Pengaruh Variasi Temperatur Sintering Terhadap Struktur Kristal Superkonduktor

(I G. Cahya Pradhana, dkk.)

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR SINTERING TERHADAP STRUKTUR KRISTAL SUPERKONDUKTOR Y0.5La0.5Ba2Cu3O7-δ

I G. Cahya Pradhana1, Wayan Gede Suharta2, I Gusti Agung Widagda3

  • I.    PENDAHULUAN

Penelitian mengenai material superkonduktor YBa2Cu3O7-δ (YBCO) semakin gencar dilakukan sampai saat ini, mengingat potensi aplikasi yang luar biasa yang dapat diterapkan untuk kesejahteraan umat manusia. Aplikasi tersebut diantaranya untuk kabel transmisi daya (S.

Mukoyama, 2007, J. Maguire, 2009) dan Superconducting Magnetic Energy Storage Systems (SMES) (Tixador, 2010), dan lain-lain. Akan tetapi, aplikasi tersebut masih mengalami kendala, karena belum ditemukan material yang mempunyai

temperatur


kritis    (Tc)    mendekati


temperatur ruang. Material superkonduktor

harus mempunyai temperatur kritis (Tc), medan magnetik kritis (Hc), rapat arus kritis (Jc) dan homogenitas ukuran partikel yang tinggi. Untuk tujuan tersebut, beberapa peneliti telah melakukan berbagai cara diantaranya dengan variasi metode sintesis, variasi fluks dan variasi doping.

Pada penelitian ini dilakukan sintesis superkonduktor YBCO dengan substitusi unsur La (Lanthanum). Unsur La merupakan unsur tanah jarang (rare earth) yang bersifat magnetik sehingga substitusi tersebut diharapkan dapat menghasilkan sampel dengan medan magnetik yang lebih besar.

Proses sintesis dilakukan dengan wetmixing method dan penambahan HNO3 (asam nitrat) sebagai digest agent. Senyawa HNO3 dengan solubilitas yang tinggi diharapkan dapat berfungsi sebagai digest agent yang baik, sehingga ikatan yang terjadi bukan ikatan antar atom, tetapi ikatan antar ion

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

Material superkonduktor merupakan material yang memiliki resistansi listrik nol dibawah temperatur kritis Tc, medan magnet kritis Hc, dan rapat arus kritis Jc material tersebut (Yelfianhar, 2012). Material yang dapat dibuat menjadi superkonduktor adalah logam konduktor, semikonduktor Si dan Ge yang telah didoping, dan bahan keramik (Baquero, 2005). Bahan keramik merupakan bahan yang dapat dibuat menjadi superkonduktor dengan temperatur kritis tertinggi yaitu temperatur diatas nitrogen cair (Tc > 77K). Salah satu contoh bahan keramik yang dapat dibuat menjadi superkonduktor temperatur tinggi adalah YBCO (Yttrium Barium Cuprum Oxide) dengan temperatur kritis sekitar 90 K (Benemann, 2008).

Struktur kristal     superkonduktor

YBa2Cu3O7-δ adalah ortorombik dengan nilai δ berkisar antara 0 sampai 0.5 dengan nilai parameter kisi a, b, dan c masing-masing 3.8214 A, 3.8877 A, dan 11.693 A (Wong-Ng, dkk, 1987). Superkonduktor YBCO memiliki 2 bidang kuprat CuO2 pada struktur kristalnya dan memiliki bentuk tri-perovskite yaitu (ABX3) dimana A adalah unsur Y atau Ba, B adalah unsur Cu dan X adalah unsur O (T. Chatterji, 2006). Superkonduktor YBCO dapat disubstitusi dengan suatu unsur tertentu dengan melihat kemiripan radius ion dari unsur yang akan disubstitusi dengan unsur yang ditambahkan. Contohnya adalah substitusi unsur La pada sistem superkonduktor YBCO menjadi sistem YLBCO mengacu pada radius ion La dan Y masing-masing sebesar 1,032     dan

0,900 ̇ (Ahrens, 1952).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dalam hal proses doping adalah substitusi unsur Nd pada superkonduktor YBCO (M. Inagaki, 2006, W.G. Suharta, 2013). Sedangkan variasi metode proses sintesis seperti metode pelelehan telah dilakukan oleh M.R Koblischka (M. R. Koblischka, 2003) dan P. Diko (P. Diko, 2003)

Pada penelitian ini dilakukan sintesis superkonduktor YLBCO dengan rumus kimia Y0.5La0.5Ba2Cu3O7-∂ dengan variasi temperatur sintering yaitu 750oC, 850oC, dan 950oC dengan menggunakan wetmixing method dan penambahan HNO3 (asam nitrat) sebagai digest agent.

