I Made Dwi Sumba Wirawan, Made Gede Wirakusuma, Kepemilikan Manajerial.... 17

KEPEMILIKAN MANAJERIAL SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH KOMPENSASI MANAJEMEN DAN

KARAKTER EKSEKUTIF TERHADAP RISIKO PADA TAX AVOIDANCE

I Made Dwi Sumba Wirawan1)

Made Gede Wirakusuma 2)

1)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: [email protected]

2)Fakultas Ekonomi dan Bisnis1Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

Abstract:Managerial Ownership As Moderating The Effect Of Management Compensation And Executive Characters On Risk In Tax Avoidance. Tax avoidance conducted by the company is done by the policy of the company leadership. The purpose of this study is to obtain empirical evidence on the effect of management compensation and executive character on tax avoidance risk, and managerial ownership ability to moderate the effect of management compensation and executive character on tax avoidance risk. The number of sample analyzed were 176 samples of manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange for five years. Sampling method is nonprobability with purposive sampling technique. Analytical techniques used are multiple linear regression and Moderated Regression Analysis (MRA).The result of the analysis shows that management compensation negatively affects tax avoidance. However, the executive’s character to risk has no effect on tax avoidance. Managerial ownership strengthens management compensation in tax avoidance. However, managerial ownership does not moderate the executive character’s influence on tax avoidance risks.

Keywords: tax avoidance, compensation, executive character, managerial ownership

Abstrak: Kepemilikan Manajerial Sebagai Pemoderasi Pengaruh Kompensasi Manajemen Dan Karakter Eksekutif Terhadap Risiko Pada Tax Avoidance. Tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan tentunya dilakukan dengan adanya kebijakan dari pimpinan perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance, serta kemampuan kepemilikan manajerial memoderasi pengaruh kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance. Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 176 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama lima tahun. Metode penentuan sampel adalah nonprobability dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dan Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil analisis menunjukkan bahwa kompensasi manajemen berpengaruh negatif pada tax avoidance. Namun karakter eksekutif terhadap risiko tidak berpengaruh pada tax avoidance. Kepemilikan manajerial memperkuat kompensasi manajemen pada tax avoidance. Namun, kepemilikan manajerial tidak memoderasi pengaruh karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance.

Kata kunci: tax avoidance, kompensasi, karakter eksekutif, kepemilikan manajerial

PENDAHULUAN

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU KUP Pasal 1 ayat 1). Pajak ialah sumber pendapatan negara yang penting selain pendapatan Sumber Daya Alam dan pendapatan non-pajak lainnya (Swingly dan Sukartha, 2015). Besarnya peranan penerimaan pajak pada jumlah penerimaan negara tersebut juga sesuai dengan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistika, seperti yang dimuat dalam Tabel 1 berikut ini:

pemerintah Indonesia agar mampu memperbaiki Rasio Pajak Indonesia adalah dengan dilaksanakannya program pengampunan pajak (tax amnesty) pada tahun 2016. Banyak kondisi yang melatarbelakangi keputusan pemerintah untuk menjalankan program pengampunan pajak, antara lain adalah tidak tercapainya target pengumpulan pajak pada tahun 2015, tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih rendah, diperlukan basis data wajib pajak baru yang lebih kredibel serta adanya Automatic Exchange Information antar negara di dunia yang akan diberlakukan pada tahun 2018 (Kesuma, 2016).

Berbeda dengan negara, perusahaan sebagai wajib pajak menempatkan pajak

Tabel 1 Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2013-2015 (Dalam Miliar Rupiah)

Sumber Penerimaan

2013

%

2014

%

2015

%

Penerimaan Perpajakan

1.077.307

74,87

1.146.866

73,97

1.240.419

82,25

Penerimaan

Bukan Pajak

361.584

25,13

403.625

26,03

267.601

21,57

Jumlah/Total

1.438.891

100

1.550.491

100

1.508.020

100

Sumber: www.bps.go.id

Uraian angka pada Tabel 1 semakin menjelaskan bahwa negara dalam hal ini Direkorat Jenderal Pajak perlu mengoptimalkan penerimaan pajaknya demi percepatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, negara selalu berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan di sektor pajak. Dari sisi lain, tax ratio Indonesia sebesar 11,77% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tergolong rendah (Prasetyo, 2014). Berdasarkan data Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), tax ratio Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara di ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Singapura yang bisa mencapai tax ratio di atas 15%, bahkan rata-rata negara OECD penerimaan pajaknya sebesar 33,8% dari PDB (Praptidewi dan Sukartha, 2016). Salah satu upaya nyata yang dilakukan

sebagai beban. Perusahaan sebagai wajib pajak akan berusaha untuk memaksimalkan laba melalui berbagai macam efisiensi beban, termasuk beban pajak. Dalam upaya efisiensi beban pajak, banyak perusahaan melakukan penghindaran pajak (Hanlon dan Heitzman, 2010). Penghindaran pajak didefinisikan oleh Dyreng et al. (2008) sebagai segala sesuatu yang dilakukan perusahaan dan berakibat pada pengurangan terhadap pajak perusahaan. Perusahaan yang melakukan tax avoidance tidak selalu salah karena ada banyak ketentuan dalam pajak yang mendorong perusahaan untuk mengurangi pajak, ditambah dengan adanya batasan hukum yang tidak jelas (grey area) khususnya untuk transaksi yang bersifat kompleks.

