Herbert Bastian, Luh Putu Wiagustini, dan Luh Gede Sri Artini. Pengaruh…77

PENGARUH EVA DAN KINERJA KEUANGAN TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI INDONESIA

Herbet Bastian1

Luh Putu Wiagustini2

Luh Gede Sri Artini3

1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia email: [email protected]

2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia 3Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

Abstract: Abstract: Influence of EVA and Financial Performance to Stock Return of Coal Mine in Indonesia. Company’s performance evaluation is absolutely necessary for optimal investment decision making for investors. Among the existing performance measurement instruments, fundamental analysis becomes one of the commonly used options in evaluating company performance. The concept of Economic Value Added (EVA) is an alternative performance evaluation that seeks to overcome the constraints of measuring value creation for investors. The EVA value measurement is the money value of the difference between Net Operating Profit After Tax and Cost of Capital. With this method, the capital cost component in the calculation of economic profit generated will be more fair due to consideration of the source of funds of the company’s capital. This research tested the correlation between EVA, Current Ratio, Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), and Sales Growth Ratio to stock Return. The sample of companies used in this research are 35 Indonesian public companies in coal mining sector in 2010 until 2014 which listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) and obtained 27 companies as sample of research. The result of research indicate that DER influence to stock Return.

Keywords: Stock Return, ROA, CR, DER, PER, EVA, Sales Growth

Abstrak: Pengaruh EVA Dan Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham Perusahaan Tambang Baturbara Di Indonesia. Evaluasi atas kinerja perusahaan mutlak diperlukan bagi pengambilan keputusan investasi yang optimal bagi para investor. Di antara instrumen pengukuran kinerja yang ada, analisis fundamental menjadi salah satu pilihan yang umum digunakan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Konsep Economic Value Added (EVA) merupakan alternatif evaluasi kinerja yang berupaya mengatasi kendala pengukuran penciptaan value bagi para investor. Nilai akhir pengukuran EVA berupa nilai uang dari selisih Laba Bersih Operasional Setelah Pajak (Net Operating Profit After Tax) dengan Biaya Modal (Cost Of Capital). Dengan metode tersebut maka komponen biaya modal dalam perhitungan laba ekonomis yang dihasilkan akan lebih fair dikarenakan memperhatikan source of fund modal perusahaan. Penelitian ini menguji kembali hubungan pengaruh antara EVA, Current Ratio, Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Sales Growth Ratio terhadap stock Return. Sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35 perusahaan terbuka Indonesia di sektor tambang batubara periode 2010 sampai tahun 2014 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (IDX) dan diperoleh 27 perusahaan sebagai sampel penilitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DER berpengaruh terhadap stock Return.

Kata Kunci: Return Saham, ROA, CR, DER, PER, EVA, Sales Growth

PENDAHULUAN

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995, yang dimaksud dengan pasar modal (Capital Market) adalah segala kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Bursa mempertemukan penawaran dan permintaan dana jangka panjang dalam bentuk efek sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang No. 8 Tahun 1995.

Pasar Modal dipandang sebagai salah satu sarana yang efektif untuk mempercepat akumulasidanabagipembiayaanpembangunan melalui mekanisme pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut ke sektor-sektor yang produktif. Pemodal adalah perorangan atau lembaga yang menanamkan dananya dalam saham, sedangkan emiten adalah perusahaan yang menerbitkan saham untuk ditawarkan kepada masyarakat.

Pasar modal dalam suatu negara di perekonomian modern sering dijadikan tolak ukur kemajuan ekonomi negara yang bersangkutan. Bagi investor, pasar modal merupakan wahana yang dapat digunakan untuk menginvestasikan dananya. Harapan investasi tersebut dapat memberikan tingkat keuntungan yang cukup signifikan. Salah satu fungsi pasar modal adalah sebagai sarana untuk mobilisasi dana yang bersumber dari masyarakat ke berbagai sektor yang melaksanakan investasi. Syarat utama yang diinginkan para investor untuk bersedia menyalurkan dananya melalui pasar modal adalah perasaan aman akan investasinya. Perasaan aman ini diantaranya diperoleh karena investor memperoleh data yang jelas, wajar dan tepat waktu sebagai dasar pengambilan keputusan investasinya.

Return adalah tingkat pengembalian yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Tanpa adanya tingkat keuntungan yang dinikmati dari suatu investasi, tentunya investor (pemodal) tidak akan melakukan investasi. Jadi setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama mendapatkan

keuntungan yang disebut sebagai Return baik langsung maupun tidak langsung (Ang, 1997).

Tujuan utama investor untuk melakukan investasi adalah untuk memperoleh Return (tingkat pengembalian). Semua investor ingin agar investasinya mendapatkan Return yang setinggi-tingginya, meskipun pada kenyataannya Return dari investasi adalah tidak pasti. Ketidakpastian dari investasi inilah yang dinamakan dengan risiko, yang diukur dengan varian dari Return. Investor membutuhkan informasi objektif mengenai kinerja perusahaan yang potensial untuk memaksimalkan keuntungan dalam bentuk Return saham.

Salah satu informasi yang dibutuhkan pemodal adalah informasi laporan keuangan atau laporan keuangan tahunan. Paling sedikit satu kali dalam setahun perusahaan publik berkewajiban menerbitkan laporan keuangan tahunan kepada para pemodal yang ada di bursa. Bagi pemodal, laporan keuangan tahunan merupakan sumber berbagai macam informasi khususnya neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Hal ini menyebabkan publikasi laporan keuangan perusahaan (emiten) menjadi saat-saat yang ditunggu oleh para pemodal di pasar modal karena dari publikasi laporan keuangan itu para pemodal dapat mengetahui perkembangan emiten, yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk membeli atau menjual saham-saham yang dimiliki.

