108 Jurnal Buletin Studi Ekonomi. Vol. 23 No. 1, Februari 2018

PERSEPSI AUDIT EXPECTATION GAP AUDITOR INTERNAL DENGAN AUDITEE ATAS KINERJA AUDITOR INTERNAL (Studi Pada Inspektorat Kabupaten Nagekeo)

Yuliana Tolo1

Ni Ketut Rasmini2

  • I. G. A. Made Asri Dwija Putri3

  • 1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana(Unud),Bali,Indonesia Email: [email protected]

  • 2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana(Unud),Bali,Indonesia 3Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana(Unud),Bali,Indonesia

Abstract: Perception of The Audit Expectation Gap Internal Auditor With Auditee On Performance Internal Auditors. Criticism of the performance of the internal auditor raises audit expectation gap between the public and the internal auditor. The purpose of this study is to empirically examine the audit expectation gap between the perceptions of the internal auditors with the auditees to the performance of the internal auditors related to independency, competency, ethical behavior, the audit reports, and follow-up of audit. The technique of collecting data used questionnaires and documentation. Sampling in this study usied purposive sampling techniques. Total number of samples in this study were 120 consisting of 30 internal auditors of District Inspectorate Nagekeo and 90 auditees consists of 30 heads of SKPD, 30 school heads and 30 village heads. Analysis used the Kruskal-Wallis Test. Based on the results of the test data and data analysis, it can be stated that there is audit expectation gap the perceptions independency, competency, ethical behavior, the audit reports, and follow-up of audit between of internal auditors and auditees.

Keywords: Audit Expectation gap, Internal Auditors, Auditee, Perfomance of the Internal Auditors

Abstrak: Persepsi Audit Expectation Gap Auditor Internal Dengan Auditee Atas Kinerja Auditor Internal. Banyaknya kritikan terhadap kinerja auditor internal menimbulkan audit expectation gap antara masyarakat dan auditor internal. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris audit expectation gap antara persepsi auditor internal dengan auditee terhadap kinerja auditor internal terkait independensi, kompetensi, perilaku etis, laporan hasil audit, dan tindak lanjut audit. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Total jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 120 yang terdiri atas 30 auditor internal Inspektorat Kabupaten Nagekeo dan 90 auditee terdiri atas 30 kepala SKPD, 30 kepala sekolah dan 30 kepala desa. Teknik analisis data menggunakan Kruskal-Wallis Test. Berdasarkan hasil pengujian data dan analisis data, dapat dinyatakan bahwa terdapat audit expectation gap persepsi independensi, kompetensi, perilaku etis, laporan hasil audit dan tindak lanjut audit antara auditor internal dengan auditee.

Kata Kunci: Audit Expectation Gap, Auditor Internal, Auditee, Kinerja Auditor Internal.

PENDAHULUAN

Keterpurukan perekonomian negara kita, ternyata telah membangkitkan kesadaran akan pentingnya penerapan good governance dalam sistem pemerintahan. Good Governance dalam bidang pemerintahan pada dasarnya merupakan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien, sistem peradilan yang mampu diandalkan dan juga pemerintahan yang lebih bertanggungjawab kepada rakyatnya. Tujuan terciptanya pemerintahan yang transparan, akuntabel, serta partisipatif rasanya masih terasa sulit tercapai. Meningkatnya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di daerah maupun pusat serta terdapat pelanggaran hukum lainnya menghambat peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Namun hal ini dapat diminimalisir dan dicegah dengan adanya pengawasan dari auditor internal maupun eksternal (Simatauw, 2014).

Pengawasan internal yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) mempunyai fungsi yang penting. Peraturan Pemerintah nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menegaskan bahwa pengawasan internal memiliki fungsi memberi keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, memberikan peringatan dini serta meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah serta memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

Auditor internal memiliki peran penting untuk menciptakan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah. Namun ada kemungkinan bahwa auditor tidak mampu memenuhi harapan semua users (masyarakat) sehingga menimbulkan audit expectations gap antara auditor dengan pengguna laporan keuangan terkait persepsi tanggungjawab auditor (Siddiqui et al., 2008). Auditor tidak akan memiliki nilai tambah dan juga tidak akan efektif ketika

ada perbedaan persepsi apa yang diharapkan auditee dengan apa yang dilakukan auditor. Profesi auditor diklaim melindungi semua pemangku kepentingan tetapi sayangnya tidak cukup untuk memenuhi harapan mereka (Ebimobowei, 2010).

Audit expectation gap merupakan persoalan yang krusial terkait dengan fungsi audit independen dan memiliki implikasi yang signifikan pada perkembangan standar dan praktek audit (Lin dan Chen, 2004). Audit expectation gap dapat didefinisikan sebagai perbedaan apa yang diharapkan publik dari auditor dalam melaksanakan pekerjaannya. Audit expectation gap amat penting untuk pekerjaan audit karena semakin tinggi harapan publik yang tidak terpenuhi, semakin mengurangi kredibilitas terkait dengan profesi auditor (Lee et al., 2009).

Pemerintah Kabupaten Nagekeo terbentuk sebagai daerah otonom baru sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada usia yang relatif muda, banyak terjadi kasus-kasus korupsi yang menjerat beberapa pejabat daerah (Kelen, 2014; 2015a; 2015b). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi yang menjerat beberapa pejabat daerah, temuan berulang BPK yang sebelumnya tidak terdeteksi oleh inspektorat, opini WDP dari BPK yang belum mengalami peningkatan ke WTP sejak tahun 2010, serta rendahnya hasil tindak lanjut temuan audit menjadi perhatian masyarakat di Kabupaten Nagekeo. Hal ini menimbulkan pertanyaan dari publik mengenai kinerja auditor internal pemerintah dalam tanggungjawabnya melakukan pengawasan internal atau yang melakukan tindakan preventif terkait dengan upaya mengurangi praktik-praktik yang dapat merugikan masyarakat. Adanya pertanyaan, tuntutan, dan komplain terhadap kinerja auditor pemerintah menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja auditor internal pemerintah daerah.

Peningkatan kritik terhadap kinerja auditor disebabkan oleh banyaknya skandal keuangan seperti korupsi dan kegagalan auditor internal dalam melaksanakan

perannya sebagai pihak yang melakukan tindakan preventif. Profesi audit yakin bahwa peningkatan isu-isu sosial dan kritik terhadap auditor dapat dikaitkan dengan kesenjangan harapan audit (Fowzia, 2010). Lingkungan audit yang penuh dengan kritikan terhadap kinerja auditor sudah merupakan karakteristik dari lingkungan audit saat ini (Porter, 1993). Menurut Porter, penyebab meningkatnya kritikan terhadap profesi audit karena kesenjangan harapan terhadap kinerja auditor. Kesenjangan terhadap kinerja auditor merupakan kesenjangan antara masyarakat maupun pengguna jasa auditor terhadap auditor maupun kinerja auditor seperti yang dirasa atau yang dialami masyarakat maupun pengguna jasa auditor (Porter, 1993; Dana, 2011).

