Validation of Daily Rainfall Based on Global Satellite Mapping Of Precipitation …………

(I Gusti Agung Made Duwanda, dkk)

Validasi Curah Hujan Harian Berdasarkan Data Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) dengan Data Observasi di Wilayah Bali

Validation of Daily Rainfall Based on Global Satellite Mapping Of Precipitation (GSMaP) Data with Observation Data in the Bali Region

I Gusti Agung Made Duwanda*, I Ketut Sukarasa1

  • 1,2Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361

Email: *[email protected]; [email protected]

Abstrak – Telah dilakukan penelitian tentang validasi curah hujan berdasarkan data Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) dengan data observasi di wilayah Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi pearson, root mean square error (RMSE), dan mean bias error (MBE). Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi data curah hujan GSMaP dengan observasi pada daerah Bali. Secara umum data curah hujan GSMaP cenderung memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan data observasi, namun memiliki pola data yang hampir sama pada setiap daerah dengan pola hujan yang terjadi pada bulan November hingga Maret. Penelitian menunjukkan nilai korelasi yang positif kuat (>0.5), dimana di daerah ngurah rai didapatkan nilai r = 0,889 dengan

rmse =0,558 dan mbe = 0,061, di daerah negara didapatkan nilai r = 0,887 dengan rmse = 0,595 dan mbe = 0,049, dan di daerah denpasar didapatkan r = 0,879 dengan rmse = 0,444 dan MBE = 0,058. Hal ini menunjukkan bahwa data satelit GSMaP cukup valid dan dapat digunakan terutama pada 3 wilayah pengamatan yaitu Ngurah Rai, Negara, dan Denpasar.

Kata kunci: Curah hujan, GSMaP, korelasi, RSME, MBE

Abstract – Research has been done on the validation of rainfall based on Global Satellite Mapping of Precipitation GSMaP data with observation data in the Bali area. The method used in this research is Pearson correlation, root mean square error (RMSE), and mean square error (MBE). This study aims to validate GSMaP rainfall data with observations in the Bali area. In general, GSMaP rainfall data tends to have a smaller value than observation data, but has almost the same data pattern in each area with rainfall patterns that occur from November to March. The study shows a strong positive correlation value (> 0.5), where in the ngurah rai area the value of r = 0.889 with rmse =0.558 and mbe = 0.061, in negara the value of r = 0.887 with rmse = 0.595 and mbe = 0.049, and in denpasar area the value of r = 0.879 dengan rmse = 0.444 dan mbe = 0.058. this shows that gsmap satellite data is quite valid and can be used especially in 3 observation areas, namely Ngurah Rai, Negara, and Denpasar.

Key words: Rainfall, GSMaP, correlation, RMSE, MBE

  • 1.    Pendahuluan

Hujan merupakan suatu bentuk presipitasi yaitu peristiwa jatuhnya cairan dari atmosfer ke permukaan bumi yang dapat berwujud cair, padat, atau aerosol. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering [1].

Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca dan iklim yang sangat berguna bagi kelangsungan kehidupan di muka bumi ini. Kondisi curah hujan di tiap daerah berbeda-beda. Ada berbagai faktor yang menyebabkan perbedaan ini salah satunya adalah faktor topografi [2].

Data dan informasi curah hujan dalam skala spasial yang cukup luas, terkini, cepat dan mudah diperoleh masih belum tersedia dari data pengamatan stasiun curah hujan. Adanya keterbatasan tersebut tentu saja menjadi hambatan bagi pengguna dalam memperoleh informasi curah hujan. Satelit penginderaan jauh untuk pemantauan cuaca dan lingkungan mempunyai kemampuan untuk memberikan informasi cuaca setiap jam dalam cakupan yang cukup luas. Data satelit cuaca ini dapat diperoleh secara aktual dan tidak dikenakan biaya, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas di kalangan masyarakat luas. Jumlah curah hujan yang jatuh di permukaan bumi dinyatakan dalam kedalaman air (mm), yang dianggap terdistribusi secara merata pada seluruh daerah tangkapan air. Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dalam satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/bulan dan sebagainya, yang kemudian disebut hujan jam-jaman, hujan harian, hujan mingguan, hujan bulanan dan sebagainya [3].