Studi di masa lalu telah menunjukkan pentingnya laporan keuangan tahunan perusahaan sebagai sumber informasi untuk investasi. Hartono (2003) menyatakan bahwa informasi yang diperlukan oleh para investor di pasar modal tidak hanya informasi yang bersifat fundamental saja, tetapi juga informasi yang bersifat teknikal. Informasi yang bersifat fundamental diperoleh dari kondisi intern perusahaan, dan informasi yang bersifat teknikal diperolah dari luar perusahaan, seperti ekonomi, politik, finansial dan faktor lainnya. Informasi yang diperoleh dari kondisi intern perusahaan yang lazim digunakan adalah informasi laporan keuangan.

Isu penelitian yang utama adalah

apakah informasi kinerja keuangan menambah manfaat bagi investor. Untuk menguji manfaat informasi akuntansi bagi investor, maka rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menentukan kekuatan hubungan rasio dengan fenomena ekonomi. Beberapa penelitian tentang isu ini telah banyak dilakukan. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi kinerja perusahaan memberikan manfaat bagi pemakai laporan keuangan, namun ada juga beberapa studi menunjukkan hasil yang bertentangan. Secara garis besar, studi tersebut menyatakan bahwa data keuangan tidak mempunyai kandungan informasi dalam hubungannya dengan harga saham ataupun Return saham.

Riset mengenai kegunaan informasi akuntansi (laporan keuangan) dalam hubungannya dengan Return dan harga saham di Bursa Efek Indonesia telah banyak dilakukan, antara lain oleh Kennedy JSP (2003) yang meneliti pengaruh ROA, ROE, earnings per share, profit margin, asset turnover, rasio Leverage, dan debt to equity ratio terhadap Return saham; Tuasikal (2001) menguji manfaat informasi akuntansi dalam memprediksi Return saham, dan Parawiyati et al. (2000) yang juga meneliti penggunaan informasi keuangan untuk memprediksi keuntungan investasi bagi investor di pasar modal. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa variabel informasi keuangan tersebut berpengaruh signifikan sebagai prediktor laba dan arus kas untuk satu, dua, dan empat tahun ke depan.

Riset lainnya dilakukan Tampubolon (2009) mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap Return saham perusahaan sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Hasilpenelitiannyamemperlihatkan bahwa kinerja keuangan yang diwakilkan oleh earning per share (EPS), price earning ratio (PER), debt to equity ratio (DER), Return on investment (ROI) dan Return on equity (ROE) secara serempak berpengaruh signifikan terhadap Return saham. Secara parsial, seluruh ratio selain Return on equity (ROE) memiliki pengaruh signifikan terhadap Return saham perusahaan sektor perkebunan.

Bukti empiris pada penelitian yang diuraikan di atas memperlihatkan bahwa penelitian mengenai Return saham umumnya dikaitkan dengan kinerja keuangan dalam bentuk rasio. Analisa rasio secara sederhana adalah membandingkan antara satu angka dengan angka lainnya yang memberikan suatu makna.

Suatu keuntungan dengan menggunakan analisa rasio adalah meringkas suatu data historis perusahaan sebagai bahan perbandingan, dan dari sekian banyak alat analisa keuangan yang dapat dipergunakan untuk menganalisa kinerja keuangan, seperti diantaranya adalah analisa rasio, proporsional, Du Pont System of Analysis, EVA (Economic Value Added). Tetapi Analisa rasio adalah alat analisa keuangan yang paling banyak digunakan (Raharjaputra, 2009).

Analisa rasio keuangan juga merupakan suatu alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap Return saham di pasar modal. Analisa rasio keuangan dapat memberikan informasi mengenai perubahan dalam kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan, dapat diketahui kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang keuangan serta dapat dipakai sebagai sistem peringatan awal (early warning system) terhadap kemunduran kondisi keuangan perusahaan yang mengakibatkan tidak akan memberikan kepastian going concern perusahaan khususnya untuk perusahaan yang go public.

Perusahaan yang melakukan penjualan kepada masyarakat bertujuan untuk menambah modal kerja perusahaan, perluasan usaha dan diversifikasi produk. Untuk menarik investor, perusahaan harus mampu menunjukkan kinerjanya. Pengukuran kinerja dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan. Investor tertarik dengan saham yang memiliki Return positif dan tinggi karena akan meningkatkan kesejahteraan investor. Investor sebelum melakukan investasi pada perusahaan yang terdaftar di BEI melakukan analisa kinerja perusahaan antara lain

menggunakan rasio keuangan sehingga kinerja keuangan perusahaan berkaitan dengan Return perusahaan (Husnan, 1998).

Beberapa tahun terakhir berkembang suatu metode penilaian kinerja keuangan sebuah perusahaan yang memperhitungkan biaya modal. Bennett Stewart III dari Stern Steward & Co. New York, dalam bukunya “The Quest for Value” adalah yang pertama kali memperkenalkan konsep Economic Value Added (EVA) pada awal 1990-an. Konsep EVA belakangan ini telah diterapkan dan diterima secara luas sebagai penilaian kinerja keuangan organisasi kepemilikan investor ataupun yang non profit. EVA dianggap memiliki kemampuan yang melebihi pengukur kinerja keuangan lainnya, karena EVA memperhitungkan semua faktor yang berhubungan dengan penciptaan nilai (value) perusahaan yang berdampak pada semakin meningkatnya kemakmuran pemegang saham.

Konsep EVA merupakan salah satu alat pengukuran atas kinerja finansial perusahaan dalam menciptakan value para investor dengan berupaya mencari laba ekonomis (economic profit) yang sebenarnya dari suatu perusahaan. Penggunaan metode EVA sebagai ukuran kinerja perusahaan memiliki prinsip yang sama dengan metode lainnya yaitu Return On Asset (ROA) yang bertujuan untuk menghitung tingkat pengembalian (Return) atas investasi yang dilakukan pemegang saham. Perbedaan mendasar keduanya adalah ROAberupa rasio (%) income terhadap total modal yang dimanfaatkan, sedangkan EVA berupa nilai uang yang didapat dari pengurangan net operating profit (laba operasional bersih) atas pemanfaatan modal (capital charge).

