32 Jurnal Buletin Studi Ekonomi. Vol. 23 No. 1, Februari 2018

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DICLOSURE DAN REPUTASI MANAJEMEN PUNCAK PADA REPUTASI PERUSAHAAN

I Gede Dirga Surya Arya Widhyadanta1

A.A.G.P Widanaputra2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email: [email protected]

Abstract: Influence of Corporate Social Responsibility Disclosure on Corporate Reputation and Influence of Top Management Reputation on Corporate Reputation. This research aims to get empirical evidence about influence of corporate social responsibility disclosure on corporate reputation and influence of top management reputation on corporate reputation. The population of this research is mining sector companies listed in BEI period 2013-2016 with the amount of sample as many as 116 companies obtained by using purposive sampling technique. This research is a quantitative research using secondary data obtained from the official website of BEI. The analysis technique used in this study is multiple regression analysis. The result showed that corporate social responsibility disclosure has positive influence on corporate reputation and top management reputation has positive influence on corporate reputation. The more corporate social responsibility disclosure then corporate reputation has better. The higher of the top management reputation then corporate reputation has better.

Keywords: Corporate Social Responsibility Disclosure, Top Management Reputation, Corporate Reputation

Abstrak: Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Pada Reputasi Perusahaan dan Pengaruh Reputasi Manajemen Puncak Pada Reputasi Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh corporate social responsibility disclosure pada reputasi perusahaan dan pengaruh reputasi manajemen puncak pada reputasi perusahaan. Populasi penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2013-2016 dengan jumlah sampel sebanyak 116 perusahaan yang datanya diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs resmi BEI. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa corporate social responsibility disclosure berpengaruh positif pada reputasi perusahaan dan reputasi manajemen puncak berpengaruh positif pada reputasi perusahaan. Semakin luas corporate social responsibility disclosure maka reputasi perusahaan semakin baik, semakin tinggi reputasi manajemen puncak maka reputasi perusahaan semakin baik.

Kata kunci: Corporate Social Responsibility Disclosure, Reputasi Manajemen Puncak, Reputasi Perusahaan

PENDAHULUAN

Lingkungan bisnis dewasa ini konsumen dan stakeholder semakin cerdas dan kritis serta memiliki akses yang semakin besar terhadap informasi sehingga mengharuskan perusahaan-perusahaan tidak hanya memperhatikan faktor-faktor teknis dan finansial dalam menjalankan usahanya.

Reputasi perusahaan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Reputasi perusahaan yang baik merupakan sumber daya langka dan berharga, serta merupakan sumber dari keunggulan daya saing untuk mendapatkan above average return (Barney, 1991). Terlebih lagi, reputasi merupakan suatu bagian penting karena ruang lingkupnya yang luas dan

secara potensial sangat menguntungkan bagi perusahaan karena mengintegrasikan beberapa pertimbangan (blends considerations) dari keuangan, manajemen, periklanan (advertising), dan hubungan masyarakat (public relations) (Srivastava, et. al., 1997).

Perhatian pelaku bisnis terhadap pelaporan ekonomi, sosial dan lingkungan semakin meningkat seiring dengan banyaknya kasus lingkungan yang terjadi di Indonesia. Hal ini berarti apabila perusahaan tidak memperhatikan isu tentang kerusakan lingkungan dan sosial akan mengakibatkan reputasi perusahaan menurun sehingga para investor enggan berinvestasi di perusahaan tersebut. Keengganan investor melakukan investasi akan menyebabkan perusahaan kehilangan salah satu sumber pendanaan bagi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri, yang seharusnya bisa didapatkan apabila perusahaan memiliki reputasi yang bagus, yaitu dengan lebih mempedulikan lingkungan dan sosial.

Reputasi mempunyai nilai ekonomi untuk perusahaan sebab sulit untuk ditiru. Para pesaing tidak bisa membuat replikasi faktor-faktor yang unik dan proses-proses kompleks yang menghasilkan reputasi. Untuk mempertahankan keunggulan relatif tersebut, memerlukan komitmen dari manajemen perusahan terhadap reputasi perusahaan (Afdhal, 2008).

Bagi perusahaan yang sudah go public atau emiten pasar modal, reputasi perusahaan cenderung dapat meningkatkan penilaian investor, yang pada akhirnya akan memudahkan perusahaan untuk memperoleh modal. Adapun modal menjadi salah satu sumber daya penting bagi perusahaan, namun sangat terbatas jumlahnya, sehingga perlu mendapat perhatian utama (Suta, 2006). Oleh karena itu, para emiten harus mampu menjaga eksistensi perusahaannya tersebut di pasar modal terkait akan kebutuhannya terhadap modal sebagai pembiayaan jangka panjang bagi perusahaannya.

Kegiatan operasional perusahaan tentunya membawa dampak bagi kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat,

khususnya di sekitar perusahaan beroperasi (Harahap, 2002). Hadi (2014) menyatakan, jika aktivitas perusahaan berdampak pada lingkungan eksternal, untuk itu sudah seharusnyaadakebijakanakuntansimelaporkan dampak yang ditimbulkan perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban atau disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai langkah nyata dalam memberikan sumbangan kepada masyarakat.

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu faktor dalam membentuk reputasi perusahaan. Sebagai wujud kepedulian suatu perusahaan terhadap lingkungan dapat mempengaruhi penilaian stakeholders terhadap perusahaan tersebut. Semakin tinggi kepedulian perusahaan pada lingkungan disekitar perusahaan, maka diharapannya terjalin hubungan yang saling menguntungkan perusahaan dengan para stakeholders.