Teori keagenan digunakan sebagai grand theory dalam penelitian ini karena

prinsipal dan agen mempunyai kepentingan yang berbeda. Penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan bukan merupakan suatu kebetulan. Secara langsung, individu yang terlibat dalam pembuatan keputusan pajak adalah direktur pajak dan juga konsultan pajak perusahaan. Namun eksekutif (direktur utama atau presiden direktur) sebagai pimpinan perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung juga memiliki pengaruh terhadap segala keputusan yang terjadi dalam perusahaan, termasuk keputusan penghindaran atas pajak perusahaan (Hanafi dan Harto, 2014). Manajemen sebagai agent tentunya menginginkan bonus atas kinerjanya yang sebagian besar diukur dari laba sehingga manajemen cenderung lebih oportunis untuk melakukan penghindaran pajak, sedangkan pemilik ingin masa depan perusahaan tetap terjamin keberlanjutannya dan investasi mereka tetap aman sehingga pemilik perusahaan memberikan sejumlah kompensasi kepada manajemen agar mengurangi oportunistik manajemen dalam melakukan penghindaran pajak (Zulma, 2016).

Dyreng et al. (2010) menguji 908 sampel pimpinan perusahaan yang tercatat di ExecuComp dan memperoleh hasil bahwa pimpinan perusahaan secara individu memiliki peran yang signifikan terhadap tingkat tax avoidance. Armstrong et al. (2012) menguji pengaruh kompensasi eksekutif terhadap perencanaan pajak perusahaan dan menemukan hubungan negatif antara kompensasi eksekutif terhadap pajak yang dibayarkan. Namun, Irawan dan Farahmita (2012) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan tidak ada pengaruh signifikan antara kompensasi manajemen terhadap penghindaran pajak perusahaan. Penelitian sebelumnya lebih banyak hanya melihat keterkaitan antara penghindaran pajak dengan kompensasi manajemen, seperti Phillips (2003), Minnick dan Noga (2008), dan Armstrong et al. (2012) yang menghubungkan antara kompensasi manajemen dengan penghindaran pajak dan hasilnya juga masih belum konsisten.

Theory of reasoned action mengasumsikan bahwa manusia berperilaku

secara sadar, mempertimbangkan segala informasi, serta mempertimbangkan akibat secara implisit dan spesifik dari tindakan yang dilakukan (Utari dan Supadmi, 2017).

Jenis karakter individu yang duduk sebagai manajemen perusahaan dapat berkarakter risk-taking atau risk-averse tercermin pada besar kecilnya risiko perusahaan (corporate risk) yang ada (Budiman dan Setiyono, 2012). Low (2009) menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan eksekutif memiliki dua karakter yakni sebagai risk taker dan risk averse. Theory of reasoned action menjelaskan hubungan kaitan karakter eksekutif terhadap risiko dengan tindakan tax avoidance. Karakter eksekutif terhadap risiko cenderung mencerminkan risiko organisasi, sehingga pengukuran karakter eksekutif terhadap risiko dapat menggunakan risiko perusahaan. Menurut Hanafi dan Harto (2014) menyatakan bahwa karakter akan berpengaruh dalam pelaksanaan tugas eksekutif. Dampak dari suatu tindakan juga akan dianalisis oleh eksekutif dengan tujuan untuk mendapatkan keputusan terbaik, termasuk dalam menentukan keputusan penghindaran pajak perusahaan (Asri dan Suardana, 2016). Eksekutif menentukan keputusan berdasarkan informasi yang ada. Selain itu, adanya alternatif pilihan serta kendali yang dimiliki eksekutif dalam proses pengambilan keputusan membuat theory of reasoned action semakin menjelaskan alasan preferensi risiko eksekutif (Hanafi dan Harto, 2014).

Maccrimon dan Wehrung (1990) menyatakan bahwa eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani dalam mengambil keputusan bisnis dan biasanya memiliki dorongan kuat untuk memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi. Berbeda dengan risk taker, eksekutif yang memiliki karakter risk averse adalah eksekutif yang cenderung tidak menyukai risiko sehingga kurang berani dalam mengambil keputusan bisnis. Eksekutif risk averse jika mendapatkanpeluang maka akan memilih risiko yang lebih rendah (Low, 2006). Biasanya eksekutif risk averse memili-

ki usia yang lebih tua, sudah lama memegang jabatan, dan memiliki ketergantungan dengan perusahaan (Maccrimon dan Wehrung, 1990). Dibandingkan dengan risk taker, eksekutif risk averse lebih menitik beratkan pada keputusan – keputusan yang yang tidak mengakibatkan risiko yang lebih besar. Semakin eksekutif bersifat risk taker akan semakin tinggi tingkat penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan (Maharani dan Suardana, 2014). Pembeda diantara kedua jenis eksekutif tersebut tercermin pada besar kecilnya risiko perusahaan yang ada. Namun terdapat hasil yang tidak konsisten, penelitian yang dilakukan oleh Butje dan Tjondro (2014) dan Praptidewi dan Sukartha (2016) menyatakan bahwa karakter eksekutif berpengaruh negatif pada tax avoidance perusahaan.

Ketidakkonsistenan hasil penelitian yang meneliti pengaruh kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance menunjukkan adanya faktor lain yang mempengaruhi hubungan kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance. Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan tentunya dilakukan dengan adanya kebijakan dari pimpinan perusahaan (Praptidewi dan Sukartha, 2016). Proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan yang menyebabkan timbulnya agency cost (Masdupi, 2012). Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentinganmanajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan (Astriyana, dkk., 2015). Selain itu kehadiran

kepemilikan manajerial juga didukung oleh teori atribusi yang menjelaskan bahwa perilaku individu ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor penting dari faktor internal yang mempengaruhi perilaku individu adalah adanya motivasi, misalnya motivasi dalam pemberian insentif. Dari teori tersebut kemudian dipertimbangkan untuk menggunakan kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi di dalam penelitian ini.

Kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme Good Corporate Governance (GCG). Salah satu cara yang dianggap mampu menyelaraskan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham, yaitudenganmeningkatkankepemilikansaham oleh manajer (Atari, dkk., 2016). Kepemilikan manajerial juga dapat mempengaruhi insentif bagi manajemen untuk melaksanakan kepentingan terbaik dari pemegang saham (Midiastuty dkk., 2003). Dengan adanya kepemilikan manajerial, diharapkan manajer lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan dapat meminimalkan risiko yang dihadapi perusahaan, khususnya dalam kaitan tax avoidance.