Karakteristik yang diukur oleh sensor satelit adalah energi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan permukaan bumi. Energi ini terkait dengan spektrum elektromagnetik, biasanya cahaya tampak namun bisa juga inframerah atau gelombang radio [4].

Prakiraan curah hujan dengan GSMaP telah digunakan untuk berbagai aplikasi, diantaranya untuk pemodelan cuaca, iklim dan pemodelan hidrologi. Prakiraan curah hujan dengan GSMaP memiliki kelebihan tersendiri, yaitu cakupan data spasial yang bersifat global dari data radar dibandingkan alat penakar hujan observasi. Akan tetapi, sulitnya menentukan hubungan antara data GSMaP dengan alat penakar hujan observasi dalam menentukan jumlah hujan yang jatuh ke tanah, sehingga sangat perlu dilakukan validasi guna mengetahui tingkat besaran kesalahan yang terjadi pada Satelit [5].

  • 2.    Landasan Teori

    • 2.1    Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson dilakukan untuk menentukan hubungan antara curah hujan harian dari data GSMaP dan observasi. Dengan analisis korelasi silang dapat mengidentifikasi bagaimana validitas data curah hujan dari GSMaP. Persamaan yang digunakan dalam analisis ini adalah korelasi Pearson (1).

(xsat - xsat )(xob 1xob

r


(1)

Dengan r adalah koefisien korelasi antara data observasi dengan data satelit, x adalah data observasi pada periode ke-i, x adalah nilai rata-rata data observasi, x adalah hasil data satelit pada periode ke-i, dan x adalah nilai rata-rata hasil data satelit dan panjang periode.

  • 2.2    Root mean square error (RMSE) dan mean bias error (MBE)

Uji validitas ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar ketidakpastian korelasi antara data dari GSMaP dan data observasi, dimana semakin kecil nilai RMSE, maka diharapkan nilai perhitungan mendekati nilai observasinya. Jika hasil validasi bagus, maka tingkat ketidakpastian dapat diminimalisir dan meningkatkan akurasi prakiraan. MBE digunakan untuk melihat ketidakpastian perkiraan rata-rata yang mewakili kesalahan sistematis model perkiraan curah hujan. Jika hasil validasi kuat, maka tingkat ketidakpastian dapat diminimalisir dan meningkatkan akurasi perkiraan, sehingga RMSE dapat dianalogikan sebagai standar deviasi yang digunakan untuk menghitung nilai ketidakpastian/ralat. Persamaan RMSE yang digunakan adalah:

n

RMSE =

(2)


n

dengan x adalah data observasi pada periode ke-i, x     adalah data satelit pada periode ke-i

dan n adalah panjang periode. Persamaan MBE yang digunakan adalah:

n


MBE =


(Xob - Xs  )

2=1        ^


(3)


n


Dimana x adalah data observasi pada periode ke-i dengan i, x    adalah data satelit pada periode

ke-i dan n adalah panjang periode.

  • 3.    Metode Penelitian

Untuk menentukan akurasi dari hasil pengamatan curah hujan harian berdasarkan data GSMaP, maka perlu dilakukan validasi dengan data observasi. Dengan begitu kita bisa mengetahui keakuratan dari pengamatan curah hujan harian berdasarkan data GSMaP. Pada penelitian ini analisa yang akan dibahas yaitu menggunakan korelasi Pearson, RMSE, dan MBE. Dalam penelitian ini, data satelit akan diperoleh dari GSMaP dan observasi di Balai Besar Metrorologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar. Diagram alir dirancang berdasarkan pada penelitian, menggunakan data GSMaP dan data observasi di wilayah Bali yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka penelitian.