Branco dan Rondrigues (2006) menyatakan bahwa CSR memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan reputasinya dalam persepsi stakeholders yang luas yang termasuk pelanggan, pemasok, pesaing, bank dan investor. Jika program CSR dikomunikasikan dengan baik kepada publik, program bisa membantu meningkatkan reputasi perusahaan dan kredibilitas (Carter et al., 2002). Semakin luas pengungkapan CSR pada perusahaan diharapkan dapat memberikan sinyal berupa goodnews kepada investor sehingga dapat meningkatkan reputasi perusahaan.

Satu perspektif berpendapat bahwa CSR dan reputasi perusahaan berhubungan positif (Brammer dan Millington, 2004; Balmer dan Greyser, 2003) sebagai kegiatan CSR seperti kontribusi amal dan praktek ramah lingkungan memungkinkan perusahaan untuk mengimbangi permasalahan bisnis yang merupakan hasil dari tindakan yang tidak bertanggung jawab dimasa lalu. Gazzola (2014) menyatakan CSR berpengaruh signifikan positif terhadap reputasi perusahaan. Perspektif lain berpendapat bahwa kegiatan CSR tidak terkait dengan reputasi perusahaan (Bartley, 2007; Klein, 2000; Seidman, 2007). Hal ini didasarkan pada argumen bahwa

kredibilitasperusahaantidakdapatditingkatkan jika inisiatif CSR terutama dirancang dengan motif menghasilkan keuntungan. Menurut Walter (2012), kegiatan CSR dapat menodai citra perusahaan di sisi karyawan karena beberapa perusahaan meningkatkan anggaran CSR dengan memotong upah karyawan. Kayondo, Kyungho, dan Hyunwoo (2015) menyatakan bahwa CSR dengan proksi emisi beracun berpengaruh negatif terhadap reputasi perusahaan.

Selain dengan melakukan kegiatan CSR, salah satu pembentuk reputasi perusahaan adalah reputasi manajemen puncak. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan keberhasilan perusahaan, meningkatkan kinerja serta mempengaruhi pihak internal maupun luar perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan (Hambrick dan Mason 1984; Finkelstein 1992). Manajemen puncak yang memiliki reputasi dapat memberikan sinyal dengan dua cara, yaitu dengan memfasilitasi hubungan internal perusahaan dan menjalankan peran simbolik cukup besar(D’Aveni, 1990).

Satu perspektif menyatakan bahwa reputasi manajemen puncak dan reputasi perusahaan berhubungan positif. Hasil penelitian Aini (2008) menyatakan reputasi manajemen puncak dan dewan komisaris dengan proksi latarbelakang pendidikan berpengaruh positif terhadap penilaian investor pada perusahaan yang melakukan IPO. Certo (2003) menemukan hubungan yang signifikan antara reputasi dewan pengurus dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan para investor. Hasil penelitian Suta (2006) menunjukkan bahwa reputasi manajemen puncak memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kinerja pasar. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2008) yang mereplikasi dari penelitian Suta (2006) mendapatkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian Fitri (2008) mendapatkan hasil bahwa reputasi manajemen puncak perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan dengan proksi Return saham.

Atas dasar penelitian-penelitian sebelumnya yang masih bertentangan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh informasi non-akuntansi khususnya pada kemampuan reputasi manajemen puncak dalam mempengaruhi reputasi perusahaan, yang diukur dengan shareholder return. Di Indonesia, tingkat kepedulian investor akan reputasi suatu perusahaan masih terbilang rendah. Dapat dilihat dari mayoritas masyarakat investor di Indonesia yang berorientasi pada investasi jangka pendek.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh corporate social responsibility disclosure dan reputasi manajemen puncak dalam mempengaruhi reputasi perusahaan. Di Indonesia, tingkat kepedulian investor akan reputasi suatu perusahaan masih cukup rendah. Dilihat dari mayoritas masyarakat investor di Indonesia yang berorientasi pada investasi jangka pendek.

Adapun dalam penelitian ini, menggunakan saham-saham perusahaan pertambangan. Sektor pertambangan dipilih karena pada umumnya menghadapi isu-isu sosial yang sulit dalam melakukan operasi, serta masalah lingkungan keras yang secara teknis sulit untuk diselesaikan (Dashwood, 2013). Pengalaman tentang kerusakan lingkungan serta dampak eksternalitas sosial yang seringnya bersifat negatif meninggalkan reputasi buruk bagi perusahaan dan dapat menjadi ancaman terhadap legitimasi perusahaan yang bersangkutan.

Teori sinyal mengatakan bahwa kegiatan tanggung jawab sosial dapat memberikan informasi kepada investor tentang prospek Return masa depan yang substansial. Pengungkapan CSR yang sesuai dengan keinginan stakeholder dapat diterima sebagai sinyal berupa goodnews sehingga perusahaan memiliki prospek bagus di masa depan dan memastikan terciptannya sustainability development. Perusahaan melakukan pengungkapan corporate social responsibility dengan harapan dapat meningkatkan reputasi dengan peningkatan harga saham.