Beberapa penelitian tax avoidance terdahulu menggunakan proksi effective tax rates (ETR), namun penelitian ini tidak menggunakan proksi tersebut karena ETR tidak memproksikan tax avoidance dengan baik karena ETR membagi total pajak yang dibayarkan dengan laba sebelum pajak (Gupta dan Newberry, 1997 dan Dyreng et al., 2010). Tarif tersebut bersifat pasti sehingga tidak akan mampu menjelaskan seberapa besar perusahaan menghindari pajak (Praptidewi dan Su-kartha, 2016). Book tax differences digunakan sebagai proksi tax avoidance dalam penelitian ini. Book tax differences diartikan sebagai ketidaksamaan antara perhitungan laba akuntansi dan laba fiskal. Penyebab book tax differences adalah manajemen laba dan tax avoidance (Hanlon dan Heitzman, 2010). Penelitian ini menggunakan book tax differences namun terlebih dahulu diestimasi dengan discretionary accrual. Lim (2012) menggunakan discretionary accrual tersebut untuk memisahkan komponen dari book tax differences

yang disebabkan oleh manajemen laba untuk tujuan pajak (Masri dan Martani, 2013).

Penelitian bertujuan menguji serta memperoleh bukti empiris pengaruh kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance, serta kemampuan kepemilikan manajerial memoderasi pengaruh kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance. Berdasarkan pada latar belakang dan kajian pustaka, adapun pengembangan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Kompensasi manajemen berpengaruh negatif pada tax avoidance.

H2 : Semakin eksekutif bersifat risk taker maka akan semakin tinggi tax avoidance.

H3 : Kepemilikan manajerial memperkuat pengaruh kompensasi manajemen pada tax avoidance.

H4 : Kepemilikan manajerial memperlemah pengaruh karakter risk taker pada tax avoidance.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian dilakukan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mengakses www.idx.co.id pada tahun 2017. Pemilihan Bursa Efek Indonesia sebagai lokasi penelitian karena di bursa menyajikan data perusahaan go publik secara lengkap. Data yang diakses berupa laporan keuangan tahunan. Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu laporan keuangan tahunan perusahaan yang diperoleh dengan mengakses website BEI.

Menurut Jensen dan Meckling (1976), kompensasi adalah suatu jasa yang diberikan pemilik perusahaan kepada para agennya yaitu manajemen. Dalam mengurangi masalah yang muncul akibat konflik kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajemen (agency theory), pemilik pada umumnya mengeluarkan biaya berupa kompensasi yang diberikan kepada manajemen agar lebih transparan dan meningkatkan kualitas kinerjanya (Mccolgan, 2001). Proksi yang digunakan untuk mengukur kompensasi manajemen ini mengikuti pendekatan yang dilakukan oleh Armstrong et al., (2012)

yaitu logaritma natural nilai total kompensasi manajemen yang diterima selama setahun yaitu penjumlahan kompensasi yang diterima oleh dewan direksi dan dewan komisaris.

Karakter eksekutif terhadap risiko cenderung mencerminkan risiko organisasi, sehingga pengukuran karakter eksekutif terhadap risiko dapat menggunakan risiko perusahaan. Coles et al. (2004) dalam Budiman dan Setiyono (2012) menyatakan bahwa risiko perusahaan merupakan cerminan dari kebijakan yang diambil oleh pimpinan perusahaan. Kebijakan yang diambil pimpinan perusahaan bisa mengindikasikan apakah mereka memiliki karakter risk taking atau risk averse. Risiko perusahaan merupakan cerminan dari deviasi standar atau penyimpangan dari earnings, baik bersifat kurang dari yang direncanakan atau mungkin lebih dari yang direncanakan (Paligorova, 2010). Semakin besar deviasi earnings perusahaan mengindikasikan semakin besar pula risiko perusahaan yang ada. Peneliti menggunakan rumus Earnings Before Interest, Tax, Depreciation and Amortization (EBITDA) dibagi dengan total aset perusahaan. Pengklasifikasi perusahaan tergolong risk taker atau risk averse menggunakan variabel dummy sesuai penelitian yang dilakukan oleh Hanafi dan Harto (2014). Perusahaan yang nilai risikonya melebihi rata-rata perusahaan tersebut akan diberi nilai 1 yang artinya eksekutif merupakan risk taker. Sebaliknya perusahaan yang nilai risikonya kurang dari rata-rata perusahaan tersebut akan diberi nilai 0 yang artinya eksekutif merupakan risk averse.

Pengukuran tax avoidance yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pengukuran Lim (2012) dan Masri dan Martani (2013). Prosedur untuk menghitung tax avoidance yang dilakukan oleh Lim (2012) menggunakan dua langkah. Langkah pertama adalah mengestimasi discretionary accrual, dengan menggunakan formula dari Dechow et al. (1995). Total accrual untuk setiap perusahaan tiap tahun diregresikan dengan formula Dechow untuk mendapatkan residual yang merupakan discretionary

accrual (DA_modi,t). Langkah kedua, memisahkan komponen book tax different yang disebabkan oleh manajemen laba untuk tujuan pajak untuk mengindentifikasikan komponen tersebut sebagai tax avoidance.

1)Menghitung discretionary accrual menggunakan model Dechow et al. (1995)

Accrualsijt /Assetsijt-1 = α1 (1/ Assetsijt-1) + β1jt {(ΔSALEijt – ΔA/Rijt)/ Assetsijt-1} + β2jt(PPEijt / Assetsijt-1) + eijt .........(1)

Keterangan:

Accrualꜱijt    = total akrual dari perusahaan

i di industri j pada tahun t, dihitung dari pendapatan dikurangi arus kas dari operasi. Assetsijt-1      = total aset pada dari

perusahaan i di industri j pada tahun t-1.

ΔSALEijt     = perubahan penjualan

perusahaan i di industri j pada tahun t.

