosis radiasi maksimal untuk sel target dan aman untuk OAR yang berada disekitar sel target [3].
Berdasarkan informasi di atas, maka dilakukan penelitian tentang analisis perbandingan distribusi dosis radiasi kanker serviks pada organ bladder dengan radioterapi LINAC energi 10 MV menggunakan teknik 3DCRT dan IMRT di RSUP Sanglah Denpasar.
-
2. Landasan Teori
-
2.1 Serviks dan kanker serviks
-
Serviks atau biasa disebut leher rahim merupakan bagian dari uterus atau rahim yang terhubung menuju vagina. Ada dua bagian pada uterus yaitu, bagian atas disebut corpus uteri atau tubuh rahim yang merupakan tempat pertumbuhan janin sedangkan pada bagian bawah uterus disebut leher rahim atau serviks yang menghubungkan corpus uteri menuju vagina. Kanker serviks atau kanker leher rahim yaitu pertumbuhan sel-sel yang tidak normal pada jaringan serviks. Di negara-negara berkembang penyakit kanker yang menyebabkan kematian terbesar adalah kanker serviks. Terdapat 600.000 kasus baru dan 300.000 kematian secara gelobal setiap tahunnya, yang hampir 80% terjadi di negara berkembang. WHO (2018) menyatakan bahwa kanker serviks menjadi urutan keempat penyebab kematian pada wanita di seluruh dunia, diperkirakan 570.000 kasus baru pada tahun 2018 atau 6,6% dari semua kanker pada wanita. Radioterapi merupakan salah satu metode pengobatan kanker yang dapat dilakukan [1, 4].
-
2.2 Radioterapi
Radioterapi adalah pemanfaatan menggunakan radiasi pengion untuk pengobatan kanker dengan tujuan mematikan sel kanker semaksimal mungkin dan kerusakan pada sel normal seminimal mungkin. Dalam radioterapi pemberian dosis radiasi pada sel target harus tepat serta mengupayakan dosis radiasi serendah mungkin ke bagian tubuh disrkitar sel target. Pemberian dosis radiasi yang berlebihan akan berbahaya untuk pasien, sedangkan pemberian dosis radiasi yang rendah akan berpengaruh pada kesembuhan pasien. Jenis kanker, kerusakan pada jaringan sekitar, lokasi kanker, kesehatan umum serta riwayat medis pasien merupakan pertimbangan untuk pemberian teknik dan besar dosis radiasi pada pasien [5, 6].
-
2.3 LINAC (Linear accelerator)
Pesawat LINAC adalah salah satu pesawat radioterapi eksternal yang dapat mempercepat pergerakan elektron secara linier untuk memperoleh berkas photon dan elektron. Untuk mempercepat partikel bermuatan seperti elektron, pesawat LINAC menggunakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi tinggi pada saat melewati tabung linear. Elektron berenergi tinggi tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengobatan kanker pada kedalaman yang dangkal atau dapat mengobati kanker pada kedalaman yang cukup jauh dengan menembakkan elektron pada target sehingga menghasilkan photon [8].
-
2.4 Perencanaan radioterapi
Perencanaan radioterapi dilakukan menggunakan komputer TPS (Treatment Planning System) untuk melihat distribusi dosis radiasi yang akan diterima oleh pasien sebelum radiasi diberikan ke pasien. Pada TPS dapat ditentukan energi radiasi, sudut penyinaran, banyaknya lapangan penyinaran, luas lapangan serta bentuknya, asesoris yang dipakai, dan hasil perhitungan MU (Monitor Unit) penyinaran. Perencanaan pasien yang akan diterapi dengan radiasi bersifat individual untuk masing-masing pasien. Pada TPS target penyinaran ada dua yaitu, PTV (Planning Target Volume) yang menjadi target utama penyinaran dan OAR (Organ At Risk) yaitu, organ sehat yang harus dilindungi yang berada disekitar target utama dan merupakan organ yang sensitif terhadap paparan radiasi [2, 9].