  • 4.    Hasil Dan Pembahasan

    • 4.1    Data validasi curah hujan

Validasi curah hujan harian telah dilakukan dengan menggunakan data GSMaP periode Januari 2013-Desember 2017 di wilayah Bali. Estimasi curah hujan harian kemudian dibandingkan dengan data observasi untuk rentang waktu yang sama. Data curah hujan periode Januari 2013-Desember 2017 di wilayah Bali dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik perbandingan antara curah hujan satelit dan observasi pulau Bali.

Pada Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa karakteristik hujan data GSMaP menunjukkan pola yang hampir mirip dengan data observasi. Karakteristik hujan yang terjadi mulai bulan November - Maret (NDJFM) setiap tahunnya, puncaknya terjadi pada bulan Desember 2017 pada data observasi dengan curah hujan sebesar 563,6667 mm dan bulan Desember 2016 pada data satelit GSMaP dengan curah hujan sebesar 480,184 mm.

  • 4.2    Karakteristik hujan daerah Ngurah Rai

Hasil pengolahan data perbandingan curah hujan bulanan GSMaP dengan observasi di daerah Ngurah Rai periode Januari 2013 – Desember 2017 diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik curah hujan bulanan wilayah Ngurah Rai Januari 2013 - Desember 2017.

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa karakteristik hujan pada data GSMaP di wilayah Ngurah Rai menunjukkan pola yang mendekati dengan data observasi. Intensitas curah hujan tinggi terjadi pada bulan November – Maret (NDJFM) tiap tahunnya, dengan data curah hujan observasi tertinggi di wilayah Ngurah Rai sebesar 639,2 mm pada bulan Januari 2013, sedangkan dari satelit yang diperoleh sebesar 422,52 mm pada bulan Desember 2013. Nilai r yang didapat untuk tiap tahun dirangkum pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai r, RMSE, dan MBE wilayah Ngurah Rai.

No

Tahun

r

RMSE

MBE

1

2013

0,932

0,499

0,057

2

2014

0,965

0,501

0,059

3

2015

0,831

0,392

0,028

4

2016

0,783

0,642

0,099

5

2017

0,932

0,753

0,062

Rata-rata

0,889

0,558

0,061

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa curah hujan di wilayah Ngurah Rai mempunyai nilai korelasi positif kuat dengan nilai r sebesar 0,889 dan RMSE sebesar 0,558 serta MBE sebesar 0,061.

  • 4.3    Karakteristik hujan daerah Negara

Hasil pengolahan data perbandingan curah hujan bulanan GSMaP dengan Observasi di daerah Negara periode Januari 2013 – Desember 2017 dijelaskan pada Gambar 4.

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa karakteristik hujan data GSMaP di wilayah Negara menunjukkan pola dengan intensitas hujan tinggi terjadi pada bulan November – Maret (NDJFM) setiap tahunnya, dengan data curah hujan observasi tertinggi wilayah Negara sebesar 555,3 mm pada Desember 2017, sedangkan dari satelit yang diperoleh sebesar 502,464 mm pada Desember 2013. Nilai r yang didapat untuk tiap tahun dirangkum pada Tabel 2.

GSMAP

mm mmm m mm mm men'T'r'T «r TtTtT'T'T tt'T MrW Lr1Ir1Ir1Lr1U-, ι∏nnn⅛oLQ⅛oLQLo*o⅛j ⅛θ'θ'θ,o'θr^r^r-r^^r^r^^^^r^ e-Wi≡ilWW≡≡W≡WwWW

Gambar 4. Grafik curah hujan bulanan wilayah Negara Januari 2013 - Desember 2017.

Tabel 2. Nilai r, RMSE, dan MBE wilayah Negara

No

Tahun

r

RMSE

MBE

1

2013

0.935

0,572

0.000

2

2014

0.962

0,399

0.067

3

2015

0.804

0,591

0.021

4

2016

0.810

0,661

0.043

5

2017

0.923

0,750

0.116

Rata-rata

0,887

0,595

0,049

Dari Tabel 2 disimpulkan bahwa curah hujan di wilayah Negara mempunyai nilai korelasi positif kuat dengan nilai r sebesar 0,887 dan RMSE sebesar 0,595 serta MBE sebesar 0,049.