Jabbarzadeh et al., (2012) mengungkapkan bahwa permasalahan audit expectation gap berasal dari perbedaan auditor’s features yang dapat mempengaruhi pelaksanaan audit yang dilakukan oleh auditor, yaitu dalam hal independensi, pengetahuan dan pengalaman, kerahasiaan dan jauh dari penilaian bias. Swift dan Dando (2002) menunjukkan bahwa kesenjangan harapan audit bisa disebabkan dari salah satu faktor berikut antara lain: (1) kurangnya kompetensi teknis, (2) ketepatan waktu dan relevansi komunikasi auditor, (3) kurangnya independensi, dan (4) komitmen rendah untuk kepentingan umum. Menurut Humphrey et al. (1992) terdapat beberapa permasalahan yang berhubungan dengan audit expectation gap, yaitu: (1) tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan, (2) independensi auditor, (3) pelaporan kepentingan publik, dan (4) maksud atau arti laporan audit. Sedangkan menurut Guy dan Sullivan (1988) perbedaan harapan publik dan auditor dapat terjadi terjadi dalam hal: (1) deteksi kecurangan dan tindakan ilegal, (2) perbaikan keefektifan audit, dan (3) pengkomunikasian hasil audit yang lebih intensif kepada publik dan komite audit.

Penelitian terkait audit expectation gap sektor publik antara auditor internal dengan auditee pernah dilakukan oleh Hutabarat dan

Yuyetta (2013) yang menyatakan tidak terdapat expectation gap antara auditor inspektorat dengan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait akuntabilitas, independensi, kompetensi, bukti audit dan audit kinerja, namun terdapat expectation gap dari sisi materialitas audit dan pelaporan audit. Selain itu Yudaruddin (2013) yang meneliti persepsi auditor inspektorat dan auditee di lingkungan pemerintah kota Balikpapan menunjukan terdapat audit expectation gap antara auditor inspektorat dengan auditee terkait independensi, kompetensi profesional, dan pengawasan. Sedangkan Simatauw (2014) menemukan bahwa (1) terdapat audit expectation gap antara auditor inspektorat dengan auditee terkait pelaksanaan dan tindak lanjut audit, dan (2) tidak terdapat audit expectation gap antara auditor inspektorat dengan auditee terkait hasil audit.

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat audit expectation gap persepsi auditor internal dengan auditee atas kinerja auditor internal terkait independensi, kompetensi, perilaku etis, laporan hasil audit dan tindak lanjut audit. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris audit expectation gap persepsi auditor internal dengan auditee atas kinerja auditor internal terkait independensi, kompetensi, perilaku etis, laporan hasil audit dan tindak lanjut audit.

Teori atribusi merupakan sebuah teori yang menjelaskan bagaimana cara seseorang menginterprestasikan terjadinya suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya. Teori atribusi pertama kali diperkenalkan oleh Heider (1958). Heider berpendapat bahwa setiap pribadi pada intinya merupakan pseudo scientist atau seorang ilmuwan semu yang selalu berusaha mengerti perilaku orang lain dengan cara mengumpulkan serta memadukan bagian-bagian informasi dan sampai mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal mengenai sebab seseorang berperilaku tertentu. Menurut Heider perilaku seseorang ditentukan oleh perpaduan antara internal forces (kekuatan internal) yaitu semua faktor yang berasal dari dalam diri setiap orang

misalnya kemampuan ataupun usaha dan external forces (kekuatan eksternal) yaitu semua faktor yang berasal dari luar misalnya kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan.

Audit expectation gap untuk pertama kali diperkenalkan oleh Ligio (1974) yang mendefinisikan bahwa audit expectation gap merupakan perbedaan pandangan mengenai tingkatan kinerja yang diharapkan antara akuntan independen dengan pengguna laporan keuangan, seperti direktur keuangan, analis keuangan, analis investasi, dan jurnalis investasi. Audit expectation gap merupakan perbedaan antara apa yang diharapkan masyarakat harus dilakukan auditor dan apa yang auditor lakukan (Agyei et al., 2013). Persepsi publik dari suatu tanggung jawab auditor berbeda dengan profesinya dan perbedaan ini dikenal sebagai expectation gap (Salehi, 2009). Porter (1993) mengemukakan bahwa expectation gap yang terjadi terdiri atas dua komponen utama, yaitu Reasonableness gap dan Performance gap. Audit Expectation gap merupakan suatu masalah bagi profesi akuntan publik yang senantiasa muncul dalam bidang auditing dan merupakan kendala bagi perkembangan profesi auditor. Audit Expectation Gap diharapkan tidak terjadi sehingga dapat menekan potensi yang bisa mengurangi kredibilitas proses dan hasil audit (Ihendinihu dan Robert, 2013).

Independensi artinya sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain. Independensi auditor pemerintah merupakan suatu sikap yang tidak berpihak kepada kepentingan siapapun dalam melaksanakan tugas audit. Auditor pemerintah dituntut untuk memiliki sikap yang jujur kepada manajemen ataupun pihak lainnya seperti para pemakai laporan keuangan (Mulyadi, 2002:26).

Penelitian yang dilakukan oleh Rusliyawati & Halim (2008) menemukan adanya audit expectation gap antara pemakai laporan keuangan dengan auditor pemerintah dari sisi independensi. Yudaruddin (2013) meneliti mengenai persepsi auditor internal dan auditee menemukan terdapat expectation

gap antara auditor internal dan auditee terkait dengan independensi di Inspektorat Kota Balikpapan. Penelitian lain yang juga mengatakan adanya eksistensi expectation gap dilihat dari sisi independensi auditor telah dilakukan Al Haq (2012) dan Yandi (2014).