Adapun data-data yang diperoleh dari TPS yaitu kurva isodosis dan DVH (Dose Volume Histogram). Kurva isodosis adalah kurva yang menggambarkan besarnya energi radiasi yang terdistribusi pada target volume dan pada OAR disekelilingnya, sedangkan DVH adalah grafik histogram yang menunjukkan hubungan antara volume, baik volume target volume maupun OAR dengan dosis radiasi yang berupa sumbu x dan y. Dimana sumbu x menunjukkan besarnya dosis radiasi yang diterima dalam satuan cGy, sedangkan sumbu y menunjukkan persentase normal volume baik target volume maupun OAR [5, 10].
-
2.5 Radioterapi Three Dimension Conformal Radiotherapy (3DCRT)
Radioterapi 3DCRT adalah teknik dalam radioterapi yang menggunaan berkas radiasi eksterna (beam) secara kongruen dan multiple beam dari sudut gantry yang berbeda sesuai bentuk dari Gross Tumor Volume (GTV), Clinical Target Volume (CTV) dan PTV dari tumor. Tujuan teknik 3DCRT yaitu untuk mengurangi dosis radiasi pada jaringan normal dan untuk mendapatkan sebaran dosis yang homogen
[11].
-
2.6 Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT)
IMRT adalah teknik pada radioterapi yang dalam penyinarannya menggunakan banyak lapangan radiasi dengan intensitas yang tidak seragam di setiap arah lapangan penyinaran untuk memperoleh sebaran dosis yang maksimum pada target volume dan dosis yang minimum pada organ sehat disekitarnya. Pada teknik IMRT, MLC (Multileaf Colimator) berfungsi untuk mengkolimasi serta mengatenuasi berkas radiasi dari pesawat LINAC sesuai dengan distribusi dosis yang diinginkan. Sedangkan pada teknik 3DCRT, MLC hanya berperan mengkolimasi radiasi yang keluar sesuai bentuk target tumor, dan untuk kebutuhan homogenitas distribusi dosis yang dihasilkan masih diperlukan penambahan filter wedge atau kompensator untuk mengatenuasi radiasi pada daerah yang diperlukan [2].
-
2.7 Perbandingan teknik 3DCRT dan IMRT
Untuk membandingkan teknik 3DCRT dan IMRT salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu melalui evaluasi distribusi dosis dari DVH pada nilai HI (Homogeneity Index) dan CI (Conformity Index). HI diartikan sebagai keseragaman distribusi dosis pada volume target. Nilai ideal HI dalam ICRU report 83 adalah 0 yang berarti seluruh dosis pada PTV homogen. Besarnya nilai HI disebabkan oleh dosis minimum, dosis rata-rata dan dosis maksimum pada target. Formulasi HI adalah sebagai berikut [12,13].
_ ⅛r⅛
(1)
¾0%
Dimana D2% adalah besarnya dosis pada 2% volume PTV (cGy), D98% adalah besarnya dosis pada 98% volume PTV (cGy), dan D50% adalah besarnya dosis pada 50% volume PTV (cGy).
Pada ICRU report 83, CI diartikan sebagai tingkat kesesuaian dosis preskripsi melingkupi target tumor. Nilai ideal CI adalah 1 yang berarti kurva isodosis untuk dosis preskripsi tepat melingkupi PTV. Nilai Conformity Index merupakan nilai yang menunjukkan besarnya perbandingan antara 95% volume PTV yang menerima preskripsi dosis dengan total volume PTV [13].
C; =⅛
(2)
adalah besarnya volume
. vPTV
Dimana V95% adalah besarnya volume yang menerima dosis 95% (cc) dan VPTV
PTV pada target radiasi (cc).