Penggunaan EVA mendorong manajer untuk berpikir dan bertindak seperti pemegang saham, yaitu memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat ditingkatkan. Hal tersebut menyebabkan manajer perusahaan harus lebih berhati-hati dalam merancang struktur modal perusahaan. Pengukuran EVA menilai keefektifan manajer pada tahun tersebut (Gapenski, 1996).

Nilai EVA yang berhasil diciptakan

perusahaan adalah faktor yang paling relevan dalam pembentukan nilai perusahaan yang akhirnya berpengaruh pada harga saham di bursa efek. Hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa pakar menunjukkan apabila hasil pengukuran EVA positif menandakan adanya peningkatan nilai perusahaan. Peningkatan nilai suatu perusahaan dicerminkan melalui harga saham yang diterbitkan oleh emiten terdaftar dalam bursa saham. Setiap investor mengharapkan bahwa modal yang akan ditanamkan pada suatu perusahaan akan memberikan Return yang tinggi. Semakin tinggi peningkatan nilai saham pada pasar modal, maka akan semakin besar pula Return yang diharapkan akan diperoleh investor. EVA merupakan penilaian kinerja perusahaan yang dapat mencerminkan kesuksesan perusahaan dalam meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Nilai pasar saham di pasar modal dipengaruhi oleh beberapa faktor baik eksternal maupun internal perusahaan. Umumnya, fluktuasi nilai pasar saham disebabkan adanya perubahan laba perusahaan yang tercermin dalam laporan kinerja perusahaan. Hal ini menyebabkan nilai perusahaan menjadi ukuran yang sangat penting bagi investor dalam mengambil keputusan pembelian suatu saham.

Secara konsep, metode evaluasi kinerja menggunakan EVA lebih baik dari ROA dikarenakan menggunakan biaya modal yang dikeluarkan investor (Anthony dan Govindarajan, 2007), namun secara teknis lebih banyak perusahaan menggunakan ROA dikarenakan relatif lebih mudah dalam menghitungnya.

Penelitian-penelitian tentang EVA telah banyak dilakukan, baik di luar negeri seperti Amerika, maupun di Indonesia. Lehn dan Makhija (1996) meneliti EVA, ROA, dan ROE sebagai pengukur kinerja perusahaan dan sinyal untuk keputusan strategis bagi perusahaan. Dengan menggunakan data 241 perusahaan di Amerika untuk tahun 1987, 1988, 1992, dan 1993, diperoleh hasil bahwa EVA memiliki korelasi dengan tingkat pengembalian saham lebih baik dibandingkan dengan Return On Assets (ROA), Return On

Equity (ROE), dan Return On Sales (ROS).

Hasil yang berbeda diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan Dodd dan Chen (1996) dengan hasil kesimpulan bahwa ROA memiliki korelasi terhadap stock Return yang lebih baik dibandingkan dengan EVA. Dodd dan Chen melakukan penelitian atas hubungan tingkat pengembalian saham dengan berbagai keuntungan termasuk EVA, ROA, EPS, ROE. Hasil yang diperoleh adalah stock Return dan EVA per saham berkorelasi cukup signifikan, namun mereka juga mengemukakan bahwa EVA bukanlah satu-satunya pengukur kinerja yang dapat dikaitkan dengan stock Return. Hampir 80% dari stock Return 566 perusahaan dalam sampelnya tidak dapat diterangkan dengan EVA. ROA (Return On Assets) masih dianggap lebih baik dan berkorelasi sedikit lebih tinggi daripada EVA (dengan R2 sebesar 24,5% dibandingkan dengan R2 EVA sebesar 20,2%), sedangkan EPS (Earning Price Share) dan ROE (Return On Equity) hanya mampu menerangkan variasi stock Return 5-7% saja.

Penelitian tentang EVA di Indonesia juga telah dilakukan oleh Hartono dan Chendrawati (1999), Rousana (1997), serta Sartono dan Setiawan (1999). Hartono dan Chendrawati (1999) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh EVA dan ROA terhadap Return saham. Sampel yang digunakan adalah 45 saham perusahaan yang termasuk dalam LQ 45 dari periode Juli 1994 hingga akhir 1996. Penelitiannya senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dodd dan Chen (1996), yaitu bahwa ROA merupakan pengukur kinerja yang lebih baik, karena dapat menjelaskan korelasi lebih baik terhadap Return saham dibandingkan dengan EVA.

Mike Rousana dengan menggunakan sampel 30 perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang bergerak di bidang industri tekstil, semen, kabel, jasa perhotelan dan perjalanan serta industri makanan dan minuman menganalisa pengaruh EVA terhadap MVA serta EVA dan perubahan MVA. Metode yang digunakan dalam mengukur biaya modal sendiri dalam perhitungan EVA adalah

Capital Asset Pricing Model (CAPM). Hasil yang diperoleh oleh Rousana (1997) adalah baik EVA terhadap MVA serta EVA dengan perubahan MVA tidak memiliki pengaruh secara signifikan. Hasil tersebut dikarenakan kemungkinan pasar modal di Indonesia bersifat weakform efficient dimana sebagian pelaku mendapatkan inside information yang dapat menimbulkan abnormal Return sementara pelaku lain tidak.