  • III.    METODE PENELITIAN

Proses sintesis superkonduktor YLBCO menggunakan beberapa peralatan yaitu gelas kimia, spatula, neraca elektronik, magnetic stirrer, mortar dan furnace serta menggunakan bahan-bahan Y2O3 (99.9%), 35

La2O3 (99.9%), BaCO3 (99.9%), CuO (99.9%), dan HNO3.

Bahan awal ditimbang dengan menggunakan neraca elektronik sesuai dengan perhitungan stoikiometri zat tersebut. Selanjutnya masing-masing bahan awal dilarutkan dengan asam nitrat HNO3 dan dilakukan pengadukan selama 3 jam. Kemudian semua bahan awal dicampur menjadi satu dan dilakukan pengadukan kembali selama 24 jam dan selanjutnya dipanaskan pada temperatur 100oC sampai mengerak. Senyawa berupa kerak dikalsinasi dengan menggunakan furnace pada temperatur 650oC selama 3 jam. Senyawa hasil kalsinasi disintering pada temperatur 750oC, 850oC, dan 950oC selama 1 jam. Sampel yang sudah berhasil disintesis dikarakterisasi dengan XRD, kemudian dilakukan search match (pencocokan puncak difraksi)

Gambar 3.1. Sintesis superkonduktor YLBCO.

menggunakan program Match dan analisis Rietveld (penghalusan pola difraksi) menggunakan program Rietica.

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil karakterisasi XRD sampel Y0.5La0.5Ba2Cu3O7-∂ yang diberi perlakuan temperatur sintering 750oC, 850oC, dan 950oC diperlihatkan pada Gambar 4.1. Secara umum hasil karakterisasi XRD untuk semua sampel memperlihatkan puncak-puncak tajam yang menandakan bahwa kristalisasi sudah terjadi dengan baik. Semua sampel dianalisis dengan menggunakan program Match untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada sampel. Hasil analisis menggunakan program Match memperlihatkan beberapa impuritas yaitu Barium Karbonat (BaCO3] , Barium Kuprat (BaCuO2) dan Tembaga (II) Oksida ( ). Pencocokan fasa impuritas dilakukan dengan mengambil acuan PDF nomor 00-0410373, Barium Kuprat (BaCuO2) dengan nomor 00-038-1402, dan Tembaga (II)

10    20    30    40    50    60    70    80    90

2θ

Gambar 4.1. Spektrum XRD Superkonduktor Y0.5L a0.5 B a2 Cu3 07_ g dengan variasi temperatur sintering.

Gambar 4.2. Fasa impuritas yang muncul pada masing-masing sampel superkonduktor . .

dengan variasi temperatur sintering.

Oksida (    ) dengan nomor 00-002-1040

Gambar 4.2 memperlihatkan ketiga fasa impuritas yang muncul pada masing-masing sampel dari hasil analisis Match

Pada Gambar 4.2, simbol lingkaran

(O) merupakan fasa superkonduktor, simbol persegi (□) merupakan fasa

impuritas B a C O 3, simbol belah ketupat (◊)

merupakan fasa impuritas          , dan

simbol segitiga (∆) merupakan fasa impuritas      . Dari gambar juga terlihat

bahwa penambahan temperatur sintering dari 750   sampai 950   mengakibatkan

penurunan intensitas fasa impuritas, sedangkan       pertumbuhan       fasa

superkonduktor terjadi pada penambahan temperatur dari 750    sampai 850 ,

kemudian menurun dengan penambahan temperatur sintering sampai 950 . Hal ini disebabkan temperatur pemanasan sudah melampaui titik jenuh. Dari hasil tersebut    dapat    ditentukan    bahwa

temperatur optimum pembentukan kristal superkonduktor berada diantara 850 dan 950 .