Data yang digunakan adalah data sekunder dari 30 pasien kanker serviks di Instalasi Radioterapi RSUP Sanglah. Adapun tahap-tahap yang dilaksanakan di dalam penelitian ini yaitu pertama-tama pasien di anamnesa oleh dokter spesialis onkologi radiasi, selanjutnya pasien kanker serviks diambil citranya menggunakan CT Simulator, citra DICOM (Digital Imaging Comunication in Medicine) dari CT Simulator kemudian di kirim ke virtual simulator untuk penggambaran target tumor dan OAR disekitarnya oleh dokter spesialis onkologi radiasi, kemudian dari virtual simulator data pasien dikirim ke TPS untuk dibuat perencanaan dengan dua teknik, yaitu teknik 3DCRT dan teknik IMRT. Dari masing-masing teknik diperoleh nilai dosis untuk organ bladder dan DVH sehingga didapatkan besar dosis volume PTV.
Hasil perencanaan TPS pada teknik 3DCRT kemudian dibandingkan dengan hasil perencanaan TPS pada teknik IMRT melalui parameter DVH. Analisis perbandingan berdasarkan tiga parameter yaitu, CI, HI dan dosis pada organ beresiko disekitar target. Dari hasil perbandingan tersebut kemudian ditentukan jumlah sebaran dosis dari teknik 3DCRT dan IMRT. Perbedaan hasil teknik 3DCRT dan IMRT dianalisis dengan statistik SPSS versi 20, untuk mengetahui perbedaan secara signifikan atau tidak signifikan.
Hasil penelitian ini diperoleh melalui analisis pada hasil TPS yaitu, DVH dan kurva isodosis. DVH menunjukkan besarnya dosis yang diterima oleh target volume dan OAR. Sementara itu kurva isodosis menggambarkan sebaran dosis pada target volume dan OAR pada kedalaman tertentu. Berikut adalah salah satu gambar hasil TPS berupa kurva DVH dan kurva isodosis dari pasien kanker serviks dengan menggunakan teknik 3DCRT dan teknik IMRT.
a)
b)
Gambar 1. Kurva Dose Volume Histogram (DVH): (a) teknik 3DCRT dan (b) teknik IMRT.
a)
b)
Gambar 2. Kurva Isodosis: (a) teknik 3DCRT dan (b) teknik IMRT.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data hasil pengukuran dari statistik DVH menggunakan teknik 3DCRT dan IMRT berupa data D98%, D50%, D2%, VPTV, V95% dan rata-rata dosis pada organ bladder. Berdasarkan data hasil pengukuran dari statistik DVH kemudian dihitung hasil HI, CI menggunakan persamaan (1) dan (2) serta menghitung persentase dosis pada OAR bladder pada perencanaan radiasi dari 30 pasien kanker serviks menggunaakan teknik 3DCRT dan teknik IMRT. Berdasarkan hasil perhitungan nilai HI, CI dan persentase dosis organ bladder pada teknik 3DCRT dan teknik IMRT maka dapat digambarkan grafik perbandingan kedua teknik sebagai berikut.
♦3DCRT BIMRT
Gambar 3. Grafik nilai HI pada teknik 3DCRT dan IMRT.
0.9500006
0.9500004
0.9500002
g 0.9500000
3 0,9499998
2 0,9499996
0,9499994
0,9499992
0,9499990
♦3DCRT BIMRT
Gambar 4. Grafik nilai CI terhadap volume PTV pada teknik 3DCRT dan IMRT.
Gambar 5. Grafik persentase dosis OAR bladder pada teknik 3DCRT dan IMRT.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai HI, CI dan persentase dosis organ bladder pada teknik penyinaran 3DCRT dan IMRT selanjutnya diperoleh nilai rata-rata serta dilakukan uji statistik menggunakan t-test nonparametric (uji Mann Whitney) dengan syarat signifikansi Asymp.Sig.<0,05 pada software SPSS versi 20 untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara kedua teknik tersebut yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil perhitungan teknik 3DCRT dan IMRT.