Agus Sartono dan Kusdhianto Setiawan meneliti hubungan antara EVARET dengan abnormal Return perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan tahun 1994-1997. Peneliti dalam mengukur biaya modal sendiri dalam perhitungan EVA menggunakan pendekatan divident yield ditambah dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan (growth). Hasil yang diperoleh dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa EVARET tidak berpengaruh secara signifikan dengan abnormal Return perusahaan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berfluktuasi selama periode 20092014, hal ini dapat dilihat dengan melonjaknya nilai IHSG dari 2.534,356 pada tahun 2009 menjadi 3.703,510 pada akhir tahun 2010. Kenaikan tersebut terus berlanjut bahkan pada akhir 2011 mencapai 3.821,990. Pada akhir tahun 2012 IHSG kembali meningkat menjadi 4.316,690 dan di akhir tahun 2013 mencapai 4.274,177. Maraknya perdagangan saham di lantai bursa nampak terus berlanjut hingga akhir tahun 2014, dimana IHSG terus merambat naik hingga mencapai 5.226,947.

Perdagangan batubara termal di pasar global selama tahun 2010 mencapai 758 juta ton atau naik 5%, Hal ini didorong oleh pertumbuhan permintaan dari negara China, Jepang, Korea, India. Pertumbuhan impor Asia ini berdampak positif bagi eksportir batubara seperti Indonesia, Australia, Rusia, dan Kolombia.

Permintaan global akan batubara termal diharapkan tetap relatif tinggi untuk jangka pendek dan jangka panjang. Khususnya, permintaan diharapkan akan meningkat dikarenakan kebutuhan energi dari

negara berkembang di Asia, seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan. Ketika China meningkatkan kapasitas pembangkit energi, dan pada saat yang sama India mengalami kekurangan batubara termal. Selain itu, Jepang dan Korea Selatan diharapkan terus mengkonsumsi energi dalam jumlah yang signifikan pada sektor industri masing-masing.

Secara historis, pembeli batubara di pasar Asia-Pacifik mengikuti harga pasar batubara di pasar Jepang. Penetapan harga kontraktual untuk batubara Indonesia pada umumnya dicapai melalui negosiasi kontraktual antara pembeli dan penjual menggunakn referensi harga spot yang tersedia di berbagai indeks, seperti Newcastle Export Index, Platts, global Coal Index, Indonesia Coal Index/Argus Coalindo, dan Harga Batubara Acuan (HBA).

Pasar batubara termal internasional telah berkembang dan tumbuh pesat, khususnya kawasan Asia-Pasifik yang diperkirakan memiliki pertumbuhan permintaan yang lebih cepat dibandingkan pasar Atlantik. Disisi lain permintaan batubara untuk pasar domestik juga meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hal ini karena meningkatnya kebutuhan energi listrik. Dimana sampai dengan tahun 2014 PT. PLN yang memenuhi kebutuhan listrik nasional, memiliki kapasitas produksi listrik sebesar 30.583 MW atau 85% dari kapasitas nasional.

Hal ini yang membuat Menteri ESDM pada tanggal 31 Desember 2009 memberlakukan Peraturan Menteri ESDM No. 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri. Atas dasar Peraturan Menteri ESDM No. 34 tersebut, kewajiban menjual mineral dan batubara tersebut ditentukan berdasarkan persentase minimal penjualan batubara yang ditetapkan oleh Menteri ESDM

Penelitian ini menguji pengaruh antara EVA, Current Ratio, ROA, DER, PER, Sales Growth, terhadap stock Return terhadap perusahaan tambang batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Konsep EVA yang

diperkenalkan Stern Steward&Co menawarkan banyak kelebihan dalam mengukur penciptaan nilai suatu perusahaan, namun kita perlu mengetahui apakah konsep EVA tersebut dapat diterapkan dan digunakan bagi investor perusahaan terbuka khususnya di sektor tambang batubara di Indonesia. Selanjutnya penelitian ini menganalisa pengaruh kinerja keuangan yang diukur dengan rasio keuangan terhadap Return saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dan asosiatif. Pendekatan deskriptif dimaksudkan untuk memperlihatkan distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti tanpa bermaksud untuk menguji hipotesis. Sedangkan pendekatan asosiatif (hubungan) yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang sudah disusun. Atau dapat dikatakan menjelaskan mengenai pengaruh CR, DER, PER, ROA, Sales Growth, dan EVA terhadap Return saham perusahaan.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen/penjelas yang digunakan adalah variabel kinerja keuangan yang diwakili oleh rasio CR, DER, PER, ROA, Sales Growth, EVA, sedangkan variabel dependen/variabel yang dijelaskan yang diteliti adalah Return saham perusahaan satu tahun ke depan.

Investor bersedia membeli saham perusahaan tertentu karena adanya Return saham yang diharapkan akan direalisasikan pada masa mendatang dalam bentuk dividen dan capital gain. Return saham merupakan suatu variabel yang muncul dari perubahan harga saham sebagai akibat dari reaksi pasar karena adanya penyampaian informasi keuangan suatu entitas ke dalam pasar modal. R[ePtu rn- sP aham ] yang diterima investor dinyatakan iSebag ai -berikut (Hartono, 2003):

R ■'= p ,. „- ,,x '“%

Keterangan :

Ri,t = tingkat keuntungan saham i pada periode t

Pi,(t+1) = harga saham i pada periode t+1

Pi (t)   = harga saham i pada periode t

Data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah

data yang diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti buku dan bacaan lain, hasil analisa pasar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan tambang batubara yang terdaftar di BEI dan nilai Return saham. Data laporan keuangan yang digunakan adalah yang memiliki tahun akuntansi yang berakhir 31 Desember 20102014, sedangkan data Return yang digunakan adalah Return saham Januari 2010-Desember

Tabel 1

Daftar Perusahaan tambang batubara yang Menjadi Sampel

No

Kode

Nama

1

ADRO

PT Adaro Energy Tbk

2

ANTM

PT Aneka Tambang (Persero) Tbk

3

ATPK

PT ATPK Resources Tbk

4

BIPI

PT Benakat Petroleum Energy Tbk

5

BUMI

PT Bumi Resources Tbk

6

BYAN

PT Bayan Resources Tbk

7

CNKO

PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk.

