CHARACTERISTICS OF DERMATOPHYTOSIS PATIENTS AT DERMATOVENEROLOGY CLINIC OF RSUP SANGLAH DENPASAR DURING THE PERIOD OF 2017-2019
on
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.2,FEBRUARI, 2022
Diterima: Revisi: 2021-06-22 Accepted: 2022-01-16
KARAKTERISTIK PASIEN DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2017-2019
Sintha Aprillia Gita Natih1, Made Wardhana2, Ni Made Dwi Puspawati3, IGAA Dwi Karmila 4
1)Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Faklutas Kedokteran, Universitas Udayana 2)Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Dermatofitosis adalah penyakit yang ditimbulkan oleh dermatofita dari family arthrodermataceae. Ada enam tipe dermatofitosis sesuai dengan tempat lokasi lesi seperti tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, tinea unguium tinea barbae, dan tinea kapitis. tinea korporis dan tinea kruris adalah dermatofita yang paling sering terjadi. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data skunder berupa data buku registrasi Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar tahun 2017-2019. Pengambilan data berdasarkan kiteria usia, jenis kelamin, pasien lama dan baru, tipe dermatofitosis, terapi. Selama penelitian, terkumpul sebanyak 123 data dan memenuhi karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, pasien lama dan baru, tipe dermatofitosis, dan terapi, yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Pada penelitian ini didapatkan persentase tertinggi yang diperoleh ialah: tinea korporis (33,6%), kelompok usia 1-24 tahun (25,4%), 15-24 tahun (25,4), jenis kelamin laki-laki (55,0%), pasien lama (51,6%), dan jenis terapi kombinasi (54,1%)
Kata kunci : Dermatofitosis, Tinea, Deskriptif
ABSTRACT
Dermatophytosis is a desases that caused by dermatofita from the family of arthrodermatacecae. There are six types of dermatofitosis based on the lesi location; which are tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, tinea kaptisis, tinea unguium, tinea barbae and tinea kapitis. tinea korporis and tinea kruris are the most common happens in the dermatifita deases. This research conduct with a descriptive retrospektif method using secondary data from the patient book registration at dermatovenerology clinic of RSUP Sanglah Denpasar during the period of 2017-2019. the data collection base on the criteria of age, sex, old or new patient, type of dermatophytosis and the type of theraphy. during the researc, 123 data were meet the criteria of age, sex,old or new patient, type of dermatophytosis and the type of therapy. Thus, the data analyzed deskriptifly. the highest percentage obtained are tines corporis (33,6%) age group range 1-14 years old (25.4%) 15-24 years old (25.4%), male (55.0%), old patient (51.6%), combination theraphy (54.1%)
Keywords : Dermatophytosis, Tinea, Descriptive
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu wilayah yang beriklim tropis sehingga baik untuk pertumbuhan jamur. Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil, maka dari jamur hidup sebagai parasit atau saprofit. Infeksi jamur yang mengenai rambut, kuku, dan kulit merupakan suatu infeksi yang secaraumum ditemui pada kehidupan. Mikosis termasuk kedalam infeksi jamur, dimana mikosis dapat
dikelompokan dalam mikosis sistemik, mikosis superfisialis dan mikosis subkutan1.
Dermatofitosis merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh jamur dermatofita yang termasuk kedalam famili arthrodermataceae. Terdapat 40 lebih spesies dari famili arthrodermataceae yang dibagi dalam tiga genus: microsporum, trichophyton, dan epidermophyton. Berdasarkan habitat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu geofilik, zoofilik dan antropofilik2. Ada enam tipe dermatofitosis sesuai dengan tempat lesi seperti tinea
KARAKTERISTIK PASIEN DERMATOFITOSIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH.,, Sintha Aprillia Gita Natih1, Made Wardhana2, Ni Made Dwi Puspawati3, IGAA Dwi Karmila 4
korporis, tinea kruris, tinea pedis, tinea unguium tinea barbae, dan tinea kapitis. tinea korporis dan tinea kruris adalah dermatofita yang paling sering terjadi4. Dermatofitosis menyerang semua ras, kelompok umur, jenis kelamin, dan dapat diperberat dengan kebersihan diri yang rendah dan penggunaan pakaian dari bahan yang tidak menyerap keringat atau ketat, rendahnya sataus sosieoekonomi, dan lingkungan tempat tinggal yang lembab dan padat penduduk5.