  • 4.4    Karakteristik hujan daerah Denpasar

Hasil pengolahan data perbandingan curah hujan bulanan GSMaP dengan Observasi di daerah Denpasar periode Januari 2013 – Desember 2017 dijelaskan pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik curah hujan bulanan wilayah Denpasar tahun Januari 2013 - Desember 2017.

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa karakteristik hujan data GSMaP wilayah Denpasar menunjukkan pola dengan karakteristik hujan terjadi bulan November – Maret (NDJFM) setiap tahunnya, dengan data curah hujan observasi tertinggi wilayah Denpasar sebesar 606 mm pada Desember 2017, sedangkan dari satelit yang diperoleh sebesar 500,544 mm pada Desember 2016. Nilai r yang didapat untuk tiap tahun dirangkum pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai r, RMSE, dan MBE wilayah Denpasar.

No

Tahun

r

RMSE

MBE

1

2013

0.858

0,094

0,001

2

2014

0.937

0,387

0,070

3

2015

0.807

0,411

0,071

4

2016

0.847

0,683

0,094

5

2017

0.947

0,646

0,055

Rata-rata

0,879

0,444

0,058

Dari Tabel 3 tampak bahwa curah hujan di wilayah Denpasar mempunyai nilai korelasi positif kuat dengan nilai sebesar r 0,879 dan sebesar RMSE 0,444 serta sebesar MBE 0,058.

  • 4.5    Pembahasan

Pola curah hujan yang dihasilkan satelit GSMaP periode Januari 2013 – Desember 2017 menunjukkan pola yang hampir menyerupai dengan data observasi dengan sifat hujan menunjukkan karakteristik hujan yang terjadi mulai bulan November – Maret (NDJFM) setiap tahunnya. Pada periode Januari 2013 – Desember 2017 terlihat bahwa grafik menunjukkan data satelit dan observasi memiliki nilai yang tidak jauh berbeda.

Tingkat keakuratan dari data satelit GSMaP dengan data observasi menunjukkan nilai hubungan yang positif kuat (>0,5) di tiga wilayah, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 , 2, dan 3. Nilai rata-rata yang didapat antara data GSMaP dengan observasi pada daerah Ngurah Rai selama periode 5 tahun didapatkan r = 0,889 dengan RMSE = 0,558 dan MBE = 0,061 . Pada daerah Negara selama periode 5 tahun didapatkan nilai r = 0,887 dengan RMSE = 0,595 dan MBE = 0,049 . Pada daerah Denpasar selama periode 5 tahun didapatkan r = 0,879 dengan RMSE = 0,444 dan MBE = 0,058 .

Secara umum jumlah curah hujan observasi lebih besar dari jumlah curah hujan GSMaP. Besar kecilnya nilai RMSE dan MBE tiap tahunnya terhadap korelasi tergantung dari data GSMaP yang dihasilkan dengan observasi, sebab nilai GSMaP tidak selalu sama dengan observasi yang dipengaruhi beberapa keterbatasan dari GSMaP. Pada umumnya GSMaP ditaksir terlalu tinggi untuk hujan ringan dan kurang sensitif terhadap hujan lebat. Selisih data antara GSMaP dan observasi dapat disebabkan oleh keterbatasan GSMaP dimana pengukuran curah hujan melalui satelit tidak seakurat seperti yang terukur di permukaan, karena pengukuran curah hujan secara pengindraan jauh dilakukan tidak secara langsung terhadap air hujan yang terukur dipermukaan seperti pada observasi melainkan menggunakan suatu gelombang yang dikonversi ke dalam satuan curah hujan. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa nilai yang diperoleh pada alat penakar hujan observasi lebih besar dibandingkan nilai yang diperoleh oleh satelit GSMaP [6].