8

CTTH

PT Citatah Industri Marmer Tbk

9

APEX

PT. Apexindo Pratama Duta Tbk

10

ENRG

PT. Energi Mega Persada Tbk

11

INCO

PT. International Nickel Indonesia Tbk

12

MEDC

PT. Medco Energi Internasional Tbk

13

PGAS

PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

14

PTBA

PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk

15

TINS

PT. Timah (Perseo) Tbk (d/h PT. Tambang Timah (Persero) Tbk)

16

ELSA

PT. Elnusa Tbk

17

DOID

PT. Delta Dunia Makmur Tbk

18

INDY

PT. Indika Energy Tbk

19

ITMG

PT. Indo Tambang Raya Megah Tbk

20

DEWA

PT. Darma Henwa Tbk

21

BORN

PT. Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk

22

HRUM

PT. Harum Energy Tbk

23

GEMS

PT. Golden Energy Mines Tbk

24

ARII

PT. Atlas Resources Tbk

25

PTRO

PT. Petrosea Tbk

26

MBSS

PT. Mitra Bahtera Segara Sejati, Tbk

27

MYOH

PT. Samindo Resources, Tbk

Sumber : Indonesian Capital Market Directory (2014)


2014.

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive sampling, dimana sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan kriteria sebagai berikut :

  • 1)    Perusahaan yang dipilih menjadi sampel penelitian adalah perusahaan di sektor tambang batubara.

  • 2)    Perusahaan yang memiliki saham aktif selama tahun 2010 – 2014.

  • 3)    Memiliki data keuangan yang lengkap.

Sampel yang diambil sebanyak 27 perusahaan tambang batubara yang terdaftar di BEI serta memiliki saham aktif selama tahun 2010-2014 dari total keseluruhan perusahaan tambang batubara 35 perusahaan.

Sumber data dalam penelitian adalah Bursa Efek Indonesia. Data yang diperlukan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah: (1). Kinerja dari perusahaan tambang batubara yang terdaftar di BEI selama 5 (lima) tahun yang ditunjukkan dengan rasio keuangan; dan (2) Return saham perusahaan tambang batubara yang terdaftar di BEI periode Januari 2010-Desember 2014.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi non partisipasi, yaitu dengan mengamati, menelaah dokumentasi laporan keuangan perusahaan tambang batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui Indonesia Capital Market Directory (ICMD) tahun 2010-2014 dan www.idx.com

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh EVA terhadap Return Saham

Berdasarkan data yang diperoleh, penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh EVA terhadap Return saham. Artinya, besarnya EVA tidak mampu meningkatkan kepercayaan investor sehingga permintaan dan harga saham meningkat, khususnya di sektor pertambangan. Hal ini dapat dilihat dari tampilan Tabel 2.

Sepuluh perusahaan yang memiliki rata-rata EVA tertinggi selama periode lima tahun (2010–2014) tidak serta merta memiliki Return saham tinggi atau positif.

Tabel 2 Perbandingan Rata-Rata EVA dengan Return Saham

No

Kode

EVA

RET

1

CTTH

1985.76

0.01

2

PGAS

114.36

-0.04

3

BUMI

97.04

0.20

4

MEDC

26.72

-0.15

5

MYOH

23.45

0.36

6

ATPK

10.25

0.07

7

MBSS

3.98

0.06

8

INDY

3.96

-0.03

9

PTBA

0.40

-0.13

10

TINS

0.11

-0.16

11

ITMG

0.10

-0.06

12

ADRO

0.06

-0.13

13

INCO

0.02

-0.07

14

PTRO

0.00

0.07

15

DOID

0.00

0.02

16

BORN

0.00

0.12

17

APEX

-0.01

-0.01

18

ELSA

-0.01

-0.16

19

GEMS

-0.33

-0.03

20

ARII

-0.33

-0.03

21

BYAN

-2.10

0.07

22

DEWA

-10.77

0.00

23

BIPI

-23.47

-0.05

24

HRUM

-58.93

-0.04

25

CNKO

-149.69

-0.06

26

ENRG

-183.96

0.12

27

ANTM

-263.06

-0.08

Sumber: Data sekunder yang diolah (2015)

Dari sepuluh perusahaan tersebut, hanya CTTH, BUMI, MYOH, ATPK, MBSS yang memiliki Return saham positif, sedangkan lima lainnya yaitu PGAS, MEDC, INDY, PTBA, dan TINS memiliki rata-rata Return saham negatif meskipun nilai rata-rata EVA positif. Dengan demikian, khusus perusahaan sektor pertambangan, tingginya EVA tidak relevan dengan naiknya harga saham yang dapat meningkatkan capital gain di tahun

berikutnya.

Tabel 3

Pengaruh CR terhadap Return Saham

Dari hasil analisa yang telah dilakukan, diketahui variabel Current Ratio (CR) tidak berpengaruh terhadap Return saham perusahaan tambang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014. CR merupakan salah satu ukuran likuiditas yang bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimilikinya. Rasio ini sering disebut dengan rasio modal kerja yang menunjukkan jumlah aset lancar yang tersedia yang dimiliki oleh perusahaan untuk merespon kebutuhan-kebutuhan bisnis dan meneruskan kegiatan bisnis hariannya.

Jumlah produksi yang terjual dan harga produksi komoditas perusahaan pertambangan yang menurun mengakibatkan jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan pertambangan juga mengalami penurunan, akibatnya komponen dari aset lancar perusahaan pertambangan yang secara umum didominasi oleh persediaan mengalami penurunan. Sehingga kemampuan perusahaan untuk melunasi utang lancar dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki juga menurun.

Rendahnya kemampuan perusahaan pertambangan dalam melunasi utang lancar dengan menggunakan aset lancar yang dimiliki mengakibatkan investor cenderung tidak menaruh perhatian yang lebih terhadap saham-saham perusahaan pertambangan tersebut. Hal ini berdampak pada tidak berpengaruhnya CR terhadap Return saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, karena investor lebih menjatuhkan pilihan berdasarkan pada proses analisa yang dapat memprediksikan bahwa perusahaan dengan tingkat likuiditas yang rendah akan kesulitan dalam melunasi utang-utangnya.