Prevalensi dermatofitosis di dunia berbeda ditiap negaranya. Pada penelitian yang dilakukan oleh WHO (World Health Organization) terdapat 20% orang dari seluruh dunia mengalami infeksi jamur dan itipe yang paling dominan dari infeksi jamur dermatofita adalah tinea korporis. Kemudian diikuti dengan tinea kruris, tinea pedis, dan onikomikosis6. Di dapatkan 52% kasus dermatofitosis di Indonesia dengan tipe dermatofitosis terbanyak adalah tineakorporis dan tineakruris. Kasus dermatofitosis di Indonesia menempati urutan kedua setelah pityriasis versikolor7. Hasi Penelitian pada tahun 2013 yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado oleh Sondakh dkk didapatkan tipe dermatofitosis yang tertinggi adalah tiena kruris (35,3%)3. Penelitian lain oleh Devy & Ervianti pada periode tahun 2014 sampai 2016 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didaptkan kasus dermatofitosis dengan persentase tertinggi adalah tinea korporis yakni sebesar 56,1%8. Dan pada penelitian Pravitasari dkk pada periode Januari hingga Desember 2017 di RSI Aisiyah Malang bahwa didapatkan persentase tinea incognito sebanyak 26%, dan diikuti dengan tinea korporis sebanyak 21% dan tinea unguium sebanyak 21%9. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus dermatofitosis yaitu kebersihan diri yang rendah, penggunaan bahan pakaian yang tidak menyerap keringat atau ketat, keadaan status ekonomi yang rendah, lingkungan yang padat dan lembab, kontak langsung dari penderita dermatofitosis atau sering kontak dengan hewan. serta mempunyai riwayat penyakit imunosupresi seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus), pemakaian kortikosteroid dan sitostatika dalam jangkapanjang10.
BAHAN DAN METODE
Metode ini adalah deskriptif retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember 2020. Sarana data adalah buku registrasi pasien dermatofitosis yang tercatat di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah periode 2017-2019. Variable penelitan dibagi menjadi 6 kriteria yaitu usia, jenis kelamin, pasien lama, pasien baru, tipe dermatofitosis, dan terapi. Penelitian ini menggunakan analisis data yang disajikan dalam bentuk tabel dengan penjelasan secara deskriptif. Data dikelompokan sesuai variabel yang diteliti, kemudian data akan dibandingkan dengan data dari
penelitian lain dan pustaka sehingga memberikan gambaran yang jelas dan benar.
HASIL
Dalam periode 2017-2019 terdapat 122 pasien yang terdiagnosis dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah. Seluruh pasien tersebut dimasukkan sebagai sampel penelitian dengan karakteristik kelompok usia seperti yang ditunjukan pada Tabel 1
Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian
berdasarkan Usia
Usia penderita Frekuensi (n) Persentase (%)
1-14 tahun |
31 |
25,4% |
15-24 tahun |
31 |
25,4% |
25-44 tahun |
22 |
18,0% |
45-64 tahun |
28 |
23,0% |
>65 tahun |
10 |
8,2% |
Total |
122 |
100% |
Distribusi sampel berdasarkan kriteria kelompok usia, dapat di ketahui bahwa penderita dermatofitosis paling banyak dijumpai pada kelompok usia 1-14 tahun dengan persentase sebesar 25,4% atau sebanyak 31 orang dan pada kelompok usia 15-24 tahun dengan persentase sebesar 25,4% atau sebanyak 31 orang, sedangkan jumlah kasus dermatofitosis terendah terdapat pada kelompok usia >65 tahun sebanyak 10 orang dengan persentase 8,2% (Tabel 1). Tabel 2. Karakteristik Subyek Penelitian
berdasarkan Jenis kelamin
Jenis kelamin |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Perempuan |
55 |
45,0% |
Laki-laki |
67 |
55,0% |
Total |
122 |
100% |
Penderita dermatofitosis terbanyak pada jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 67 orang atau sebesar 55,0%, sedangkan pada jenis kelamin perempuan sebanyak 55 orang dengan persentase 45,0% (Tabel 2).