Berdasarkan teori stakeholder, perusahaan tidak hanya beroperasi untuk

kepentingan perusahaan sendiri, perusahaan juga mampu memberikan suatu manfaat bagi pemangku kepentingan lainnya (Ghozali dan Chariri, 2007). Donaldson dan Dunfee (1994) menegaskan bahwa setiap perusahaan diminta untuk menunjukkan tindakan tanggung jawab kepada semua pemangku kepentingan, tidak hanya dari dalam perusahaan tetapi juga dari luar perusahaan, yang juga termasuk tanggung jawab terhadap lingkungan. Proporsi ini didukung oleh penelitian dari Marshall (2007) yang menemukan bahwa perusahaan bisa membangun reputasi positif dengan menunjukkan tanggung jawab dalam pelestarian lingkungan dan sosial. Dalam hal ini, tanggung jawab sosial perusahaan bisa mempromosikan reputasi perusahaan. Dengan demikian, meningkatnya kualitas dan reputasi yang intrinsik terjalin dengan kualitas lingkungan dan tanggung jawab sosial (Galbreath, 2011). Kayondo, Kyungho dan Hyunwoo (2015) menyatakan bahwa aktivitas CSR dalam proksi kontribusi amal memiliki pengaruh positif terhadap reputasi perusahaan yang diproksikan dengan shareholder return. Berdasarkan kajian teoritis dan empiris serta konsep penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut:

H1: Semakin Luas Corporate Social Responsibility Disclosure maka reputasi perusahaan semakin tinggi.

Manajemen puncak yang memiliki reputasi dapat memberikan sinyal dengan dua cara, yaitu dengan memfasilitasi hubungan internal perusahaan dan menjalankan peran simbolik yang cukup besar (D’Aveni ,1990). Clark dan Smith (2002) menegaskan bahwa tingkat pendidikan, hubungan sosial, dan pengalaman bekerja yang dimiliki manajemen puncak berhubungan dengan tingkat inovasi dalam perusahaan.

Mengikuti penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini mengusulkan bahwa reputasi manajemen puncak mempengaruhi legitimasi organisasi dengan dua cara. Pertama, reputasi manajemen puncak mempengaruhi hubungan antar organisasi.

Dari perspektif institusi, hubungan ini memperluas jaringan kerja organisasi yang mewakili suatu cara penting organisasi menyesuaikan diri, khususnyatekanan-tekanan normatif dan kognitif (D’Aveni dan Kesner 1993). Kedua, reputasi manajemen puncak menjalani peran simbolik yang besar. Dengan dua cara tersebut, reputasi manajemen puncak memberikan suatu isyarat mulai dari perusahaan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sejak para investor mampu mengambil kesimpulan dari isyarat-isyarat kemungkinan yang terjadi.

Menurut Ross (2003), manajemen puncak merupakan penjaga reputasi, dan kemampuan manajemen puncak diharapkan dapat menjaga reputasi dan menjadi dasar pengukuran kinerja perusahaan. Selain itu, kemampuan manajemen puncak dalam menjaga reputasi menjadi dasar pengukuran kinerja perusahaan. Aini (2008), menyatakan bahwa reputasi manajemen puncak yang di proksikan dengan latarbelakang pendidikan berpengaruh positif pada penilaian investor. Berdasarkan kajian teoritis dan empiris serta konsep penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut:

H2: Semakin tinggi reputasi manajemen puncak maka reputasi perusahaan semakin tinggi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif berupa data sekunder yang diperoleh di website Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hipotesis yang diajukan, diidentifikasi 3 jenis variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas yaitu Corporate Social Responsibility Disclosure dan reputasi manajemen puncak, variabel terikat yaitu reputasi perusahaan, dan variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan.

Data sekunder pada penelitian ini menggunakan laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2016 yang diperoleh melalui website Bursa Efek Indonesia. Data kualitatif dalam penelitian ini laporan tahunan yang berkaitan dengan profil

manajemen puncak perusahaan dan Corporate Social Responsibility Dislosure perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2016.

Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam kelompok sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013-2016. Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan atau kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Sampel dikumpulkan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: Perusahaan yang mempublikasikan annual report tahun buku 2013-2016, perusahaan yang melakukan pengungkapan CSR dalam annual report (laporan tahunan) selama periode 2013-2016, terdapat informasi mengenai latarbelakang pendidikan, pengalaman kerja manajemen puncak dalam annual report laporan tahunan selama periode 2013-2016.

Variabel reputasi perusahaan adalah suatu pandangan stakeholder pada perusahaan yang dinilai dari baik atau tidaknya hal-hal seperti keterbukaan, kualitas dan lainnya. Penelitian ini menggunakan shareholder Return sebagai proksi reputasi perusahaan, yang mengukur nilai perusahaan dalam hal saham dan saham dari waktu ke waktu (Porter dan Kramer, 2011) dan menekankan daya tarik emosional pemegang saham (Gardberg dan Hartwick, 1990). Black dan Carnes (2000) berpendapat, shareholder Return juga mewakili bagian mendasar reputasi. Shareholder return menggabungkan apresiasi harga saham dan dividen yang dibayarkan untuk menunjukkan total return kepada shareholder, yang dirumuskan sebagai berikut:

TSR = Pit - Pit-1 + D it it

Pit

Keterangan:

TSRit : Total shareholder Return perusahaan i periode t

Pit : harga saham perusahaan i pada akhir periode t

Pit-1 : harga saham perusahaan i pada akhir

periode t-1

Dit : dividen yang dibayarkan oleh perusahaan i pada akhir periode t

Variabel Corporate Social Responsibility Disclosure diukur dengan menggunakan standar Global Reporting Initiative (GRI). Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, dan pemanfaatan sustainability reporting. Dalam standar GRI-G4 (2013) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial mencakup praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, tanggung jawab atas produk dengan total kinerja indikator mencapai 91 indikator. GRI-G4 dirancang agar dapat diterapkan secara universal untuk semua organisasi, besar dan kecil, di seluruh dunia. Pengukuran dilakukan berdasarkan indeks pengungkapan masing-masing perusahaan yang dihitung melalui pembagian antara jumlah pendapatan bersih perusahaan dengan jumlah item yang diharapkan diungkapkan perusahaan, yang dirumuskan sebagai berikut:

∑Xij

CSRI =          x 100%

Ni

Keterangan:

CSRI : Corporate Social Responsibility Indeks Perusahaan

Ni : Jumlah kriteria pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk perusahaan i, Ni ≤ 91

Xji : Jumlah pengungkapan C orporate Social Responsibility (CSR) untuk perusahaan i pada akhir periode j. 1 = Jika kriteria diungkapkan; 0 = Jika kriteria tidak diungkapkan

Variabel reputasi manajemen puncak menunjukkan karakteristik-karakteristik positif dari manajemen puncak. Makna reputasi itu sendiri dinilai melalui komponen-komponen yang melekat pada manajemen puncak.