Persepsi auditor inspektorat mengenai independensinya akan dipengaruhi oleh kewajiban untuk memenuhi standar independensi sesuai Standar Audit dan Kode Etik APIP. Jika auditor mempersepsikan dirinya independen, sedangkan auditee mempersepsikan para auditor tersebut kurang independen, maka telah terjadi kesenjangan harapan audit antara kedua pihak tersebut. Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:

H1 : Terdapat audit expectation gap persepsi independensi antara auditor internal dengan auditee

Kompetensi tidak bisa dipisahkan dari adanya suatu keahlian. Keahlian merupakan pengetahuan dan keterampilan prosedural yang dimiliki seseorang yang ditunjukkan dalam pengalaman audit (Bedard, 1989). Penelitian Yudaruddin (2013) menunjukan adanya perbedaan audit expectation gap antara auditor inspektorat dengan auditee terkait kompetensi. Auditor mempunyai persepsi yang lebih positif terkait isu kompetensi dibandingkan auditee antara lain disebabkan faktor pendidikan dan pengalaman.

Penelitian Nugroho (2004) dan Rusliyawati & Halim (2006) juga menyatakan terdapat audit expectation gap antara auditor pemerintah dengan pengguna laporan keuangan pemerintah terkait dengan kompetensi. Jika para auditor inspektorat mempersepsikan dirinya cukup kompeten, sedangkan auditee mempersepsikan bahwa para auditor inspektorat belum cukup kompeten, maka telah terjadi kesenjangan harapan audit di antara kedua pihak, sehingga dapat dihipotesiskan:

H2 : Terdapat audit expectation gap persepsi kompetensi antara auditor internal dengan auditee

Defenisi Etika (ethics) secara umum merupakan serangkaian prinsip atau suatu nilai moral (Arens, 2006:98). Semua orang

memiliki masing-masing perangkat nilai, sekalipun sulit diungkapkan secara eksplisit. Karakteristik nilai-nilai yang berkaitan dengan perilaku etis adalah nilai kejujuran, nilai integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan, kepedulian terhadap orang lain, menjadi warga yang bertanggungjawab, pencapaian yang terbaik, serta ketanggunggugatan. Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional adalah pentingnya kepercayaan masyarakat akan mutu jasa yang disediakan oleh profesi audit tanpa melihat individu penyedia jasa tersebut. Tingkat kepercayaan publik atas mutu jasa profesional akan semakin tinggi apabila profesi audit mendorong standar kinerja dan perilaku yang baik di pihak seluruh praktisi (Arens, 2006:105).

Audit yang bermutu merupakan hal yang amat penting dalam memberikan jaminan bahwa profesi auditor akan bertanggung jawab kepada penanam modal (investor), publik dan eksekutif serta berbagai pihak lain yang membutuhkan kredibilitas laporan keuangan yang sudah diaudit (Widagdo, 2002). Maka apabila auditee berpersepsi bahwa auditor memiliki perilaku etis yang tinggi setelah memperhatikan sikap yang diberikan oleh seorang auditor selama melakukan pekerjaan audit, kecenderungan auditee akan menilai bahwa tim audit tersebut berkualitas dan memberikan kepuasan kepada auditee. Jika para auditor inspektorat mempersepsikan dirinya sudah berperilaku etis sedangkan auditee mempersepsikan bahwa para auditor inspektorat belum cukup etis dalam berperilaku maka telah terjadi kesenjangan harapan audit di antara kedua pihak, sehingga dapat dihipotesiskan:

H3 : Terdapat audit expectation gap persepsi perilaku etis auditor antara auditor internal dengan auditee

Salah satu tahap audit yang terpenting yang merupakan akhir dari suatu pekerjaan audit adalah laporan hasil audit. Setiap tahapan kegiatan audit akan selalu memberi dampak psikologis bagi auditor maupun auditee. Laporan audit adalah sarana komunikasi yang efektif dan memiliki pengaruh psikologis baik pengaruh positif maupun negatif bagi setiap

auditor dan auditee, khususnya bagi individu yang terlibat selama pelaksanaan audit. Apabila auditee atau pihak terkait lainnya tidak menindaklanjuti sebuah saran yang diberikan oleh auditor artinya efektifitas komunikasi tertulis belum berjalan secara baik.

Auditor mempersepsikan bahwa pelaporan audit telah memenuhi standar audit APIP, sedangkan auditee mempersepsikan bahwa pelaporan audit auditor internal belum sesuai dengan harapan. Hal ini sejalan dengan hasil riset-riset sebelumnya, antara lain Chowdhury et al. (2005) yang menunjukkan adanya kesenjangan harapan audit dari sisi pelaporan di antara auditor CAG (Comptroller and Auditor General’s/ auditor sektor publik) dan anggota PAC (Public accounts Committee/ Komite Akuntan Publik).

Laporan hasil pemeriksaan yang diberikan oleh auditor internal tidak selamanya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh auditee maka menimbulkan perbedaan keinginan atau sebutan lain yaitu audit expectation gap. Jika para auditor inspektorat mempersepsikan dirinya sudah memberikan laporan hasil audit sesuai standar audit APIP, sedangkan auditee mempersepsikan bahwa laporan audit yang diberikan belum sesuai dengan harapan maka telah terjadi kesenjangan harapan audit di antara kedua pihak, sehingga dapat dihipotesiskan:

H4 : Terdapat audit expectation gap persepsi laporan hasil audit antara auditor internal dengan auditee

Tindak lanjut audit merupakan sebuah proses penentuan kecukupan, keefektifan serta ketepatan waktu tindakan-tindakan perbaikan yang dilaksanakan oleh manajemen terhadap saran dari temuan-temuan audit yang dilaporkan termasuk temuan yang didapat auditor internal ataupun eksternal (Akmal, 2006). Pada keadaan tertentu pelaksanaan tindak lanjut merupakan bagian dari kegiatan audit yang dilaksanakan kemudian.

Dwiputrianti (2008) berpendapat bahwa dengan melakukan tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi seperti yang disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan menunjukkan kualitas dari suatu laporan

hasil audit dan laporan tersebut menjadi lebih efektif apabila saran/rekomendasi tersebut dilaksanakan oleh manajemen unit organisasi yang telah diaudit. Selain itu Umar (2012) berpendapat bahwa dengan adanya masukan dari auditor, para pengambil kebijakan bisa menghentikan dan melakukan pencegahan pengulangan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, serta pemborosan.

Proses pemantauan tindak lanjut hasil audit yang telah dilakukan auditor internal tidak selamanya sesuai dengan apa yang harapkan oleh auditee dan hal ini menimbulkan perbedaan keinginan antara kedua pihak yang biasa disebut audit expectation gap. Jika para auditor inspektorat mempersepsikan dirinya sudah melakukan pemantauan dan mendorong tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasinya sedangkan auditee mempersepsikan auditor internal kurang peduli dengan tindak lanjut temuan audit maka telah terjadi kesenjangan harapan audit di antara kedua pihak, sehingga dapat dihipotesiskan:

H5 : Terdapat audit expectation gap persepsi tindak lanjut audit antara auditor internal dengan auditee

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada Inspektorat Kabupaten Nagekeo dan instansi-instansi yang merupakan obyek pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Nagekeo tahun 2014 dan 2015 (Satuan Kerja Perangkat Daerah, Desa dan Sekolah). Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu mulai tanggal 04 Agustus s.d 04 Oktober 2016.