Tabel 3. Karakteristik Subyek Penelitian
berdasarkan Pasien lama dan baru
Pasien |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Lama |
63 |
51,6% |
Baru |
59 |
48,4% |
Total |
122 |
100% |
Penderita dermatofitosis lebih sering dijumpai pada pasien lama sebanyak 63 orang atau sebesar 51,6%, sedangkan pada pasien baru sebanyak 59 orang dengan persentase 48,4% (Tabel 3).
Tabel 4. Karakteristik Subyek Penelitian
berdasarkan Tipe dermatofitosis
Tipe dermatofitosis |
Frekusensi (n) |
Persentase (%) |
Tinea Kapitis |
32 |
26,2% |
Tinea Barbae |
0 |
0,0% |
Tinea Kruris |
28 |
23,0% |
Tinea Pedis et |
6 |
5,0% |
Manum | ||
Tiena Unguium |
15 |
12,2% |
Tinea Korporis |
41 |
33,6% |
Total |
122 |
100% |
Tipe dermatofitosis terbanyak adalah tinea korporis sebesar 41 orang dengan persentase 33,6%, diikuti dengan tinea kapitis sebanyak 32 orang dengan persentase 26,2%, tinea kruris sebanyak 28 orang dengan persentase sebesar 23,0%, tinea unguium dengan persentase 12,2% atau sebanyak 15 orang, tinea pedis sebanyak 6 orang dengan persentase 5,0%, dan tipe dermatofitosis yang belum dijumpai adalah tinea barbae (Tabel 4).
Tabel 5. Karakteristik Subyek Penelitian berdasarkan Tipe dermatofitosis
Terapi |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Topikal |
38 |
31,1% |
Sistemik |
10 |
8,2% |
Kombinasi |
66 |
54,1% |
Dan lain-lain |
8 |
6,6% |
Total |
122 |
100% |
subyek penelitian paling sering mendapatkan tatalaksana berupa kombinasi (terapi sistemik dan topikal anti jamur) dengan jumlah sebanyak 66 orang atau sebesar 54,1%. Namun juga didapatkan jenis terapi yang tidak jelas tercantum jenis obatnya sebanyak 8 orang atau sebesar 6,6%, yang kemudian dimasukan ke dalam kategori terapi lain-lain (Tabel 5).
PEMBAHASAN
Penelitian mengenai karakteristik penderita dermatofita di RSUP Sanglah periode 2017-2019 menggunakan metode deskriptif retrospektif, dimana data didapatkan dari buku registrasi kunjungan pasien subdivisi Mikologi Poklinik Kulit dan Kelamin di RSUP Sanglah. Penelitian ini melihat karakteristik penderita dermatofitosis berdasarkan usia, jenis kelamin, pasien lama dan baru, tipe dermatofitosis, dan terapi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah penderita dermatofitosis di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah pada tahun 2017 sampai 2019 sebanyak 122 pasien.
Pada penelitian ini kelompok usia pasien dikategorikan menjadi lima kategori : 1-14 tahun, 15-24 tahun, 25-44 tahun, 45-64 tahun, dan >65 tahun . Dari hasil
penelitian di atas didapatkan bahwa kelompok usia terbanyak mengalami dermatofitosis yaitu kelompok usia 114 dengan persentase sebesar 25,4% atau sebanyak 31 orang dan kelompok usia 15-24 tahun dengan persentase sebesar 25,4% atau sebanyak 31 orang. Penelitian yang dilakukan di India mendapatkan infeksi dermatofita tertinggi terjadi pada usia sekolah dan usia pra sekolah (<9 tahun) dengan presentase 57,7%11. Pada penelitian yang dilakukan di RSI Aisiyah Malang tahun 2017 mendapatkan infeksi dermatofitosis tertinggi kedua terjadi pada kelompok anak usia <15 tahun dengan presentase 26,31%9. Kelompok usia anak, remaja, hingga dewasa yang aktif dan produktif, merupakan kelompok usia dengan aktivitas fisik yang tinggi sehingga cenderung berkeringat, kulit menjadi lembab, saat beraktivitas individu memiliki kemungkinan kontak dengan yang menderita dermatofitosis, beberapa kelompok usia bahkan belum memiliki kesadaran terhadap higienitas, serta resiko terjadinya trauma dapat menyebabkan pertumbuhan dari jamur sangat cepat12. Hal menunjukan perbedaan terhadap penelitian yang dilakukan periode Januari – Desember 2012 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode Januari – Desember 2012 oleh Bertus dkk, pada didapatkan distribusi kasus dermatofitosis terbanyak terjadi pada kelompok usia 45-64 tahun yaitu sebesar 49,24% kasus13.