Hal ini menegaskan bahwa perubahan CR perusahaan tambang batubara pada tahun

Perbandingan Rata-Rata CR dengan Rata-Rata Return Saham

No Kode     Rata-Rata Rata-Rata

CR     RET

  • 1   ITMG     2,866.600   -0.058

  • 2   PTBA     1,018.400   -0.128

  • 3   PTRO      980.200    0.069

  • 4  HRUM    374.000    -0.042

  • 5   PGAS      281.000    -0.039

  • 6   INCO      216.736    -0.072

  • 7   MEDC     139.600    -0.146

  • 8  ANTM     130.600    -0.079

  • 9   TINS       129.200    -0.163

  • 10  BYAN     117.600    0.069

  • 11  MBSS      113.820    0.059

  • 12  ADRO      95.600    -0.129

  • 13  INDY      75.030    -0.032

14 MYOH     28.360    0.358

15  APEX      23.400    -0.014

16  ELSA      22.800    -0.156

17  BUMI      17.336     0.199

18  CNKO      14.898    -0.059

19  ENRG      12.400     0.119

20  CTTH      5.672     0.011

21  BIPI         0.400     -0.045

22  DEWA     -9.432     0.000

23  ATPK      -13.200    0.072

24  DOID      -15.074    0.020

25  GEMS     -30.000    -0.025

26  ARII       -30.000    -0.025

27  BORN    -130.600    0.122

Sumber: Data sekunder yang diolah (2015)

2010-2014 tidak memberikan pengaruh terhadap Return saham perusahaan tambang

batubara. Tidak signifikannya pengaruh CR terhadap Return saham ini diduga karena adanya ketidak-konsistenan arah hubungan antara CR dengan Return saham. Seperti tampilan Tabel 3 terlihat bahwa 5 perusahaan yang memiliki rata-rata CR tertinggi yaitu ITMG, PTBA, PTRO, HRUM dan PGAS justru memiliki Return saham negatif (kecuali PTRO).

Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya CR yang dilaporkan oleh perusahaan ternyata tidak mampu menaikkan harga saham pada periode berikutnya sehingga Return saham yang diukur menggunakan pendekatan capital gain tidak terkoreksi secara positif.

Sebaliknya, perusahaan yang memiliki CR negatif yaitu 5 terendah (ATPK, DOID, GEMS, ARII, dan BORN) ternyata berhasil memiliki capital gain yang positif (kecuali GEMS dan ARII). Dengan demikian dapat dinyatakan berdasarkan hasil observasi selama lima tahun (2010–2014), CR yang negatif tidak serta merta menjadikan minat investor turun, hal ini dapat dilihat dari masih positifnya Return saham di beberapa perusahaan yang memiliki rata-rata CR negatif.

Penjelasan-penjelasan di atas mendukunghasilpenelitianyangmenunjukkan bahwa CR tidak berpengaruh terhadap Return saham perusahaan tambang batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20102014. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman dan Handi (2008), serta Hernendiastoro (2005) yang menyatakan bahwa CR tidak berpengaruh terhadap Return saham. Akan tetapi hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2005), dan Prihartini (2009) yang menyatakan bahwa CR berpengaruh terhadap Return saham.

Pengaruh PER terhadap Return Saham

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return saham. Kondisi ini mungkin disebabkan karena PER lebih banyak berhubungan dengan faktor lain di luar harga saham seperti tindakan Profit Taking(ambil untung) yang dilakukan investor ketika harga

saham mengalami kenaikan atau penurunan. Oleh karena ketidakpastian kondisi ekonomi dan politik, serta karena sentimen dari pasar bursa itu sendiri,Price Earning Ratio (PER) merupakan harapan investor terhadap kinerja suatu perusahaan yang dinyatakan dalam rasio.

Kesediaan investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung kepada prospek perusahaan. PER tidak mempunyai makna apabila perusahaan mempunyai laba yang sangat rendah atau menderita kerugian, dalam keadaan ini PER perusahaan akan begitu tinggi atau bahkan negatif. Selain itu, hal ini dapat terjadi disebabkan karena para investor kurang memperhatikan variabel PER dalam memperhitungkan harga saham yang dimiliki perusahaan.

Pengaruh DER terhadap Return Saham

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DER merupakan satu-satunya variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Return saham. Angka negatif pada koefisien yaitu sebesar -0.007 mengindikasikan bahwa jika DER naik satu persen, maka akan menurunkan (karena negatif) Return saham sebesar 0.007.

Penggunaan dana dari pihakluar akan dapat menimbulkan 2 dampak, yaitu: dampak baik denganmeningkatkan kedisiplinan manajemen dalam pengelolaan dana sertadampak buruk, yaitu: munculnya biaya agensi dan masalah asimetriinformasi. Peningkatan beban terhadap kreditur akan menunjukkan sumbermodal perusahaan sangat tergantung dari pihak ekternal, serta semakintingginya tingkat risiko suatu perusahaan. Hal ini akan mengurangi minatinvestor dalam menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan.Penurunan minat investor dalam menanamkan dananya ini akanberdampak pada penurunan harga saham perusahaan, sehingga Returnperusahaan juga semakin menurun.

Penjelasan-penjelasan di atas mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa DER berpengaruh terhadap Return saham perusahaan tambang

batubara yang terdaftar di Bursa Efek Saham tahun 2010-2014. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitiang yang dilakukan oleh Christanti (2010) yang menunjukkan bahwa DER berpengaruh terhadap Return saham. Namu hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hernendiastoro (2005) yang menunjukan bahwa DER tiding berpengaruh terhadap Return saham.