Komponen-komponen yang dipilih dalam penelitian ini latar belakang pendidikan, pengalaman bekerja dan jabatan manajemen puncak yang masih dipegang diperusahaan lain seperti penelitian yang dilakukan Aini (2008). Pengukuran terhadap reputasi manajemen puncak dilakukan menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan. Adapun yang menjadi variabel pengukurannya adalah persentase manajemen puncak yang memiliki gelar S2 dari perguruan tinggi unggulan, manajemen puncak yang lulus S2 dari perguruan tinggi luar negeri diukur menggunakan variabel dummy, dummy 0 = bukan lulusan luar negeri dan dummy 1 = lulusan luar negeri, rata-rata pendidikan tinggi yang dimiliki oleh manajemen puncak diukur dengan skala perangkingan dari 0 sampai 3 (Nilai 0 = tidak memiliki gelar sarjana, nilai 1 = memiliki gelar S1, nilai 2 = memiliki gelar S2, nilai 3 = memiliki gelar S3), rata-rata jumlah perusahaan yang pernah dipimpin oleh anggota manajemen puncak, persentanse manajemen puncak yang pernah menjadi manajemen puncak sebelumnya, jumlah manajemen puncak yang menjabat sebagai manajemen puncak di perusahaan lain, rata-rata jumlah perusahaan yang dipegang oleh manajemen puncak dan persentase jumlah manajemen puncak yang menjabat sebagai manajemen puncak di perusahaan lain.

Delapan pengukuran diatas akan dilakukan analisis faktor untuk mendapatkan satu faktor yang dapat digunakan sebagai proksi reputasi manajemen puncak. Tujuan analisis faktor adalah mereduksi variabel amatan secara keseluruhan menjadi beberapa variabel atau dimensi baru, akan tetapi variabel atau dimensi baru yang terbentuk tetap mampu merepresentasikan variabel utama (Yamin dan Heri, 2009).

Variabel kontrol pada penelitian ini adalah Ukuran Perusahaan (size) karena ada kemungkinan terdapat perbedaan antara perusahaan yang ukurannya besar dan perusahaan yang ukurannya kecil. Penggolongan perusahaan besar dan kecil ini

mengacu pada penelitian Lukviarman (2004) dimana perusahaan besar merupakan perusahaan yang memiliki size diatas mean dari keseluruhan observasi, dan perusahaan kecil merupakan perusahaan yang memiliki size dibawah mean dari keseluruhan observasi.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif dengan melakukan penilaian pengaruh corporate social responsibility disclosure dan reputasi manajemen puncak pada reputasi perusahan. Alat analisis dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda adalah alat analisis yang berguna untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel bebas pada variabel terikat dan bertujuan untuk memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel terikat berdasarkan nilai variabel bebas yang diketahui (Ghozali, 2016).

Model regresi berganda ditunjukan dalam persamaan sebagai berikut:

TSR = α + β1CSRI + β2REPU + β3SIZE + e

Keterangan:

TSR  = Reputasi Perusahaan

α     = Konstanta

β1-β3 = Koefisien Regresi CSRI =Corporate Social Responsibility Indeks

REPU = Reputasi Manajemen Puncak SIZE = Ukuran Perusahaan e = Standar Error

Uji kelayakan model (Uji Goodness of Fit) digunakan sebagai pengukur ketepatan regresi sampel dalam menaksir nilai aktual. Secara statistik uji kelayakan model dapat dilakukan melalui pengukuran nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif dapat mendeskripsikan data-data dari masing-masing variabel yang digunakan dalam konsep penelitian. Tabel 1 menunjukan statistik deskriptif dari variabel–variabel yang

digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 1

Hasil Statistik Deskriptif Variabel

N

Nilai

Minimum

Nilai

Maximum

Nilai

Rata-rata

Standar

Deviasi

Reputasi Perusahaan

116

- 0,93

1,43

- 0,02

0,51

Corporate Social Responsibility Disclosure

116

0,40

0,80

0,58

0,08

Reputasi Manajemen Puncak

116

0,00

1,00

0,38

0,34

Ukuran Perusahaan

116

25,76

32,10

29,18

1,46

Valid N

Sumber: data sekunder diolah, (2017)

Reputasi Perusahaan memiliki nilai terendah -0,93, nilai maksimum 1,43, mean -0,02, dan deviasi standar 0,51. Hasil ini menunjukkan deviasi standar lebih besar daripada mean, berarti bahwa reputasi perusahaan memiliki fluktuasi yang besar. Nilai mean sebesar -0,02 menunjukkan secara rata-rata perusahaan pertambangan mengalami penurunan harga saham periode 2013-2016. Corporate social responsibility disclosure memiliki nilai terendah 40, nilai maksimum 0,80, mean 0,58, dan deviasi standar 0,08. Hasil ini menunjukkan deviasi standar lebih kecil daripada mean, berarti bahwa CSRD memiliki fluktuasi yang kecil. Nilai mean sebesar 58,39% menunjukkan secara rata-rata perusahaan pertambangan sudah mengungkapkan indikator sebesar 53 dari total 91 indikator yang harus diungkapkan dalam GRI G4. Reputasi Manajemen Puncak memiliki nilai terendah 0, nilai maksimum 1, mean 0,38, dan deviasi standar 0,34. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai mean, berarti bahwa reputasi manajemen puncak memiliki fluktuasi yang kecil. Nilai rata-rata sebesar 0,38 menunjukkan secara rata-rata manajemen puncak yang menjadi manajemen puncak di perusahaan lain sedikit. Ukuran Perusahaan memiliki nilai terendah 25,78, nilai maksimum 32,10, mean 29,18, dan deviasi standar 1,46. Hal ini menunjukkan bahwa nilai deviasi standar lebih kecil daripada nilai mean, berarti bahwa ukuran perusahaan memiliki fluktuasi yang kecil. Nilai rata-rata sebesar 29,18 menunjukkan