Distribusi sampel penelitian berdasarkan kriteria jenis kelamin didapatkan distribusi frekuensi terbanyak pada jenis kelamin laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah tahun 2010-2014, di penelitian ini didapatkan kasus dermatofitosis pada pasien berjenis kelamin laki-laki lebih sering dijumpai dibanding perempuan dengan persentase 70,83%14. Kecenderungan laki-laki terkena infeksi dermatofitosis kerana mungkin dipengaruhi oleh faktor pekerjaan yang sering melibatkan fisik sehingga banyak berkeringat dan memudahkan terjadi dermatofitosis15.
Data kasus baru (insiden) dermatofitosis periode 2017-2019 adalah sebanyak 59 kasus atau sebesar 48,4 %. Sedangkan angka prevalensi kasus dermatofitosis periode 2017-2019 di RSUP Sanglah sebesar 51,6%.
Tabel 4 menunjukan hasil bahwa dari tahun 20172019, kelompok tinea korporis menjadi peringkat tertinggi dengan jumlah 41 kasus dari 122 kasus dermatofitosis dengan persentase 33,6%. Peringkat kedua ditempati oleh tinea kapitis sebanyak 32 kasus atau sebesar 26,2%. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian Devy dan Ervianti yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya bahwa tipe dermatofitosis dengan persentase terbanyak adalah tinea korporis dengan 261 atau sebanyak 56,1%. Berbeda dengan penelitian dari Pravitasari dkk di RSI Aisiyah Malang 2017 didapatkan bahwa kasus dermatofitosis dengan persentase terbanyak adalah tinea incognito yaitu 5 kasus atau sebesar 26%. Kasus tinea korporis lebih sering di temukan di badan, karena badan
Sintha Aprillia Gita Natih1, Made Wardhana2, Ni Made Dwi Puspawati3, IGAA Dwi Karmila 4
merupakan bagian tubuh manusia yang paling luas dengan jumlah kasus yang cukup banyak dan dapat diderita oleh semua usia. Terutama lebih sering menyerang orang yang mudah berkeringat, tidak menjaga kebersihan diri, banyak beraktifitas di tempat panas, sering bersosialisasi dan mengakibatkan kontak dengan individu yang menderita dermatofitosis15. Kasus tinea kapitis banyak di temui pada kelompok usia anak-anak hingga remaja hal ini disebabkan oleh efek fungsistatik asam lemak lebih banyak didapatkan pada usia pasca pubertas16.
Jenis terapi kombinasi (sistemik dan topikal anti jamur) adalah terapi yang banyak diberikan yaitu sebanyak 67 orang atau sebesar 54,5%. Terapi dengan mikonazol (topikal) dan griseofulvin (oral) adalah yang paling banyak di gunakan sebagai terapi pasien tinea korporis. Dan terapi yang banyak di gunakan pada tinea kapitis adalah terapi ketokonazol (topikal) dan griseofulvin (oral). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pravitasari dkk yang dilakukan di RSI Aisyiyah Malang tahun 2017 tercatat terapi kombinasi (oral dan topikal anti jamur) adalah jenis terapi yang banyak diberikan9. Sedangkan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado oleh Sondakh dkk, penelitian yang dilakukan adalah jenis terapi untuk dermatofitosis terbanyak dengan pemberian terapi topikal yaitu 68,6% kasus3. Hal ini disebabkan kasus-kasus yang datang ke RSUP Sanglah umumnya kasus rujukan yang sebelumnya sudah mendapatkan terapi di fase I atau fase II yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi topical saja, sehingga perlu diberikan terapi kombinasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah periode 20172019, dari 122 kasus dermatofitosis yang telah diteliti, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
-
1. Berdasarkan kriteria umur maka kelompok usia dengan kasus dermatofitosis terbanyak adalah pada kelompok usia 1-14 sebanyak 31 orang atau sebesar 25,4% dan kelompok usia 15-24 sebesar 31 orang atau 25,4%.