Adapun populasi penelitian ini terdiri atas SKPD, desa dan sekolah yang masuk dalam Daftar Obyek Pemeriksaan (DOP) Inspektorat Kabupaten Nagekeo sebanyak 374 obyek dan Pegawai Negeri Sipil di Inspektorat Kabupaten Nagekeo sebanyak 36 orang. Populasi terbagi atas dua kelompok yang berbeda. Kelompok populasi pertama dalam penelitian ini adalah auditee dan kelompok kedua adalah auditor internal inspektorat.

Metode purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang

digunakan untuk penelitian ini dimana sampel terpilih didasarkan atas kriteria berupa suatu pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011:122). Auditee yang dijadikan sampel adalah obyek audit inspektorat Kabupaten Nagekeo yang diperiksa pada tahun 2014 dan 2015. Auditor internal yang dijadikan sampel adalah Pejabat Fungsional Auditor (PFA) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) lainnya yang mempunyai sertifikat diklat Jabatan Fungsional Auditor (JFA) atau diklat teknis pengawasan dan ditugaskan untuk melakukan audit, reviu, evaluasi dan tugas pengawasan internal lainnya pada Inspektorat Kabupaten Nagekeo.

Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu Independensi Auditor Internal (X1), Kompetensi Auditor Internal (X2), Perilaku Etis Auditor Internal (X3), Laporan Hasil Audit (X4), dan Tindak Lanjut Audit (X5).

Independensi auditor adalah sikap mental bebas dari berbagai pengaruh, tidak dapat dikendalikan oleh pihak lain, tidak bergantung pada orang lain dan kejujuran auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif dalam merumuskan serta menyatakan opininya (Mulyadi, 2002). Instrumen dan indikator variabel independensi yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dan dikembangkan dari instrumen penelitian sebelumnya oleh Yandi (2014) dan Rusliyawati dan Halim (2008) yang juga dikembangkan dan diterjemahkan dari penelitian yang dilakukan oleh Chowdhury (2005) di Banglades.

Kompetensi auditor adalah pengetahuan maupun pengalaman di bidang auditing dan akuntansi yang dimiliki auditor (Christiawan, 2002). Instrumen dan indikator variabel kompetensi dalam penelitian ini dikembangkan dengan cara mengadopsi instrumen penelitian sebelumnya oleh Yandi (2014) dan Rusliyawati dan Halim (2008) yang juga dikembangkan dan diterjemahkan dari penelitian yang dilakukan oleh Chowdhury di Banglades.

Perilaku etis auditor artinya seorang auditor harus berperilaku sesuai dengan kode etik yang sudah ditetapkan. Pekerjaan audit

harus berdasarkan pada standar audit dan seorang auditor harus patuh pada kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Instrumen dan indikator variabel perilaku etis dalam penelitian ini dikembangkan dengan cara mengadopsi instrumen penelitian sebelumnya oleh Lubis (2009).

Laporan Hasil Audit merupakan suatu kegiatan audit yang dilaksanakan dalam menyampaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam suatu periode waktu tertentu (Arens, 2011). Instrumen dan indikator variabel kompetensi dalam penelitian ini dikembangkan dengan cara mengadopsi instrumen penelitian sebelumnya oleh Yandi (2014) dan Rusliyawati dan Halim (2008) yang juga dikembangkan dan diterjemahkan dari penelitian yang dilakukan oleh Chowdhury di Banglades.

Tindak Lanjut Audit adalah suatu kegiatan audit yang dilakukan dalam memberi kepastian bahwa tindakan yang benar sudah dilakukan oleh auditee sesuai saran dan rekomendasi (Permen PAN). Standar Audit APIP menegaskan bahwa auditor harus terus melakukan pemantauan serta mendorong tindak lanjut atas temuan beserta saran/ rekomendasi yang diberikan. Apabila temuan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh auditee namun tidak sesuai dengan saran yang diberikan, maka auditor diharuskan melakukan penilaian terhadap efektifitas penyelesaian tindak lanjut tersebut. Instrumen dan indikator variabel tindak lanjut audit dalam penelitian ini dikembangkan dengan cara mengadopsi instrumen penelitian sebelumnya oleh Efendy (2010).

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik kuesioner, wawancara dan studi dokumentasi. Responden diminta untuk menjawab dengan memilih di antara lima jawaban mulai dari sangat setuju sampai ke jawaban sangat tidak setuju. Penelitian ini menggunakan skala dasar pengukuran likert memakai urutan skala lima dengan kriteria: Sangat setuju=5, Setuju=4, Netral=3,

Tidak setuju=2, Sangat tidak setuju (STS)= 1. Alasan digunakan skala Likert 5 dengan pilihan ”netral” adalah untuk mengindikasi item pernyataan dalam kuesioner yang tidak dimengerti dan tidak diketahui oleh partisipan.

Uji validitas digunakan untuk menunjukan tingkat kevalidan sebuah instrument penelitian. Suatu instrumen dinyatakan valid jika instrumen tersebut dapat dipakai untuk mengukur sesuatu yang semestinya diukur (Sugiyono, 2011:172). Pengujian validitas bisa dilaksanakan dengan melakukan perhitungan korelasi antara skor dari tiap-tiap butir pernyataan dengan total skor (analisis pearson correlation). Syarat minimum sebuah kuesioner dalam memenuhi unsur validitas apabila r bernilai ≥ 0,03 (Sugiyono, 2011:178).

Uji reliabilitas dipakai dalam mengukur kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel atau konstruk (Ikhsan, 2008:213). Tingkat keandalan atau reliabilitas sebuah instrumen menunjukan sampai sejauh mana sebuah pengukuran akan bisa memberi suatu hasil yang konsisten apabila dilakukan pengukuran kembali pada gejala yang sama (Sugiyono, 2011:173). Sebuah variabel atau konstruk dinyatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha ≥ 0,60 (Ghozali, 2009:46).