Pengaruh ROA terhadap Return Saham

Berdasarkan data yang dikumpulkan, penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh ROA terhadap Return saham. Kondisi ini mencerminkan bahwa kenaikan profitabilitas pada perusahaan sektor pertambangan ternyata tidak mampu meningkatkan harga saham yang dapat meningkatkan capital gain. Melalui tampilan Tabel 4 dapat dilihat perbandingan rata-rata ROA dengan rata-rata Return saham per perusahaan yang diteliti. Tampilan Tabel di atas memperlihatkan bahwa 10 perusahaan yang memiliki rata-rata ROA tertinggi seperti HRUM hanya menghasilkan Return saham konstan. Sedangkan yang lain, yaitu PGAS, ITMG, PTRO, dan INCO justru menunjukkan adanya tren menurun pada harga saham meskipun ROA secara rata-rata positif dan relatif tinggi. Di sisi lain, dua perusahaan yang memiliki rata-rata ROA terendah yaitu ATPK dan BORN jusru menghasilkan rata-rata Return saham positif. Kondisi ini menunjukkan tidak konsistennya data yang menunjukkan adanya arah positif ROA terhadap Return saham. Dengan kata lain, naiknya ROA tidak mampu

Tabel 4

Perbandingan Rata-rata ROA dengan Return Saham

No

Kode

ROI

RET

1

HRUM

22.29

0.00

2

PTBA

16.87

0.07

3

PGAS

16.00

-0.07

4

ITMG

15.93

-0.03

5

MBSS

9.28

0.12

6

PTRO

9.22

-0.06

7

INCO

9.14

-0.06

8

TINS

6.74

0.02

9

ELSA

5.09

0.12

10

MYOH

5.06

-0.08

11

ANTM

4.02

-0.04

12

BYAN

3.79

0.07

13

CNKO

3.65

0.06

14

ENRG

3.18

-0.16

15

ADRO

3.13

0.01

16

APEX

2.95

-0.13

17

CTTH

2.58

-0.03

18

MEDC

1.84

-0.13

19

BUMI

-1.05

0.36

20

DOID

-1.16

-0.01

21

INDY

-1.67

-0.16

22

BIPI

-1.77

-0.15

23

GEMS

-2.07

-0.05

24

ARII

-2.07

-0.04

25

DEWA

-5.50

-0.03

26

ATPK

-9.41

0.20

27

BORN

-15.96

0.07

Sumber: Data

sekunder

yang diolah

(2015)

secara signifikan mempengaruhi naiknya harga saham.

Hasil penelitian ini memberikan dukungan perhadap penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasetyo (2010) yang menyatakan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap Return saham. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ulupui (2005) dan Perihartini (2009) yang hasilnya menunjukkan bahwa ROA berpengaruh terhadap Return saham.

Pengaruh Sales Growth terhadap Return Saham

Hasil penelitian memperlihatkan

bahwa tidak adanya pengaruh SG terhadap Return saham. Dengan demikian, naik turunnya SG tidak mampu menjelaskan naik turunnya harga saham. Seperti halnya ROA, tidak berhasil dibuktikannya hipotesis mengenai pengaruh SG terhadap Return saham lebih dikarenakan tidak konsistennya arah hubungan antara SG dan Return saham. Tampilan mengenai perbandingan rata-rata SG

Tabel 5

Perbandingan rata-rata SG dengan return saham

No

Kode

SG

RET

1

PGAS

29.345

-0.039

2

HRUM

28.880

-0.042

3

PTBA

27.220

-0.128

4

ITMG

23.105

-0.058

5

PTRO

20.848

0.069

6

BORN

15.926

0.122

7

MBSS

14.786

0.059

8

INCO

12.142

-0.072

9

TINS

11.320

-0.163

10

MYOH

11.182

0.358

11

CTTH

10.155

0.011

12

BYAN

8.696

0.069

13

ELSA

8.413

-0.156

14

ENRG

8.323

0.119

15

ADRO

8.213

-0.129

16

MEDC

5.090

-0.146

17

ANTM

4.760

-0.079

18

CNKO

4.148

-0.059

19

BUMI

1.548

0.199

20

BIPI

0.344

-0.045

21

INDY

-0.290

-0.032

22

APEX

-2.738

-0.014

23

GEMS

-5.368

-0.025

24

ARII

-5.368

-0.025

25

DEWA

-8.970

0.000

26 ATPK -25.294 0.072

27 DOID -34.998 0.020

Sumber: Data sekunder yang diolah (2015)

dengan rata-rata Return saham ditampilkan di tabel 5.

Melalui tampilan tabel tersebut terlihat bahwa positifnya rata-rata SG tidak sejalan dengan rata-rata Return saham, dimana tampilan data menunjukkan 10 perusahaan yang memiliki SG tertinggi justru memiliki Return saham negatif. Artinya, kenaikan pada SG ternyata tidak mampu meningkatkan minat investor untuk membeli saham, yang kemudian berdampak pada capital gain saham pada periode berikutnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi Return saham perusahaan sektor pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2010 - 2014 dengan menggunakan Uji-t untuk uji secara parsial dan Uji-F untuk uji secara simultan dengan tingkatsignifikan 5%, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • 1)    Perubahan Economic Value Added (EVA) tidak berpengaruh signifikan terhadap Return saham, Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan EVA yang diukur dengan Laba bersih Setelah Pajak dikurangi Biaya Modal tidak mampu menarik investor untuk membeli saham perusahaan sektor pertambangan di BEI, sehingga tidak mampu meningkatkan Return sahamnya. (H1 ditolak)

  • 2)    Perubahan Current Ratio (CR) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan Return saham perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,237. Dengan demikian dapat disimpulkan perubahan Current Ratio (CR) tidak berpengaruh signifikan terhadap Return saham. (H2 ditolak).

  • 3)    Perubahan Price Earning Ratio (PER) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan Return saham perusahaan. Hal ini

ditunjukkan dengan besarnya nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,172. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan Price Earning Ratio (PER) tidak berpengaruh signifikan terhadap Return saham. (H3 ditolak).