ΔA/Rijt       = perubahan piutang usaha

perusahaan i di industri j pada tahun t.

PPEijt         = property, plant, dan

equipment perusahaan i di industri j pada tahun t.

eijt            = residual yang merupakan

discretionary accrual (DA_modit).

2)Mengestimasi komponen book tax different BTDit = bo + b1 DA_modit + εit .........(2)

Keterangan:

BTDit = Book tax different untuk perusahaan i pada tahun t diskalakan dengan total aset tahun lalu.

BTD = Laba komersial – Laba fiskal

Laba Fiskal = Beban pajak kini dibagi tarif pajak.

DA_modit    = Discretionary accruals untuk

perusahaan i dalam tahun t dibagi dengan total aset tahun lalu.

εit     = residu perusahaan i di tahun t.

Residual dari persamaan BTD merupakan komponen book tax different yang disebabkan oleh manajemen laba untuk tujuan pajak.

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham yang dimiliki manajemen perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen

(Sujoko dan Soebiataro, 2007). Kepemilikan manajerialdapatdihitungdenganmenggunakan rasio jumlah saham yang dimiliki manajer dibagi total saham yang beredar. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan karakteristik perusahaan yang dilihat berdasarkan ukuran perusahaan (SIZE). Data yang digunakan untuk menghitung berbagai variabel kontrol di atas terdapat pada laporan keuangan perusahaan per 31 Desember.

Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini adalah metode nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling. Tujuan penggunaan metode purposive sampling adalah untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut adalah menggunakan mata uang rupiah dan kompensasi manajemen yang dibiayakan dalam perusahaan tidak berupa opsi saham. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknikdokumentasi. Dokumen yang dimaksudkan adalah laporan keuangan tahunan. Dalam penelitian ini, hipotesis pertama dan kedua diuji dengan analisis regresi berganda, sedangkan hipotesis ketiga dan keempat menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dan diseleksi sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan, maka diperoleh sampel sebanyak 176 perusahaan dengan waktu pengamatan lima tahun. Hasil statistik deskriptif dari masing-masing variabel disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa tax avoidance dengan nilai rata – rata sebesar 1,259 yang berarti komponen book tax different yang disebabkan oleh manajemen laba untuk tujuan pajak pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ialah rata – rata 1,259. Nilai rata – rata sebesar 1,259 lebih besar daripada 0,971. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 hingga 2015

cenderung tinggi melakukan tax avoidance. bersifat risk averse karena 47,7 persen dari Standar deviasi tax avoidance adalah 0,585. sampel penelitian memiliki karakter eksekutif Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat terhadap risiko bersifat risk taker dan dilihat bahwa tax avoidance dengan nilai rata 52,3 persen eksekutif bersifat risk averse. – rata sebesar 1,259 yang berarti komponen Kepemilikan manajerial dengan nilai book tax different yang disebabkan oleh minimum 0,000 dan nilai maksimum 0,778. manajemen laba untuk tujuan pajak pada Nilai rata – rata kepemilikan manajerial

Tabel 2

Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2013-2015 (Dalam Miliar Rupiah)

Variabel

Jumlah Sampel     Nilai       Nilai        Nilai      Standar

Mini- Maksimum Rata-Rata Deviasi mum

Tax avoidance

176           -0,479       2,421        1,259       0,585

Kompensasi Manajemen

Karakter Eksekutif

Terhadap Risiko

Kepemilikan Manajerial

Ukuran Perusahaan

176          20,352      24,786       22,617       1,019

176         0,000      1,000      0,477      0,501

176         0.000      0,778      0,077      0,142

Sumber: Data diolah, 2017

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ialah rata – rata 1,259. Nilai rata – rata sebesar 1,259 lebih besar daripada 0,971. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 hingga 2015 cenderung tinggi melakukan tax avoidance. Standar deviasi tax avoidance adalah 0,585.

Nilai minimum kompensasi manajemen sebesar 20,352 dan nilai maksimum sebesar 24,786. Nilai rata – rata kompensasi manajemen sebesar 22,617 yang mempunyai arti bahwa logaritma natural rata – rata total kompensasi manajemen berupa kompensasi yang diterima oleh dewan direksi dan dewan komisaris yang diterima selama setahun ialah sebesar 22,617. Hal ini menunjukkan bahwa kompensasi manajemen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 hingga 2015 cenderung tinggi karena lebih besar dari 22,569. Karakter eksekutif terhadap risiko dengan nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata – rata karakter eksekutif terhadap risiko sebesar 0,477 yang menunjukkan bahwa eksekutif cenderung

sebesar 0,077 yang menunjukkan bahwa rata – rata persentase jumlah saham manajer dibagi dengan total saham yang beredar sebesar 7,7 persen (7,7%). Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 hingga 2015 masih tergolong rendah karena lebih rendah dari 0,389 atau 38,9%. Ukuran perusahaan dengan nilai maksimal sebesar 31,357 dan nilai minimal sebesar 25,194. Nilai rata – rata ukuran perusahaan sebesar 27,568 yang mempunyai arti bahwa rata – rata logaritma natural dari total aset perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 hingga 2015 sebesar 27,568.

Pengujianasumsiklasikmeliputiujinor-malitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) pada pengujian regresi berganda (0,101) dan pengujian regresi moderasi (0,419) > dari level of significant (0,050), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tax avoidance,

kompensasi manajemen, karakter eksekutif terhadap risiko, dan kepemilikan manajerial berdistribusi normal. Uji multikolinieritas dalam penelitian ini digunakan pada regresi linear berganda yang bertujuan untuk melihat nilai tolerance atau Variance Inflation Factor (VIF). Nilai VIF masing-masing variabel di bawah 10 dan nilai tolerance di atas 0,10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi hubungan multikolinieritas antar variabel bebas. Uji autokorelasi diuji menggunakan analisis Durbin-Watson dengan signifikansi 5 persen, untuk jumlah sampel (N) 176 dan jumlah variabel bebas (k) sebanyak 4, nilai dL= 1,707 dan dU= 1,800. Oleh karena, d statistik sebesar 2,139 dan 2,163 berada pada wilayah yang tidak mengandung autokorelasi atau model regresi yang telah dibuat tidak mengandung gejala autokorelasi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi. Hasil pengujian heteroskedastisitas pada dengan nilai probabilitas signifikansi masing-masing variabel bebas lebih dari 0,050 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari heteroskedastisitas.

Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai signifikansi F untuk uji regresi linear berganda sebesar 0,025 lebihakecil dari α = 0,050 yang berartiamodel yang digunakan dalam penelitian iniatelah layak (fit). Hal ini menunjukkan bahwa kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko mampu memprediksi atau menjelaskan tax avoidance

yang dilakukan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa EfekIndonesia periode 2011 – 2015. Uji regresi linear berganda dengan nilai Adjusted R Square sebesar 0,031 mempunyai arti bahwa 3,1 persen variasi dari tax avoidance dipengaruhi oleh variasi kompensasi manajemen dan karakter eksekutif terhadap risiko, sedangkan 96,9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian.

Nilai signifikansi F regresi moderasi (MRA) sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, yang berarti bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini telah layak (fit). Besarnya nilai Adjusted R Square adalah 0,207. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabilitas tax avoidance dapat dijelaskan oleh kompensasi manajemen, karakter eksekutif terhadap risiko, dan kepemilikan manajerial sebesar 20,7 persen, sedangkan sisanya sebesar 79,3 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian regresi berganda dengan signifikansi sebesar 5 persen.

Hipotesis pertama menyatakan bahwa kompensasi manajemen berpengaruh negatif pada tax avoidance. Tabel 4 menunjukkan bahwa hubungan antara kompensasi manajemen pada tax avoidance adalah negatif sebesar 0,114 dengan nilaiasignifikansi 0,009 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti bahwa secara langsung kompensasi manajemen berpengaruhanegatif pada tax avoidance.

Tabel 3

Hasil Uji Goodness of Fit

Uji Regresi               Sig. F

Adjusted R Square

Regresi Linear Berganda         0,025

Regresi Moderasi                0,000

0,031

0,207

Sumber: Data diolah, 2017


Tabel 4

Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Keterangan                    Nilai Beta

Signifikansi

(Constant)                                       3,792

Kompensasi Manajemen                      -0,114

Karakter Eksekutif Terhadap Risiko              0,074

0,000

0,009

0,397


Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka hipotesis pertama diterima.

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Menurut Eisenhardt (1989), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yang salah satunya adalah bahwa manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest). Manajemen (agent) tidak akan bertindak untuk kepentingan pemegang saham jika tidak bermanfaat bagi mereka sendiri. Untuk menjembatani hal tersebut, pemilik pada umumnya mengeluarkan biaya sebagai kompensasi terhadap manajemen agar manajemen dapat lebih transparan dan meningkatkan kinerja manajemen (Irawan dan Farahmita, 2012).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Chalmers et al., (2006), Armstrong et al. (2012) dan Zulma (2016) yang membuktikan terdapat pengaruh negatif antara kompensasi manajemen dengan tax avoidance. Gaji dan tunjangan merupakan komponen tetap, sistem bonus dapat membuat motivasi manajer untuk semata-mata meningkatkan kinerja, tanpa memberikan upaya lebih untuk melakukan penghindaran pajak. Peningkatan kinerja juga berarti akan meningkatkan laba perusahaan, dan menaikkan pajak (Puspita dan Harto, 2014). Berdasarkan hasil penelitian, pemegang saham diharapkan untuk mempertimbangkan tingkat kompensasi yang diberikan kepada manajemen karena kompensasi yang optimal diharapkan dapat menurunkan kesenjangan informasi antara principal dan agent dalamperusahaan sehingga menjadi solusi untuk memotivasi manajer untuk meningkatkan kinerja, tanpa memberikan upaya lebih untuk melakukan penghindaran pajak.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa semakin eksekutif bersifat risk taker maka akan semakin tinggi tax avoidance. Tabel 4 menunjukkan bahwa hubungan antara karakter eksekutif terhadap risiko dengan

tax avoidance adalah positif sebesar 0,074 dengan nilai signifikansi 0,397 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti bahwa secara langsung karakter eksekutif terhadap risiko tidak berpengaruh pada tax avoidance. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka hipotesis kedua ditolak.

Hasil penelitian tidak mendukung theory of reasoned action terkait hubungan karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance. Theory of reasoned action mengasumsikan bahwa individu berperilaku secara sadar dengan mempertimbangkansegala informasi, dan mempertimbangkan akibat secara implisit dan spesifik dari tindakan yang dilakukan. Eksekutif menentukan keputusan terkait dengan tax avoidance berdasarkan informasi yang ada dalam hal ini risiko perusahaan. Selain itu, adanya alternatif pilihan serta kendali yang dimiliki eksekutif dalam proses pengambilan dapat menjelaskan eksekutif bersifat risk taker atau risk averse. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa perusahaan yang karakter eksekutifnya bersifat risk averse tidak serta merta mempertimbangkan risiko organisasi dalam melakukan tindakan tax avoidance.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari dkk. (2015) yang menyatakan bahwa karakter eksekutif terhadap risiko tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Namun, hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh MacCrimmon dan Wehrung (1990), Carolina dkk. (2014), dan Budiman dan Setiyono (2012), Butje dan Tjondro, (2014), dan Swingly dan Sukartha (2015) yang berkesimpulan bahwa semakin tinggi nilai risikoaperusahaan berarti semakin bersifat risk taker eksekutif tersebut. Hasil penelitian tidak sesuai dengan hasil penelitian Hanafi dan Harto (2014) yang menyatakan bahwa preferensi risiko akan berpengaruh dalam pelaksanaan tugas eksekutif. Dampak dari suatu tindakan juga akan dianalisis oleh eksekutif dengan tujuan untuk mendapatkan keputusan terbaik, termasuk dalam menentukan keputusan penghindaran pajak perusahaan (Asri dan Suardana, 2016).