secara rata-rata total aktiva perusahaan pertambangan sebesar Rp. 4.715.791.666.945,00.

Dalam penelitian ini menggunakan analisis faktor untuk mendapatkan satu faktor yang dapat digunakan sebagai proksi reputasi manajemen puncak. Variabel faktor reputasi manajemen puncak diproksikan dengan Persentase manajemen puncak yang memiliki gelar S2 dari perguruan tinggi unggulan (REPU 1). Manajemen puncak yang lulus S2 dari perguruan tinggi luar negeri (REPU 2). Rata-rata pendidikan tinggi yang dimiliki oleh manajemen puncak (REPU 3). Rata-rata Jumlah perusahaan yang pernah dipimpin oleh anggota manajemen puncak (REPU 4). Persentanse manajemen puncak yang pernah menjadi manajemen puncak sebelumnya (REPU 5). Jumlah manajemen puncak yang menjabat sebagai manajemen puncak di perusahaan lain (REPU 6). Rata-rata jumlah perusahaan yang dipegang oleh manajemen puncak (REPU 7) dan Persentase jumlah manajemen puncak yang menjabat sebagai manajemen puncak di perusahaan lain (REPU 8).

Berdasarkan hasil analisis faktor dari delapan variabel yang diproksikan sebagai indikator Reputasi Manajemen Puncak, ternyata hanya tiga variabel yang valid membentuknya, yaitu Jumlah manajemen puncak yang menjabat sebagai manajemen puncak di perusahaan lain (REPU 6), Rata-rata jumlah perusahaan yang dipegang oleh manajemen puncak (REPU 7) dan Persentase jumlah manajemen puncak yang menjabat

sebagai manajemen puncak di perusahaan lain (REPU 8).

Tabel 2

Ringkasan Analisis Komponen faktor

Variabel Indikator

Anti Image

Communalities

Loading Faktor

REPU 6

0,699

0,908

0,953

REPU 7

0,881

0,830

0,911

REPU 8

0,676

0,924

0,961

Sumber: Data diolah, 2017

Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa variabel Persentase jumlah manajemen puncak yang menjabat sebagai manajemen puncak di perusahaan lain (REPU 8) adalah variabel yang paling besar kontribusinya terhadap reputasi manajemen puncak, maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang selanjutnya digunakan untuk proksi reputasi manajemen puncak dalam penelitian ini adalah Persentase Jumlah manajemen puncak yang menjabat sebagai manajemen puncak di perusahaan lain (REPU 8).

Tabel 3


Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2016). Tabel 3 menunjukkan nilai residual dengan tingkat signifikansi 0,656. Angka ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal atau memenuhi asumsi normalitas.

Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengujiapakahdalammodelregresiditemukan korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2016). Model Regresi yang baik seharusnya tidak

Hasil Uji Normalitas

Unstandardized

Residual

N

116

Normal Parameters

Mean

0,00

Standar Deviation

0,44

Most Extreme Differences

Absolute

0,06

Positive

0,06

Negative

-0,05

Kolmogoov-Smirnov Z

0,73

Asymp. Sig. (2-Tailed)

0,65

Sumber: Data sekunder diolah, 2017


Tabel 4

Hasil Uji Multikoleniaritas

Hasil Uji Multikoleniaritas

Tolerance

VIF

Corporate social responsibility disclosure (CSRI)

0,919

1,088

Reputasi Manajemen Puncak (REPU)

0,947

1,056

Ukuran Perusahaan (SIZE)

0,889

1,125

Sumber: Data sekunder diolah, 2017


terjadi korelasi di antara variabel independen. Menurut Ghozali (2016) nilai cut off yang umunya dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance dibawah 0,10 atau sama dengan variance inflation factor (VIF) di atas 10.

Berdasarkan Hasil uji multikoleniaritas pada Tabel 4 menunjukkan semua variabel memiliki nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10. Hasil ini menunjukkan tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas dalam model regresi.

Dalam penelitian ini dilakukan uji autokorelasi dengan tujuan untuk menguji model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada periode t-1. Hasil uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW test). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi autokorelasi (Ghozali, 2016).

Hasil pengujian autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson yang diperoleh adalah sebesar 2,012. Nilai tersebut terletak diantara dU dan 4-dU yaitu diantara 1,7504 dan 2,2496 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat gejala autokorelasi dalam penelitian ini.

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2016). Metode yang digunakan untuk menguji heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah uji glejser seperti ditunjukkan pada tabel 5.

Hasil pengujian diketahui bahwa seluruh variabel independen tidak berpengaruh pada nilai absolut residual (AbUt). Nilai signifikansi setiap variabel independen di atas 0,05, sehingga data bebas dari heteroskedastisitas.