Hipotesis pada penelitian ini diuji dengan menggunakan Kruskal-Wallis Test. Kruskal-Wallis Test merupakan suatu alternatif pengujian statistik non-parametrik analisis varian satu jalur (One Way ANOVA) yang mana nilai data diganti dengan ranking. Analisis ini amat bermanfaat dalam penentuan apakah k sampel independen berasal dari populasi yang tidak sama. Uji Kruskal Wallis digunakan kerena yang diuji adalah signifikansi dari hipotesis komparatif lebih dari 2 sampel independen, datanya berbentuk ordinal, dan berukuran tidak sama (Sugiyono, 2011:146).

Adapun prosedur untuk perhitungan uji Kruskal Wallis test adalah dengan mengkombinasikan seluruh case dari seluruh grup dan dibuat ranknya. Untuk masing-masing grup, rank-rank tersebut dijumlahkan, dan

statistik Kruskal Wallis dihitung dari jumlah-jumlah yang dihasilkan tersebut (Sulaiman, 2002:55). Keputusan yang dibuat didasarkan atas perbandingan antara nilai Asymp.Sig. dengan tingkat signifikansi (alpha=0,05) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

  • (1)    Jika: Asymp. Sig ≤ 0,05 maka hipotesis yang diajukan (Ha) diterima.

  • (2)    Jika: Asymp. Sig > 0,05 maka hipotesis yang diajukan (Ha) ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan data dan penyebaran kuesioner dilaksanakan dalam kurun waktu dua bulan yaitu sejak bulan Agustus sampai bulan September 2016. Dari 120 kuesioner yang disebar, tingkat pengembaliannya mencapai 100%. Auditor internal pada Inspektorat Kabupaten Nagekeo dan auditee yaitu Kepala SKPD, Kepala Sekolah dan Kepala Desa pada Pemerintah Kabupaten Nagekeo dijadikan sebagai responden pada penelitian ini.

Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan nilai pearson correlation dari masing-masing butir pernyataan dalam kuesioner yang diperoleh dengan bantuan SPSS ver. 22, didapatkan hasil yang nilainya berada di atas 0,30. Artinya bahwa seluruh

pernyataan dalam kuesioner tersebut dinyatakan valid sehingga bisa dipakai dalam penelitian ini sebab nilai pearson correlation dari setiap instrumen lebih besar dari rkritis (0,30).

Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel apabila memberikan nilai Cronbach’s Alpha ≥ 0,60 (Ghozali, 2009:46). Cronbach’s Alpha instrument penelitian ini bernilai dalam kisaran antara 0,735 sampai dengan 0,923. Dengan nilai cronbach’s alpha tersebut bisa dibuat simpulan bahwa instrument yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.

Mean rank yang menunjukan ranking masing-masing responden untuk variabel Independensi Auditor Internal (X1) tersaji dalam Tabel 1.

Responden auditor internal memiliki nilai mean rank yang lebih besar dibandingkan dengan auditee yakni 80,18 berbanding 53,94. Hal ini menggambarkan bahwa ekspektasi terhadap independensi auditor dari auditee lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor internal. Kepala SKPD menghasilkan nilai mean rank terkecil sebesar 48,65. Nilai mean rank terbesar untuk variabel independensi adalah auditor internal inspektorat yakni sebesar 80,18. Hasil

Tabel 1

Mean Rank Variabel Independensi Auditor Internal (X1)

Auditee          n Mean Rank Auditor Internal n

Mean Rank

Kepala SKPD      30  48,65       Auditor Internal 30

Inspektorat

80,18


Kepala Sekolah 30  51,40

Kepala Desa       30  61,77

Total               90  ∑:3 = 53,94                     30

80,18

Sumber: Data diolah, 2016


Tabel 2

Hasil Pengujian Hipotesis 1

Variabel          Chi-Square df    Asymp.Sig.

Independensi    15,751       3           0,001

Auditor Internal

(X1)

Sumber: Data diolah, 2016


pengujian hipotesis 1 dengan menggunakan Kruskal-Wallis Test terlihat dalam Tabel 2.

Hasil pengujian hipotesis 1 untuk variabel independensi auditor internal menunjukan nilai Asymp.Sig. ≤ 0,05 maka Ha diterima artinya terdapat audit expectation gap persepsi independensi antara auditor internal dengan auditee.

Auditor internal memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan auditee disebabkan oleh faktor pendidikan. Pendidikan baik formal ataupun informal yang diperoleh auditor meningkatkan pemahaman yang lebih baik tentang standar independensi dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab profesinya sebagai seorang auditor. Sedangkan auditee mempunyai persepsi yang lebih negatif mengenai independensi auditor internal karena pendidikan yang terbatas. Auditee tidak mengetahui tentang standar audit internal pemerintah sehingga pemahaman tentang independensi auditor internal sangatlah kurang. Selain itu auditee beranggapan bahwa posisi organisasi auditor internal (inspektorat) yang berada di bawah kendali pemerintah daerah dapat mengganggu independensinya dalam pelaksanaan tugas

audit.

Mean rank yang menunjukan ranking masing-masing responden untuk variabel Kompetensi Auditor Internal (X2) tersaji dalam Tabel 3.

Responden auditor internal memiliki nilai mean rank yang lebih besar dibandingkan dengan auditee yakni 92,30 berbanding 49,90. Hal ini menggambarkan bahwa ekspektasi terhadap kompetensi auditor dari responden auditee lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor internal. Kepala sekolah menghasilkan nilai mean rank terkecil yaitu sebesar 38,75. Nilai mean rank terbesar pada variabel kompetensi adalah auditor internal inspektorat yakni sebesar 92,30. Hasil dari pengujian hipotesis 2 dengan menggunakan Kruskal-Wallis Test terlihat dalam Tabel 4.

Hasil pengujian hipotesis 2 untuk variabel kompetensi auditor internal menunjukan nilai Asymp.Sig. ≤ 0,05 maka Ha diterima artinya terdapat audit expectation gap persepsi kompetensi antara auditor internal dengan auditee.

Auditor internal memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan auditee disebabkan oleh faktor pengetahuan

Tabel 3

Mean Rank Variabel Kompetensi Auditor Internal (X2)


Auditee           n Mean Rank Auditor Internal n

Mean Rank

SKPD            30 47,25       Auditor Internal 30

Inspektorat

92,30

Sekolah           30 38,75


Desa             30 63,70

Total              90 ∑:3 = 49,90                   30

92,30

Sumber: Data diolah, 2016


Tabel 4

Hasil Pengujian Hipotesis 2

Variabel          Chi-Square df    Asymp.Sig.