3DCRT Rata-rata |
IMRT Rata-rata |
Asimp. Sig. (2-tailed) | |
Homogenity Index (HI) |
0,0818 |
0,0899 |
0,0560 |
Conformity Index (CI) |
0,9500 |
0,9499 |
0,9700 |
Persentase dosis Bladder |
96% |
88% |
0,0000 |
Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata HI sebesar 0,0818 untuk teknik 3DCRT dan 0,0899 untuk teknik IMRT dengan uji statistik t-test nonparametric (dengan syarat signifikansi Asimp. Sig. (2-tailed)<0,05) nilai Asimp. Sig. (2-tailed) = 0,0560 yang berarti tidak signifikan. Nilai HI yang merepresentasikan homogenitas dosis dalam volume target dengan nilai idealnya adalah 0 yang berarti seluruh dosis pada volume target homogen sehingga hasil penelitian sesuai dengan ketetapan ICRU 83 tahun 2010. Nilai rata-rata CI sebesar 0,9500 untuk teknik 3DCRT dan 0,9499 untuk teknik IMRT dengan uji statistik t-test nonparametric nilai Asimp.Sig. (2-tailed) = 0,9700 yang berarti tidak signifikan. Dari kedua teknik diperoleh nilai rata-rata CI hampir mendekati sama. Pada penelitian ini nilai CI dari kedua teknik hampir mendekati 1, dimana dalam ketetapan ICRU 83 tahun 2010 nilai ideal CI adalah yang mendekati 1 yang
memiliki arti bahwa kurva isodosis untuk dosis preskripsi tepat melingkupi PTV. HI dan CI pada teknik penyinaran 3DCRT dan IMRT tidak signifikan dengan demikian dapat dikatakan untuk kedua teknik pada PTV hampir sama. Sementara itu rata-rata persentase dosiss organ bladder sebesar 96% untuk teknik 3DCRT dan 88% untuk teknik IMRT dengan uji statistik t-test nonparametric nilai Asimp. Sig. (2tailed) = 0,000 yang berarti signifikan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan dosis serap pada OAR bladder. Karena ada perbedaan yang signifikan maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh penggunaan teknik penyinaran terhadap dosis serap pada OAR bladder.
Dari hasil penelitian dengan analisis hasil TPS berupa DVH dan kurva isodosis pada dosis yang diterima oleh organ bladder terdapat perbedaan dan hasil kurva isodosis mencakup nilai HI dan CI. Berdasarkan hasil uji statistik untuk HI dan CI pada kedua teknik diperoleh hasil tidak signifikan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada target volume untuk kedua teknik hampir sama. Sementara itu pada OAR bladder diperoleh hasil signifikan, karena terdapat perbedaan yang signifikan dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh penggunaan teknik penyinaran pada dosis serap OAR bladder. Radiasi kanker serviks dengan menggunakan teknik IMRT lebih baik dibandingkan dengan teknik 3DCRT karena teknik IMRT lebih meminimalisir dosis serap pada OAR.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh staff di Instalasi Radioterapi RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan izin dan bantuan berupa fasilitas dalam penelitian ini, serta staff dosen program Fisika, FMIPA, UNUD yang telah membrikan dukungan dan membantu proses terselesaikannya tugas akhir penelitian ini dengan baik dan lancar.
Pustaka
-
[1] Mona Vadila, Analisis Keluaran Berkas Radiasi Pesawat Terapi Linac Tipe Varian Cx 6264 Di RS UNAND, Skripsi, Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, 2018.
-
[2] Dessy Arianty, Optimasi Jumlah Lapangan Radiasi Pada Perencanaan IMRT, Tesis, Universitas Indonesia, 2010.
-
[3] H. Mutya, M. Dian, H. Sri, dan Y.P.S. Kri, Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker, Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 2, 2016.