Analisis regresi digunakan untuk

Tabel 5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Unstandardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. error

(Constant)

-0,616

0,647

-0,951

0,343

CSRI

0,472

0,332

1,420

1,158

REPU

-0,084

0,079

-1,069

0,288

SIZE

0,24

0,019

1,268

0,207

Sumber: Data sekunder diolah, 2017


Tabel 6

Hasil Analisis Regresi Berganda

Standardized

Unstandardized Coefficients

Model

Coefficients                  t       Sig.

B                  Std. error       Beta

(Constant)

-4,115                    1,025                                   -4,014    0,000

CSRI

2,979                   0,526          0,481                  5,659    0,000

REPU

0,260                   0,124          0,175                  2,086    0,039

SIZE

0,077                   0,031          0,218                  2,522    0,013

Adjusted R2

0,236

F

12,856                                                  0,000

Sumber: Data sekunder diolah, 2017


mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen pada variabel dependennya. Model regresi linear dapat dibentuk dengan melihat nilai koefisien regresi (β) masing-masing variabel independen. Tabel 6 berikut ini menunjukkan koefisien regresi dan tingkat signifikansi masing-masing variabel.

TSR= -4,115 + 2,979 CSRI + 0,260 REPU + 0,077 SIZE

Nilai konstanta sebesar -4,115 artinya reputasi perusahaan tahun 2013-2016 pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI akan bernilai negatif 4,115 jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak ada pengungkapan CSR (CSRI=0), tidak ada reputasi manajemen puncak (REPU=0), dan ukuran perusahaan (SIZE=0).

CSRI mempunyai koefisien regresi sebesar 2,979 yang berarti bahwa setiap peningkatan 1% CSRI berdasarkan indikator GRI (dengan asusmsi bahwa nilai koefisien CSRI tetap atau tidak berubah) maka akan meningkatkan reputasi perusahaan sebesar 2,979.

REPU mempunyai koefisien regresi 0,260 yang memiliki arti setiap peningkatan satu-satuan akan meningkatkan reputasi perusahaan sebesar 0,260 (dengan asumsi bahwa nilai koefisien variabel lain tetap atau tidak berubah).

SIZE mempunyai koefisien regresi 0,077 yang memiliki arti setiap peningkatan satu-satuan akan meningkatkan reputasi perusahaan sebesar 0,077 (dengan asumsi bahwa nilai koefisien variabel lain tetap atau tidak berubah).

Koefisien determinasi (R2) mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil pengujian pada Tabel 6 menunjukkan nilai Adjusted R2 adalah sebesar 0,236 atau 23,6 persen. Angka ini menunjukkan bahwa sebesar 23,6 persen variabilitas reputasi perusahaan dipengaruhi oleh luas pengungkapan CSR, dan reputasi manajemen puncak serta ukuran perusahaan. Sisanya sebesar 76,4 persen variabilitas reputasi perusahaan dipengaruhi oleh variabel

lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat. Hasil pengujian uji F Tabel 6 menunjukkan F hitung sebesar 12,856 dengan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hasil ini menunjukkan semua variabel bebas secara simultan merupakan penjelas yang signifikan pada variabel terikat, sehingga model yang digunakan untuk penelitian layak (fit).

Hipotesis pertama menyatakan bahwa Semakin luas corporate social responsibility disclosure maka reputasi perusahaan semakin tinggi. Hasil pengujian menunjukkan variabel Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRI) memiliki koefisien regresi positif sebesar 2,979 dengan tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari α (5%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa corporate social responsibility disclosure berpengaruh positif pada reputasi perusahaan atau dengan kata lain H1 diterima. Hal ini berarti bahwa semakin luas corporate social responsibility disclosure maka semakin tinggi reputasi perusahaan. Teori Sinyal mengemukakan bagaimana sebuah perusahaan dapat memberikan sinyal berupa informasi kepada stakeholder. Sinyal ini dapat berupa informasi mengenai keuntungan perusahaan. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Corporate Social Responsibility Disclosure dapat digunakan manajemen untuk menunjukkan kepada pemegang saham atau para investor bahwa perusahaan lebih baik dari perusahaan lain karena bertanggung jawab terhadap seluruh dampak dari aktivitas perusahan. Tanggung jawab sosial perusahaan memberikan informasi kepada investor tentang Return masa depan. Tanggung jawab sosial perusahaan yang sesuai dengan harapan stakeholder dapat diterima sebagai sinyal positif.

Berdasarkan teori stakeholder, Teori ini menyatakan perusahaan akan secara sukarela mengungkapankan informasi kinerja

lingkungan, sosial, dan intelektual, melebihi permintaan wajibnya untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder. Tujuan utamanya adalah membantu manajer perusahaan untuk mengerti lingkungan stakeholder dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif diantara keberadaan hubungan-hubungan dilingkungan perusahaan mereka serta menolong manajer perusahaan dalam meningkatkan nilai dari dampak aktivitas-aktivitas mereka dan meminimalkan kerugian bagi stakeholder. Perusahaan tidak hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, perusahaan juga harus mampu memberikan manfaat bagi pemangku kepentingan lainnya (Ghozali dan Chariri, 2007). Donaldson dan Dunfee (1994) menegaskan bahwa setiap perusahaan diminta untuk menunjukkan tindakan tanggung jawab kepada semua pemangku kepentingan, tidak hanya dari dalam perusahaan tetapi juga dari luar perusahaan, yang juga termasuk tanggung jawab terhadap lingkungan. Proporsi ini didukung oleh penelitian dari Marshall (2007) yang menemukan bahwa perusahaan bisa membangun reputasi positif dengan menunjukkan tanggung jawab dalam pelestarian lingkungan dan sosial. Dalam hal ini, tanggung jawab sosial perusahaan bisa mempromosikan reputasi perusahaan.