Kompetensi    42,022       3          0,001

Auditor (X2)


maupun pengalaman yang dimiliki. Pendidikan baik formal ataupun informal yang diperoleh auditor, meningkatkan pemahaman yang lebih baik tentang standar kompetensi dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab profesinya sebagai seorang auditor. Pengalaman yang diperoleh juga meningkatkan ketrampilan auditing seorang auditor internal. Sedangkan auditee mempunyai persepsi yang lebih negatif tentang kompetensi auditor internal karena pendidikan yang diperolehnya terbatas. Auditee tidak mengetahui tentang standar kompetensi auditor internal pemerintah sehingga pemahaman tentang kompetensi auditor internal sangatlah kurang.

Mean rank yang menunjukan ranking masing-masing responden untuk variabel Perilaku Etis Auditor Internal (X3) tersaji dalam Tabel 5.

Responden auditor internal memiliki nilai mean rank yang lebih besar dibandingkan dengan auditee yakni 88,68 berbanding 51,11. Hal ini menggambarkan bahwa ekspektasi terhadap perilaku etis auditor dari auditee lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor internal. Kepala SKPD menghasilkan nilai mean rank terkecil yaitu sebesar 46,10.

Nilai mean rank terbesar pada variabel perilaku etis adalah auditor internal inspektorat yakni sebesar 88,68. Hasil dari pengujian hipotesis 3 dengan menggunakan Kruskal-Wallis Test terlihat dalam Tabel 6.

Hasil pengujian hipotesis 3 untuk variabel perilaku etis auditor internal menunjukan nilai Asymp.Sig. ≤ 0,05 maka Ha diterima artinya bahwa terdapat audit expectation gap persepsi perilaku etis antara auditor internal dengan auditee.

Auditor internal memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan auditee disebabkan oleh faktor pengetahuan maupun pengalaman. Pendidikan baik formal ataupun informal yang diperoleh auditor meningkatkan pemahaman yang lebih baik tentang standar etika dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab profesinya sebagai seorang auditor. Sedangkan auditee memiliki persepsi yang lebih negatif mengenai perilaku etis auditor internal karena pendidikan yang dimiliki terbatas. Auditee tidak mengetahui tentang standar etika auditor internal pemerintah sehingga pemahaman tentang perilaku etis auditor internal sangatlah kurang.

Mean rank yang menunjukan ranking

Tabel 5

Mean Rank Variabel Perilaku Etis Auditor Internal (X3)


Auditee

n

Mean Rank

Auditor Internal

n

Mean Rank

SKPD

30

46,10

Auditor Internal

30

88,68

Sekolah

30

49,82

Desa

30

57,40

Total

90

∑:3 = 51,11

30

88,68

Sumber: Data diolah, 2016


Tabel 6

Hasil Pengujian Hipotesis 3

Variabel          Chi-Square df    Asymp.Sig.

Perilaku Etis     28,821       3            0,000

Auditor (X3)


masing-masing responden untuk variabel Laporan Hasil Audit (X4) tersaji dalam Tabel 7

Responden auditor internal memiliki nilai mean rank yang lebih besar dibandingkan dengan auditee yakni 85,20 berbanding 52,27. Hal ini menggambarkan bahwa ekspektasi terhadap laporan hasil audit dari auditee lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor internal. Kepala SKPD menghasilkan nilai mean rank terkecil dengan nilai sebesar 45,13. Sedangkan nilai mean rank terbesar dalam variabel laporan hasil audit adalah auditor internal inspektorat yakni sebesar 85,20. Hasil dari pengujian hipotesis 4 dengan menggunakan Kruskal-Wallis Test terlihat dalam Tabel 8.

Hasil pengujian hipotesis 4 untuk variabel laporan hasil audit menunjukan nilai Asymp.Sig. ≤ 0,05 maka Ha diterima artinya bahwa terdapat audit expectation gap persepsi laporan hasil audit antara auditor internal dengan auditee.

Auditor internal memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan auditee disebabkan oleh faktor pengetahuan maupun

pengalaman. Pendidikan baik formal ataupun informal yang diperoleh auditor meningkatkan pemahaman yang lebih baik tentang standar laporan hasil audit dalam pelaksanaan tugas maupun tanggung jawab terhadap profesinya sebagai seorang auditor internal. Selain itu pengalaman yang diperoleh auditor internal dapat juga meningkatkan ketrampilan dalam bidang auditing seorang auditor. Sedangkan auditee mempunyai persepsi yang lebih negatif tentang laporan hasil audit sebab pendidikan yang dimiliki terbatas. Auditee tidak mengetahui tentang standar pelaporan sehingga pemahaman tentang laporan hasil audit sangatlah kurang.

Mean rank yang menunjukan ranking masing-masing responden untuk variabel Tindak Lanjut Audit (X5) tersaji dalam Tabel 9.

Responden auditor internal memiliki nilai mean rank yang lebih besar dibandingkan dengan auditee yakni 85,03 berbanding 52,32. Hal ini menggambarkan bahwa ekspektasi terhadap tindak lanjut audit dari populasi auditee lebih besar dari pada apa yang telah dilakukan oleh auditor internal. Kepala

Tabel 7

Mean Rank Variabel Laporan Hasil Audit Internal (X4)


Auditee

n

Mean Rank

Auditor Internal

n

Mean Rank

SKPD

30

45,13

Auditor Internal

30

85,20

Sekolah

Desa Total

30

30

90

52,97

58,70

∑:3 = 52,27

Inspektorat

30

85,20

Sumber: Data diolah, 2016


Tabel 8

Hasil Pengujian Hipotesis 4

Variabel          Chi-Square df    Asymp.Sig.

Laporan Hasil    22,661       3           0,000

Audit (X4)


SKPD menghasilkan nilai mean rank terkecil dengan nilai 45,13. Sedangkan nilai mean rank terbesar pada variabel tindak lanjut audit adalah auditor internal inspektorat yakni sebesar 85,03. Hasil dari pengujian hipotesis 5 dengan menggunakan Kruskal-Wallis Test terlihat pada Tabel 10.

Hasil pengujian hipotesis 5 untuk variabel tindak lanjut audit menunjukan nilai Asymp.Sig. ≤ 0,05 maka Ha diterima artinya bahwa terdapat audit expectation gap persepsi tindak lanjut audit antara auditor internal dengan auditee.