Untuk mengetahui persentase terbentuknya fasa superkonduktor dan fasa impuritas maka dilakukan perhitungan Fraksi Volume (FV) pada masing-masing sampel. Nilai yang digunakan dalam perhitungan fraksi volume material adalah jumlah intensitas senyawa superkonduktor dibagi dengan seluruh intensitas yang muncul dalam sampel. Hasil perhitungan fraksi volume untuk semua sampel diperlihatkan pada Tabel 1, Gambar 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.1. Hasil FV superkonduktor .    .               dan

impuritas        ,         dan      dengan variasi temperatur sintering

Temperatu r (oC)

Fraksi Volume (%)

.

BaCO^

BaCuO7

CuO

750

57,15

16,92

9,43

16,52

850

88,78

6,89

3,26

1,07

950

95,04

1,06

2,01

1,89


Gambar 4.3. Grafik FV fasa superkonduktor terhadap temperatur sintering superkonduktor . . .

Gambar 4.3 merupakan grafik FV fasa superkonduktor terhadap temperatur sintering, sedangkan Gambar 4.4. menunjukkan grafik FV impuritas terhadap temperatur sintering.

Hasil perhitungan memperlihatkan penambahan persentase fasa superkonduktor dengan penambahan temperatur sintering, sebaliknya persentase fraksi volume impuritas menurun dengan meningkatnya temperatur sintering. Pada penelitian ini, persentase fraksi volume tertinggi diperoleh sebesar 95.04%. Hal tersebut mengindikasikan masih terdapat fasa impuritas dalam jumlah kecil, sehingga diperlukan sintering yang lebih lama.

Untuk memperoleh nilai parameter kisi a, b, dan c serta komponen Lorentzian , maka dilakukan refinement sampel menggunakan program Rietica.

Gambar 4.4. Grafik FV impuritas terhadap temperatur sintering superkonduktor ^o .5^⅝.SBa2Cu3O7-S.

Hasil refinement semua sampel superkonduktor . .

dengan variasi temperatur sintering diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.5. Sedanngkan grafik perubahan ukuran kristal superkonduktor terhadap temperatur sintering dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Tabel 2 Nilai parameter kisi dan komponen Lorentsian super konduktor .     .               dengan variasi temperatur sintering

Temperatur Sintering (oC)

Parameter Kisi

Komponen Lorensian

a (Å)

b()

c()

750 0          

3.891178

3.912534

11.600093

0.165027

850 0          

3.886266

3.910184

11.769890

0.104094

950 0          

3.879036

3.897226

11.826884

0.100048


Gambar 4.5. Grafik parameter kisi terhadap

temperatur     sintering     superkonduktor

^O. 5^ a 0.5^α 2 Cu 3 ^ 7 - S-

Hasil refinement menunjukkan penambahan temperatur sintering mengakibatkan nilai parameter ke arah sumbu a dan b menurun, sedangkan nilai parameter ke arah sumbu c meningkat. Hal ini menandakan struktur kristal superkonduktor setelah dilakukan pemanasan lebih mendekati struktur ortorombik, yang dapat dilihat dari nilai a, b dan c/3 yang memiliki selisih semakin jauh.

Ukuran kristal masing-masing sampel superkonduktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer sebagai berikut:

λ              A

=             =

(Hl - HL,s)   (180 - 0.000784)

Daftar Lorentzian dan hasil perhitungan ukuran kristal diperlihatkan pada Tabel 4.3. sementara itu Hasil yang ditunjukkan pada

Tabel 4.3 Ukuran kristal masing-masing sampel superkonduktor

Sampel

L

Hl

Hl -H,-

D (nm)

Y0.5 La0.5Ba2Cu307 _ δ (750oC)

0.165027

0.0028788

0.0020948

74

Y0.5 Ld0.5BCi2Cu2O7 _ δ (850oC)

0.104094

0.0018159

0.0010319

149

‰ La0,^Ba2Cu3O7^5 (950oC)

0.100048

0.0017453

0.0009613

160

Gambar 4.6. Grafik ukuran kristal terhadap temperatur sintering.

Tabel 4.3 dan Gambar 4.6 menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan temperatur sintering mengakibatkan ukuran kristal sampel semakin besar. Membesarnya ukuran kristal disebabkan oleh terjadinya aglomerasi (pengelompokan partikel) akibat meningkatnya temperatur.

  • IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan:

  • 1.    Penambahan    temperatur    sintering

mengakibatkan    penambahan    fraksi

volume fasa superkonduktor.   Pada

penelitian ini, diperoleh fraksi volume

untuk sampel Y0.5La0.5Ba2Cu3O7-∂ yang diberi perlakuan temperatur sintering pada 750oC, 850oC, dan 950oC masing-masing sebesar 57.15%, 88.78% dan 95.04%.

  • 2.    Penambahan    temperatur    sintering

mengakibatkan penurunan nilai parameter kisi ke arah sumbu a dan b, sedangkan parameter kisi ke arah sumbu c meningkat. Sampel Y0.5La0.5Ba2Cu3O7-yang   diberi   perlakuan   temperatur

sintering pada 750oC, 850oC, dan 950oC diperoleh a masing-masing 3.891178 Å, 3.886266 Å, dan 3.879036 Å, b masing-masing 3.912534 Å, 3.910184 Å, dan c masing-masing 11.600093 Å, 11.769890 Å, dan 11.826884 Å.

  • 3.    Penambahan temperatur sintering juga mengakibatkan terjadinya   aglomerasi

sehingga ukuran kristal bertambah besar. Hasil perhitungan ukuran kristal untuk sampel yang disintering pada temperatur 750oC, 850oC, dan 950oC diperoleh 73 nm, 149 nm, dan 160 nm.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens, 1952, Radii for all species, abulafia.mt.ic.ac.uk.

Baquero, R., 2005, Brief Introduction to Superconductivity,   Departemento   de

Fisica, Cinvestav.

Bennemann, K.H. and J.B. Ketterson, 2008, History       of      Superconductivity:

Conventional,            High-Transition

Temperature and Novel Superconductors, Springer Volume 2.

J. Maguire, D.F, J. Yuan, D. Lindsay, D. Knoll, S. Bratt, Z. Wolff, S. Kurtz (2009), Development and Demonstration of a Fault Current Limiting HTS Cable to be Installed in the Con Edison Grid, IEEE Trans. Appl. Supercond. 19 : 1740

M. Inagaki, M. O. (2006), Internal friction and oxygen migration in NdxY1-xBa2Cu3Oy

(x=0.0-1.0) superconductors at low frequencies, Jurnal of Alloys and Compounds 408-412 : p. 223-225

M.R. Koblischka, A. Koblischka-Veneva, E.S. Reddy, G.J. Schmitz, K. Ogaswara, M. Murakami, 2003, Orientations of Y2BaCuO5 and YBCO within melt-textured and directional solidfied samples studied by EBSD, Physics C 392-396 (2003) 589-595.

P. Diko, K. Zmorayova, N. Hari Babu, D.A. Cardwell, 2003, Shape change during solidfication of bulk, single grain Y-Ba-Cu-O samples fabricated by top seeded melt growth, Physics C 398 (2003) 1-7

Putu Suardana, I Gusti Agung Putra Adnyana, Wayan Gede Suharta, 2014, Optimasi   Temperatur   dan   Waktu

Sintering Dalam Penumbuhan Kristal Superkonduktor    Sistem    NLBCO,

Simposium Fisika Nasional XXVII.

S. Mukoyama, M.Y., N. Hirano, N. Amemiya, N. Kashima, S. Nagaya, T. Izumi, Y. Shihohara (2007), Study of an YBCO HTS transmission cable systems, Physica C. Superconductivity 463-465 : p. 1150-1153

Timm, Carsten,    2012, Theory of

Superconductivity, TU Dresden, Institute of Theoretical Physics of TU Dresden.

Tixador, P.   (2010), Development of

superconducting power devices in Europe, Physica C 470: p. 971-979

W. G. Suharta, H. Mugirahardjo, S. Pratapa, D. Darmianto, S. Suasmoro, 2013, X-Ray and High Resolution Neutron Diffraction Studies       on       NdxY1-xBa2Cu3O7-δ

Superconductors,       Journal       of

Superconductivity and Novel Magnetism.

Yelfianhar, Ichwan, 2012, Superkonduktor, www.digilib.its.ac.id    [diakses    pada

tanggal 21 Maret 2015].

40