Eksekutif dengan karakter risk averse adalah eksekutif yangakurang menyukai risiko sehingga dalam memilih keputusan bisnis akan memilih keputusan yang tidak mengakibatkan risiko tinggi (Praptidewi dan Sukartha, 2016). Karakter eksekutif terhadap risiko tidak berpengaruh pada tax avoidance karena perpajakan merupakan ilmu terapan yang dinamis, terjadi perubahan tarif dan aturan yang rutin dan hampir terjadi setiap tahun. Selain itu, sanksi yang dikenakan sangat tegas. Keputusan dan kebijakan diambil tidak semata-mata menggunakan perasaan tetapi juga berdasarkan kemampuan dan pengetahuannya (Merslythalia dan Lasmana, 2016). Penelitian selanjutnya disarankan untuk mempertimbangkan variabel kemampuan dan pengetahuan eksekutif. Karakter eksekutif terhadap risiko yang tidak dilengkapi dengan kemampuan di bidang perpajakan hanya akan menyebabkan keputusan yang diambil tidak signifikan merubah jumlah pajak yang dibayar.

Pengujian hipotesis ketiga dan keempat dilakukan dengan Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa kepemilikan manajerial memperkuat pengaruh kompensasi manajemen pada tax avoidance. Dilihat dari nilai signifikansi interaksi kompensasi manajemen dan kepemilikan manajerial sebesar 0,045 lebih kecil dari α = 0,05 menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mampu memoderasi pengaruh

kompensasi manajemen pada tax avoidance. Nilai beta interaksi kompensasi manajemen dan kepemilikan manajerial yang bernilai -0,670 menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memperkuat pengaruh kompensasi manajemen pada tax avoidance, maka dari itu hipotesis ketiga diterima.

Hubungan variabel kepemilikan manajerial dengan variabel dependen dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel kepemilikan manajerial sebesar 0,044, lebih kecil dari α = 0,05. Sedangkaninteraksi variabel kepemilikan manajerial dengan variabel independen dapat dilihat dari nilai signifikansi interaksi variabel kompensasi manajemen dengan variabel kepemilikan manajerial yaitu sebesar 0,045, lebih kecil dari α = 0,05. Dengan memperhatikan pengaruh langsung variabel moderasi dengan variabel dependen, dan interaksi antara variabel independen dengan variabel moderasi, maka variabel kepemilikan manajerial digolongkan kedalam jenis moderasi semu atau quasi moderator. Quasi moderasi adalah variabel moderasi yang berhubungan dengan variabel dependen dan atau independen serta berinteraksi dengan variabel independen (Ghozali, 2012: 224).

Kompensasi manajemen yang semakin tinggi menyebabkan tax avoidance yang semakin rendah, dan adanya kepemilikan manajerial akan semakin mengurangi tindakan tax avoidance. Hal ini disebabkan karena kepemilikan manajerial dapat mengurangi konflik yang terjadi antara prinsipal dan agen, sehingga mengurangi agency cost yang berpotensi timbul.

Tabel 5

Hasil Uji Regresi Moderasi

Keterangan

Nilai Beta

Signifikansi

Keterangan

(Constant)

5,243

0,000

Kompensasi Manajemen

0,136

0,016

Karakter Eksekutif Terhadap Risiko

0,079

0,380

Kepemilikan Manajerial

15,315

0,044

Interaksi antara Kompensasi Manajemen dan Kepemilikan Manajerial

-0,670

0,045

Mampu Memperkuat

Interaksi antara Karakter Eksekutif Terha-

-0,021

0,971

Tidak mampu

dap Risiko dan Kepemilikan Manajerial

memoderasi


Manajemen sebagai agent tentu menginginkan bonus atas kinerjanya yang sebagian besar diukur dari laba sehingga manajemen cenderung lebih oportunis untuk melakukan penghindaran pajak (Zulma, 2016). Kompensasi yang diberikan dan kepemilikan manajerial yang dimiliki dapat mengurangi oportunistik manajemen dalam melakukan penghindaran pajak.

Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku individu. Teori atribusi menyebutkan bahwa perilaku individu ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang dapat memperngaruhi perilaku adalah motivasi. Eksekutif sebagai seorang individu akan melaksanakan sesuatu jika ia mendapatkan keuntungan dari keputusan yang telah diambilnya. Hasil penelitian mendukung argumen yang dicetuskan oleh Shleifer dan Vishny (1986) yang menyatakan bahwa memberikan saham kepada manajer maka manajer sekaligus merupakan pemilik perusahaan. Sehingga manajer akan bertindak demi kepentingan perusahaan, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan keinginan dari pemilik perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, pemegang saham diharapkan untuk mempertimbangkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Kepemilikan saham oleh manajerial dapat digunakan untuk mengurangi agency cost karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya.

Hipotesis keempat menyatakan bahwa kepemilikan manajerial memperlemah pengaruh risk taker pada tax avoidance. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi interaksi karakter eksekutif terhadap risikodan kepemilikan manajerial sebesar 0,971 yaitu lebih besar dari nilai α = 0,05 menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak mampu memoderasi pengaruh karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance. Berdasarkan hasil uji tersebut maka hipotesis keempat ditolak.

Dilihat dari pengaruh langsung

variabel moderasi, dan interaksi antara variabel independen dengan variabel moderasi, kepemilikan manajerial termasuk ke dalam jenis prediktor moderasi. Hal tersebut dilihat dari nilai signifikansi variabel kepemilikan manajerial yaitu 0,044 lebih kecil dari α = 0,05, serta dilihat dari nilai signifikansi interaksi variabel karakter eksekutif terhadap risiko dan kepemilikan manajerial yaitu 0,971, lebih besar dari α = 0,05. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial bukanlah moderator, melainkan tergolong ke dalam prediktor (independen).