  • 5.    Kesimpulan

Pola curah hujan yang dihasilkan satelit GSMaP bulanan pada Januari 2013 - Desember 2017 GSMaP dengan observasi menunjukkan pola yang sama, dengan karakteristik hujan yang terjadi mulai bulan November-Maret (NDJFM) setiap tahunnya. Validasi antara data curah hujan satelit GSMaP dan observasi bulanan tiap lokasi Januari 2013 - Desember 2017 memiliki nilai korelasi yang positif kuat. Hal ini menunjukkan bahwa data satelit GSMaP cukup valid dan dapat digunakan terutama pada tiga wilayah pengamatan.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada pihak Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar yang telah memberikan fasilitas dan masukan dalam penelitian ini, serta kepada Bapak dan Ibu Dosen Fisika FMIPA Universitas Udayana yang telah membimbing dalam penelitian ini.

Pustaka

  • [1]    Jl. Hamada, M. D. Yamanaka, J. Matsumoto, et al., Spatial and Temporal Variations of the Rainy Season Over Indonesia and their link to ENSO. Journal of the Meteorological Society of Japan, vol. 80, no. 2, 2002, pp. 285–310.

  • [2]    Yulianto and Sudibyakto., Kajian Dampak Variabilitas Curah Hujan Terhadap Produktivitas Padi Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Magelang, 2012.

  • [3]    B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan. Yogyakarta, Beta offset Yogyakarta, 2013.

  • [4]    S. Natadiredja, I. K. Sukarasa, and G. N. Sutapa, Validasi Curah Hujan Harian Berdasarkan Data Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMAP) di Wilayah Bali Dan Nusa Tenggara. Jurnal Buletin Fisika., vol. 19, no. 1, 2018, pp. 12-15.

  • [5]    J. R. McCollum, and R. R. Ferraro, Next generation of NOAA/NESDIS TMI, SSM/I, and

AMSR-E Microwave Land Rainfall Algorithms. Journal of Geophysical Research, vol. 108, no. 8, 2003, pp.7-16.

  • [6]    N. Sugiartha, K. Ogawara, T. Tanaka, et al., Application of GSMaP Product and Rain Gauge Data for Monitoring Rainfall Condition of Flood Events in Indonesia. International Journal of Environment and Geosciences, vol. 1, no. 1, 2017, pp. 36-47.

  • [7]    A. Mulyo, Pengantar Ilmu Kebumian, Pustaka Setia, Bandung, 2004, pp. 503-505.

  • [8]    M. Mawardi, Rekayasa Konservasi Tanah dan Air, Yogyakarta, 2012.

  • [9]    R. Prasetia, Buletin Iklim Bali. Di: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi (ed). Jembrana, 2019.

  • [10]    Satiadi, D, Characteristics of Rainfall in the Continent-Maritime Region: Study of the Origin of Intense Rainfall and Drought, Global Earth Observation of System (GEOSS) Asia- Pasific Symposium, Bali, 2010.

  • [11]    A. Setiyoko, T. Osawa, and I. W. Nuarsa, Evaluation of GSMaP Precipitation Estimates Over Indonesia. International Journal of Environment and Geosciences, vol. 3, no. 1, 2019, pp. 26-43.

  • [12]    M. R. Anwar, D. L. Liu, R. Farquharson, et al., Climate Change Impacts on Phenology and Yields of Five Broadacre Crops at Four Climatologically Distinct Locations in Australia, Australia, 2015, pp. 133-144.

  • [13]    B. Lakitan, Dasar-Dasar Klimatologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, pp. 96-97.

  • [14]    M. Budi, 2019. Basic of Radar. Tersedia dari: http://mbd-geo.web.id/2019/09/11/basic-of-radar. [Diakses pada November 2019].

  • [15]    R-Stats, 2019. Korelasi Pearson, Available from: https://www.rumusstatistik.com/2019/06/korela sipearson [Diakses pada 23 November 2019].

112