  • 4)    Perubahan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan Return saham perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,005. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap Return saham. (H4 diterima).

  • 5)    Perubahan Return on Assets(ROA) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan Return saham perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0.847. Sehingga disimpulkan bahwa perubahan ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap Return saham. (H5 ditolak).

Perubahan Sales Growth (SG) tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan Return saham perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,177. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan Sales Growth (SG) tidak berpengaruh signifikan terhadap Return saham dapat. (H6 ditolak).

Berdasarkan kesimpulan diatas, menunjukkan bahwa hanya DER yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Return saham, sedangkan EVA, CR, PER, ROA dan SG tidak terbukti mampu mempengaruhi variasi perubahan Return saham perusahaan di sektor pertambangan yang terdaftar di BEI berdasarkan data yang diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian ini maka diajukan beberapa saran praktis sebagai berikut :

  • 1)    Bagi investor tingkat DER dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi yang cukup berarti bagi para calon investor di BEI terutama untuk saham-saham pada sektor industri pertambagan. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh yang signifikan variabel DER terhadap Return saham.

  • 2)    Tidak signifikannya faktor fundamental

perusahaan terhadap Return saham perusahaan di sektor pertambangan yang terdaftar di BEI memperlihatkan bahwa variasi perubahan harga saham lebih didominasi oleh faktor-faktor eksternal seperti makro ekonomi (misalnya inflasi, suku bunga, kurs mata uang, dan kebijakan kebijakan pemerintah).

Berdasarkan temuan penelitian ini, maka agenda penelitian mendatang yang dapat diberikan adalah :

  • 1)    Mengeksplorasi lebih dalam mengenai hubungan masing-masing variabel, terutama faktor eksternal perusahaan, karena masih terdapat ketidakkonsistenan antar hasil penelitian.

  • 2)    Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan sampel perusahaan selain sektor pertambangan. Penelitian selanjutnya disarankan juga memperluas bahasan melalui aspek yang tidak hanya berupa aspek keuangan.

Dengan menggunakan model yang berbeda, penelitian mendatang disarankan meneliti variabel makro terhadap Return saham karena faktor ekonomi yang tidak stabil akan mempengaruhi harga saham.

DAFTAR PUSTAKA

Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft Indonesia

Anthony, Robert N., and Vijay Govindarajan., 2007. Management Control Systems, 12th Ed, Irwin-McGraw Hill.

Dodd, John L., and Shimin Chen. 1996. EVA : A New Panacea ?, Bussiness and Economic Review, July-September 1996.

Gapenski, Louis C. 1996. Using MVA and EVA to measure financial performance, Healthcare Financial Management.

Hartono, Jogiyanto. (2003). Teori Portofollio dan Analisis Investasi,

Edisi kelima. Yogyakarta: BPEE

Hartono, Jogiyanto and Cendrawati. 1999.

ROA and EVA : A Comparative Empirical Study, Gadjah Mada International Journal of Business, Vol 1, No 1, May 1999. Yogyakarta.

Hermendiastoro, A. 2005.Pengaruh Kinerja Perusahaan dan Kondisi Ekonomi Terhadap Return Saham Dengan Metode Intervalling (Studi Kasus pada Saham-Saham LQ45). Tesis tidak dipublikasikan. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Husnan, Suad. 1998. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang),Edisi 4, Buku 1. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Kennedy J.S.P. 2003. Analisis Pengaruh dari Return on Asset, Return on Equity, Earnings Per Share, Profit Margin, Asset Turnover, Rasio Leverage dan Debt to Equity Ratio terhadap Return Saham (Studi terhadap Saham-saham yang termasuk dalam LQ-45 di BEJ Tahun 2001). Tesis tidak dipublikasikan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia

Lehn, Kenneth and Anil K. Makhija. 1996. EVA & MVA as Performance Measures and Signals for Strategic Change, Strategic & Leadership, Mei-Junitahun 1996.

Parawiyati; Ambar W.H and Edi S.

2000.”Penggunaan        Informasi

Keuangan untuk Memprediksi

Keuntungan Investasi Bagi

Investor di Pasar Modal.” Jurnal

Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 3, No. 2, Juli: 214-228

Prihartini, Ratna, (2009), Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER, dan CR Terhadap Return Saham (Studi Kasus Saham Industri Real Estate and Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2003–2006), Tesis,    Semarang:

Universitas Diponegoro.

Raharjaputra, Hendra. 2009. Manajemen Keuangan dan Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat

Rousana, Mike. 1997. Tulisanutama: Memanfaatkan EVA untuk Menilai Perusahaan di Pasar Modal Indonesia, Majalah Usahawan No.4 Th. XXVI, April 1997. Jakarta.

Sartono, R. Agus dan Kusdianto Setiawan.1999. Adakah Pengaruh EVA terhadap Nilai Perusahaan dan Kemakmuran Pemegang Saham pada Perusahaan Publik, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 14 No. 4 tahun 1999.

Tampubolon, Rizki. 2009. Pengaruh Kinerja     Keuangan Terhadap

Return     Saham     Perusahaan

Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, ). Skripsi tidak dipublikasikan. Medan: Program Sarjana Universitas Sumatra Utara

Tuasikal, Askam (2001). “Manfaat Informasi     Akuntansi dalam

Memprediksi Return    Saham

(Studi terhadap perusahaan pemanufaktur       &       non

pemanufakturan),’”        Makalah

Seminar. Seminar Nasional Akuntansi IV Tahun 2000.

Ulupui, IGKA., (2005), Analisis

Pengaruh Leverage, Profitabilitas

Rasio      Likuiditas,

Aktivitas,       dan

Terhadap Return

Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Dengan

Kategori Konsumsi Akuntansi, Udayana

Industri       Barang

di BEJ), Jurnal

Bali:     Universitas