Hasil penelitian tidak mendukung teori atribusi terkait hubungan interaksi karakter eksekutif terhadap risiko dengan kepemilikan manajerial pada tax avoidance. Teori atribusi menyebutkan bahwa perilaku individu ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang dapat memperngaruhi perilaku adalah motivasi. Walaupun memiliki motivasi untuk memaksimalkan kinerja karena kepemilikan yang dimiliki oleh eksekutif, namun persentase kepemilikan manajerial sebagian besar dari sampel penelitian di bawah nilai – rata. Rendahnya kepemilikan manajerial pada sampel penelitian menyebabkan eksekutif tidak memiliki wewenang wewenang yang cukup besar dalam pengambilan keputusan, khususnya terkait keputusan tax avoidance.

Hasil penelitian ini tidak mendukung pernyataan Pohan (2009) mengatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham olehmanajerial makaakansemakin baikkinerja perusahaan, dikarenakan hal tersebut membantu menyatukan kepentingan pemegang saham dan manajer. Kepemilikan manajerial menyebabkan manajer dalam hal ini eksekutif perusahaan juga dapat merasakan langsung manfaat dari keputusanyang diambil. Namun, kepemilikan manajerial yang berinteraksi dengan karakter eksekutif terhadap risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance.

Persentase kepemilikan manajerial sebagian besar dari sampel penelitian di bawah nilai – rata. Walaupun eksekutif memiliki kepemilikan di dalam perusahaan,

hal tersebut tidak akan mempengaruhi tax avoidance karena eksekutif tidak memiliki wewenang yang cukup besar dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan hal tersebut, kepemilikan manajerial sebaiknya ditingkatkan karena kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai 2015 secara rata – rata masih tergolong rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi manajemen berpengaruh negatif pada tax avoidance. Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi kompensasi manajemen menyebabkan tax avoidance akan semakin menurun. Karakter eksekutif terhadap risiko tidak berpengaruh pada tax avoidance. Hal tersebut menunjukkan karakter eksekutif terhadap risiko baik risk taker maupun risk averse tidak menyebabkan perubahan pada tax avoidance. Kepemilikan manajerial memperkuat pengaruh kompensasi manajemen pada tax avoidance. Kompensasi manajemen yang semakin tinggi menyebabkan tax avoidance yang semakin rendah, dan adanya kepemilikan manajerial akan semakin mengurangi tindakan tax avoidance. Kepemilikan manajerial tidak memoderasi pengaruh karakter eksekutif terhadap risiko pada tax avoidance. Kepemilikan manajerial yang ada di perusahaan tidak mampu memperlemah hubungan karakter risk taker sehingga tidak ada perubahan pada besaran tax avoidance.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang dapat diberikan adalah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi manajemen berpengaruh negatif pada tax avoidance. Penelitian ini dapat membantupemegang saham atau pemilik (principal) untuk lebih mempertimbangkan besaran kompensasi manajemen, karena kompensasi dapat digunakan untuk menjembatani konflik kepentingan yang muncul akibat hubungan agensi antara manajemen dengan pemegang saham. Sehingga, kompensasi yang optimal kepada manajemen dapat menurunkan masalah keagenan dalam pe-

rusahaan sehingga dapat dijadikan solusi untuk menurunkan perilaku oportunis manajemen dalam melakukan tax avoidance.

Kepemilikan manajerial mampu memperkuat hubungan kompensasi manajemen pada tax avoidance. Pemegang saham dapat pula mempertimbangkan kepemilikan oleh manajerial karena manajer sekaligus merupakan pemilik perusahaan, sehingga manajer akan bertindak demi kepentinganaperusahaan. Kepemilikan manajerial sebaiknya ditingkatkan karena kepemilikan manajerial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai 2015 secara rata – rata masih tergolong rendah.

Karakter eksekutif terhadap risiko tidak berpengaruh pada tax avoidance. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mempertimbangkan variabel kemampuan dan pengetahuan eksekutif. Hal tersebut karena perpajakan merupakan ilmu terapan yang dinamis, terjadi perubahan tarif dan aturan yang rutin dan hampir terjadi setiap tahun. Sehingga karakter eksekutif terhadap risiko yang tidak dilengkapi dengan kemampuan di bidang perpajakan hanya akan menyebabkan keputusan yang diambil tidak signifikan merubah jumlah pajak yang dibayar.

REFERENSI

Anonim. 2007. Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Armstrong, C. S., Blouin, J. L., Larcker, D. F. 2012. The Incentives For Tax

Planning. Journal of Accounting and Economics, 53(1–2), 391–411

Asri, I. A. T. Y., Suardana, K. A. 2016.

Pengaruh Proporsi Komisaris Independen, Komite Audit, Preferensi Risiko Eksekutif dan Ukuran Perusahaan pada Penghindaran Pajak.

E-Jurnal Akuntansi, 16, 72–100

Astriyana, G., Sari, M. N., Hasanah, N. 2015. Pengaruh KualitasAudit, Penghindaran Pajak dan Konservatisme Akuntansi Terhadap Timeliness Reporting (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015). Syariah Paper Accounting FEB UMS, 61-70

Atari, J., Nasir, A., Ilham, E. 2016. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Kebijakan Hutang Terhadap Tax Aggressive. JOM Fekon, 3(1), 1137–1149

Budiman, J., Setiyono. 2012. Pengaruh Karakteristik Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (Tax avoidance). Simposium Nasional Akuntansi XV.

Butje, S., Tjondro, E. 2014. Pengaruh Karakteristik Eksekutif dan Koneksi Politik Terhadap Tax avoidance. Tax & Accounting Review, 4(2), 1–9.