-
2. Berdasarkan kriteria jenis kelamin kasus dermatofitosis terbanyak adalah pada jenis kelamin laki-laki sebesar 67 orang atau 55,0%.
-
3. Berdasarkan kriteria pasien lama dan baru, subyek penelitian terbanyak merupakan pasien lama sebesar 63 orang atau 51,6%.
-
4. Berdasarkan kriteria tipe dermatofitosis, subyek penelitian yang terbanyak adalah tinea korporis sebesar 41 orang atau 33,6%.
Berdasarkan kriteria terapi subyek penelitian terbanyak mendapatkan terapi kombinasi yaitu sebesar 66 orang atau 54,1%. Data-data lain seperti jenis pekerjaan, https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2021.V11.i2.P4
domisili pasien dan hasil pemeriksaan penunjang pasien perlu ditambahkan di buku registrasi agar mendapatkan gambar karakteristik pasien yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Rosida F dan Ervianti E Penelitian Retrospektif:
Mikosis Superfisialis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 2017;29(2):117-118.
-
2. Schieke S dan Garg A Superficial fungal infection. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilcherst BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill Companies Inc 2012.h.1425-7
-
3. Sondakh C, Pandaleke T dan Mawu F Profil Dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2013. Jurnal e-Clinic (eCl) 2016;4(1).
-
4. Sonthalia S, Singal A dan Das S Tinea Cruris and Tinea Corporis Masquerading as Tinea Indecisiva. India: The Skin Clinic & Research Centre, Gurgaon. 2014;18(5):1-6.
-
5. Yuwita W Ramali M dan Miliawati R Karakteristik Tinea Kruris dan/atau Tinea Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat. Departemen Ilmu Kesehatan dan Kelamin RS. DR. Hasan Sadikin 2016;28(2):42-45.
-
6. Lakshmipathy T dan Kannabiran K Review on dermatomycosis: pathogenesis and treatment. Natural Science. 2014 Available at :
http://www.scirp.org/journal/NS/.
-
7. Agustine R. Perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sediaan langsung koh 20% dengan sentrifugasi dan tanpa sentrifugasi pada tinea kruris. [Tesis]. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2012
-
8. Devy D dan Ervianti E Studi Retrospektif: Karakteristik Dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin 2018;30(1):66-72.
-
9. Pravitasari N, Hidayatullah T, Nuzula A, dan Puspita R Profil Dermatofitosis Superfisialis Periode Januari-Desember 2017 di Rumah Sakit Islam Aisiyah Malang. Jurnal Saintika Medika 2019;15(1):25-32.
-
10. Surekha A, Kumar G, Sridevi K, Murty D, Usha G, dan Bharati G Superficial dermatomycoses : a prospective clinico-mycological study. J Clin Sci Res 2015; 4:7-15
-
11. Mishra N, Rastogi M, Gahalaut P, Yadav S, Srivastava N, dan Aggarwal A. Clinicomycological study of dermatophytoses in children: presenting at a tertiary care center. Indian Dermatol Online J [internet]. 2018;19:326-30. Available at :
http://www.ijpd.in/text.asp?2018/19/4/3 26/242420
-
12. Kaur R, Panda PS, Sardana K, Khan S. Mycological pattern of dermatomycoses in a tertiary care hospital. J Trop Med 2015; 1-5.
-
13. Bertus P, Pandaleke J, dan Kapantow M Profil Dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kondou Manado Periode Januari-Desember 2012. Jurnal e-Clinic (eCL) 2015;3(2):731-734
-
14. Marsaoly R, Hari D, Karmila D, dan Adiguna S Profil Dermatomikosis Superfisialis Pada Pasien Geriatri di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar Bali Periode Tahun 2010-2014. 2014
-
15. Ameen M. Epidemiology of Superficial fungal Infection. J Clin Dermatol. 2010; 28: P197201
-
16. Kakourou T dan Uksal U Guidelines for the Management of Tinea Capitis in Children. Pediatric Dermatology 2010;27(3):226-228.
-
17. Rizkina N, dan Lingga, F Profil Tinea Kapitis Di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan Periode 2014 – 2017. Jurnal Ilmiah Simantek 2020; 4(4):9-15.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2021.V11.i2.P4
24
Discussion and feedback