Hasil penelitian ini memberikan dukungan terhadap hasil penelitian yang dilakukan (Brammer dan Millington, 2004; Balmer dan Greyser, 2003) sebagai kegiatan CSR seperti kontribusi amal dan praktek ramah lingkungan memungkinkan perusahaan untuk mengimbangi permasalahan bisnis yang merupakan hasil dari tindakan yang tidak bertanggung jawab dimasa lalu. Gazzola (2014) menyatakan CSR berpengaruh signifikan positif terhadap reputasi perusahaan. Meningkatnya kualitas dan reputasi yang intrinsik terjalin dengan kualitas lingkungan dan tanggung jawab sosial (Galbreath, 2011). Kayondo, Kyungho dan Hyunwoo (2015) menyatakan bahwa aktivitas CSR dalam Proksi kontribusi amal berpengaruh positif terhadap reputasi perusahaan yang diproksikan dengan shareholder return.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa semakin tinggi reputasi manajemen puncak maka reputasi perusahaan semakin tinggi. Hasil pengujian menunjukkan variabel reputasi manajemen puncak (REPU) memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,260 dengan tingkat signifikansi 0,039 lebih kecil dari α (5%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa reputasi manajemen puncak (REPU) berpengaruh positif pada reputasi perusahaan atau dengan kata lain H2 diterima. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi reputasi manajemen puncak yang dimiliki perusahaan maka semakin tinggi reputasi perusahaan. Manajemen puncak yang memiliki reputasi dapat memberikan sinyal kepada investor dengan dua cara, yaitu dengan memfasilitasi hubungan internal perusahaan dan menjalankan peran simbolik yang besar (D’Aveni, 1990). Clark dan Smith (2002), menegaskan bahwa pendidikan, pengalaman bekerja, hubungan sosial yang dimiliki manajemen puncak berhubungan dengan tingkat inovasi perusahaan.Hal tersebut menunjukkan bahwa social capital theory dan human capital Theory yang dimiliki oleh manajemen puncak dapat mempengaruhi tingkat kesuksesan suatu perusahaan sehingga dapat membentuk reputasi perusahaan.

Menurut Alsop (2004), pemimpin perusahaan yang memiliki kharisma tinggi dan berpandangan jauh ke depan akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap reputasi perusahaan. Oleh karena itu, terkadang visi perusahaan sangat erat kaitannya dengan kepribadian manajemen puncak. Seorang pemimpin perusahaan juga diharapkan dapat menjadi contoh warga negara teladan sehingga dapat memberikan reputasi positif bagi perusahaan. Sebagai salah satu jalan untuk menjadi contoh warga teladan tersebut, Alsop (2004) menjelaskan bahwa seorang manajemen puncak dapat menjadi penyumbang tenaga, pikiran, dan dana bagi kegiatan-kegiatan sosial di sekitarnya. Dengan adanya panutan, para stakeholder perusahaan akan memiliki persepsi positif terhadap perusahaan tersebut, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja dan reputasi perusahaan.

Manajemen puncak merupakan

tingkatan tertinggi dalam manajemen yang memiliki tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dan keberhasilan perusahaan, meningkatkan kinerja serta mempengaruhi pihak internal maupun luar perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan (Hambrick dan Mason 1984; Finkelstein 1992). Hasil penelitian ini memberikan dukungan terhadap hasil penelitian yang dilakukan Ross (2003), manajemen puncak merupakan penjaga reputasi, dan kemampuan manajemen puncak diharapkan dapat menjaga reputasi dan menjadi dasar pengukuran kinerja perusahaan. Aini (2008), menyatakan bahwa reputasi manajemen puncak yang di proksikan dengan latar belakang pendidikan berpengaruh positif pada penilaian investor.

Hasil pengujian menunjukkan ukuran perusahaan memiliki koefisien regresi positif 0,077 dengan tingkat signifikansi 0,013 lebih kecil dari α (5%). Hasil ini menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada reputasi perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka reputasi perusahaan semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari perusahaan besar cenderung memiliki kondisi yang lebih stabil daripada perusahaan kecil. Kondisi perusahaan yang stabil dapat menyebabkan naiknya harga saham perusahaan di pasar modal. Permintaan saham yang meningkat menunjukkan bahwa perusahaan dianggap memiliki “nilai” yang lebih besar. Hasil analisis ini menunjukkan jika investor mempunyai kepercayaan bahwa perusahaan yang assetnya besar akan mampu memperoleh keuntungan yang besar dan juga memberikan imbal balik yang besar dibandingkan dengan perusahaan yang assetnya kecil. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Acheampong, Agalega & Shibu (2014), Arslan, dan Zaman (2014).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan analisis data maka simpulan yang dapat diambil adalah corporate social responsibility disclosure bepengaruh positif pada reputasi perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan

semakin tinggi corporate social responsibility disclosure maka reputasi perusahaan semakin meningkat. Reputasi Manajemen Puncak berpengaruh positif pada reputasi perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi reputasi manajemen puncak maka reputasi perusahaan semakin meningkat.

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat disampaikan adalah sampel yang digunakan terbatas pada kelompok perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga belum mampu merepresentasikan semua perusahaan yang ada. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya menggunakan perusahaan sektor pertambangan untuk menggambarkan kondisi perusahaan yang ada di Indonesia. Corporate social responsibility disclosure cenderung bersifat subjektif sehingga memungkinkan terlewatinya item-item tertentu yang sebenarnya diungkapkan oleh perusahaan yang membuat hasil pengamatan penulis dengan penelitian lainnya akan berbeda. Pengukuran CSR dapat dilakukan dengan meminta bantuan pihak lain untuk mengisi checklist indeks GRI G4 sehingga dapat memperkecil subjektifitas penilaian CSR. Selain itu juga dapat dilakukan secara kualitatif melalui wawancara.