Auditor internal memiliki persepsi yang lebih positif dibandingkan dengan auditee disebabkan oleh faktor pengetahuan maupun pengalaman. Pendidikan baik formal ataupun informal yang diperoleh auditor meningkatkan pemahaman yang lebih baik tentang standar tindak lanjut dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab profesinya sebagai seorang auditor. Pengalaman yang diperoleh juga meningkatkan ketrampilan dalam bidang auditing seorang auditor. Sedangkan auditee mempunyai persepsi yang lebih negatif sehubungan dengan tindak lanjut audit

dikarenakan pendidikan yang diperoleh terbatas. Auditee tidak mengetahui tentang standar tindak lanjut sehingga pemahaman tentang tindak lanjut hasil audit sangatlah kurang.

SIMPULAN DAN SARAN

Didasarkan atas hasil pengujian, analisis serta bahasan yang telah dibuat dalam menjawab permasalahan penelitian ini, maka bisa disimpulkan, terdapat audit expectation gap yang signifikan antara auditor internal dengan auditee terkait mengenai independensi auditor internal. Hal ini berarti bahwa hipotesis pertama terbukti terdapat audit expectation gap persepsi independensi antara auditor internal dengan auditee. Terdapat audit expectation gap yang signifikan antara auditor internal dengan auditee terkait mengenai kompetensi auditor internal. Hal ini berarti bahwa hipotesis kedua terbukti terdapat audit expectation gap persepsi kompetensi antara auditor internal dengan auditee. Terdapat audit expectation gap yang signifikan antara auditor internal dengan auditee terkait mengenai perilaku etis auditor internal. Hal ini berarti

Tabel 9

Mean Rank Variabel Laporan Hasil Audit Internal (X5)


Auditee

n

Mean Rank

Auditor Internal

n

Mean Rank

SKPD

30

45,13

Auditor Internal

30

85,03

Sekolah

Desa Total

30

30

90

48,20

63,63

∑:3 = 52,32

Inspektorat

30

85,03

Sumber: Data diolah, 2016


Tabel 10

Hasil Pengujian Hipotesis 5

Variabel

Chi-Square df

Asymp.Sig.

Tindak Lanjut

Audit (X5)

26,868       3

0,000


bahwa hipotesis ketiga terbukti terdapat audit expectation gap persepsi perilaku etis antara auditor internal dengan auditee. Terdapat audit expectation gap yang signifikan antara auditor internal dengan auditee terkait mengenai pelaporan hasil audit. Hal ini berarti bahwa hipotesis keempat terbukti terdapat audit expectation gap persepsi laporan hasil audit antara auditor internal dengan auditee. Terdapat audit expectation gap yang signifikan antara auditor internal dan auditee terkait mengenai tindak lanjut audit. Hal ini berarti bahwa hipotesis kelima terbukti terdapat audit expectation gap persepsi tindak lanjut audit antara auditor internal dengan auditee.

Saran yang ingin disampaikan bagi auditor internal dan peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang ini bahwa dengan masih terjadinya audit expectation gap terhadap kinerja auditor yang terkait dengan independensi, kompetensi, perilaku etis, laporan hasil audit dan tindak lanjut audit, maka diharapkan auditor internal inspektorat dapat lebih mengomunikasikan kepada auditee bukan hanya sebatas temuan-temuan audit tetapi juga hal-hal lain, seperti sampai sejauh mana batasan peran dan tanggung jawab auditor internal, standar kerja auditor internal, standar perilaku auditor internal dan lain-lain untuk meningkatkan pemahaman masyarakat atas pengauditan. Sehingga diharapkan dapat meminimalkan audit expectation gap antara auditor dengan auditee. Berdasarkan nilai mean rank terlihat bahwa audit expectation gap terbesar antara auditor internal dan auditee pada variabel kompetensi dan perilaku etis auditor internal. Untuk itu auditor internal inspektorat harus terus berusaha meningkatkan kompetensi profesional serta berperilaku sesuai dengan kode etik APIP yang telah ditetapkan sehingga peran kunci auditor internal untuk memberi keyakinan memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; memberi early warning dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan memelihara sekaligus meningkatkan kualitas tata kelola

penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah dapat terwujud. Berdasarkan jawaban responden, laporan hasil audit yang diberikan oleh auditor internal dinilai tidak tepat waktu. Oleh karena itu penting agar laporan audit harus diberikan tepat waktu dan disusun sesuai dengan kebutuhan penerima laporan untuk memberikan informasi dan merangsang segera dilakukannya tindakan konstruktif. Bagi peneliti yang meneliti tentang ini supaya menambah variabel penelitiannya tidak hanya independensi, kompetensi, perilaku etis, laporan hasil audit dan tindak lanjut audit tetapi menambahkan variabel-variabel lain yang dapat mengurangi audit expectation gap antara auditee dan auditor internal antara lain komitmen auditor, tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan, keefektifan audit. Bagi penelitian yang meneliti tentang audit expectation gap auditor internal sebaiknya menambah jumlah sampel dan memperluas penelitiannya misalnya menambah sampel auditee dan auditor internal inspektorat kabupaten lain, inspektorat provinsi ataupun BPKP agar hasil penelitian dapat digeneralisasi dan memperoleh hasil yang lebih akurat.

REFERENSI

Agyei Albert, Baah Kusi Aye, Ebenezer

Owusu-Yeboah. 2013. An

Assessment        of        Audit

Expectation Gap in Ghana.

International        Journal        of

Academic       Research in

Accounting, Finance      and

Management      Sciences.      3

(4), 112–118.

Akmal. 2006. Pemeriksaan Intern (Internal Audit). Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Al Haq, Fakhrial F. 2012. Persepsi Auditor BKM dengan Pemakai Laporan Keuangan BKM Tentang Expectation Gap Dalam Hal Independensi, Kompetensi

Auditor, Peran dan Tanggung Jawab Auditor. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya Malang.

Arens A. Alvin. 2006. Auditing dan Jasa Assurance              (pendekatan

terintegrasi). Jakarta : Erlangga.

Arens, Alvin A and Loebbecke, James K. 2011. Auditing, an Integrated Approach. Seventh Edition. Upper Saddle River, New Yersey: Prentice-Hall, Inc.

Bedard, Jean C. 1989. Pattern Recognition,            Hypotheses

Generation and Auditor Performance in Analytical Task. The Accounting Review. 622 – 641.

Chowdhury, Riazur R., John Innes, and Reza Kouhy. 2005. The Public Sector Audit Expectation Gap in Bangladesh.             Managerial

Auditing Journal.20 (8). 893-908.

Christiawan, J.J. 2002. Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik : Refleksi hasil penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 4 (2).

Dana, Gherai. 2011. Audit Expectation Gap in the Public Sector in Romania. Journal Faculty of Economics. University of Oradea. 510-516

Dwiputrianti, S. 2008. Efektivitas laporan        hasil        temuan

pemeriksaan  dalam  mewujudkan

reformasi transparansi fiskal dan akuntabilitas   sektor   publik di

Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi. 5 (4). 12-30.