Carolina, V., Natalia, M., Debbianita. 2014. Karakteristik Eksekutif Terhadap Tax Avoidance Dengan Leverage Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Keuangan Dan Perbankan, 18(3), 409–419

Chalmers, K., Koh, P.-S., & Stapledon, G. (2006). The Determinant of CEO Compensation: Rent Extraction or Labor Demand. The British Accounting Review, 38(2004), 259– 275

Dechow, P. M., Sloan, R. G., Sweeney, A. P. 1995. DetectingEarningsManagement. The Accounting Review, 70(2), 193–225

Dyreng, S. D., Hanlon, M., Maydew, E. L. 2008. Long‐Run Corporate Tax Avoidance. The Accounting Review,

83(1), 61–82.

Dyreng, S. D., Hanlon, M., Maydew, E. L. 2010. The Effects of Executives on Corporate Tax avoidance. The Accounting Review, 85(4), 1163– 1189.

Eisenhardt, K. M. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. The Academy of Management Review, 14(1), 57-74

Gupta, S., Newberry, K. 1997. Determinants of the variability in corporate effective tax rates: evidence from Longitudinal Data. Journal of Accounting and Public Policy, 16, 1–34

Hanafi, U., Harto, P. 2014. Analisis Pengaruh Kompensasi Eksekutif, Kepemilikan Saham Eksekutif Dan Preferensi Risiko Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak   Perusahaan.

Diponegoro Journal of Accounting, 3(2), 1–11.

Hanlon, M., & Heitzman, S. 2010. A Review of Tax Research. Journal of Accounting and Economics, 50(2–3), 127–178

Irawan, H. P., Farahmita, A. 2012. Pengaruh Kompensasi Manajemen dan Corporate Governance Terhadap Manajemen Pajak Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XV

Jensen, M. C., Meckling, W. H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency   costs   and Ownership

Structure. Journal of Financial Economics, 3(4),     305–360.

Kesuma, A. I. 2016. Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Sebagai Upaya Optimalisasi Fungsi Pajak. Jurnal Ekonomi Keuangan, Dan Manajemen Universitas Mulawarman Indonesia, 12(2), 270–280.

Lim,Y.2012. Tax avoidance andunderLeverage puzzle: Korean evidence. Review of Quantitative Finance and Accounting, 39(3), 333–360

Low, A. 2009. Managerial risk-taking behavior and equity-based compensation. Journal of Financial Economics, 92(3), 470–490

MacCrimmon, K. R., Wehrung, D. A. 1990. Characteristics of Risk Taking Executives. Management Science, 36(4), 422–435

Maharani, I. G. A. C., Suardana, K. A. 2014. Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas, dan Karakteristik Eksekutif Tax avoidance Perusahaan Manufaktur. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 9(2), 525–539

Masdupi, E. 2012. Pengaruh Insider Ownership, Struktur Modal, Dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan Syariah Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Economac, 12(1), 9–14.

Masri, I., & Martani, D. 2013. Pengaruh Tax Avoidance Terhadap Cost Of Debt. SNA XV Banjarmasin.

Mayangsari, C., Zirman, Haryani, E. 2015. Pengaruh Kompensasi Eksekutif, Kepemilikan Saham Eksekutif, Preferensi Risiko Eksekutif Dan Leverage Terhadap Penghindaran Pajak (Tax avoidance). Jom FEKON, 2(2), 1–15.

Mccolgan, P. (2001). Agency Theory and Corporate Governance: A Review of The Literature From A UK Perspective. Department of Accounting & Finance, University of Strathclyde

Merslythalia, D. R., Lasmana, M. S. 2016.

Pengaruh kompetensi eksekutif, ukuran perusahaan, komisaris independen, dan kepemilikan institusional terhadap. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 11(2), 116–123

Midiastuty, Pranata Puspa; Machfoedz, M. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance Dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi VI

Minnick, K., Noga, T. 2008. Do Corporate Governance Characteristics Influence Effective Tax Rate ? Journal of Corporate Finance, 16, 703-718

Paligorova, T. 2010. Corporate Risk Taking and Ownership Structure. Bank of Canada Working Paper

Phillips, J. D. 2003. Corporate Tax-Planning Effectiveness : The Role of Compensation-Based Incentives. The Accounting Review, 78(3), 847– 874.

Pohan, H. T. 2009. Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusi, Rasio Tobin Q, Akrual Pilihan, Tarif Efektif Pajak, dan Biaya Pajak Ditunda Terhadap Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Publik. Jurnal Informasi Perpajakan, Akuntansi, Dan Keuangan Publik, 4(2), 113–135.

Praptidewi, L. P. M., Sukartha, I. M. 2016. Pengaruh Karakteristik Eksekutif dan Kepemilikan Keluarga Pada Tax Avoidance Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 17(1), 426–452.

Prasetyo, K. A. 2014. Quo Vadis Tax Ratio Indonesia? http://www.bppk. kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12643-quo-vadis-tax-ratio-indonesia

Puspita, S. R., Harto, P. 2014. Pengaruh Tata

Kelola Perusahaan Terhadap Penghindaran Pajak. Diponegoro Journal of Accounting, 3(2), 1–13.

Shleifer, A., Vishny, R. W. 1986. Large Shareholders and Corporate Control. Journal of Political Economy, 94(3, Part 1), 461–488.

Sujoko, Soebiataro, U. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan. Journal of Management and Entrepreneurship, 9(1976), 41–48.

Swingly, C., Sukartha, I. M. 2015. Pengaruh

Karakteristik Eksekutif, Komite audit, dan Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Sales Growth pada Tax avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 10(1), 47–62.

Utari, N. K. Y., Supadmi, N. L. 2017. Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas Dan Koneksi Politik Pada Tax   avoidance.   E-Jurnal

Akuntansi Universitas Udayana, 18, 2202–2230.

Zulma, G. W. M. 2016. Pengaruh Kompensasi Manajemen terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan dengan Moderasi Kepemilikan Keluarga di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIX, 1–15.