-
[4] Pitriani, Faktor Risiko Kejadian Kanker Serviks Pada Pasien Rawat Inap Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Tesis, Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, 2013.
-
[5] Ari Yuli Kristiawan. Analisis Perbedaan Hasil Treatment Planning System Antara Teknik Radioterapi 3D Conformal Radiation Therapy Dan Intensity Mudulated Radiaation Therapy Pada Kasus Kanker Cervix Di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Skripsi, Program Studi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kementrian Kesehatan J akarta II, 2015.
-
[6] G. N. Sutapa, I W. Supartha, I N. Wijaya, I K. Puja, and M. Syaifudin, The effectiveness of 60Co
gamma-ray exposure to the reproductive systems of rat (Rattus argentiventer) as sterile male technique, BIODIVERSITAS, Vol. 21, No. 8, 2020, pp. 3805-3810.
-
[7] P. Septi, M. Ahmad, E. W. Wahyu, dan A. P. Supriyanto, Perbandingan Perencanaan Radioterapi IMRT Kanker Servik Stadium IIB Menggunakan Fasilitas Optimization Beam Angle Dan Teknik Manual Pada TPS Eclipse, Journal of Medical Physics and Biophysics, Vol. 7, No. 1, 2020.
-
[8] A. P. Rahma, I. P. Wahyu, M. S. Putri, dkk., Analisis Kualitas Berkas Radiasi LINAC Untuk Effektifitas Radioterapi, Jurnal Biosains Pascasarjana, Vol. 22, 2020.
-
[9] R. Rina dan W. Rena, Optimasi Sudut Berkas Penyinaran Pada Radioterapi Menggunakan Metode Simulated Annealing, Proding SKF, 2018.
-
[10] F. M. Khan, The Physics Of Radiation Therapy, 3rd USA: Lippincott Williams And Wilkins, 2003.
-
[11] S.T. Maesadji, Booster Radioterapi Konformal 3 Dimensi Pasca Radiasi Whole Pelvis Menggunakan Digital Linear Accelerator pada Kanker Leher Rahim: Suatu Studi Pendahuluan, Journal Of The Indonesian Radiation Oncology Society,Vol 2, No.2, 2011, pp. 42-46.
-
[12] H. S. Bambang, S. B. Wahyu, dan H. Eko, Distribusi Dosis Photon Menggunakan Teknik 3dcrt Dan Imrt Pada Radiasi Whole Pelvic Karsinoma Serviks, Jurnal Berkala Fisika, Vol. 17, 2014, pp. 4121-128.
-
[13] Journal Of The ICRU, Prescribing, Recording and Reporting Photon Beam Intensity Modulation Radiation Therapy, Vol. 10, No. 1, 2010.
-
[14] F. M. Khan, The Physics Of Radiation Therapy, 5rd USA: Lippincott Williams And Wilkins, 2014.
-
[15] H. A. Nursama, S. W. Bambang, M. Irsal, dan C. D. K. Prima, Analisis Perbedaan Hasil Treatment Planning System Antara Teknik Penyinaran Radioterapi 3-Dimensional Radiation Therapy Dan Intensity Modulated Radiation Therapy Pada Kasus Kanker Nasofaring, Jurnal teknologi dan seni kesehatan, Vol. 08, No.01, 2017, pp. 29-34.
-
[16] F. Ovia, M. Dian, dan D. Fiqi, Analisis Dosis Radiasi Paru-Paru Pasien Kanker Payudara dengan Teknik Three-Dimensional Conformal Radiation Therapy (3D-CRT) Berdasarkan Grafik Dose Volume Histogram (DVH), Jurnal Fisika Unand, Vol. 9, No. 1, 2020, pp. 110-117.
-
[17] E.B. Podgorsak, Radiation Oncology Physics: A Handbook For Teachers And Students, Austria: IAEA, 2005.
SINTA 4 Accreditation Starting on Volume 19 No. 2, 2018
105
Discussion and feedback