Ebimobowei, Appah and Kereotu, Oyadonghan James. 2011. Role Theory and the Concept of Audit Expectation Gap in South-South Nigeria. Journal of Social Sciences 3(6). 445-452.

Efendy, Muh. Taufiq. 2010. Pengaruh Kompetensi,          Independensi,

dan Motivasi terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat dalam Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kota Gorontalo) (tesis). Semarang:               Universitas

Diponegoro.

Fowzia, Rehana. 2010. An Empirical Study on Audit Expectation Gap: Role of Auditing Education in Bangladesh. Journal MPRA Paper No. 22708. Bangladesh: Stamford University.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro

Guy D.M, and J.D. Sullivan. 1988. The Expectation Auditing Standards. The Journal of Accountancy. 38 (3). 36-46.

Heider, Fritz. 1958. The Psychology of Interpersonal Relations. New York : Jhon Wiley & Sons.

Humphrey, C., Moizer P. and Turley, S. 1992. The Audit expectations Gap – plus a change, plus c‟est la meme chose? . Critical Perceptive on Accounting. 3 (1). 137-161.

Hutabarat A.S Jeremi dan Yuyetta Etna Nur Afri. 2013. Kesenjangan Harapan     Audit     Berdasarkan

Persepsi     Auditor Inspektorat

dan Pemakai Laporannya (Studi pada Pemerintah Kota Denpasar, Pemerintah Kabupaten Gianyar). Diponegoro Journal of Accounting. 1(1).

Ihendinihu, John Uzoma and Robert, Silvia Nwakaego. 2013. Role of Audit Education in Minimizing Audit Expectation Gap (AEG) in Nigeria. International Journal of Business and Management. 9 (2).203-211.

Ikhsan, Arfan. 2011. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat.

Jabbarzadeh, S.K; Morteza. M;

Yaghoub. P; Asghar, E; Vali, P. 2012. Analysis of Audit Expectation Gap Between Users of Audit Reports and Independent Auditors About the Features of Independent              Auditors”.

Departement of Accounting. Iran: Islamic Azad University.

Kelen, Yoseph A. 2014. Negara Rugi Rp 1,4 M di Kasus Anakan Mangga Nagekeo. (diakses tanggal 10/06/2016). http:// www.beritasatu.com/nasional/ 180048-negara-rugi-rp-14-m-di-kasusanakan-mangga-nagekeo.html

Kelen, Yoseph A. Terus Usut Pembangunan Nagekeo. 10/06/2016). berita


2015. Kejari Ngada Dugaan Korupsi Gedung   DPRD

(diakses      tanggal

http://www.

satu. com/

nasional/185302-kejari-ngada-terus-usut-dugaan korupsi-pembangunanx-gedung-dprd-nagekeo.html

Tahan 8 Tersangka Pembangunan Kantor     Bappeda Nagekeo.

(diakses tanggal 10/06/2016). http://www.beritasatu.com/ nasional/289047-kejari-ngada-tahan-8-tersangka pembangunan-kantor-bappeda-nagekeo.html

Lee Teck Heang, Ali Azham and Bien

Doria.       2009.Towards       an

Understanding of the   Audit

Expectation Gap. The    Icfai

University    Journal of   Audit

Practice. 6 (1) 7-35.

Liggio

, C.D. 1974. Gap:       The

WaterlooI. Contemporary 26-44.

The Expectation

Accountant’s

Journal        of

Bussiness.      P.

Lin,

Z.J. and empirical expectation republic of 8: 93-115. 2012.

F. Chen, 2004. An study     of     audit

gap in the people’s China. Inter. J. Audit. Liu, J., and Lin, B.

Lubis,

Haslinda. 2009. Pengaruh Keahlian, Independensi, Kecermatan Profesional dan Kepatuhan Terhadap Kode Etik Terhadap Kualitas Auditor Pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara (tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi keenam. Jakarta: Salemba Empat.

Nugroho, Krisnanto Adi. 2004. Analisa Atas Expectation Gap Pada Profesi Pengauditan Pemerintah (tesis). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun

Kelen, Yoseph A. 2015. Kejari Ngada


2008


Tentang        Sistem


Pengendalian Intern Pemerintah.

Porter, Brenda. 1993.    An Empirical

Study      of      The Audit

Expectation-Performance Gap,Accounting and Business Research. 24 (93). 49

Rusliyawati dan Abdul  Halim. 2008.

Penginvestigasian             Audit

Expectation Gap   Pada   Sektor

Publik. Jurnal Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada.

Salehi, Mahdi. 2009. Audit Independence and Expectation Gap: Empirical Evidences        from        Iran.

International Journal of Economics and Finance. 1 (1). 165 – 174.

Siddiqui, Javed. & Nasreen, Taslima. & Choudhury, Aklema. 2009. The audit expectations gap and the role of audit education, the case of an emerging economy. Managerial Auditing Journal 24 (6). 564-583.

Simatauw, Nidya Falensia. 2014. Expectation Gap Antara Persepsi Auditor   Internal   dan   Auditee

Terhadap      Kinerja      Auditor

Internal       Terkait       dengan

Pelaksanaan,  Hasil,  dan Tindak

Lanjut    Audit    (Studi Pada

Pemerintah    Provinsi    Maluku)

(tesis). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Swift, T. and Dando, N. 2002. From methods to ideologies: closing the Assurance Expectations Gap in Social and Ethical Accounting, Auditing and Reporting. Journal of Corporate Citizenship. 8 (2). 81 - 90.

Umar, H. 2012. Pengawasan untuk Pemberantasan Korupsi. Jurnal Akuntansi dan Auditing. 8 (2). 95-189.

Widagdo, Ridwan. 2002. Analisis Pengaruh             Atribut-Atribut

Kualitas Audit Terhadap Kepuasan Klien       (tesis).

Semarang:      Program Pasca

Sarjana Magister Akuntansi Universitas             Diponegoro.

Yandi, Dwi Febri. 2014. Analisis Variabel-Variabel              Audit

Expectation Gap Atas Hasil Audit BPK. Jurnal Fakultas Ekonomi.    Universitas    Jambi.

Yudaruddin, Yanzil Azizil. 2013. Persepsi Auditor Internal dan Auditee    Terhadap    Expectation

Gap        Terkait        Dengan

Independensi, Kompetensi Profesional dan Pengawasan pada Inspektorat Kota Balikpapan (tesis). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.