REFERENSI

Acheampong, P., Agalega, E., & Shibu, A.,K.

2014. The a Effect of Financial Leverage and Market Size on Stock Returns on the Ghana Stock Exchange: Evidence from Selected Stocks in the Manufacturing Sector. International Journal of Financial Research, Vol 5.

Afdhal, Ahmad Fuad. 2008. Tips & Trik Public Relations. Jakarta : Grasindo.

Aini, Rias. 2008. Pengaruh Reputasi Manajemen Puncak dan Dewan Komisaris Terhadap Penilaian Investor pada Perusahaan yang melakukan IPO. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia.

Alsop, Ronald .2004. Corporate reputation:

Anything but superficial-the deep but fragile nature of corporate reputation. Journal of Business Strategy. Vol 25: 21-29.

Anggoro, M. Linggar. 2002. Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Arslan, M dan R. Zaman. 2014. Impact of Dividend Yield and Price Earnings Ratio on Stock Return. Journal of Finance and Accounting, Vol. 5 :Hal. 68.

Balmer, J.M.T. & Greyser, S.A. 2003. Revealing the corporation: Perspectives on identity, image, reputation, corporate branding, and corporate-level marketing. European Journal of Marketing, Vol 37: Hal. 1142.

Barney, Jay B. 1991. Firm Resources and Sustainable Competitive Advantage, Journal Of Management, Vol 17: Hal 99. Bartley, T. 2007. Institutional emergence in aneera of globalization: The rise of transnational private regulation of labor and environmental conditions. American Journal of Sociology, Vol 113: Hal. 297.

Brammer, S. & Millington, A. 2004. The development of corporate charitable contributions inN the UK: A stakeholder analysis. Journal of Management studies, Vol 41: Hal. 1411.

Branco, M.B & Rodrigues, L. C. 2006. Corporate Social Responsibility and Resource based Perspectives. Journal of Business Ethic, Vol 69: Hal. 111.

Carter, D. A., Simkins, B. J., & Simpson, W. G. 2002. Corporate Governance, Board Diversity and Firm Value. Financial Review, Vol 38: Hal. 33.

Certo, S. T. 2003. Influencing Initial Public Offering Investors with Prestige: Signaling with Board Structures. Academy of Management Review, Vol 28: Hal. 432.

D’Aveni, R. A. 1990. Top Managerial Prestige and Organizational Bankruptcy. Organization Science, Vol 1.

D’Aveni, R. A. and I. F. Kesner. 1993. Top Managerial Prestige, Power and Tender Offer Response: A Study of Elite Social Networks and Target Firm Cooperation During Takeover. Organization Science, Vol 4.

Dashwood, Hevina S. 2013.   Sustainable

Development and Industry Self-Regulation Developments in the Global Mining Sector. Business and Society, Vol. 43: Hal. 551-582.

Donaldson, T. & Dunfee, T. W. 1994. Toward a Unified Conception of Business Ethics: Integrated Social Contract Theory. Academy of Manage-ment Review, Vol 19: Hal. 252.

Dye, R.A. & Sridhar, S.S. 2008. A positive theory of flexibility in accounting standard ,Journal of Accounting & Economic, Vol 46: Hal. 312

Finkelstein, S. and D. C. Hambrick. 1996. Strategic Leadership: Top Executives and Their Effects on Organizations. Minneapolis/St. Paul: West Publishing Co.

Fitri. 2008. Pengaruh Variabel-Variabel Pembentuk Reputasi Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan. Fak Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Galbreath, J. 2011. Are There Gender related Influences on Corporate

Sustainability? A Study of Woman on Boards of Directors. Journal of Management & Organization, Vol 17(1): Hal. 17–38.

Gazzola, Patrizia. 2014. Corporate Social Responsibility and Companies Reputation. Network Intelligence Studies, Vol 1.

Ghozali dan Chariri, 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Undip.

Ghozali, Imam. 2012. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20”. Semarang : UNDIP.

Hambrick, D.C. and P. A. Mason. 1984. “Upper Echelons: The Organization as a Reflection of its Top Managers.”Academy of Management Review, Vol 9 : Hal. 193-206.

Harahap, Sofyan Syafri. 2002. ”Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Jogiyanto. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis:    Salah Kaprah dan

Pengalaman-pengalaman. Cetakan pertama. Yogyakarta:    BPFE.

Kayondo, D. Mukasa., Kyungho Kim., Hyunwoo Lim. 2015. How Do Corporate Social Responsibility Activities Influence Corporate

Reputation? Evidence From Korean Firms. The Jurnal of Applied Business Research, Vol 31.

Klein, N. 2000. No logo: Taking aim at the brand bullies. Vintage Cananda.

Marshall, J. 2007. The Gendering of Leadership in Corporate Social Responsibility. Journal of Organizational Change Management, Vol 20: Hal 165–181.

Seidman, Gay W. 2007. Beyond the boycott: Labor rights, human rights and transnational activism. New York: Russells Sages Foundation.

Srivastava, Rajendra K. et. al. 1997. The Value of Corporate Reputation: Evidence from Equity Markets. Corporate Reputation Review. Part IV.

Suta, I.P.G.A. 2006. Kinerja Pasar Perusahaan Publik di Indonesia: suatu analisis reputasi perusahaan, Yayasan Sad Satria Bhakti.

Trisnawati. 1998. Pengaruh Informasi Prospektus terhadap Return Saham di Pasar Perdana. Thesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Walter, B.L. 2012. Does corporate social responsibility really contribute to reputation? In B. Baybars Hawks.